Sunteți pe pagina 1din 45

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. L.

DENGAN Dx MEDIS

TUMOR TROFOBLAS GESTASIONAL (TTG) DI RUANG DELIMA

RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH

PRINGSEWU LAMPUNG TAHUN 2017/ 2018


LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Ns. MULYONO, S.Kep Ns. MARLINDA, S.Kep., M.Kep., SP.Mat


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit trofoblas gestasional merupakan kelompok penyakit dengan


peningkatan proliferasi selular dari trofoblas plasenta meliputi : Molahidatidosa
(komplit dan parsial) dan Penyakit trofoblas Ganas (PTG). Istilah PTG
diaplikasikan pada kondisi penyakit yang bersifat progresif, invasif, metastasis
dan menyebabkan kematian jika tidak diterapi. Secara histopatologi dan gambaran
klinis, PTG ini dibagi menjadi mola invasif, koriokarsinoma, placental site
trophoblastic tumor (PSTT) dan epitheloid tumor trophoblast (ETT).

Molahidatidosa merupakan ekspresi jinak dari penyakit trofoblas


gestasional, tetapi juga memiliki kemungkinan berkembang menjadi ganas. 15%
molahidatidosa komplit dan 0,5-6,6% molahidatidosa parsial tetap menunjukkan
progesifitas paska terapi evakuasi yang ditunjukkan dengan konsentrasi human
chorionic gonadotrophin (hCG) serum yang tetap atau bahkan meningkat, keadaan
ini disebut sebagai PTG paska mola atau beberapa pusat pendidikan menyebutnya
sebagai Persisten Trophoblastic Disease (PTD), penatalaksanaan dari PTD ini
dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi selayaknya PTG lainnya. Setelah
diagnosis ditegakkan, penentuan skor berdasarkan kriteria FIGO tahun 2000 harus
dilakukan untuk menentukan kemoterapi yang akan diberikan. Skor ≤ 6
dikategorikan sebagai PTG risiko rendah, yang secara statistik menunjukkan
respon yang baik terhadap pemberian kemoterapi agen tunggal. Agen kemoterapi
yang paling sering digunakan pada PTG risiko rendah ini adalah metotrexat
(MTX) dan actinomycin-D (Act-D). New England Trophoblastic Disease Center
(NETDC) menggunakan MTX sebagai agen lini pertama PTG risiko rendah
karena efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan Act-D.

PTG merupakan keganasan yang sangat sensitif terhadap pemberian


kemoterapi MTX dan rejimen kemoterapi yang efektif dari MTX juga telah
dikembangkan, tetapi sama seperti agen kemoterapi lainnya khasiat MTX
akhirnya dibatasi oleh resistensi. Sekitar 9-33% dari pasien yang diobati dengan
kemoterapi agen tunggal untuk PTG risiko rendah akan memerlukan kemoterapi
alternatif. Sampai saat ini, definisi yang diterima secara internasional untuk
resistensi kemoterapi lini pertama ini masih kurang jelas. Dalam beberapa jurnal
disebutkan resistensi terhadap kemoterapi lini pertama didefinisikan sebagai
peningkatan β-hCG atau tetap dan/atau perkembangan metastasis baru selama
pemberian kemoterapi.
Pemantauan β-hCG selama pemberian kemoterapi penting untuk
mengetahui keberhasilan kemoterapi ataupun kemungkinan resistensi. Untuk
mengetahui apakah mungkin untuk mengidentifikasi secara dini kemungkinan
pasien PTG risiko rendah yang tidak respon terhadap kemoterapi MTX tunggal,
diperlukan pemantauan yang lebih praktis menggunakan kurva regresi β-hCG,
kurva regresi β-hCG adalah kurva yang menggambarkan penurunan normal kadar
β-hCG pada pasien remisi komplit paska kemoterapi dan penurunan β-hCG
abnormal pada pasien resisten MTX selama diberikan kemoterapi. Trommel dkk
(2006) merancang suatu kurva regresi β-hCG selama terapi PTG risiko rendah
untuk identifikasi resistensi MTX secara dini. Dengan kurva ini dapat
diidentifikasi 14% pasien yang membutuhkan terapi alternatif sebelum dimulai
kemoterapi lini pertama dengan spesifisitas 97.5% (cutoff 9.600ᴫg/L).
Pengukuran hCG serum sebelum kemoterapi MTX siklus ke-4 (minggu ke-7),
dapat mengidentifikasi 50% pasien yang tidak respon terhadap kemoterapi MTX
dengan spesifisitas 97.5% (cutoff 56 ᴫg/L). Pengukuran hCG serum sebelum
kemoterapi MTX siklus ke-6 (minggu ke-11), dapat diidentifikasi 60% pasien
yang tidak respon terhadap kemoterapi MTX dengan spesifisitas 97.5% (cutoff 24
ᴫg/L).8

Maka dari itu perlu untuk mengetahui pola regresi normal β-hCG serum
pada pasien penyakit trofoblas ganas risiko redah yang mendapat kemoterapi
MTX tunggal sebagai agen kemoterapi lini pertama yang dapat digunakan untuk
melihat lebih awal kecenderungan pasien yang tidak respon terhadap pemberian
kemoterapi MTX tunggal serta mencegah penggunaan kemoterapi multiagen yang
tidak perlu mengingat segala komplikasi lebih berat yang dapat ditimbulkan.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis mampu menyusun serta melakukan manajemen asuhan
keperawatan secara langsung pada klien dengan tumor tropoblas
gestasional
2. Tujuan khusus
a) Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan TTG
b) Mampu menetapkan diagnose keperawatan pada klien dengan TTG
c) Mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada klien dengan
TTG
d) Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada klien dengan
TTG
e) Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan TTG
f) Mampu melaksanakan dokumentasi keperawatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Tumor Tropoblas Gestasional TTG

Penyakit trofoblas gestasional (TTG) merupakan suatu kelainan berupa

ploriferasi sel trofoblas yang abnormal selama kehamilan yang meliputi mola

hidatidosa komplit maupun parsial, mola invasif, koriokarsinoma, dan

placental site trophoblastik tumor. PTG dapat didahului oleh proses fertilisasi

bahkan dapat merupakan produk langsung dari konsepsi atau yang bukan

didahului oleh suatu kehamilan, tetapi karena diakibatkan oleh tumor sel

germinal pada ovarium.

