Sunteți pe pagina 1din 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Semakin pesatnya kemajuan teknologi saat ini, memberikan berbagai
kemudahan dengan tercapainya berbagai sarana dan prasarana dalam berbagai
bidang. Begitu juga dengan angka transportasi yang semakin bertambah,
dikarenakan kebutuhan dalam mencapai jarak dalam waktu singkat dan
mudah. Sementara di balik kemajuan tersebut, mengakibatkan kurangnya
perhatian masyarakat pada kebutuhan yang akan menunjang aktivitas
masyarakat Sarana transportasi yang seharusnya menjadi alat bantu beraktifitas
yang aman, menjadi sebab terjadinya berbagai kecelakaan yang disebabkan
oleh kesalahan manusia. Terutama yang paling sering terjadi adalah kecelakaan
kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan fraktur (patah tulang).
Fraktur adalah suatu patahan pada hubungan kontinuitas struktur tulang
Fraktur dapat terjadi secara mendadak oleh karena adanya kekerasan baik dari
luar tubuh yang secara langsung ataupun tidak langsung maupun yang terjadi
dari dalam tubuh itu sendiri. Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur
tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup adalah apabila kulit diatas
perpatahan masih utuh. Fraktur terbuka adalah fraktur apabila kulit atau salah
satu dari rongga tubuh tertembus yang cenderung akan mengalami kontamin asi
dan infeksi. Bentuk-bentuk perpatahan antara lain transfersal, oblique, spiral,
kompresi atau crush, comminuted dan greenstick.

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu dan mengetahui konsep teori, masalah keperawatan dan asuhan
keperawatan pasien dengan fraktur.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai pada asuhan keperawatan pasien fraktur
melalui pendekatan proses keperawatan, yaitu penulis mampu :
a. Mengetahui pengertian fraktur.
b. Mengetahui etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan pasien dengan fraktur.

Page 1
c. Melakukan pengkajian.
d. Membuat diagnosa keperawatan.
e. Membuat intervensi keperawatan.
f. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah
dibuat.
g. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan
mengacu pada tujuan yang ingin dicapai.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan
secara komprehensif.

C. Manfaat Penulisan.
a. Hasil penulisan ini diharapkan bisa menambah pengetahuan dan wawasan
bagi perkembangan ilmu keperawatan.
b. Hasil penulisan ini diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan dan sebagai
bahan masukan bagi sekolah atau instansi kesehatan.
c. Hasil penulisan ini diharapkan bisa menambah pengetahuan bagi
Masyarakat umum mengenai fraktur maleolus medialis
d. Hasil penulisan ini diharapkan bisa menjadi referensi untuk penulisan
selanjutnya.

Page 2
BAB II
TINJAUAN TEORI

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall
C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2000). Pendapat lain
menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena
kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi.
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Tulang

Page 3
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang
berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses
“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut
“Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia
Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan
dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang
diikat dengan ligament. Dahulu, fraktur sekitar pergelangan kaki disebut sebagai
fraktur Pott. Fraktur pada pergelangan kaki sering terjadi pada penderita yang
mengalami kecelakaan (kecelakaan lalu lintas atau jatuh) Bidang gerak sendi
pergelangan kaki hanya terbatas pada 1 bidang yaitu untuk pergerakan
dorsofleksi dan plantar fleksi. Maka mudah dimengerti bila terjadi gerakan-
gerakan di luar bidang tersebut, dapat menyebabkan fraktur atau fraktur
dislokasi pada daerah pergelangan kaki.
Bagian-bagian yang sering menimbulkan fraktur dan fraktur dislokasi
yaitu gaya abduksi, adduksi, endorotasi atau eksorotasi. Fraktur maleolus
dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam beberapa macam
trauma:
1. Trauma abduksi : Tauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus
lateralis yang bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat
avulsi atau robekan pada ligamen bagian medial.
2. Trauma adduksi : Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus
medialis yang bersifat oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya.
Trauma adduksi juga bisa hanya menyebabkan strain atau robekan pada
ligamen lateral, tergantung dari beratnya trauma
3. Trauma rotasi eksterna : Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan
trauma abduksi dan terjadi fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang
disertai dengan robekan ligamen medial atau fraktur avulsi pada maleolus
medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertical : Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur
tibia distal bagian depan disertai dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi
fraktur komunitif disertai dengan robekan diastasis.

Page 4
Fibula merupakan tulang yang penting dalam stabilitas dari kedudukan sendi
berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap sindesmosis tibiofibular. Klasifikasi
terdiri atas:
1. Tipe A : fraktur maleolus di bawah sindesmosis
2. Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus
medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibiofibular
bagian depan
3. Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia
disertai fraktur atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi
robekan pada sindesmosis. Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur
Dupuytren.
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks
tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam
polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-
garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat
dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks
tulang).Osteoklas adalah sel multinuclear( berinti banyak) yang berperan dalam
penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang
yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh
nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal
yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari
0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan
periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya
tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum
mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat
dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga
sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast ,

Page 5
yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat
endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 %
endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 %
serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus sakarida).
Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium,
kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan
berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik
menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang
meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki
kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah
selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor
makanan, dan jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi
akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas
berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang.
Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa
hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama
beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi
bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan
terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang
menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem
saluran mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang,
sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal
ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan
dengan cepat antara tulang, cairan interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan
dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel
yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang
berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya
mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan

Page 6
memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya sebagian
kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah
selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. 0steoblas
mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini
memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan tulang baru yang
lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan
tulang terus menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan
remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka
menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas
osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda,
aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total massa
tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas
osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga
meningkat pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia dekade
ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan
tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas
dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah
raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai
tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi
mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon
perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan
tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya
kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya
menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang
penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara
langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan
merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi
kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam
jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan

Page 7
penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa
diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi
tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama
dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar
paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon
paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum.
Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang
pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan
kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi
efek hormon paratiroid pada osteoklas.
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum
dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid
meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat
darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid.
Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid
sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki
sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini
meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
5. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
a) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
c) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
d) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
e) Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

Page 8
C. Etiologi
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.

