Sunteți pe pagina 1din 25

c c

   


 
1.1.1. Menghitung harga RMR dan SMR pada suatu massa batuan.
1.1.2. Menentukan kelas batuan berdasarkan RMR dan SMR.

   
1.2.1. Mengetahui kondisi geoteknik massa batuan berdasarkan nilai
RMR-nya.
1.2.2. Mengetahui nilai SMR sebagai dasar menentukan
rekomendasi perkuatan lereng suatu massa batuan.
c c
  
lasifikasi massa batuan digunakan sebagai alat dalam menganalisis
kemantapan lereng yang menghubungkan antara pengalaman di bidang
massa batuan dengan kebutuhan pemantapan di berbagai kondisi
lapangan yang dibutuhkan. Namun demikian, penggunaan klasifikasi
massa batuan tidak digunakan sebagai pengganti perancangan rinci.
Pada dasarnya pembuatan klasifikasi massa batuan bertujuan untuk (
Bieniawski, 1989 ) :
1. Mengidentifikasi parameter ± parameter yang mempengaruhi
perilaku massa batuan.
2. Membagi formasi massa batan ke dalam grup yang mempunyai
perilaku sama menjadi kelas massa batuanh.
3. Memberikan dasar ± dasar untuk pengertian karakteristik dari
setiap kelas massa batuan.
4. Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di suatu
lokasi dengan lokasi lainnya.
5. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan
rekayasa.
6. Memberikan dasar umum untuk kemudahan komunikasi diantara
para insinyur dan geologist.
Agar dapat digunakan dengan baik dan cepat maka klasifikasi massa
batuan harus mempunyai beberapa sifat seperti berikut
(Bieniawski, 1989 ) :
1. Sederhana, mudah diingat, dan dimengerti
2. Sifat ± sifat massa batuan yang penting harus disertikan.
3. Parameter dapat diukur dengan mudah dan murah.
4. Pembobotan dilakukan secara relatif.
5. Menyediakan data ± data kuantitatif.
pengan menggunakan klasifikasi massa batuan akan diperoleh paling
tidak tiga keuntungan bagi perancangan kemantapan lereng yaitu
( Bieniawski, 1989 ) :
1. Meningkatkan kualitas hasil penyelidikan lapangan dengan data
masukan minimum sebagai parameter klasifikasi.
2. Memberikan informasi / data kuantitatif untuk tujuan rancangan.
3. Penilaian rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi lebih efektif
pada suatu proyek.
Saat ini telah berkembang berbagai metode klasifikasi massa batuan.
piantara metode klasifikasi tersbut ada yang digunakan untuk kepentingan
perancangan empiris dan ada pula yang digunakan hanya untuk data
masukan untuk klasfifikasi massa batuan yang lain.

— —
 
Bieniawski ( 1976 ) dalam Manik ( 2007 ) mempublikasikan suatu
metode klasifikasi massa batuan yang dikenal dengan Geomechanics
Classification atau Rock Mass Wasting ( RMR ). Metode rating digunakan
pada klasifikasi ini. Besaran rating tersebut didasarkan pada pengalaman
Bieniawski dalam mengerjakan proyek ± proyek terowongan dangkal.
Metode ini telah dikenal luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan
lokasi yang berbeda ± beda seperti tambang pada batuan kuat,
terowongan, tambang batubara, kestabilan lereng, dan kestabilan
pondasi. lasifikasi ini juga sudah dimodifi kasi beberapa kali sesuai
dengan adanya data baru agar dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan dan sesuai dengan standar internasional.


     — —
 
Sistem klasifikasi massa batuan —   —
( RMR )
menggunakan enam parameter berikut ini dimana rating setiap
parameter dijumlahkan untuk memperoleh nilai total dari RMR :
1. uat tekan batuan utuh ( 
     )
2. —  gn ( RQp )
3. Jarak antar diskontinuitas ( 
     )
4. ondisi diskontinuitas ( [       )
5. ondisi air tanah (
    )
6. Orientasi diskontinuitas (         )
Berikut dijelaskan mengenai keenam parameter yang
digunakan dalam memperoleh klasifikasi massa batuan — 
—
( RMR ) tersebut :
1. uat tekan batuan utuh ( 
     )
uat tekan batuan utuh dapat diperoleh dari uji kuat tekan
uniaksial ( Uniaxial Compressive Strength, UCS ) d an uji point load
( point Load Test, PLI ). UCS mengguanakn mesin tekan untuk
menekan sampel batuan dari satu arah ( uniaxial ). Sampel batuan
yang diuji dalam bentuk silinder ( tabung ) dengan perbandingan
antara tinggi dan diameter tertentu. Perbandingan ini sangat
berpengaruh pada nilai UCS yang dihasilkan. Semakin besar
perbandingan panjang terhadap diameter, kuat tekan akan semakin
kecil.
Pada perhitungan nilai RMR, parameter kekuatan batuan
utuh diberi bobot berdasarkan nilai UCS atau nilai PLI -nya seperti
tertera pada Tabel 1.
Tabel 2.1 Pembobotn kekuatan material batuan utuh ( Bieniawski,1989 )
peskripsi ualitatif UCS ( MPa ) PLI ( MPa ) Rating
Sangat kuat sekali >250 >10 15
( exceptionally strong )
Sangat kuat 100 ± 250 4 ± 10 12
( very strong )
uat ( strong ) 50 ± 100 2±4 7
Sedang ( average ) 25 ± 50 1±2 4
Lemah ( weak ) 5 ± 25 Penggunaan 2
Sangat lemah 1±5 UCS lebih 1
( very weak ) dianjurkan
Sangat lemah sekali <1 0
( extremely weak )