Penyakit Trofoblas ganas adalah penyakit yang sering timbul setelah

mengalami kehamilan anggur. Diperkirakan kurang lebih 23 % kehamilan

anggur akan berubah menjadi penyakit Trofoblas ganas yang dapat

mengakibatkan kematian.

Penyakit trofoblas ganas adalah suatu tumor ganas yang berasal dari sito

dan sinsiotrofoblas yang menginvasi myometrium, merusak jaringan

di sekitarnya dan pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan. Tumor

ganas yang berasal dari jaringan yang mengandung trofoblas, seperti:

lapisan trofoblas ovum yang sedang tumbuh, vili dari plasenta,

gelembung mola, dan emboli sel-sel trofoblas dimanapun di dalam tubuh.

Keganasan yang terjadi paskakehamilan mola atau non mola, ditandai dengan

adanya sel sito dan sel sinsitiotrofoblas yang atipik, tanpa vili korialis di

uterus atau jaringan lain.

2. Etiologi
Kanker ini berasal dari salah satu komponen uri atau plasenta maka salah

satu cirri khusus kaker ini adalah ia boleh menghasilkan hormone HCG

(Human Chorionic Gonadotrophin”) yang sangat tinggi malah lebih tinggi dari

pada wanita-wanita yang hamil.


Kejadian dipengaruhi oleh : Sebagian besar dari pasien mola akan segera

sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok wanita

yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma.

Factor Resiko Tumor Trofoblas Gestasional

- Riwayat Kehamilan Sebelumnya

Adanya riwayat kehamilan sebelumnya seperti kehamilan nonmolla

hidatidosa ataupun molla hidatidosa (MH).

- Status Sosial Ekonomi

- Umur

TTG sering terjadi pada penderita pasca MH dengan umur lebih dari 35

tahun

- Gizi

- Consanguinitas (Perkawinan Antar Keluarga)

3. Patofisiologi
Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai

suatu karsinoma dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan

metastasisnya mirip dengan sarkoma. Faktor-faktor yang berperan dalam

transformasi keganasan korion tidak diketahui. Pada koriokarsinoma,


kecenderungan trofoblas normal untuk tumbuh secara invasif dan

menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah besar. Apabila mengenai

endometrium, akan terjadi perdarahan, kerontokan dan infeksi permukaan.

Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas keluar , muncul di

uterus sebagai nodul-nodul gelap irreguler yang akhirnya menembus

peritoneum. Gambaran diagnostik yang penting pada koriokarsinoma,

berbeda dengan mola hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya pola

vilus.
Baik unsur sitotrofoblas maupun sinsitium terlibat, walaupun salah

satunya mungkin predominan. Dijumpai anplasia sel, sering mencolok, tetapi

kurang bermanfaat sebagai kriteria diagnostik pada keganasan trofoblas

dibandingkan dengan pada tumor lain. Pada pemeriksaan hasil kuretase uterus,

kesulitan evaluasi sitologis adalah salah satu faktor penyebab kesalahan

diagnosis koriokarsinoma. Sel-sel trofoblas normal di tempat plasenta secara

salah di diagnosis sebagai koriokarsinoma. Metastasis sering berlangsung dini

dan umumnya hematogen karena afinitas trofoblas terhadap pembuluh darah.

Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus, kehamilan

ektopik atau kehamilan normal . tanda tersering, walaupun tidak selalu ada,

adalah perdarahan irreguler setelah masa nifas dini disertai subinvolusi uterus.

Perdarahan dapat kontinyu atau intermitten, dengan perdarahan mendadak dan

kadang-kadang masif. Perforasi uterus akibat pertumbuhan tumor dapat

menyebabkan perdarahan intraperitonium. Pada banyak kasus, tanda pertama

mungkin adalah lesi metatatik. Mungkin ditemukan tumor vagina atau vulva.

Wanita yang bersangkutan mungkin mengeluh batuk dan sputum berdarah

akibat metastasis di paru.


Pada beberapa kasus, di uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai

koriokarsinoma karena lesi aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya

metastasis jauh yang tumbuh aktif. Apabila tidak di terapi, koriokarsinoma

akan berkembang cepat dan pada mayoritas kasus pasien biasanya akan

meninggal dalam beberapa bulan. Kausa kematian tersering adalah perdarahan

di berbagai lokasi. Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika penyakit lebih

dari 4 bulan, kadar gonadotropin serum lebih dari 40.000 mIU/ml, metastasis

ke otak atau hati, tumor timbul setelah kehamilan aterm, atau riwayat

kegagalan kemoterapi, namun menghasil kananagka kesembuhan tertinggi

dengan kemoterapi kombinasi yaitu menggunakan etoposid, metotreksat,

aktinomisin, siklofosfamid, dan vinkristin

4. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling banyak ditemukan adalah adanya perdarahan ireguler

yang berhubungan dengan subinvolusi uterine. Perdarahan bisa intermitent

atau terus berlanjut, dan tiba – tiba. Kadang – kadang perdarahannya bersifat

masif. Perforasi uterin disebabkan karena adanya pertumbuhan invasif

trofoblast sehingga menyebabkan perdarahan intraperitoneal. Pada beberapa

kasus, wanita disertai engan adanya metastasis di vagina atau vulva. 5

Perdarahan yang tidak teratur setelah berakhirnya suatu kehamilan dan dimana

terdapat subinvolosio uteri juga perdarahan dapat terus menerus atau

intermiten dengan perdarahan mendadak dan terkadang masif.