D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.

Page 9
E. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidaklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
 Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
 Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
 Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

Page
10
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
 Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
 Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
 Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
 1/3 proksimal
 1/3 medial
 1/3 distal
g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan


jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.

Page
11
F. Manifestasi Klinik
1. Tanda – tanda tidak pasti
 Rasa nyeri dan tegang, nyeri hebat bila dibuat gerak
 Hilangnya fungsi akibat nyeri atau tak mampu melakukan gerakan
 Defrmitas karena pembengkakan atau akibat perdarahan dan posisi fragmen
berubah
2. Tanda – tanda pasti
 Gerakan abnormalitas (False movement)
 Krepitasi (Gesekan dari kedua ujung fragmen tulang yang patah
 Deformitas akibat fraktur (umumnya deformitas berupa rotasi, angulasi dan
pemendekan)
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnyatrauma, skan
tulang, temogram, scan CI: memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
b. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
c. Peningkatan jumlal sop adalah respons stres normal setelah trauma.
d. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
e. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati.

H. Penatalaksanaan Medik
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman
belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik

Page
12
2. Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.

b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis
(brunner, 2001). Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat
dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung
sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter
melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit
bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan
untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur,
dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan
anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan
lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup : Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas
dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat
lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus
dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran
yang benar. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi
fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus
pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk
melanjutkan imobilisasi.

Page
13
Reduksi Terbuka : Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi
tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga
aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.

c. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur : Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur.
d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler
(mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan
ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan
neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol
dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi
peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot
diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran
darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap
pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya,
fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang
memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan

Page
14
stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat
aktivitas dan beban berat badan.

I. Proses Penyembuhan Tulang


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang
baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel
tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam
dan perdarahan berhenti sama sekali.
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi
proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama
8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik,
bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan
juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan
osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.
Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang
yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada
tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat

Page
15
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya.

J. Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri : Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b. Kompartement Syndrom : Kompartement Syndrom merupakan komplikasi
serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh
darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan
yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom : Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi
serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi : System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis : Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah
ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan

Page
16
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f. Shock : Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union : Delayed Union merupakan kegagalan fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion : Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi
fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion : Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

Page
17
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (batas usia akan mempengaruhi dalam proses tindakan
biasanya terjadi pada usila atau fraktur patologik dan pada anak-anak
hiperaktif). jenis kelamin (wanita insiden lebih tinggi untuk terjadinya
osteoporosis karena penurunan kalsium setelah menopause, sedangkan pada
laki- laki rentang karena mobilitas tinggi), pendidikan (pendidikan masyarakat
yang rendah cendrung memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional dan
belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern) alamat, pekerjaan
(seseorang dengan pekerjaan yang membutuhkan keseimbangan dan masalah
gerakan seperti tukang, sopir dan pembalap), agama, suku bangsa, tanggal dan
jam MRS, nomor register, diagnosa medis.

2. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang membawa klien masuk rumah sakit,
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

a Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.

Page
18
e Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.

3. Riwayat penyakit sekarang


Riwayat penyakit sekarang merupakan proses perjalanan terjadinya penyakit.
Pada pasien fraktur riwayat terjadinya trauma baik langsung ataupun tidak
langsung, bagaimana posisi saat terjadi, keadaan setelah terjadi, hingga di bawa
ke rumah sakit. Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu merupakan gambaran masa lalu penyakit yang pernah
di derita pasien yang dapat menjadi penyeebab dari penyakit yang di alaminya
saat ini. Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5. Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor
keturunan atau genetik sebagai faktor predispososi penyakit yang di derita klien.
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.

6. Pola kegiatan sehari-hari (Gordon)


1) Pola persepsi managmen kesehatan: menjelaskan tentang persepsi atau
pandangan klien mengenai atau tantang penyakit yang di deritannya,
kebiasaan merokok atau minum alkohol sebelumnya. Pada kasus fraktur

Page
19
akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola nutrisi metabolik : menggambarkan asupan nutrisi elektrolit kondisi
rambut, Kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan
pantangan, makanan yang disukai, banyaknya minum. Dikaji riwayat
sebelum dan sesudah masuk RS. Umumnya pada pasien fraktur pola nutrisi
tidak mengalami perubahan, namun ada beberapa kondisi yang
menyebabkan nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak
hospitalisasi terutama bagi pasien yang merupakan pengalaman pertama
masuk rumah sakit. Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap
pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang
kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama
pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
3) Pola eliminasi : menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari
frekuensi, volume, warna dan bau. Pada pasien fraktur pasien cendrung
dapat mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi dan gangguan
eliminasi urine akibat adanya program eliminasi di lakukan di tempat tidur
4) Pola Kognitif Perseptual : menggambarkan pola kemampuan klien untuk
proses berpikir, menggambarkan pola penglihatan, pendengaran,
pengecapan, dan persepsi nyeri. Pada klien fraktur daya rabanya berkurang
terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak
timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
Persepsi kongnitif:
X0 = tidak mengenal orang

Page
20
X1= mengenal orang
X2 = mengenal orang dan waktu
X3 = mengenal orang, tempat dan waktu
5) Pola aktivitas dan latihan : menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-
hari, fungsi pernapasan, fungsi sirkulasi. Pada pasien fraktur tibia pada
umumnya tidak dapat melakukan aktifitas sebagaimana biasanya, yang
hampir seluruh aktifitas di lakukan di tempat tidur. Hal ini di lakukan karena
adanya perubahan fungsi anggota gerak serta program imobilisasi, untuk
melakukan aktifitasnya pasien harus di bantu oleh orang lain, namun untuk
aktifitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri
Skala ketergantungan :
1. Pasien mendiri
2. Pasien bergantung
3. Pasien bergantung pada alat
4. Pasien total care