2.—  
—
Pada tahun 1967 p.U.peere memperkenalkan Rock Quality
pesign ( RQp ) sebagai sebuah petunjuk untuk memperkirakan
kualitas dari massa batuan secara kuantitatif. RQp didefinisikan
sebagai presentasi dari perolehan inti bor ( core ) yang secara tidak
langsung didasarkan pada jumlah bidang lemah dan jumlah bagian
yang lunak dari massa batuan yang diamati dari inti bor ( core ).
Hanya bagian yang utuh dengan panjang lebih besar dari 100 mm (
4 inchi ) yang dijumlahkan keudian dibagi panjang total pengeboran
( core run ).
X 
     

RQp =  
 
   

palam menghitung nilai RQp, metode langsung digunakan


apabila core los tersedia. Tata cara untuk menghitung RQp
menurut peere diilustrasikan pada gambar 1. Call & Nicholas, Inc
( CNI ), konsultan geoteknik asal Amerika, mengembangkan
koreksi perhitungan RQp untuk panjang total pengeboran yang
lebih dari 1,5 m. CNI mengusulkan nilai RQp diperoleh dari
persentase total panjang inti bor utuh yang lebih dari 2 k ali diameter
inti ( core ) terhadap panjang total pengeboran ( core run ). Metode
pengukuran RQp menurut CNI diilustrasikan pada gambar 2.1.2.
Panjang total pengeboran ( core run ) = 100 cm
piameter core = 61.11 cm
 
    
RQp =      
 

RQp =  


RQp = 84 %
Panjang total pengeboran ( core run ) = 100 cm
piameter core = 61.11 cm
 
      
RQp =     
 

RQp =  


RQp = 73 %
Hubungan antara nilai RQp dan kualitas dari suatu massa
batuan diperkenalkan oleh Barton, 1975 dalam Bell, 1992 seperti
Tabel 2.

!" # $% c  


<25 Sangat jelek ( å  )
25-50 Jelek (  )
50-75 Sedang (  )
75-90 Baik (
)
90-100 Sangat baik (    )

Pada perhitnugan nilai RMR, parameter Rock Quality


pesignation ( RQp diberi bobot berdasarkan nilai RQp -nya seperti
tertera pada tabel 3.
!" # $% c    %&
<25 Sangat jelek ( very poor ) 20
25-50 Jelek ( poor ) 15
50-75 Sedang ( fair ) 10
75-90 Baik ( good ) 8
90-100 Sangat Baik ( excellent ) 5

3. Jarak antar diskontinuitas ( Spacing of discontinuities )


Jarak antar diskontinuitas didefinisikan sebagai jarak tegak
lurus antara dua diskontinuitas berurutan sepanjang garis
pengukuran yang dibuat sembarang. Pada perhitungan nilai RMR,
parameter jarak antar ( spasi ) diskontinuitas diberi bobot
berdasarkan nilai spasi diskontinuitasnya seperti tertera pada
tabel 4.
peskripsi Spasi diskontinuitas (m) Rating
Sangat lebar ( very wide ) >2 20
Lebar ( wide ) 0.6-2 15
Sedang ( moderate ) 0.2-0.6 10
Rapat ( close ) 0.006-0.2 8
Sangat rapat ( very close ) <0.006 5

4. ondisi diskontinuitas ( Condition of discontinuities )


Ada lima karakteristik diskontinuitas yang masuk dalam
pengertian kondisi diskontinuitas, meliputi kemenerusan
( persistence ), jarak antar permukaan diskontinuitas atau ce lah (
separation / aperture ), kekasaran diskontinuitas ( roughness ),
material pengisi ( infillinf / gouge ) dan tingkat kelapukan (
weathering ).
a. emenerusan ( persistence / continuity )
Panjang dari suatu diskontinuitas dapat dikuantifikasi
secara kasar dengan mengamati panjang jejak kekar pada
suatu bukaan. Pengukuran ini masih sangat kasar dan
belum mencerminkan kondisi kemenerusan kekar
sesungguhnya hanya dapat ditebak. Jika jejak sebuah
diskontinuitas pada suatu bukaan berhenti atau terpotong
oleh solid / massive rock ini menunjukkan adanya
kemenerusan.

b. Jarak antar permukaan diskontinuitas atau celah


( separation / aperture )
Merupakan jarak tegak lurus antar dinding batuan
yang berdekatan pada bidang diskontinu. Celah tersebut
dapat berisi material pengisi ( infilling ) atau tidak.
c. ekasaran diskontinuitas ( roughness )
Tingkat kekasaran permukaan diskontinuitas dapat
dilihat dari bentuk gelombang permukaannya. Gelombang
ini diukur relatif dari permukaan datar dari diskontinuitas.
Semakin besar kekasaran dapat menambah kuat geser
diskontinuitas dan dapat juga mengubah kemiringan pada
bagian tertentu dari diskontinuitas tersebut. .
d. Material pengisi ( infilling / gouge )
Material pengisi berada pada celah ant ara dua
dinding bidang diskontinuitas yang berdekatan. Sifat
material pengisi biasanya lebih lemah dari sifat batuan
induknya. Beberapa material yang dapat mengisi celah di
antaranya breksi, lempung,    

  
kuarsa dan kalsit.
e. Tingkat elapukan ( weathering )
Penentuan tingkat kelapukan diskontinuitas
didasarkan pada perubahan warna pada batuannya dan
terdekomposisinya batuan atau tidak. Semakin besar
tingkat perubahan warna dan tingkat terdekomposisi,
batuan semakin lapuk.
palam perhitungan RMR, parameter ± parameter di atas
diberi bobot masing ± masing dan kemudian dijumlahkan sebagai
bobot total kondisi diskontinuitas. Pemerian bobot berdsarkan pada
tabel 5.