Pada pemeriksaan ginekologi ditemukan uterus membesar dan lunak.

Kista tekalutein bilateral. Lesi metastasis di vagina dan organ lain. Perdarahan

karena perforasi uterus atau lesi metastasis ditandai dengan: nyeri perut, batuk
darah, melena, dan peningkatan tekanan intrakranial berupa sakit kepala,

kejang, dan hemiplegia. Kadar β hCG paska mola setelah menurun, tidak

menurun malahan dapat meningkat lagi atau titer β hCG yang meninggi

setelah terminasi kehamilan, mola atau abortus. Pemeriksaan foto thorax dapat

ditemukan adanya lesi yang metastasis.5 Pada sediaan histopatologis dapat

ditemukan villus namun demikian dengan tidak memperlihatkan gambaran

patologik tidak dapat menyingkarkan suatu keganasan.

5. Klasifikasi

Penyakit trofoblas ganas dibedakan atas 2 yaitu:

1. Penyakit trofoblas ganas non-metastatik


a. Mola invasif (korioadenoma destruens)
Ditemukan sekitar 15% sesudah pengeluaran mola dan lebih rendah

pada pasca kehamilan normal. Gejala-gejala klinis yang dapat

ditemukan ialah:
- Perdarahan vaginal yang tidak teratur
- Adanya kista teka lutein
- Subinvolusi uterus atau pembesaran asimetris
- Sel-sel tumor trofoblas dapat menyebabkan perforasi miometrium

sehingga terjadi perdarahan intraperitoneal


- Infeksi tumor yang nekrosis dapat menyebabkan sekret purulen dan

nyeri pelvis akut

b. Placental site trophoblastic tumor

PSTT merupakan tumor yang jarang yang berasal dari implantasi

plasenta. Sel yang berasal dari tumor tersebut menginvasi miometrium

dan tumbuh di antara sel otot polos dan kemudian menginvasi

miometrium dan pembuluh darah. Gambaran histologinya adalah tidak

adanya vili dan proliferasi sitotrofoblas. Gejala yang paling serin


gmuncul adalah perdarahan. PSTT tidak sensitif terhadap pemberian

kemoterapi, tetapi untungnya jarang metastasis keluar uterus. Oleh

karena itu histerektomi adalah pilihan terapi untuk PSTT.

2. Penyakit trofoblas ganas metastatik

Pada pembagian lain secara klinis PTG di bagi 2, yaitu:

1. PTG terdapat hanya dalam uterus invasif mola

Adalah tumor atau suatu proses seperti tumor yang menginvasi

miometrium dengan hiperplasia trofoblas disertai struktur vili yang

menetap. Terminologi lain untuk keadaan ini yang tidak lagi dipakai

ialah malignant mola, mola detruens, korio adenoma detruens.

2. PTG meluas keluar uterus koriokarsinoma

a. Gestasional koriokarsinoma adalah karsinoma yang terjadi dari sel-

sel trofoblas dengan melibatkan sitotrofoblas dan sinsiotrofoblas.

Hal ini biasa terjadi dari hasil konsepsi yang berakhir dengan lahir

hidup, lahir mati (still birth), abortus, kehamilan ektopik,

molahidatidosa atau mungkin juga oleh sebab yang tidak diketahui.

b. Non gestasional koriokarsinoma adalah suatu tumor ganas

trofoblas yang terjadi tanpa didahului oleh suatu fertilisasi, tetapi

berasal dari germ sel ovarium. Brewer mengatakan bahwa non

gestasional koriokarsinoma juga dapat merupakan bagian teratoma.

Oleh International Union Against cancer (IUCR) diadakan

klasifikasi sederhana dari penyakit trofoblas, yang mempunyai

keuntungan bahwa angka yang diperoleh dari berbagai negara di

dunia dapat dibandingkan.


Stadium Penyakit Trofoblast Ganas menurut The International Federation of

Gynecology and Obstetric (FIGO) yaitu :(Staging Booklet)

a. Stadium I Tumor trofoblastik gestasional terbatas pada korpus uteri

b. Stadium II Tumor trofoblastik gestasional meluas ke adneksa atau vagina,

namun terbatas pada struktur genitalia.

c. Stadium III Tumor trofoblastik gestasional bermetastasis ke paru, dengan

atau tanpa metastasis di genitalia interna.

d. Stadium IV Bermetastasis ke tempat lain

6. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang yaitu USG didapatkan adanya gambaran

echo difuse typical. Dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya

peningkatan kadar B-HCG. Prosedur diagnosis untuk menentukan stadium

dari PTG dimulai dengan pemeriksaan serum β-HCG dan foto thoraks untuk

mendeteksi adanya metastasis ke paru– paru. Jika foto thoraks normal, maka

diagnosis tumor non metastasis dapat dibuat. Jika ada metastasis di paru –

paru, maka CT scan kepala dan abdomen dapat dianjurkan. Jika ada

perdarahan gastrointestinal maka pemeriksaan endoskopi untuk saluran GIT

atas dan bawah diindikasikan. Pemeriksaan arteriogram juga bermanfaat. Jika

ada hematuri, pemeriksaan IVP dan sistoskopi dapat dilakukan.

1. Uji Sonde
Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam

kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan sonde diputar
setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola

atau koriokarsinoma.
2. Foto rontgen abdomen
Tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan)
3. Ultrasonografi
Khusus pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat

janin (merupakan diagnosa pasti), waspadai juga koriokarsinoma.