Aktivitas menggunakan tonus otot:


1. Tidak ada kontraksi
2. Ada kontraksi tapi tidak ada pergerakan sendi
3. Ada pergerakan sendi tapi tidak bisa menahan gaya grafitasi
4. Dapat menahan grafitasi sedang
5. Dapat menahan sekuat-kuatnya gaya grafitasi
6) Pola tidur dan istirahat : menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau
waktu senggang. Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain
itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos.
Marilynn E, 2002).
7) Pola Persepsi/Konsep Diri : Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga
diri dan ideal diri. Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).

Page
21
8) Pola Peran Hubungan : Menggambarkan tentang hubungan klien dengan
lingkungan di sekitar. Pada pasien fraktur terjadi kesulitan menentukan
kondisi (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran). Klien akan
kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus
menjalani rawat inap.
9) Pola Koping Toleransi : Menggambarkan kemampuan koping pasien
terhadap masalah yang di alami dan dapat menimbulkan ansietas. Pada
klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif.
10) Pola Seksual/Reproduksi : menggambarkan tentang seksual klien. Dampak
pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri
yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
11) Pola Nilai Kepercayaan : menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien
terhadap kepercayaan yang di anut dan menjalankannya. Untuk klien fraktur
tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
7. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal
ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
 Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
 Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.

Page
22
 Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
 Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
 Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
 Sistem Integumen : Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
 Kepala : Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
 Leher : Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
 Muka : Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
 Mata : Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan)
 Telinga : Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
 Hidung : Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
 Mulut dan Faring : Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
 Thoraks : Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
 Paru
- Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
- Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
- Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
- Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
 Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.

Page
23
- Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
- Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
 Abdomen
- Inspeksi ; Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
- Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
- Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
- Auskultasi : Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
 Inguinal-Genetalia-Anus : Tak ada hernia, tak ada pembesaran
lymphe, tak ada kesulitan BAB.

b) Keadaan Lokal : Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian


distal terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler
 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada
sistem muskuloskeletal adalah:
 Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
 Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
 Cape au lait spot (birth mark).
 Fistulae.
 Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
 Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
 Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time  Normal 3 – 5 “

Page
24
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat
di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap
dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
 Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif.
h Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-
ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya
dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
 Bayangan jaringan lunak.
 Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi.
 Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
 Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Page
25
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:
 Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
 Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma.
 Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
 Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
2) Pemeriksaan Laboratorium
 Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
 Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan lain-lain
 Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
 Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
 Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
 Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
 Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
 MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

Page
26
i Pathway keperawatan pada pasien fratur

Trauma /adanya gaya Neoplasma Etiologi trauma Kemampuan


dari dalam tubuh
stress fisik g3 otot mendukung
metabolik, patologik tulang menurun

Respon tbh (gaya Kerusakan jar


dari dlm tubuh masa tulang

Gaya > daya

FRAKTUR

Terbuka Tertutup

Kerusakan Serabut syaraf Mencapai tlg Mengenai


pembuluh drh periosteniun jaringan lunak

Kena reseptor nyeri Terputusnya Kerusakan


Perdarahan hematoma kontinuitas jaringan jaringan lunak

Vol drh Eksugasi plasma Terputusx pemb Kerusakan neuro Luka Kerusakan
& poliferasi drh &saraf faskuler nyeri gerak integritas
kulit/ jar

Cop Oedema Oedema Gangguan mobilitas Terpapar


fisik dunia luar

Resiko infeksi
Penumpukan Menekan ujung
cairan berlebihan saraf

Tekanan jaringan
meningkat

Nyeri

Page
27
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
2. Kerusakan mobilitas fisik
3. Resiko infeksi
4. Kerusakan integritas jaringan

C. NANDA, NIC, DAN NOC


1. Nyeri akut
a NANDA : Acute Pain
Domain : 12- kenyamanan
Kelas : 1- kenyamanan fisik
Diagnosis : Nyeri akut
Definisi :Pengalaman emosional dan sensori yang tidak
menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara aktual atau
potensial atau menunjukan adanya kerusakan : serangan mendadak atau
berlahan dari intensitas ringan sampai berat yang dapat di adaptasi atau
diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
 Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
 Menunjukan kerusakan
 Posisi untuk mengurangi nyeri
 Gerakan untuk melindungi
 Tingkah laku berhati-hati
 Muka topeng
 Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
 Fokus pada diri sendiri
 Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan
 Tingkah laku distraksi (jalan-jalan, menemui orang, aktifitas
berulang)
 Respon otonom (diaphoresis, perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi, dilatasi pupil)

Page
28
 Perubahan otonom dalam tonus otot (dalam rentang lemah ke
kaku)
 Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangiswaspada,
iritabel, nafas panjang, mengeluh.
 Perubahan dalam nafsu makan
b Client outcome
- Pasien dapat menunjukkan nyeri berkurang/terkontrol
c Nursing outcome(NOC)
 Tingkat kenyamanan (2100)
Domain : Perceived health (V)
Class : Symptom status ( V)
Scale : None to extensive (i)

Indicator None Limited Moderate Substantial Extensive


210001 Melaporkan kemnyamanan fisik 1 2 3 4 5
210002 Melaporkan kepuasan terhadap pengawasan nyeri 1 2 3 4 5
210003 Melaporkan kenyamanan pikologis 1 2 3 4 5
210004 Mengekspresikan kepuasan fisik 1 2 3 4 5
210005 Mengkspresikan kepuasan hubungan sosial 1 2 3 4 5
210006 Mengekspresikan kepuasan spiritual 1 2 3 4 5
210007 Melaporkan Kepuasan terhadap tingkat kemandirian
1 2 3 4 5