    %&
Panjang <1m 1-3 m 3-10 m 10-20m >20m
diskontinuitas 6 4 2 1 0
(   
   )
Jarak antar - <0.1m 0.1- 1-5mm >5mm
permukaan m 1.0mm
diskontinuitas 6 5 4 1 0
ekasaran Sangat asar Sedikit Halus Slicken-
diskontinuitas kasar kasar side
( 
 ) 6 5 3 1 0
Material Pengisi Tidak eras Lunak
(  


) ada
6 4 2 2 0
elapukan Tidak Sedikit Lapuk Sangat hancur
(   
) lapuk Lapuk lapuk
6 5 3 1 0

5. ondisi Air Tanah (       )


ondisi air tanah yang ditemukan pada pengukuran
diskontinuitas diidentifikasikan sebagai salah satu kondisi
berikut : kering (       ), lembab (  ), basah
(   ), terdapat tetesan air (  
), atau terdapat aliran air
(  
). Pada perhitungan nilai RMR, parameter kondisi air
tanah (
      ) diberi bobot berdasarkan tabel
6.

Tabel 6. Pembobotan kondisi air tanah ( Bieniawski,1989 )


ondisi ering Lembab Basah Terdapat Terdapat
Umum ( completely ( damp ) ( wet ) tetesan air aliran air
dry ) ( dripping ) ( flowing )
pebit air tiap Tidak ada <10 10-25 25-125 >125
10 m panjang
terowongan
( ltr / menit )
Tekanan air 0 <0.1 0.1-0.2 0.1-0.2 >0.5
pada
diskontinuitas
/ tegangan
principal
mayor
Rating 15 10 7 4 0


% %%'%%  ï         
Parameter ini merupakan penambahan terhadap kelima
parameter sebelumnya. Bobot yang diberikan untuk parameter
ini sangat tergantung pada hubungan antara orientasi
diskontinuitas yang ada dengan metode penggalian yang
dilakukan. Oleh karena itu dalam perhitungan, bobot
parameter ini biasanya diperlakukan terpisah dari lima
parameter lainnya.
RMR = RMRbasic + penyesuaian terhadap orientasi
diskontinuitas
dimana :
RMRbasic = ” parameter ( a+b+c+d+e )
RMRbasic adalah nilai RMR dengan tidak memasukkan
parameter orientasi diskontinuitas dalam perhitungannya.
Untuk keperluan analisis kemantapan suatu lereng, Bieniawski
( 1989 ) merekomendasikan untuk memakai sistem Slope
Mass Rating ( SMR ) sebagai metode koreksi untuk parameter
orientasi diskontinuitas.

(&&  — —
 
Setelah nilai bobot masing ± masing parameter ±
parameter diatas diperoleh, maka jumlah keseluruhan bobot
tersebut menjadi nilai total RMR. nilai RMR ini dapat
dipergunakan untuk mengetahui kelas dari massa batuan,
memperkirakan kohesi dan sudut geser dalam untuk tiap kelas
massa batuan seperti terihat pada tabel 7. dibwah ini .
')%$   % %
*  
Rating 100-81 80-61 60-41 40-21 20-0
elas massa Sangat Baik Sedang Jelek Sangat
batuan baik Jelek
ohesi >400kPa 300- 200-300 100- <100 kPa
400 kPa 200
kPa kPa
Sudut geser >45° 35°-45° 25°-35° 15°-25° <15°
dalam
estabilan Sangat Stabil Agak Tidak Sangat
stabil Stabil stabil tidak stabil
eruntuhan Tidak Sedikit Rekahan, Planar, Bidang
ada blok beberapa baji planar
membaji besar besar atau
seperti
tanah
Support Tidak adang Sistematis oreksi Penggalian
perlu - penting ulang
kadang