4. Data Klinik Pemeriksaan Diagnostik
 Perdarahan dalam separo pertama kehamilan
 Nyeri perut bagian bawah
 Toksemia sebelum 24 minggu kehamilan
 Hiperemesis gravidarum
 Rahim terlalu besar untuk tanggalnya
 Tanda tonus jantung janin dan bagian janin
 Keluarnya vesikel

7. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan medis

Prinsip dasar penanganan penyakit trofoblas ganas adalah kemoterapi dan

operasi. Indikasi kemoterapi yaitu:

1. Meningkatnya β hCG setelah evakuasi

2. Titer β hCG sangat tinggi setelah evakuasi

3. β hCG tidak turun selama 4 bulan setelah evakuasi

4. Meningginya β hCG setelah 6 bulan setelah evakuasi atau turun tetapi

lambat

5. Metastasis ke paru-paru, vulva, vagina kecuali kalau β hCGnya turun

6. Metastasis ke bagian organ lainnya (hepar, otak)

7. Perdarahan vaginal yang berat atau adanya perdarahan gastrointestinal

8. Gambaran histologi koriokarsinoma

9. Operatif merupakan tindakan utama dalam penanganan dini PTG,

walaupun tumor sudah lama bila masih terlokalisir di uterus tindakan


histerektomi baik dilakukan. Pasien-pasien dengan perdarahan

pervaginam yang terus menerus, setelah abortus, mola, dan persalinan

yang normal dengan uterus sebesar kehamilan ≤ 12 minggu dan tidak

ruptur operasinya diutamakan histerektomi. Bila penyakit telah meluas

maka histerektomi dilakukan hanya atas dasar perdarahan dari uterus

yang hebat atau resisten terhadap kemoterapi. Bila tergolong risiko

rendah, maka diberikan kemoterapi tunggal, sedangkan risiko tinggi

diberikan kemoterapi kombinasi.

10. Penanganan yang non metastase diberikan kemoterapi tunggal dengan

pemberian metotreksat 30 mg/m2 intramuscular setiap minggu. Dapat

juga dilakukan histerektomi bila masih ingin hamil.

11. Dikatakan risiko rendah bila pada sistem prognosis WHO nilai skornya

< 7. Risiko rendah ditangani dengan pemberian kemoterapi tunggal

yaitu pemberian metotreksat. Bila terdapat resistensi terhadap

kemoterapi dosis tunggal, maka kemoterapi kombinasi sebaiknya

diberikan. Histerektomi mungkin bermanfaat untuk mengeluarkan

fokus penyakit yang resistensi dalam uterus.

12.Kemoterapi tunggal diberikan pada kasus non metastasis atau

keganasan risiko rendah. Metotreksat maupun obat lainnya dapat

melawan tumor ganas terutama Actinomycyin -D diberikan secara

kuratif. Metotreksat yang digunakan dengan hasil yang baik ketika

diberikan secara oral, infus IV maupun melalui pemberian secara

injeksi intramuskular. Actinomycin-D dosis tunggal juga mempunyai

efektivitas yang tinggi pada wanita dengan non metastasis. Pada


beberapa kasus, misalnya disertai dengan metastasis ke otak,

kemoterapi diberikan bersama radioterapi.

13.Risiko tinggi bila nilai skor > 7 dan diberikan kemoterapi kombinasi

yaitu EMA-CO (Etoposide, metotreksat, vincristin dan siklopospamid)

atau dapat diberikan MAC (metotreksat, dactinomicin dan cytoxan

atau klorambucil).

14.Terapi:

Terapi pilihan ialah dengan pemberian methotrexate sebanyak 0,4

mg/kg/hari seluma 5 hari yanq dapat dibenkan intravsnose, intra-

muskuler atau oral. Pada umumnya diberi 15 - 25 mg sehari. Kuur ini

diulang-ulang dengan antara 14 hari sampai gonadctropin dalcun urine

menjudi normal : kadang kadang baru setelah 6 kuur. Setelah reaksi

negatip diberi satu kuur tambahan. Juga dapat di-berikan actinomycin

D sebanyak 7 - 11 microgram/kg/hari intravenosa selama 5 hari. Kuur

diulangi setelah 5 hari.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Dasar.
a. Data Demografi

1. Identitas pasien.
2. Identitas penanggung jawab pasien.

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Masuk RS


Keluhan yang dirasakan pasien paling berat. Apabila nyeri kaji dengan

P Q R S T.
b. Riwayat kesehatan Saat pengkajian
1. Keluhan Utama
2. Keluhan Penyerta
c. Riwayat Obstetri
d. Riwayat Perkawinan
e. Riwayat kesehatan lalu
1. Riwayan alergi : Alergi terhadap makanan/ obat-obatan
2. Riwayan kecelakaan
3. Riwayat perawatan di rumah sakit
4. Riwayat pengobatan
5. Riwayat penyakit kronis
6. Riwayat operasi
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Riwayat psikososial
1. Konsep diri
2. Support system
3. Komunikasi : Sebelum sakit
Saat sakit

f. Pengetahuan pasien dan keluarga:

g. Lingkungan Rumah

h. Pola kebiasaan sehari-hari sebelum dan saat sakit:

1. Pola nutrisi:
Saat sakit : IMT= BB(Kg)
TB2 (m)
a. Selera makan
b. Menu makan dalam 24 jam
c. Frekuensi makan dalam 24 jam
d. Makanan yang disukai dan makanan pantangan

2 . Cairan

a. Jenis minuman yang dikonsumsi dalam 24 jam


b. Frekuensi minum
c. Kebutuhan cairan dalam 24 jam

3. Eliminasi ( BAB & BAK )

a.Frekuensi, Kapan, Teratur.


b. Konsistensi
c.Obat-obat untuk memperlancar BAB/BAK
4. Personal hygiene

a.Mandi (frekuensi, mandiri/dibantu)


b. Cuci rambut
c.Gosok gigi

5. Istirahat Tidur

a. Jam tidur (siang/malam)


b. Bila tidak dapat tidur apa yang dilakukan
c. Apakah tidur secara rutin

6. Aktivitas / mobilitas fisik

a. Kegiatan sehari-hari
3. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan umum klien

a. Tanda-tanda vital

- Tingkat kesadaran GCS

- Suhu

- Nadi

- Pernafasan

- Tekanan darah

- TB

- BB

2. Pemeriksaan persistem
a. System penglihatan

pemeriksaan system penglihatan meliputi beberapa hal diantaranya: kaji

posisi mata simetris atau asimetris, keadaan mata, bagaimana pergerakan


bola mata, kondisi konjungtiva, kornea, sclera, pupil bagaimana ukuran dan

reaksi terhadap cahaya, lapang pandang, dan ketajaman penglihatan, apakah

ada tanda-tanda radang, dan penggunaan alat bantu penglihatan.

b. System pendengaran
Pengkajian fisik meliputi: struktur telinga, integritas kulit, simetris,

bentuk dan posisi. Palpasi ada atau tidaknya tanda-tanda radang atau lesi.