210008 Ekspresi puas terhadap pengawasan nyeri 1 2 3 4 5

 Pengawasan Nyeri ( 1605 )


Domain : Health knowledge (IV)
Class : Health behavior (Q)
Scale : never demonstrated to consistently demonstrated (m )
Indikator Never demonstrated Limited Moderate Substantial Consistently
160501 Mengenali factor-faktor penyebab 1 2 3 4 5
160502 Mengenali serangan nyeri 1 2 3 4 5
160503 Menggunakan teknik pencegahan 1 2 3 4 5
160504 Menggunakan teknik non analgesic 1 2 3 4 5

160505 Menggunakan analgetik jika diperlukan 1 2 3 4 5


160506 Menggunakan tanda bahaya untuk
1 2 3 4 5
mencari pertolongan

Page
29
160507 Melaporkan gejala-gejala pada petugas 1 2 3 4 5

160508 Ekspresi puas terhadap pengawasan


nyeri 1 2 3 4 5

160509 Menggunakan sumber daya yang


1 2 3 4 5
tersedia
160510 Mengenali gejala-gejala nyeri 1 2 3 4 5

160511 Menggunakan catatan harian nyeri 1 2 3 4 5


160512 Melaporkan pengawasan nyeri 1 2 3 4 5

 Tingkat Nyeri (2102)


Domain : perceived health (V)
Class : symptom status (V)
Scale : severe to none (n )
Substantia
Indikator Severe Moderate Slight None
l
210201 Melaporkan nyeri
1 2 3 4 5

210202 Bagian tubuh yang diserang 1 2 3 4 5


210203 Frekuensi nyeri 1 2 3 4 5
210204 Panjangnya episode nyeri 1 2 3 4 5
210205 Ekspresi mulut terhadapnyeri
1 2 3 4 5
210206 Ekspresi wajah terhadap nyeri
1 2 3 4 5

210207 Posisi perlindungan tubuh 1 2 3 4 5

210208 Istirahat 1 2 3 4 5

210209 Ketahanan otot 1 2 3 4 5

210210 Perubahan pada jumlah pernapasan 1 2 3 4 5

210211 Perubahan pada Denyut jantung 1 2 3 4 5


210212 Perubahan pada TD 1 2 3 4 5
210213 Perubahan pada ukuran pupil

210214 Keringat 1 2 3 4 5
210215 Kehilangan nafsu makan

Page
30
d. Nursing Intervention (NIC)
Pengaturan Nyeri (1400)
 Melakukan pengkajian yang komprehensif dari nyeri termasuk
lokasi,karakteristik,serangan/durasi,frekuensi,kuaalitas,intensitas atau
penyebaran dan factor-faktor pencetusnya.
 Mengobservasi tanda-tanda non verbal dari ketidaknyamanan terutama pada
ketidakmammpuan berkomunikasi secara efektif.
 Memastikan klien mendapatkan perawatan analgesic
 Menggunakan teknik komunikasi terapeutik dan mengetahui pengalaman nyeri
dan respon klien terhadap nyeri
 Menyediakan informasi tentang nyeri seperti penyebab,lamanya,dan cara-cara
untuk mengantisipasi ketidaknyamanan.
 Mengontrol factor-faktro lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
ketidaknyamanan klien
 Mengurangi atau menghilangkan factor-faktor pencetus yang dapat
meningkatkan nyeri.
 Menggunakan teknik konrol nyeri sebelum nyeri menyebar
 Mendorong klien untuk dapat berbicara tentang pengalaman nyeri
 Memantau kepuasaan klien terhadap management nyeri.
 Mempertimbangkan pengaruh budaya pada respon nyeri
 Memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan analgesik yang sesuai
 Penilaian komprehensif nyeri terdiri dari lokasi, karakteristik, durasi, faktor, dan
intensitas atau beratnya nyeri

2.Kerusakan mobilitas fisik


NANDA : Impaired physical mobility
 Domain : 4- aktifitas/ istirahat
 Kelas : 2- aktifitas dan latihan
 Diagnosis : kerusakan mobilitas fisik
 Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik pada bagian tubuh
tertentu atau pada satu atau lebih ekstremitas
 Batasan karakteristik :
- Postur tubuh tidak stabil saat melakukan aktifitas rutin
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar

Page
31
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
- Tak ada koordinasi gerak atau gerak tak ritmis
- Keterbatasan ROM
- Sulit berbalik
- Perubahan gaya berjalan
- Penurunan waktu reaksi
- Gerakan menjadi nafas pendek
- Usaha yang kuat untuk merubah gerak
- Gerak lambat
- Gerakan menyebabkan tremor
3. Client outcome : Klien dapat bermobilisasi dengan baik
4. Nursing Outcome (NOC)
 Pergerakan : Berjalan (0200)
Domain : functional health (I)
Class : Mobility (C)
Scale : Dependent,does not participate to completly
independent (c)
Requires Independ
Dependent Require
assistive ent with Completly
Indikator does not assistive
person & assistive independent
participate person
device device
020001 Beban-beban tubuh
1 2 3 4 5
020002 Berjalan dengan kecepatan yang efektif
1 2 3 4 5
020003 Berjalan dengan langkah yang lambat
1 2 3 4 5
020004 Berjalan dengan langkah yang sedang
1 2 3 4 5
020005 Berjalan dengan langkah yang cepat
1 2 3 4 5

020006 Berjalan melangkah ke depan


1 2 3 4 5

020007 Berjalan melangkah ke belakang


1 2 3 4 5

020008 Berjalan menurun ke depan 1 2 3 4 5


020009 Berjalan menurun kebelakang
1 2 3 4 5

020010 Berjalan pada jarak yang pendek (< 1 blok) 1 2 3 4 5


020011 Berjalan pada jarak yang sedang (> 1 blok<5 blok)
1 2 3 4 5
020012 Berjalan pada jarak yang jauh (5 blok atau lebih)
1 2 3 4 5