 
 —
 
Romana ( 1985 ) dalam Manik ( 2007 ) mengembangkan suatu
sistem klasifikasi Slope Mass Rating ( SMR ) yang memungkinkan sistem
RMR diaplikasikan untuk menganalisis kemantapan lereng. SMR
menyertakan bobot parameter pengaruh orientasi diskontinuitas terhadap
metode penggalian lereng yang diterapkan. Hubungan antara Slope mass
Rating ( SMR ) dengan Rock Mass Rating ( RMR ) ditunjukkan pada
persamaan di bawah ini :
SMR = RMRbasic + ( F1 x F2 x F3 ) + F4
Besar bobot untuk F1, F2 , dan F3 masing ± masing dijelaskan
pada tabel 8. berikut ini
Tabel.2.8Bobot pengatur diskontinuitas F1,F2 dan F3 ( Romana,
1985 )
asu riteria Sangat menguntungkan Sedang Tak Sangat tak
s faktor menguntungkan menguntungkan menguntungkan
koreksi
P Aj-as >30 30-20 20-10 10-5 <5
T Aj-as-
180
P/T F1 0.15 0.4 0.7 0.85 1
P Bj <20 20-30 30.35 35-45 >45
P F2 0.15 0.4 0.7 0.85 1
T F2 1 1 1 1 1
P bj-bs >10 10-0 0 0-(-10) <-10
T bj+bs <100 110-120 >120
P/T F3 0 -6 -25 -50 -60
eterangan :
aj = dip dir. diskontinuitas bj = dip diskontinuitas
as = dip dir. lereng bs = dip lereng
P = longsoran bidang T = longsoran guling ( toppling )
Besar bobot untuk metode penggalian F4 dijelaskan pada tabel 2.9
dibawah ini :
Metode Lereng Peledakan Peledakan Peledakan Peledakan
alamiah presplitting smooth mekanis buruk
F4 +15 +10 +8 0 -8
Besar bobot ± bobot F1, F2, F3 dan F4 masing ± masing
menggambarkan :
F1 : Menggambarkan keparalelan antara strike lereng dengan
strike diskontinuitas
F2 : Menerangkan hubungan sudut dip diskontinuitas sesuai
dengan model longsoran
F3 : Menggambarkan hubungan sudut dip lereng dengan dip
diskontinuitas
F4 : Faktor penyesuaian untuk metode penggalian yang
tergantung pada metode yang digunakan pada waktu
membentuk lereng
Untuk memilih jenis perkuatan lereng yang sesuai dalam mencegah
terjadinya keruntuhan pada lereng batuan, digunakan sistem Slope Mass
Rating ( SMR ). jenis ± jenis perkuatan yang dapat digunakan untuk usaha
stabilisasi lereng batuan dapat dibag i menjadi sembilan kelas yang
berbeda ( Romana, 1985 )
Tabel 2.10 Rekomendasi jenis perkuatan lereng untuk setiap kelas
  —
( SMR ) ( Romana, 1985 )
#$  %$ %   '
Ia 91-100 Y 
Ib 81-90 Y atau 

IIa 71-80 ( Y !  atau   ),  " 

IIb 61-70 !  atau   ,   atau


 " 

IIIa 51-60 !  dan atau s,   atau  


" 
   
IIIb 41-50 ( !  dan atau ),  " 
.
#        dan
atau    
Iva 31-40 #        dan
atau    , ( å )   

IVb 21-30           dan
atau    , å ,    

Va 11-20  å atau    atau å n
c c
 +
3.1. Alat dan Bahan
° Alat tulis
° alkulator
° pata core
3.2. Langkah kerja
a. Analis core pemboran, hitung panjang pemboran, panjang core
yg >10 cm, dan hitung RQp-nya.
b. Analisi hasil dari RQp dengan parameter UCS, Space disc,
Persistance, Apperture, Roughness, Infilling, Weathering, dan
GW condition.
c. Setelah itu hitung RMR basic dan cari F1, F2, dan F3 .
d. Setelah itu tentukan nilai RMR dan SMR.
c c,
+    
Lereng B


     

   
   —
—     —
    
 
 
›  › › › › ›  
› ›  › › › › ›
   › › ›   
›  
 › › ›   
›
 
  › › › › ›› 
  ›  › › › › ›

    › › › ›  
    › › › › ›
       ›  ›
   ›  › › › › ›
  ›   › › › ››  
 
 › › › › ›

 
 › › › ››  
› 
  ›› ›› › ›  ›

   › › ›  ›  
   › › ›   

  › › › › › 

! Lereng B pada suatu open pit mining, kedalaman 50 ± 70 m, tersusun


oleh litologi lava andesit.
! piskontinuitas memiliki orientasi arah N 294 0 E dan pip 43 0.
! Lereng / slope memiliki arah N 270 0 E dan pip 40 0, jenis longsoran
planar, metode penggalian dengan peledakan presplitting.

!—!%& &—  ' ( *


   )
 ,+




-.—      —  — —  +  )  — 




   !  






% —  —  —  —  "#






›  › ›       ›    ›  › ›   



 ›       ›     ›  ›  › ›   



          ›  ›  ›  › ›   




  
    
› ›  ›  ›  › ›   



 
  ›        › ›  ›  › ›   



 ›      ›     ›  ›  › ›   



          ›  ›
 ›  › ›   LMNO



       ›    ›  ›  › ›   



        ›    ›  ›  › ›   



›   ›     ›    › ›  ›  › ›   LMNO



›› ›           ›  ›  › ›   



›  
    ›     ›  ›  › ›   



›
 
        ›  ›  › ›   



›

     ›
      ›  › ›   LMNO



›         ›   ›  ›
›   



›         ›  ›  ›  › ›   



›   ›      ›   ›  ›  › ›   LMNO


 !"#$% () 


RMR = ' ' +,-.+
&  *

F1 = aj ± as = 430 - 400 = 30 (sangat tidak menguntungkan / 1 ) F3 = bj ± bs = 294 0 - 2700 = 240 (Sangat menguntungkan / 0 )