Palpasi mastoid bila bengkak mungkin ada peradangan. Kaji keutuhan kulit

saluran telinga, kaji karakteristik serumen (warna, konsistensi, bau)

obstruksi benda asing serta cairan yang keluar, bagaimana fungsi

pendengaran dan penggunaan alat bantu.

c. System wicara

Kaji ada tidaknya kesulitan/ gangguan wicara yang dialami.

d. System pernafasan
Kaji pernafasan klien: RR, irama dan kedalaman, inspeksi warna kulit,

penggunaan otot bantu nafas, auskultasi daerah bronkus dan paru-paru

(bunyi nafas) bagaimana kondisi jalan nafas baik atau tidak, keluhan yang

dialami seperti sesak atau nyeri, bila sesak apakah terjadi setelah

beraktivitas, bagaimana suara nafasnya, batuk atau tidak, jika ya

bagaimana jenis dan warna sputum, konsistensi apakah terdapat darah atau

tidak.

e. System kardiovaskuler
- Sirkulasi perifer

Tuliskan hasil pengkajian sirkulasi periver diantaranya adalah nadi

per menit, bagaimana iramanya teratur atau tidak teratur, kaji kekuatan
denyutan apakh lemah atau kuat, kaji distensi vena juguralis, kaji

temperature kulit apakah dingin atau tidak, kaji warna kulit, apakah

pucat, cyanosis, atau kemerahan, kaji adanya edema.

- Sirkulasi jantung
Auskultasi irama jantung normal atau tidak, meliputi bunyi jantung 1

dan II, amati ada atau tidaknya kelainan bunyi jantung, tanyakan kepada

pasien keluhan yang dirasakan rasa lemah, lelah, berdebar-

debar/palpitasi, keringat dingin, dan kesemutan.

f. System neurologi

Pengkajian tingkat kesadaran secara kuantitatif dengan menghitung

sekala glaslow coma scale (GCS) : E, M, V dan kaji juga tingkat kesadaran

secara kualitatif seperti composmentis, samnolen, stupor, sampai dengan

coma. Kaji tanda tanda peningkatan tekanan intra cranial, kaji saraf motorik

dan sensorik, kaji reflek patologis dan fisiologis, kaji tanda-tanda iritasi

maningeal kekuatan otot/ status motorik.

g. System pencernaan

Kaji system pencernaan pada pemeriksaan bibir dan mukosa, lakukan

inspeksi pada bibir dan mukosa mulut, kaji bagaimana warnanya, kajia ada

atau tidaknya kesulitan menelan, visualisasi kuadran abdomen, tentukan

kesimetrisan, auskultasi bising usus, palpasi dangkal dan dalam 4 kuadran,

palpasi hepar, limfe, ginjal kiri dan kanan, kaji ada atau tidaknya daerah

perut, kaji ada tidaknya asites, palpasi dan perkusi 4 kuadran, ada atau

tidaknya luka post operasi, jika ya kaji dasar luka.


h. System imunologi

Kaji pembesaran kelenjar getah bening

i. System endokrin

Kaji ada atau tidaknya nafas berbau keton, kaji adanya luka, jika ya kaji

secara rinci, kaji pembesaran kelenjar tiroid, dan tanda-tanda peningkatan

gula darah, seperti polidipsi, poliuri dan poliphagi

j. System urogenital

Lakukan palpasi daerah kandung kemih, ada atau tidaknya distensi,

palpasi adakah nyeri tekan, kaji adanya nyeri ketuk, nyeri tekan, adanya

massa, kaji terjadinya anuria, nocturia, hematuria, oliguria, disuria, dan

poliuria, kaji penggunaan kateter, keadaan genitalia.

k. System integument

Kaji bagaimana keadaan rambut pasien bagaimana kekuatan, warna, dan

kebersihanya. Kaji keadaan kuku, kaji keadaan kulit, kaji terjadinya tanda-

tanda radang pada kulit, adanya luka, dekubitus, pruritus, dan tanda-tanda

perdarahan atau dehidrasi.

l. System musculoskeletal
- Kaji struktur tulang, persendian, kekuatan otot, kemampuan berjalan, dan

sirkulasi daerah perifer


-Palpasi adanya perubahan suhu badan sekitar dan kelembapan kulit, jika

terjadi pembengkakan apakah ada fluktuasi pada persendian, kaji adanya

nyeri tekan, kaji persendian dan ekstremitas, tonus otot kuat atau lemah,

kaji ada tidaknya kelainan pada tulang dan otot.


-Kaji gerakan sendi, apakah ada gangguan gerak atau tidak.

4. Diagnosa keperawatan yang sering muncul

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.

4. Gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

5. Intervensi Keperawatan

a. Diagnosa I: Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas

jaringan

Tujuan : Klien akan menunjukkan nyeri berkurang/hilang.

Kriteria hasil :

 Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang,

 Ekspresi wajah tenang,

 TTV dalam batas normal.

Intervensi:

1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.

Rasional: mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat

membantu menentukan intervensi yang tepat.

2. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam.


Rasional: perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi

merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh

klien.

3. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.

Rasional: teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit

nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap

nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.

4. Beri posisi yang nyaman.

Rasional: posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada

area luka/nyeri.

5. Kolaborasi pemberian analgetik.

Rasional: obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri

sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.

b. Diagnosa II: Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

Tujuan: klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri.