Page
32
 Pergerakan : Berjalan dengan menggunakan kursi roda (0201)
Domain : functional health (I)
Class : Mobility (C)
Scale : Dependent,does not participate to completly
independent (c)

Indikator Dependent,does Regulres Regulres Independent with Completely


not participate souletive person souletive aselative devlce Independent
& device person
020101 Memindahkan ke 1 2 3 4 5
kursi roda
020102 mendorong kursi 1 2 3 4 5
roda
020103 Mendorong kursi 1 2 3 4 5
roda pada jarak
pendek
020104 Mendorong kursi 1 2 3 4 5
roda pada jarak dekat
020105 Mendorong kursi 1 2 3 4 5
roda pada jarak jauh
020106 Curva Manuver 1 2 3 4 5
020107 Maneuvers door 1 2 3 4 5
ways
020108 Maneuvers ramps 1 2 3 4 5

 Body Positoning: Self Initiated (0203)


Domain : Functional health (I)
Class : Mobility (C)
Scale : Dependen, does not Participale to Completely
independent (c)
Dependent,does Regulres Regulres Independent Completely
Indikator not participate souletive souletive with Independent
person & person aselative
device devlce
020301 Lying to lying 1 2 3 4 5
020302 Lying to sitting 1 2 3 4 5
020303 Duduk sampai terbaring 1 2 3 4 5
020304 Duduk sampai berdiri 1 2 3 4 5
020305 Berdiri sampai duduk 1 2 3 4 5
020306 Berdiri sampai berlutut 1 2 3 4 5
020307 Berdiri sampai berlutut 1 2 3 4 5
020308 Berdiri sampai brjongkok 1 2 3 4 5
020309 Jongkok sampai berdiri 1 2 3 4 5
020310 Bending at waist while standing 1 2 3 4 5
020311 Sisi ke sisi 1 2 3 4 5

Page
33
 Pergerakan Sendi : Aktif (0206)
Domain : Functional health (I)
Class : Mobility (C)
Scale : No motion to full motion (d)

Limited Moderate Substantial


Indikator No motion Full Motion
motion motion motion
020601 Rahang 1 2 3 4 5

020602 Leher 1 2 3 4 5
020603 Jari-jari kanan 1 2 3 4 5

020604 Jari-jari kiri 1 2 3 4 5


020605 Jempol kanan 1 2 3 4 5
020606 Jempol kiri 1 2 3 4 5

020607 Pergelangan tangan kanan 1 2 3 4 5

020608 Pergelangan tangan kiri 1 2 3 4 5

020609 Siku kanan 1 2 3 4 5

020610 Siku kiri 1 2 3 4 5

020611 Bahu kanan 1 2 3 4 5

020612 Bahu kiri 1 2 3 4 5


020613 Mata kaki kanan 1 2 3 4 5
020614 Mata kaki kiri 1 2 3 4 5
020615 Lutut kanan 1 2 3 4 5
020616 Lutut kiri 1 2 3 4 5
020617 Pinggul kanan 1 2 3 4 5
020618 Pinggul kiri 1 2 3 4 5

 Tingkat Mobilisasi (0208)


Domain : Functional health (I)
Class : Mobility (C)
Scale : Dependent,does not participate to completly
independent (c)

Page
34
Requires Independen
Dependent Require Completel
assistive t with
Indikator does not assistive y
person & assistive
participate person indipendet
device device
020801 Keseimbangan penampilan 1 2 3 4 5

020802 Posisi penampilan tubuh 1 2 3 4 5


020803 Pergerakan otot 1 2 3 4 5
020804 Pergerakan sendi 1 2 3 4 5

020805 Perpindahan pergantian 1 2 3 4 5

020806 Pergerakan :berjalan 1 2 3 4 5

020807 Pergerakan :kursi roda. 1 2 3 4 5

 Sensory fungction proprioception (2402)


Domain : Functional health (I)
Class : Mobility (C)
Scale : Dependent,does not participate to completly independent (c)

Indikator Extreonely Substantlally Modecalely Mildly Note


Comprongleet Comprongleet Comprongleet Comprongleet Comprongleet

240201 diskriminasi 1 2 3 4 5
posisi kepala
240202 diskriminasi 1 2 3 4 5
gerakan kepala
240203 diskriminasi 1 2 3 4 5
gerakan anggota badan
240204 diskriminasi 1 2 3 4 5
posisi tungkai
240205 keseimbangan 1 2 3 4 5

240206 tidak ada 1 2 3 4 5


vertigo
240207 tidak pusing 1 2 3 4 5

240208 tidak ada 1 2 3 4 5


nystagmus

 Transfer performance (0210)


Domain : Functional health (I)
Class : Mobility (C)
Scale : Dependent,does not participate to completly independent (c)

Page
35
Indikator Dependent Requtres Requtres Independent Completely
does not asalative asalative with asalative independent
participite person & person device
device
021001 transfer dari 1 2 3 4 5
tempat tidur ke kursi
021002 transfer dari 1 2 3 4 5
kursi ke tempat tidur
021003 transfer dari 1 2 3 4 5
kursi ke kursi
021004 transfer dari 1 2 3 4 5
kursi roda ke
kendaraan
021005 transfer dari 1 2 3 4 5
kendaraan ke kursi
roda

Nursing Intervention (NIC)