F2 = bj = 43 0 (Tak menguntungkan / 0,85 ) F4 = Peledakan presplitting / +10


? S
:!(;%" !"&! !'(<=%">! !%" U% ),<$V$<
T-<
-') .'/! $) !"# $) !"# W)(!;
"# $%&#"'(( $) !"# *"+!,,!"# $) !"# $) !"# =%">! !%"
"#
'()*+ , +-./01,022 3 4'56+ 7 &8 9':;;:<* 3 ,3
'()*+ , +-./01,022 3 4'56+ 7 &8 9':;;:<* 3 73
'()*+ , +-./01,022 3 4'56+ 7 &8 9':;;:<* 3 ,3
'()*+ , +-./01,022 3 4'56+ 7 &8 9':;;:<* 3 ,
'()*+ , +-./01,022 3 4'56+ 7 &8 9':;;:<* 3 ,Ž
'()*+ , +-./01,022 3 4'56+ 7 &8 9':;;:<* 3 ,Ž
'()*+ , 6«¬­01,022 ® 4'56+ 7 &7 9':;;:<* 3 ,®
'()*+ , +-./01,022 3 4'56+ 7 &8 9':;;:<* 3 ,¸
'()*+ , +-./01,022 3 4'56+ 7 &8 9':;;:<* 3 ,¸
'()*+ , 6«¬­01,022 ® 4'56+ 7 &7 9':;;:<* 3 ,¸
'()*+ , +-./01,022 3 4'56+ 7 &8 9':;;:<* 3 ,¸
'()*+ , +-./01,022 3 4'56+ 7 &8 9':;;:<* 3 ,Ž
'()*+ , +-./01,022 3 4'56+ 7 &8 9':;;:<* 3 ,¸
'()*+ , 6«¬­01,022 ® 4'56+ 7 &7 9':;;:<* 3 ì,
'()*+ , +-./01,022 3 4'56+ 7 &¸ 9':;;:<* 3 3Ž
'()*+ , +-./01,022 3 4'56+ 7 &8 9':;;:<* 3 ,
'()*+ , 6«¬­01,022 ® 4'56+ 7 &7 9':;;:<* 3 ,3

SMR = RMR basic + (F1 . F2 . F3) + F4

= +,-.+ 0 1  -2+  3 0 

= 64,35 / elas IIb


c c,
 c   

Setelah dilakukan penghitungan data diatas, diketahui nilai RMR sebesar


54,35
Setelah dilakukan perhitungan terhadap data yang ada, untuk
menghasilkan nilai RMR dan SMR, maka setelah itu akan dilakukan
analisis pembahasan untuk hasil yang didap atkan.
Pada langkah pertama dilakukan perhitungan Core Recovery dan
RQp. palam perhitungan ini menggunakan data perhitungan panjang core
dan panjang core yang terambil. Lalu hasil ini dimasukkan pada parameter
± parameter perhitungan untuk selanjutnya dit entukan RMR dan SMR
nya.
uat tekan batuan utuh (Strength of Intact Rock Material) dapat
diperoleh dari uji kuat tekan uniaksial (UCS) yang menggunakan mesin
tekan untuk memperoleh kuat tekan ini dengan cara menekan sampel
batuan dari satu arah. Pada nilai UCS yang diperoleh pada 17 titik
kedalaman, didapatkan kesemuanya mempunyai kuat tekan ba tuan utuh
54,35 Mpa dengan rating yang diperoleh 4 dan mempunyai deskripsi
kualitatif sedang (average). papat diketahui bahwa kuat tekan batu an utuh
pada open pit mining ini memiliki kelas massa batuan sedang, dengan
daya kohesi 200- 300 kPa, sudut gser dalam mencapai 25Û -35Û, kestabilan
yang agak stabil, dengan keruntuhannya berupa rekahan, beberapa
membaji,dengan support sistematis yang menandakan batuan penyusun
dalam open pit mining ini masih rawan terhadap amblesan , sehingga perlu
diadakan penguatan lapisan batuan, dengan cara

misalnya.
Pada analisis selanjutya yaitu RQD yang merupakan persentasi dari perolehan inti bor (core) yang
secara tidak langsung didasarkan pada jumlah bidang lemah dan jumlah bagian yang lunak dari massa batuan yang
diamati dari inti bor (core). Pada perhitungan da ta yang telah dilakukan, didapat rata ² rata nilai RQD sebesar
83,71 dengan rating rata ² rata 17. Menurut Bieniawski,1989 maka RQD pada daerah ini tergolong mempunyai
kualitas batuan yang baik (good). Hal ini dapat dilihat dari batuan penyusunnya yang mer upakan jenis batuan
yang massif (intrusi diorite) sehingga kualitasnya lebih baik daripada batuan ² batuan yang tersusun dari hasil
erosi.
Selanjutnya dilakukan analisis terhadap Jarak Antar Diskontinuitas (Spacing of Diskontinuities). Hal ini
didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara dua diskoninuitas berurutan sepanjang garis pengukuran yang dibuat
sembarang. Dari data yang ada dapat ditentukan rating dari rata ² rata Jarak Antar Diskontinuitas yang didapat
adalah 8 dengan rata ² rata spasi diskontinuitas sebesar 0,2. Dapat dideskripsikan bahwa open pit mining ini
mempunyai Jarak Antar Diskontinuitas yang rapat (close).
Pada analisis terhadap kondisi diskontinuitas, terdapat lima karakteristik diskontinuitas yang masuk dalam
pengertian kondisi diskontinutas seperti telah didefinisikan pada tabel perhitungan bab sebelumnya. Jumlah rata
² rata rating 17,29.
Terakhir dilakukan analisis terhadap kondisi air tanah (Grounwater Condition). Pada daerah ini didapat
kondisi air tanah yang kering (dry). Dapat didefinisikan bahwa tidak terdapat debit air tiap 10 m panjang
terowongan dan tegangan air pada diskontinuitasnya 0. Hal ini dapat diketahui dari litologi batuan penyusunnya
yang tidak permeable dan tidak memiliki porositas. Batuan ini merupakan jenis dari b atuan yang tidak bias
menyimpan dan mengalirkan air.
 