Kriteriahasil:

 Kebutuhan personal hygiene terpenuhi,

 Klien nampak rapi dan bersih.

Intervensi:

1. Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri.

Rasional: untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien

dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi

kebutuhan hygienenya.
2. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Rasional: kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien

ketergantungan pada perawat.

3. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.

Rasional: pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk

mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah

kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.

4. Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan

membantu memenuhi kebutuhan klien.

Rasional: membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi

secara mandiri.

c. Diagnosa III: gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya

nyeri.

Tujuan: klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu.

Kriteria hasil:

 Klien dapat tidur 7-8 jam per hari,

 Konjungtiva tidak anemis.

Intervensi:

1. Kaji pola tidur.

Rasional: dengan mengetahui pola tidur klien, akanmemudahkan

dalam menentukan intervensi selanjutnya.

2. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.

Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.


3. Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur.

Rasional: susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat

merangsang untuk tidur.

4. Batasi jumlah penjaga klien.

Rasional: dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan

di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat.

5. Memberlakukan jam besuk.

Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

6. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam.

Rasional: Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien

dapat tenang dan mudah tidur.

d. Diagnosa IV: gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungan

dengan proses infeksi.

Tujuan: klien akan menunjukkan tidak terjadi panas.

Kriteria hasil:

 Tanda-tanda vital dalam batas normal,

 Klien tidak mengalami komplikasi.

Intervensi :

1. Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis.

Rasional: suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi,

pola demam dapat membantu diagnosa.

2. Pantau suhu lingkungan.


Rasional: suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus

mendekati normal.

3. Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak.

Rasional: minum banyak dapat membantu menurunkan demam.

4. Berikan kompres hangat.

Rasional: kompres hangat dapat membantu penyerapan panas

sehingga dapat menurunkan suhu tubuh.

5. Kolaborasi pemberian obat antipiretik.

Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada

hipothalamus.

e. Diagnosa V: kecemasan berhubungan dengan perubahan status

kesehatan.

Tujuan:klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang.

Kriteria hasil:

 Ekspresi wajah tenang,

 Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.

Intervensi:

1. Kaji tingkat kecemasan klien.

Rasional: mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu

klien.

2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.

Rasional: ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga

mengurangi kecemasan.
3. Mendengarkan keluhan klien dengan empati.

Rasional: dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka

klien akan merasa diperhatikan.

4. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang

diberikan.

Rasional: menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan

mengerti tentang penyakitnya.

5. Beri dorongan spiritual/support.

Rasional: menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat

berkurang

BAB III

KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Ny. I

Umur : 23 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Lampung

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga

Sumber Biaya : BPJS Mandiri

Tanggal Masuk :

Ruang Rawat Inap : Delima Kamar 3E

No. Register : 00 48 83 50

Diagnosa Medik : Tumor Trphoblas Gestasional

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. I

Umur : 30 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Bahway, Kec. Balik Bukit, Kab. Lam Bar


Hubungan dennga klien : Suami

2. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang

a. Keluhan Utama
Klien mengatakan sering mengeluarkan darah pada daerah sekitar
vaginanya sejak 3 bulan terakhir, klien sudah melakukan kemo yang ke 8x
nya dengan disertai nyeri perut dibagian bawah dengan skala nyeri 7, nyeri
seperti tertekan benda berat, nyeri timbul pada saat beraktivitas, nyeri
berkurang pada saat beristirahat (tidur). Dari pemeriksaan fisik didapatkan
TD : 130/ 80 mmHg, N : 96 x / menit, S : 37,0 0C, RR : 24 x / menit, HB :
6,7 g/dl, CRT > detik, kongjungtiva anemis, ahiral terata dingin.

b. Keluhan Penyerta
Klien mengatakan khawatir akan penyakitnya serta tidak percaya diri
terhadap kondisinya saat ini.

3. Riwayat Obsetri
a. Riwayat Menstruasi

Menarohe : 12 Tahun

Siklus : 28 Hari

Banyaknya : 3 x Pemakalan Pembalut

Keteraturan : Teratur

Lamanya : 7 hari

Hp HT : 10/ 09/ 2017

Keluhan yang menyertai :

Perdarahan 3 bulan terakhir : kemo terapi 8 sari dan mengalami perdarahan.


b. Riwayat Perkawinan
Kawin/ tidak kawin : Kawin

Umur ibu menikah : 22 Tahun

Umur suami menikah : 29 Tahun

Lama pernikahan : 1 Tahun

Berapa kali menikah : 1 Kali

c. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas

G1 Po Ao.

4. Riwayat Penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan keluar darah dari kemaluannya disertai nyeri pada
bagian perut bawah, kelurahan yang dirasakan klien setelah kemoterapi,
HB : 6,7 darah yang keluar dalam 1 hari 100-110 cc.

b. Riwayat kesehatan dahulu


Klien pernah mengalami mola hdratidosa pada tahun pertama setelah
menikah.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita penyakit seperti
ini.

5. Riwayat Kebiasaan Sehari-hari


(Sebelum masuk RS dan saat ini)

a. Pola Nutrisi
Sebelum masuk rumah sakit, frekuensi makan 3x/ hari, nafsu dalam makan
baik, jenis makanan nasi dan lauk pauk tidak ada alergi makanan,
perubahan berat badan 3 bulan terakhir 33 kg.

Saat sakit :

Klien mengatakan mendapatkan makanan 3x sehari, nafsu makan klien


baik klien dapat menghaluskan 1 porsi makan yang diberikan dari rumah
sakit. Klien tidak memiliki alergi makanan. BB klien saat ini 39 kg.

b. Pola Cairan
Sebelum sakit :

Klien mengatakan saat sehat klien minum air putih 7-8 gelas/ hari dengan
volume 1.600 cc / hari.