 Exercise Therapy : Ambulation (0221)
 Membantu klien untuk menggunakan lasa kaki yang membantu
berjalan dan dapat mencegah terjadinya cedera
 Membantu klient untuk duduk di sisi tempat tidur agar dapat
mengatur postur tubuh klien
 Konsultasikan dengan ahli fisioterapi tentang rencana yang
dimaksud
 Membantu klien untuk berpindah
 Menginstruksikan klien atau penolong kemanan berpindah dan
teknik untuk pergerakan
 Membantu klien untuk berdiri dan dapat bergerak dengan jarak yang
spesifik.
 Mendorong klien untuk melakukan pergerakan mandiri dengan
batasan-batasan keamanan
 Exercise Therapy : Joint Mobility (0224)
 Menentukan batasan-batasan dari pergerakan sendi
 Menjelaskan kepada klien dan keluarga tentang rencana dan tujuan
dari latihan sendi.
 Memantau lakasi dan ketidaknyamanan atau nyeri yang timbul
selama latihan
 Melindungi klien dari trauma selama latihan

Page
36
 Menentukan posisi optimal tubuh pasien untuk gerakan sendi
pasif/aktif
 Mendorong klien untuk bergerak ,sesuai kebutuhan
 Menentukan adanya tujuan atau kemajuan yang dicapai dari latihan
ini.

3.Resiko infeksi
a. NANDA : Risk for infection
Domain : 11- keselamatan dan perlindungan
Kelas : 1- infeksi
Diagnosis : Resiko infeksi
Definisi : Peningkatan risiko untuk terinvasi oleh organisme
pathogen.
Faktor resiko :
 Prosedur invasive
 Tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan pathogen.
 Trauma
 Destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan.
 Ruptrur membrane amniotic
 Agen parmasetikal (imunosupresan)
 Malnutrisi
 Peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen
 Imunosupresi
 Imunitas di dapat tidak adekuat
 Pertahanan sekunder tidak adekuat (HB menurun, leucopenia,
Penekanan respon inflamasi
 Pertahanan primer tak adekuat (kulit tak utuh, trauma jaringan,
penurunan gerak silia, cairan statis, perubahan sekresi pH, perubahan
peristaltic).
 Penyakit kronis

Page
37
b. NOC :
 Akses dialysis integritas
Domain : physiologic health (II)
Class : Tissue Integrity (L)
Scale : Extreme deviation range to no deviation from
expected (b)
Indikator Extreme Subatantial Moderate Mild No
deviation deviation from deviation deviation deviation
from expected from from from
expected range expected expected expected
range range range range
110501 volume aliran darah 1 2 3 4 5
110502 status warna kulit 1 2 3 4 5
110503 Status tidak ada 1 2 3 4 5
drainase
110504 Suhu tubuh 1 2 3 4 5
110505 Kabar angin 1 2 3 4 5
110506 Sensasi 1 2 3 4 5
110507 Status tidak ada 1 2 3 4 5
hematom
110508 Status tidak ada
perdarahan
110509 Denyut perifer 1 2 3 4 5
110510 Tempratur kulit perifer 1 2 3 4 5
110511 Warna kulit perifer 1 2 3 4 5
110512 Odema perifer tidak ada 1 2 3 4 5
110513 Tabung plasma 1 2 3 4 5
110514 Pembekuan darah 1 2 3 4 5
110515 Status nyeri tidak ada 1 2 3 4 5

 Immobility Concequences Physiological (0204)


Domain : Functional health (I)
Class : Mobility (C)
Scale : Severe to none (n)
Indikator Severe Substantial Moderate Slight None
020401 Tekanan nyeri 1 2 3 4 5

020402 Konstipasi 1 2 3 4 5

020403 impaksi tinja 1 2 3 4 5

020404 Penurunan 1 2 3 4 5
status nutrisi

020405 Usus yang 1 2 3 4 5


kurang aktif
020406 Ileus paralitik 1 2 3 4 5
020407 Emosi 1 2 3 4 5
berlebihan
020408 Retensi urine 1 2 3 4 5
020409 Demam 1 2 3 4 5

Page
38
020410 Infeksi saluran 1 2 3 4 5
kemih
020411 Penurunan 1 2 3 4 5
kekuatan otot
020412 Tonus otot 1 2 3 4 5
menurun
020413 Patah tulang 1 2 3 4 5
020414 Pergerakan sendi 1 2 3 4 5
terganggu
020415 Kontraksi Sendi 1 2 3 4 5
020416 Sendi ankylose 1 2 3 4 5
020417 Penurunan 1 2 3 4 5
tekanan darah
020418 Pembekuan 1 2 3 4 5
darah pada vena
020419 Kongesti paru- 1 2 3 4 5
paru
020420 Batuk efektif
menurun
020421 Penurunan 1 2 3 4 5
kapasitas vital
020422 Pneumonia 1 2 3 4 5

 Immune Status (0702)


Domain : Physiologic health (II)
Class : Immune Respone (H)
Scale : Extremely compromised to not compromised (a)

Indikator Extremely Substantlally Modecalely Mildly Note


compromised compromised compromised compromised compromised

070201 Tidak ada infeksi 1 2 3 4 5


berulang
070202 Tidak ada tumor 1 2 3 4 5
070203 Status Gastrointestinal 1 2 3 4 5
070204 Status pernapasan 1 2 3 4 5
070205 Status Genitory 1 2 3 4 5
070206 Berat badan 1 2 3 4 5
070207 Suhu Tubuh 1 2 3 4 5
070208 Integrias kulit 1 2 3 4 5
070209 Integritas mukosa 1 2 3 4 5
070210 Tidak ada kelelahan 1 2 3 4 5
kronis
070211 arus imunisasi 1 2 3 4 5
070212 Titer anti bodi dlm 1 2 3 4 5
batas normal
070213 Uji reaksi sesuai 1 2 3 4 5
dengan pencahayaan
070214 Nilai deferensial 1 2 3 4 5
070215 T4 Level sel dlm batas 1 2 3 4 5
normal
070216 T8 Level sel dlm batas 1 2 3 4 5
normal
070217 Timus sinar-X dlm 1 2 3 4 5