© ª« ¬©­®¯°«±°«©±²± ¬  ³ ´ M ©µ› ¶¯ ³©°«µ¶ 
   
¬©­¬ ·©­«© ±ª ª ±²± ¬  «¯±° °«±° L³  ²©­ ¬©²¬ «© ·M·M 
     
® ¬ ¬®¬©­ª¸M°¬© ±°°±«M© °©ª° ± ¬¸® ¬ M¬®¬©­­¯°©¯¬¬©­
·¬±ª ª±+%—3—%—  45'5(4*
p°®¬¸°
ª©­©°
±´°®
¸±°¯
´²©­°¬«M ¬©±°«©M¯¬¸
M © «¬¯  «¬¯± ¹¹· ¬©­© ±ª®®M
 
ª º¬©°± ®¬«ª
© ¯¬¬©­ ²©­
±¬±ª° ¯  ¬©»¬­¸
¬º°©² «¬ª©
ª¸© ® ¯¬¬©­ ·
ª© ­ ±
·°¯
²°
ª¬©­©Toe ditch ªfence´nets, spot ªsystematic bolting
Pada prinsipnya sistem klasifikasi batuan di atas berkaitan dengan
cacat - atau cacat potensial - batu dan massa tidak melekat sifat batu.
Materi Untuk batuan yang lemah, kontribusi dari sistem klasifikasi batuan
ini lebih terbatas karena perilaku batuan akan tergantung sebagai banyak,
atau lebih, pada material batu dari atas diskontinuitas. Attempts to base
support requirements for weak ground on rock classifi cation figures have
been notably unsuccessful. Upaya untuk dasar persyaratan dukungan
untuk tanah yang lemah pada angka -angka klasifikasi terutama batu telah
berhasil. Generally, the evaluation of support needs for weak rock is more
difficult that for strong rock. Secara umum, evaluasi mendukung
kebutuhan untuk batuan yang lemah lebih sulit sehingga untuk batuan
yang kuat. 
F1 : Menggambarkan keparalelan antara strike lereng dengan
strike diskontinuitas
F2 : Menerangkan hubungan sudut dip diskontinuitas sesu ai
dengan model longsoran
F3 : Menggambarkan hubungan sudut dip lereng dengan dip
diskontinuitas
F4 : Faktor penyesuaian untuk metode penggalian yang
tergantung pada metode yang digunakan pada waktu
membentuk lereng

¹©° ±°± ¬  «¯±° °«±° ±± · ª© ±¬» °© ¬­¯ ¬ª®«© ·­°© ¬ ®°°± ²©­

°­ª©«© ¯  ¬«²± ¬M¼M©­© ·°« °°©ª± ° ®¬  ·©­© © ¬«©°« ±°®°¯´

±¬®¬ ° «¬¬  ·¼¸ ©¸ ° °½°±° ©±®M ±° © ¬M¼M©­© ®¬©­¯°¸© ±ª ·¬

²°¾¸¬»¯±±° °» °M©°±ª±¬ M»¯±±° ² ¸¬¬­°M© ¸ ¸± ¸¬± ¬»¸» ¬°± °»

°©­¬M ¬»¸©°»¯®M®¬ °¬±´ M®¬®¬ ¸¬·±¬¯°©¬  M·¬ª±¬°©± ·°¯° ²©¯²±°±

M  ª©©¬¯ ± ª» ª¬ © M ±¬¯¬»  ¸¬ ²®¬ M  ±ª®®M  M ¸¬ ª©©¬¯ ¿¯±° °«±° °©°

°­ª©«© ª© ª« ¬©­«¯±° °«±°«© ¼°¯²¸ ²©­ ¬ °¯°«° «« ¬°± °« ²©­ ± 

¯  ®M®¬ ° ­¬M ¬»¸©°»¯´ ª© ª« ¬ ®¬±°®«©   ± ²©­ «© °­ª©«©

¯ ©¯°±°±± ·°¯° ±± ª« ª ¬M¼M©­©©ª© ª« ¬ °¯°¸º¬©°±ª«ª©­©ª© ª«

¬M¼M©­© ¹© ¸¬ ¬½¬¯M® ¬© ´ ¸¬ »¯±±° °» °M© ±²± ¬  °± ¬°½°©­ »M¬¯ °M© M 

 ¬°¯®M®¬ °¬±±ª»¸± Mª¯ª±M ¬¯± °»° ²µÀ ¶´ ©± M °¯ª¬»° ¬°M©µM¬«

ÁÂM¼©´› ¶´¬ »p¯ ®¬«¬ ·©­©©²´±°± ¬ «¯±° °«±°¯¸·¬±¯«M¬¯±°

±°    ¬°¯±¬®¬ ° Mª¯ª±¬¯± °±° ±µÀ ¶´ ©±ª© ª««° ¬°«¬­­¯©µM¬«Á
ÂM¼©´› ¶´¯¯


To complete the required data for the rock mass analysis, site investigation is a
need to obtain the rock structure map, plotting of joint orientation, infilling
material measurement, strike/dip joint, rock bedding, and geological structure that
developed in the region to confirm rock deformation stage that controlled by
geodynamical process in the region. Untuk melengkapi data yang dibutuhkan
untuk analisis massa batuan, penyelidikan situs adalah kebutuhan untuk
mendapatkan peta struktur batuan, merencanakan orientasi bersama, infilling
pengukuran material, strike / dip bersama, tidur batu, dan struktur geologi yang
berkembang di wilayah ini untuk mengkonfirmasi deformasi batuan tahap yang
dikendalikan oleh proses geodynamical di wilayah tersebut. The investigation
consist of survey and mapping work, in-situ rock mass sampling by drilling,
excavation, and outcrops measurement then to be continued with the rock
mechanical laboratory analysis work. penyelidikan terdiri dari survei dan
pemetaan kerja, in-situ sampling massa batuan oleh pengeboran, penggalian, dan
pengukuran singkapan kemudian dilanjutkan dengan karya rock laboratorium
analisis mekanik.