Saat sakit :

Klien mengatakan saat sakit klien hanya minum air putih 4-5 gelas/ hari
dengan volume 1.000 cc/ hari, transfusi PRC 2 hole/ 200 ce.

c. Pola Eliminasi
Sebelum masuk RS :

BAK klien normal, frekuensi 4-6 kali, jumlah 1.500 cc, warna kuning
kecoklatan, bau khas amoniak, tidak adanya keluhan saat BAK.
Saat ini :

BAK klien normal, frekuensi 6-7 kali, jumlah 2.000 cc, warna kuning
kecoklatan, bau khas amoniak, tidak ada keluhan saat BAK.

Sebelum masuk RS :

BAB klien normal, frekuensi 1 kali, warna kecoklatan, konsistensi padat,


tidak ada keluhan.

Saat ini :

BAB klien normal, frekuensi 1 kali, warna kuning kecoklatan, konsistensi


lembek, tidak ada keluhan.

d. Pola Personal Hygiene


Penampilan secara umum, pakaian klien bersih, kuku bersih, badan tidak
bau.

Sebelum sakit :

Frekuensi mandi 2x/ hari, oral hygiene 2 kali/ hari, klien tidak mempunyai
rambut.

Saat ini :

Frekuensi mandi 2x/ hari, oral hygiene 1 kali/ hari, klien tidak mempunyai
rambut.
e. Pola Istirahat Tidur
Sebelum sakit :

Lama tidur klien 10 jam/ hari, klien tidur siang hanya 2 jam, tidur malam 8
jam, kebiasaan sebelum tidur klien selalu berdoa, tidak ada keluhan.

Saat ini :

Lama tidur klien 6 jam/ hari, klien tidak tidur siang, kebiasaan sebelum
tidur klien selalu berdoa, klien tidur sering terbangun.

f. Pola Aktivitas
Sebelum sakit :

Klien mengatakan selalu mengerjakan pekerjaan rumah tiap pagi dan sore
hari, kalau ada waktu luang digunakan untuk kumpul dengan keluarga.

Saat ini :

Selama di RS klien hanya berbaring di tempat tidur dan tidak melakukan


aktivitas.

g. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan


Klien mengatakan tidak pernah merokok, klien hanya menjalankan
pengobatan kemo terapi selama 8 bulan, jumlahnya 8 kali, ibu mengatakan
sehabis menjalankan kemo terapi, ibu mengalami perdarahan seperti
menstruasi, jenis obat yang digunakan.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. TTV : TD : 130/ 80 mmHg
N : 96x/ menit

S : 37,00C

RR : 24x / menit

d. BB/ TB : 39/ 154


e. Kepala
 Rambut : warna rambut hitam, kualitas rambut dan tampak cepat
rontok
 Mata : kelopak mata normal, konjung hua anamenis, kernea
normal, sklera anikterik
 Muka : muka klien tidak ada plagmentasi, tidak ada aeren, dan
tidak ada odemo
 Hidung : tidak ada pengeluaran cairan ataupun darah dari hidung,
tidak ada odema, ata lesi
 Telinga : bentuk telinga simetris, integritas kulit bagus tidak ada
tanda infeksi dan alat bantu dengar
 Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada lesi, gigi lengkap, tidak ada
radang gusi, tidak ada tanda infeksi

f. Leher
Warna sama dengan kulit lain, integritas kulit balk, bentuk simetris, tidak
ada pembesaran kelenjar tyroid, arteri karotis terdengar, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe, tidak ada nyeri.

g. Dada
Bentuk simetris, tidak ada tanda distres pernafasan, tidak ada adema, tidak
ada massa atau tanda peradangan, suara resonan dug dug, bunyi nafas
veskuler tidak ada pembengkakan pada mammae, warna aerola coklat,
papilla mammae datar, colostrums sudah keluar, keadaan aerola dan puting
bersih.

h. Abdomen
Tidak ada linea alba dan terdapat sedikit striae pada perut, terdengar bising
usus 14x/ menit, tidak ditemukan adanya pembesaran hepar maupun
spleno megali, terdengar suara tympani, di 4 kuadran.

i. Genetalia
Vulve tampak kotor, terdapat perdarahan pada vagino, tidak terdapat
jahitan perineum, terjadi perdarahan 3 bulan terakhir akibat kemo terapi.

j. Ekstrimitas
Tidak terdapat odemo dan varises reflek paleda.

k. Anus
Rektum normal tidak ada hemoroid, keberhasilan baik.

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Darah Laboratorium
b. Pemeriksaan Patologi
Tidak tampak metastosis intropul monal

Tidak tampak kardiomegali

8. Pengobatan/ Terapi
 Cefadroxil 500 mg/ 8 jam
 Dexamethasan 0,5 / 8 jam
 Asam mefenamat 500 mg / 8 jam
 Transtusi PRC 2 kolt / 200 cc

9. Data Fokus
 Data Subjektif
 Klien mengatakan sering
mengeluarkan darah sejak 3 bulan terakhir
 Klien mengatakan nyeri perut
bagian bawah
 Klien mengatakan khawatir dengan
kondisi yang dihadapinya
 Klien mengatakan tidak percaya
diri dengan kondisinya saat ini
 Klien mengatakan malu karena
rambutnya mengalami kerontokan

 Data Objektif
 TD : 130/ 80 mmHg
 RR : 24x/ menit
 S : 37,00C
 N : 96x/ menit
 Konjungtiva anemis
 Akral terata dingin
 CRT > 3 detik
 HB : 6,7 g/dt
 Klien tampak terlihat sedih
 Klien tampak terlihat mengerutkan
dahi saat diajak terbicara
 Klien tampak terlihat bergetar saat
menjawab pertanyaan
 Klien tampak kurang percaya diri
 Rambut klien tampak rontok total
Analisa Data

No Data Fokus Masalah Etiologi

1 DS :

- Klien Perfusi jaringan Penurunan


mengatakan sering pekfer tidak konsentrasi HB
mengeluarkan darah sejak 3 efektif
bulan terakhir

DO :