Page
39
batas normal

 Perilaku Imunisasi (1900)


Domain : Health Knowladge & Behavior (IV)
Class : Risk Control & Safety (T)
Scale : Never Demonstrated to Consistenly demonstrated (m)

Indikator Never Rerely Somethime Ofter Consistently


demonstrated demonstrated demonstrated demonstrated demonstrated
190001 Resiko mudah 1 2 3 4 5
meninggal tanpa imunisasi
190002 menggambarkan resiko 1 2 3 4 5
yg terkait dgn imunisasi
spesifik
190003 menjelaskan 1 2 3 4 5
kontraindikasi utk imunisasi
tertentu
190004 membawa kartu 1 2 3 4 5
vaksinasi yg masih berlaku pd
setiap kunjungan
190005 memperoleh imunisasi 1 2 3 4 5
yg dianjurkan sesuai usia
190006 menggambarkan ukuran 1 2 3 4 5
bantuan efek samping vaksin
190007 melaporkan setiap ada 1 2 3 4 5
efek samping
190008 melaporkan sebelum 1 2 3 4 5
ada efek samping dari imunisasi
19009 menegaskan tanggal 1 2 3 4 5
imunisasi berikutnya
190010 memperoleh imunisasi 1 2 3 4 5
sesuai dgn penyakit kronis yg
disarankan
190011 memperoleh imunisasi 1 2 3 4 5
sesuai dgn resiko pekerjaan yg
diharapkan
190012 memperoleh imunisasi 1 2 3 4 5
yg direkomendasikan utk
perjalanan yg dianjurkan
190013 mengidentifikasi 1 2 3 4 5
komunitas masyarakat utk
iminusasi

 Pengetahuan infeksi control (1807)


Domain : Health Knowladge & Behavior (IV)
Class : Health Knowladge (S)
Scale : None to Extensive (i)

Page
40
indicators None Limited Moderate Substantial Extentive
180701 1 2 3 4 5
deskripsi
modus
penularan
180702 1 2 3 4 5
deskripsi
factor yang
berdistribusi
terhadap
penularan
180703 1 2 3 4 5
deskripsi
praktek yang
mengurangi
penularan
180704 1 2 3 4 5
deskripsi
tanda dan
gejala
180705 1 2 3 4 5
deskripsi
prosedur
penyaringan
180706 1 2 3 4 5
deskripsi
monitor
prosedur
180707 1 2 3 4 5
deskripsi
kegiatan
untuk
meningkatkan
pertahanan
terhadap
infeksi
180708 1 2 3 4 5
deskripsi
pengobatan
untuk infeksi
di diagnosis
180709 1 2 3 4 5
deskripsi
tindak lanjut
untuk infeksi
di diagnosa

 Nutritional Status (1004)


Domain : Physiologic health (II)
Class : Nutrition (K)
Scale : Extremely compromised to not compromised (a)

Page
41
Indicator Severe Substantial Moderate Slight None
100402 Intake makanan dan minuman 1 2 3 4 5
100401 Pemasukan nutrisi 1 2 3 4 5
100403 Energi 1 2 3 4 5
100404 Massa tubuh 1 2 3 4 5
100405 Berat badan
1 2 3 4 5
100406 Tidakan biokimia

 Kontrol Resiko (1902)


Domain : Health knowledge & Behavior (IV)
Class : Risk Control & Safety (T)
Scale : Never demonstrated to Consistently demonstrated (m)

Indicators Never Rasely Sometiones Often Consistently


demonstrated demonstrated demonstrated demonstrated demonstrated
190201 mengakui 1 2 3 4 5
adanya rasiko
190202 memantau 1 2 3 4 5
faktor resiko
lingkungan
190203 memantau 1 2 3 4 5
faktor resiko
perilaku pribadi
190204 1 2 3 4 5
mengembangkan
strategi
pengendalian resiko
yang efektif
190205 1 2 3 4 5
menyesuaikan
strategi resiko yang
dibutuhkan
190206 1 2 3 4 5
berkomitmen untuk
resiko strategi
pengendalian
190207 strategi 1 2 3 4 5
pengendalian resiko
yang dipilih
190208 1 2 3 4 5
memodifikasi
ancaman kesehatan
190209 1 2 3 4 5
menghindari
paparan ancaman
kesehatan
190210 1 2 3 4 5
berpartisipasi dalam
skrining untuk
asosiasi
190211 1 2 3 4 5
berpartisipasi dalam
skrining untuk

Page
42
resiko yang
teridentifikasi
190212 1 2 3 4 5
memperoleh
imunisasi
190213 1 2 3 4 5
menggunakan
pelayanan
kesehatan sesuai
dengan kebutuhan
190214 dorongan 1 2 3 4 5
pribadi untuk
mengendalikan
resiko
190215 1 2 3 4 5
menggunakan
sumber daya
masyarakat untuk
mengendalikan
resiko
190216 perubahan 1 2 3 4 5
status kesehatan
190217 monitor 1 2 3 4 5
perubahan status
kesehatan

 Deteksi resiko (1908)


Domain : Health knowledge & Behavior (IV)
Class : Risk Control & Safety (T)
Scale : Never demonstrated to Consistently demonstrated (m)

indicators Never Rasely Sometiones Often Consistently


demonstrated demonstrated demonstrated demonstrated demonstrated
190801 mengakui 1 2 3 4 5
tanda-tanda dan
gejala yang
menunjukkan resiko
190802 1 2 3 4 5
mengidentifikasi
potensi resiko
kesehatan
190803 resiko 1 2 3 4 5
persepsi validasi
190804 melakukan 1 2 3 4 5
pemeriksaan diri
pada interval yang
direkomendasikan
190805 berpartisipasi 1 2 3 4 5
dalam skrining pada
interval yang
direkomendasikan
190806 memperoleh 1 2 3 4 5
pengetahuan tentang