Furthermore, the field measurement data is processed in studio assisted by


computer software (if any) to make easy in geological reconstruction and
geological scenario that enables occurred in the coming period such as possibility
of fault, failure, ruptures, etc. Selain itu, data lapangan pengukuran diproses di
studio dibantu oleh perangkat lunak komputer (jika ada) untuk memudahkan
dalam rekonstruksi geologi dan skenario geologi yang memungkinkan terjadi
pada periode mendatang seperti kemungkinan kesalahan, kegagalan, pecah, dll

To reconstruct the stress orientation, the analyzed data constitutes a result of


strike/dip measurement of rock bedding that run by DIPSTRESS software;
meanwhile to reconstruct the rock mass (blocky) failures, the analyzed data is the
data that obtained in major joint strike/dip measurement of the rock bedding with
UNWEDGE software (Rock Science, 1992). Untuk merekonstruksi orientasi
stres, data dianalisis merupakan akibat dari aksi mogok / pengukuran kemiringan
batuan tempat tidur yang dijalankan oleh perangkat lunak DIPSTRESS,
sedangkan untuk merekonstruksi massa batuan (gumpal) kegagalan, data yang
dianalisis adalah data yang diperoleh dalam pemogokan bersama utama /
pengukuran dip batuan tempat tidur dengan software UNWEDGE (Rock Ilmu,
1992). When the software is unavailable, the analysis can be performed manually
by stereo-net. Ketika perangkat lunak tidak tersedia, analisis dapat dilakukan
secara manual dengan stereo-net. The whole strike/dip data of major joint and
rock bedding are plotted in the chart to obtain a principal major stress (s1), and
principal minor stress (s2 and s3 ), also rock mass (block) rupture orientation in
3D direction. Pemogokan seluruh / dip data bersama besar dan selimut batuan
diplot dalam grafik untuk mendapatkan stres utama utama (s1), dan stres minor
pokok (S2 dan S3), juga massa batuan (blok) pecah orientasi dalam arah 3D.
Based on the block rupture orientation, type and requirement of the support and
other recommendation of engineering treatment can be determined clearly.
Berdasarkan blok pecah jenis orientasi, dan kebutuhan dukungan dan rekomendasi
lain dari perawatan rekayasa dapat ditentukan dengan jelas.
ÊÊÊ ÊÊÊ  Ê
Ê Ê    Ê 
 Ê
ÊÊ 

     
 

Rock mass refer to Terzaghi (1946) is classified based on physical properties as
follows: massa Rock lihat Terzaghi (1946) diklasifikasikan berdasarkan sifat fisik
sebagai berikut:

§ Ê  contains neither joints nor hair cracks. § !" "" tidak berisi
sendi atau retak rambut. Hence, if it breaks, it breaks across sound rock. Oleh
karena itu, kalau rusak, rusak di batu suara. On account of the injury to the rock
due to blasting, spalls may drop off the roof several hours or days after blasting.
Pada rekening cedera pada batu karena peledakan, spalls mungkin drop off atap
beberapa jam atau hari setelah peledakan. This is known as a spalling condition.
Ini dikenal sebagai kondisi spalling. Hard, intact rock may also be encountered in
the popping condition involving the spontaneous and violent detachment of rock
slabs from the sides or roof. Keras, rock utuh juga mungkin ditemui dalam kondisi
muncul melibatkan detasemen spontan dan kekerasan dari lempengan batu dari
sisi atau atap.
§ # consists of individual strata with little or no resistance against
separation along the boundaries between the strata. § # terdiri dari
strata individu dengan sedikit atau tanpa perlawanan terhadap pemisahan di
sepanjang batas-batas antara strata tersebut. The strata may or may not be
weakened by transverse joints. Strata mungkin atau mungkin tidak menjadi lemah
oleh sendi melintang. In such rock the spalling condition is quite common. Dalam
batuan seperti kondisi spalling cukup umum.
§ #$% # contains joints and hair cracks, but the blocks
between joints are locally grown together or so intimately interlocked that vertical
walls do not require lateral support. § ""&% # berisi sendi dan retak
rambut, tapi blok antara sendi secara lokal tumbuh bersama-sama atau lebih intim
saling bertautan sehingga dinding vertikal tidak memerlukan dukungan lateral. In
rocks of this type, both spalling and popping conditions may be encountered. Pada
batuan jenis ini, baik kondisi spalling dan muncul mungkin ditemui.
§ '$ #($ consists of chemically intact or almost intact rock
fragments which are entirely separated from each other and imperfectly
interlocked. § "(&# !( terdiri dari atau hampir utuh fragmen
batuan utuh kimia yang sepenuhnya terpisah satu sama lain dan saling bertautan
sempurna. In such rock, vertical walls may require lateral support. Di batu
tersebut, tembok vertikal mungkin memerlukan dukungan lateral.
§ "# but chemically intact rock has the character of crusher run. § ) "
tapi kimia batuan utuh bersifat pecah. If most or all of the fragments are as small
as fine sand grains and no recementation has taken place, crushed rock below the
water table exhibits the properties of water-bearing sand. Jika sebagian atau
seluruh fragmen yang sekecil butir pasir halus dan tidak recementation telah
terjadi, batu hancur di bawah meja pameran air sifat pasir air-bearing.
§ *"  slowly advances into the tunnel without perceptible volume
increase. § &( muka !" perlahan ke dalam terowongan tanpa
meningkatkan volume jelas. A prerequisite for squeeze is a high percentage of
microscopic and sub-microscopic particles of micaceous minerals or clay minerals
with a low swelling capacity. Sebuah prasyarat untuk memeras adalah persentase
yang tinggi partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis mineral mengandung mika
atau mineral lempung dengan kapasitas pembengkakan rendah.
§ +  advances into the tunnel chiefly on account of expansion. § uang
muka !",(!  ke dalam terowongan terutama pada rekening
ekspansi. The capacity to swell seems to be limited to those rocks that contain
clay minerals such as montmorillonite, with a high swelling capacity. Kapasitas
membengkak tampaknya terbatas pada batu-batu yang mengandung mineral
lempung seperti montmorilonit, dengan kapasitas pembengkakan yang tinggi.