- TD :
130/80 mmHg
- RR :
24x/ menit
- S:
37,00C
- N : 96x/
menit
- Konjung
tiva anemis
- Akral
terata dingin
- CRT > 3
detik
- HB : 6,7
g/dl

2 DS :

- Klien Ansietas Ancaman terhadap


mengatakan nyeri dibagian kematian
perut bawah
- Klien
mengatakan khawatir
dengan kondisi yang
dihadapi

DO :

- Klien
tampak terlihat sedih
- Klien
tampak terlihat mengerutkan
dahi saat diajak berbicara
- Suara
klien tampak bergetar saat
menjawab pertanyaan

3 DS :

- Klien Gangguan citra Efek tindakan/


mengatakan tidak percaya tubuh pengobatan
diri dengan kondisinya saat (Kemoterapi)
ini
- Klien
mengatakan malu karena
rambutnya mengalami
kerontokan

DO :

- Klien
tampak kurang percaya diri
- Rambut
klien tampak rontok total

Rencana Keperawatan

No Diagnose keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional

criteria hasil

1 Perfusi jaringan perifer Setelah 1. Monitor tanda 1.TTV merupakan

tidak efektif dilakukan tanda vital indicator pertama ketika

berhubungan dengan tindakan terjadi perubahan

penurunan konsentrasi keperawatan perfusi jaringan

HB selama 3 x 24 2. Memonitor
2.Perubahan status
jam diharapkan status neurologi
neurologi merupakan
masalah klien
tanda gejala yan daapt
dapat
muncul pada
menunjukkan
perfusi jaringan 3. Monitor ketidakefektifan perfusi

yang adekuat keseimbangan jaringan cerebral

dengan criteria cairan


3.Mempertahankan cairan
hasil :
dan mencegah

Klien komplikasi akibat kadar

melaporkan cairan yang abnormal

badan tidak

lemas, tidak

anemis

CRT < 2detik

Akral hangat

Ttv dalam

batas normal

2 Ansietas berhubungan Setelah 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui

dengan ancaman dilakukan kecemasan sejauhmana

terhadap kematian tindakan klien kecemasan

keperawatan tersebut
2. Beri
3x24 jam menggangu klien
kesempatan
diharpakan
kepada klien 2. Ungkapan
masalah
untuk perasan dapat
kecemasan
mengungkapk mengurangi
klien berkurang
an perasaan kecemasan
dengan criteria

hasil : 3. Mndengarkan 3. Dengan

keluhan klien mendengarkan


Ekspresi wajah
dengan keluhan klien
tenang, klien
empati secara empati
tidak sering
bertanya 4. Jelaskan 4. Menambah

tentang kepada klien pengatahuan

penyakit. tentang klien sehingga

proses klien tahu dan

penyakit mengerti tentang

penyakitnya

5. Meciptakan
5. Beri
ketenangan batin
dorongan
sehingga
spiritual
kecemasan

berkurang

Implementasi dan Evaluasi

No No Tanggal Implementasi Paraf Evaluasi

DX

1 1 1. Memonitor tanda

tanda vital

R : klien mau

bekerja sama

H : TTV :

TD 130/80

Rr 24x
S 37.0

N 96x

2. Memonitor status

nerurologi

R : klien mau

bekerjasam

H : CRT > 3 detik

Akral teraba dingin

Kesadaran klien

komposmentis

GCS 15

Reaksi pupil isokor

3. Memonitor

keseimbangan cairan

R : klien mau

bekerjasama

H : HB 6,7

Transfuse 2 kolf

Turgor kulit baik


Balance cairan +250

2 2 1. Mengkaji tingkat

kecemasan klien

2. Memeberikan

kesempatan kepada

klien untuk

mengungkapkan

perasaan

3. Mendengarkan

keluhan klien

dengan empati
BAB IV

PEMBAHASAN

Analisa jurnal

Berdasarkan jurnal yang berjudul “KARAKTERISTIK MOLA HIDATIDOSA DI

RSUP DR. KARIADI SEMARANG” yang ditulis oleh Arlitta Intan Kusuma

menyatakan bahwa Angka kematian ibu diIndonesia masih tergolong tinggi,

dengan penyebab paling tinggi adalah perdarahan. Mola hidatidosa dapat menjadi

salah satu penyebabnya karena keluhan utama mola hidatidosa adalah perdarahan

pervaginam. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui angka kejadian dan

karakteristik pasien mola hidatidosa di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Data diambil dari rekam medik

pasien dengan target pasien mola hidatidosa yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi

Semarang tahun 2011-2015. Analisis statistik dilakukan secara deskriptif dimana

hasil penelitian disajikan tabel distibusi frekuensi untuk setiap karakteristiknya.

Hasil Kejadian mola hidatidosa di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun

2011-2015 adalah sebanyak 80 kasus dari 25.959 pasien rawat inap di bagian

Obstetri dan Ginekologi (0,39 %). Karakteristik pasien mola hidatidosa paling

banyak pada usia ibu 20-35 tahun, usia kehamilan 9-16 minggu, kadar Hb ≥ 10

g/dl, paritas 0-1 kali, tingkat pendidikan SMA, dengan keluhan perdarahan

pervaginam, merupakan pasien rujukan, dan tidak menggunakan alat kontrasepsi.

KesimpulanKejadian mola hidatidosa di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama

tahun 2011-2015 adalah sebanyak 80 kasus dari 25.959 pasien rawat inap di
bagian Obstetri dan Ginekologi (0,39 %). Kejadian mola hidatidosa terbanyak

adalah pada usia reproduksi yaitu 20-35 tahun.


DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC :

Jakarta.

Manjoer , Arif, et al .2002. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta:

Media Aesculapius

Yulius Nuryani . 2012. Asuhan keperawatan

olahidatidosa.http://perawatyulius.blogspot.com/2012/04/asuhan-

keperawatan-molahidatidosa.html. diakses pada tanggal 29 juni 2015

S-ar putea să vă placă și