Page
43
sejarah keluarga
190807 1 2 3 4 5
mempertahankan
pengetahuan
diperbaharui oleh
sejarah pribadi
190808 1 2 3 4 5
menggunakan
sumber daya untuk
informasi tentang
potensi resiko
190809 1 2 3 4 5
menggunakan
layanan kesehatan
selaras dengan
kebutuhan

11. NIC : Infection Control (6540)


 Membatasi jumlah pengunjung
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan
 Mengajarkan klien teknik mencuci tangan
 Menggunakan sabun anti mikrobakteri bila mencuci tangan
 Menggunakan sarung tangan steril
 Menginstruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat masuk
dan keluar dari ruangan klien
 Mempertahankan teknik isolasi
 Menyendirikan klien yang terinfeksi

4.kerusakan integritas jaringan/impaired tissue integrity


a. NANDA : Impaired tissue integrity
Domain : 11- keselamatan/perlindungan
Kelas : 2- cedera fisik
Diagnosis : kerusakan integritas jaringan
Definisi : kerusakan membrane mukus,corneal,integumentum,atau
jaringan subkutan.
Batasan karakteristik :
- rusaknya atau hancurnya jaringan (kornea,membran
mukus,integumentum,subkutan)
Faktor berhubungan :
- mekanik (tekanan,teriris,gesekan)

Page
44
- radiasi
- nutrisi kurang atau berlebih
- termal (temperature ekstremi)
- kurang pengetahuan
- iritan,kimia (termasuk ekskresi tubuh,sekresi,medikasi)
- kerusakan mobilitas fisik
- perubahan sirkulasi
- cairan berlebih atau kurang
b.NOC
 Tissue Integrity : Skin & Mucous Membranes (1101)
Domain : Physiologic Health (II)
Class : Tissue Integrity (L)
Scale : Extremely compromised to Not compromised (a)

Indikator Extremely Substantially Moderately Mildly Not


compromised compromised compromised compromised compromised
110101 1 2 3 4 5
jaringan
temperatur
dalam rentang
yang
diharapkan
110102 1 2 3 4 5
sensasi
110103 1 2 3 4 5
elastisitas
110104 hidrasi 1 2 3 4 5
110105 warna 1 2 3 4 5
pigmen
110106 1 2 3 4 5
keringat
110107 warna 1 2 3 4 5
110108 tekstur 1 2 3 4 5
110109 1 2 3 4 5
ketebalan
110110 1 2 3 4 5
jaringan lesi
110111 1 2 3 4 5
perfusi
jaringan
110112 1 2 3 4 5
pertumbuhan
rambut pada
kulit
110113 1 2 3 4 5
keutuhan kulit

Page
45
 Penyembuhan Luka : tujuan utama (1102)
Domain : Physiologic Health (II)
Class : Tissue Integrity (L)
Scale : None to Complete (j)

Indikator None Slight Moderate Substantial Complete


110201 pendekatan kulit 1 2 3 4 5
110202 resolusi drainase 1 2 3 4 5
bernanah
110203 resolusi drainase 1 2 3 4 5
serosa dari luka
110204 resolusi drainase 1 2 3 4 5
sangulneous dari luka
110205 resolusi keselokan 1 2 3 4 5
serosanguineous dari luka
110206 resolusi drainase 1 2 3 4 5
dari cerat
110207 resolusi drainase 1 2 3 4 5
serosanguineous dari cerat
110208 resolusi sekeliling 1 2 3 4 5
eritema kulit
110209 resolusi edema 1 2 3 4 5
110210 resolusi elevasi 1 2 3 4 5
suhu kulit
110211 resolusi bau luka 1 2 3 4 5

 Penyembuhan Luka : niat sekunder (1103)


Domain : Physiologic Health (II)
Class : Tissue Integrity (L)
Scale : None to Complete (j)

indikator None Slight Moderate Substantial Complete

110301 granulasi 1 2 3 4 5

110302 epitelisasi 1 2 3 4 5

110303 resolusi 1 2 3 4 5
drainase purulen
110304 resolusi 1 2 3 4 5
drainase serosa
110305 resolusi 1 2 3 4 5
drainase sanguineus
110306 resolusi 1 2 3 4 5
drainase
serosanguineous
110307 resolusi 1 2 3 4 5
eritema sekitar kulit

Page
46
110308 resolusi 1 2 3 4 5
periwound edema
110309 resolusi kulit 1 2 3 4 5
disekitar tidak normal
110310 resolusi kulit 1 2 3 4 5
melepuh
110311 resolusi kulit 1 2 3 4 5
maserase
110312 resolusi 1 2 3 4 5
nekrosis
110313 resolusi 1 2 3 4 5
penularan
110314 resolusi 1 2 3 4 5
terowongan
110315 resolusi 1 2 3 4 5
merusak
110316 resolusi 1 2 3 4 5
pembentukan saluran
sinus
110317 resolusi bau 1 2 3 4 5
luka
110318 resolusi ukuran 1 2 3 4 5
luka

a Nursing intervention (NIC)


Wound care (3660)
 Catat karakteristik luka
 Catat karakteristik drain
 Bersihkan dengan sabun antibakteri
 Bilas dengan cairan Nacl 0,9%
 Administasi perawatan IV
 Administer central venous line site care
 Memberikan perawatan insisi
 Administrasi perawatan luka
 Masase daerah sekitar luka untuk melancarkan sirkulasi
 Memperkuat dressing
 Mempertahankan teknik dressing steril dalam perawatan luka
 Memeriksa setiap perubahan pada luka
 Bandingkan setiap perubahan pada luka
 Menempatkan posisi untuk menghindari ketegangan pada luka
 Ajarkan pasien atau anggota keluarga prosedur perawatan luka

Page
47

S-ar putea să vă placă și