 -."$/  0./1  -",  # 0./1 



The Rock Quality Designation index (RQD) was developed by Deere (Deere et al
1967) to provide a quantitative estimate of rock mass quality from drill core logs.
The Rock Kualitas Penandaan indeks (RQD) dikembangkan oleh Deere (Deere
1967 et al) untuk menyediakan perkiraan kuantitatif kualitas massa batuan dari
inti bor log. RQD is defined as the percentage of intact core pieces longer than
100 mm (4 inches) in the total length of core. RQD didefinisikan sebagai
persentase potongan inti utuh yang lebih panjang dari 100 mm (4 inci) dalam total
panjang inti. The core should be at least NW size (54.7 mm or 2.15 inches in
diameter) and should be drilled with a double-tube core barrel. inti harus
setidaknya NW ukuran (54,7 mm atau 2,15 inci diameter) dan harus dibor dengan
laras inti tabung ganda.

In reality, the high RQD value is not always reflecting a high quality of the rock
mass. Pada kenyataannya, nilai RQD tinggi tidak selalu mencerminkan kualitas
tinggi dari massa batuan. It is usually found in intact clay-stone which is
presenting the RQD value almost 100%. Hal ini biasanya ditemukan di utuh-batu
tanah liat yang menyajikan nilai RQD hampir 100%. To avoid the mistake, we
should make a field test by breaking the core into small fragments, twist, and
bends without device and significant effort. Untuk menghindari kesalahan, kita
harus melakukan uji lapangan dengan melanggar inti menjadi fragmen kecil,
twist, dan tikungan tanpa perangkat dan upaya yang signifikan. When the core
remolded, hence the RQD value of the rock mass is not reflecting the high quality
of the rock mass. Ketika inti terbentuk kembali, maka nilai RQD dari massa
batuan tersebut tidak mencerminkan kualitas tinggi dari massa batuan.

RQD value estimation in the region is usually needed to support the geotechnical
works. RQD nilai estimasi di wilayah ini biasanya diperlukan untuk mendukung
pekerjaan geoteknik. But, the requirement is not only depend on core data when
the rock mass overviewed briefly and mapped in the region. Tapi, kebutuhan tidak
hanya tergantung pada data core ketika massa batuan tinjau sebentar dan
dipetakan di wilayah tersebut. There are two methods to estimate the RQD value
as follows: Ada dua metode untuk memperkirakan nilai RQD sebagai berikut:

(a). (A). Line Mapping, joint spacing average can be resulted from the features
number per the length of tracking. Line Pemetaan, jarak rata-rata bersama dapat
dihasilkan dari nomor fitur per panjang pelacakan. Bieniawski (1989) has
presented a correlation between joint spacing versus RQD, wherein the RQD
values can be estimated from the joint spacing average according to the derived
equation from Priest and Hudson (1976) as follows: Bieniawski (1989) telah
menyajikan korelasi antara jarak bersama versus RQD, dimana nilai-nilai RQD
dapat diestimasi dari rata-rata jarak bersama sesuai dengan persamaan yang
berasal dari Imam dan Hudson (1976) sebagai berikut:

./2334051 ./2336051

(b). (B). Region Mapping, picturing of joint spacing 3D is usually available.


Pemetaan Daerah, membayangkan 3D jarak bersama adalah biasanya tersedia.
Palmström (1982) has defined that Jv is a number of joint in cubic meter unit of
rock. Palmström (1982) telah ditetapkan bahwa Jv adalah sejumlah bersama
dalam unit meter kubik batu. Correlation between RQD versus Jv is formulated in
the following equation: Korelasi antara RQD versus Jv dirumuskan dalam
persamaan berikut:

./274 89 ./276:89

Where the Jv is number of joint per cubic meter of rock mass for whole
discontinuity (or the other term is volumetric joint count). Dimana Jv adalah
jumlah patungan per meter kubik untuk diskontinuitas massa batuan keseluruhan
(atau istilah lainnya adalah menghitung bersama volumetrik). RQD = 100% for Jv
£ 4.5. RQD = 100% untuk Jv £ 4,5.

RQD is pointed to define the in situ of rock mass quality. RQD adalah menunjuk
untuk menentukan di situ kualitas massa batuan. Carefulness of drilling process is
needed to ensure that the fracture due to drilling will be identified and neglected
in RQD value determination as well as when using the Palmström's equation for
outcrop mapping, blasting which is produce the fracture would not be involved in
Jv value estimation. Kejelian proses pengeboran diperlukan untuk memastikan
bahwa fraktur karena pengeboran akan diidentifikasi dan diabaikan dalam
penentuan nilai RQD serta ketika menggunakan persamaan Palmström untuk
pemetaan singkapan, peledakan yang menghasilkan fraktur tidak akan terlibat
dalam estimasi nilai Jv

S-ar putea să vă placă și