Sunteți pe pagina 1din 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia adalah merupakan infeksi saluran nafas bagian bawah yang merupakan masalah
kesehatan dunia karena angka kematiannya tinggi di perkirakan terjadi lebih 2 juta
kematian Balita karena pneumonia di bandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS,
malaria dan campak. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
tahun 2007 menunjukkan angka kesakitan pneumonia pada bayi 2,2%, Balita 3%, angka
kematian pneumonia pada bayi 29,8% dan Balita 15,5%.
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam pemberantasan pneumonia
Program pengembangan imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi Defteri Pertusis
Tetanus (DPT) dan campak yang telah dilaksanakan oleh pemerintah selama ini dapat
menurunkan kematian bayi dan balita akibat pneumonia.
Kejadian pneumonia pada bayi dan balita selain disebabkan oleh bakteri dan virus
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu : faktor intri
nsik dan ekstrinsik Faktor intrinsic meliputi umur status gizi, status imunisasi, jenis kelamin,
ASI eksklusif, defisiensi vitamin A dan berat badan lahir rendah (BBLR), sedangkan factor
ekstrinsik terdiri dari kondisi rumah, kepadatan hunian, kelembaban, pencahayaan
ventilasi dan jenis bahan bakar, pendidikan ibu, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan
yang rendah.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu pneumonia?
2. Bagaimana penanganan pada kasus pneumonia?
1.3. Tujuan
1. untuk mengertahui tentang pneumonia.
2. untuk menegtahui cara penaganan pada kasus pneumonia.
1.4. Manfaat
Agar bisa mengetahui apa itu pneumonia dan bagaimana cara penanganan pada pasien
dengan kasus pneumonia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya
disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam
tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk
pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI,
2002).
Pneumonia adalah suatu proses inflamasi dimana kompatemen alveolar terisi oleh eksudat.
Pneumonia merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi pada klien lanjut usia
(Hudak,1998). Definisi lain menyebutkan pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah
(lower respiratory tract (LRT)) akut, biasanya disebabkan oleh infeksi (Jeremy, 2007).
Sebenarnya pneumonia bukan penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan
diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur,
berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur,
walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua dan penderita penyakit
kronis (Elin, 2008).

2.2. Penyebab / Etiologi Pneumonia


Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus,
mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa (Misnadiarly, 2008).
Daftar mikroorganisme dan masalah patologis yang menyebabkan pneumonia (Jeremy,
2007).
2.3. Klasifikasi Pneumonia
1) Berdasarkan Umur
a. Kelompok umur < 2 bulan
1) Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya
menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada
anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah
35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat,
sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.
2) Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda
pneumonia seperti di atas.
b. Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
1) Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum,
adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.
2) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis
sentral dan dapat minum.
3) Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding dada.
4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.
5) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari
dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan
dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan (WHO, 2003).

2.8. Komplikasi

2.9. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi : Thorak foto mendeteksi :


1. adanya penyebaran ( missal dari lobus kebronkhial )
2. multiple abses / infiltrate, empiema ( staphylococcus)
3. penyebaran atau lokasi infiltrasi ( bacterial)
4. penyebaran extensive nodul infiltrate ( sering kali viral )
5. pada pneumonia mycoplasma chest- X ray mungkin bersih.
6. Test Fungsi Paru

Volume paru mungkin menurun ( kongesti dan kolaps alveolar ), tekanan saluranudara
meningkat dan kapasitas pemenuhan udara menurun, hypoksemia.
Tes Fungsi Paru Terdiri atas :

1. Test Ventilasi (digunakan alat SPIROMETER, PEAK FLOW METER (MiniWright Peak
Flow Meter), Body plethysmograph
2. Test kapasitas diffusi, dengan alat Alveo-Diffusion Tester.
3. Uneven Ventilation dengan Capnograph.
4. Instrumen/peralatan-peralatan diatas termasuk peralatan utama/ Induk, namun
untuk operasional masih memerlukan alat-alat pendukung lainnya, seperti X-Y
RECORDER dllnya.
5. Laboratorium.
1. Darah lengkap ( Complete blood count-CBC) : leukositosis biasanya
timbul,meskipun nilai pemeriksaan sel darah puth ( leukosit / WBC) rendah
pada infeksi virus )
2. LED meningkat, ada tanda infeksi
3. Pemeriksaan elektrolit natrium dan kalium untuk mengetahui adanya
keseimbangan cairan elektrolit dan asam - basa darah. Elektrolit sodium dan
klorida mungkin rendah karena pada pasien dengan pnumonia
didapatkan mual muntah sehingga dapat ditemukan kekurangan cairan dan
elektrolit.
4. Test serologi : membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme
secara spesifik .
5. Kultur sputum dan darah (pewarnaan gram )àdidaptkan dengan needle
biopsy, aspirasi transtrakheal fiberoptic bronchoscopy, atau biopsy paru-paru
terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Lebih dari satu organisme
dapat ditemukan seperti diplococcus pneumonia, staphylococcus aureus, A.
Hemplytic Streptococcus dan hemophylus influenzae
6. Analisis gas darah dan pulse oximetry : abnormalitas mungkin timbul
tergantung dari luasnya kerusakan paru- paru.

( Soemantri,2008)

2.10 Penatalaksanaan

1. Pencegahan Penyakit Pneumonia

Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau keluarga terutama
ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan di dalam dan di
luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit
pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit
pneumonia :

1. Perawatan selama masa kehamilan

Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu selama
kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi kesehatan ibu dan
pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang
memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.

1. Perbaikan gizi balita

Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena malnutrisi,
sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun.
Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor
antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus
dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi
dibanding balita yang tidak mendapatkannya.

1. Memberikan imunisasi lengkap pada anak

Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang memadai,
yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis,
Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

1. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.


Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk mencegah
terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak
napas.

1. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah

Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan dengan cara
mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat lubang
ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca
dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang memberi kecenderungan
untuk terkena penyakit pneumonia.

1. Menjauhkan balita dari penderita batuk.

Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran pernapasan, karena
itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk. Udara napas seperti batuk
dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit
ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan
menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat
sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar
mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.

1. Pengobatan
2. Terapi antibiotika awal:

menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan


organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama 12-72 jam. Tetapi disesuaikan
bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika (Jeremy, 2007). Penicilin Prokain 50.000 unit / kg
BB / hari dan Kloramfenikol 75 mg / kg BB/ hari dibagi dalam 4 dosis

1. Tindakan suportif:

meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 < 90%) dan resusitasi cairan
intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif
(misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau
ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi
membantu bersihan sputum (Jeremy, 2007).

STUDI KASUS PNEUMONIA


Seorang Ibu 75 tahun berobat ke klinik rawat jalan mengeluh batuk berat, nyeri dada kiris
yang semakin buruk selama beberapa hari terakhir. Dia tampak cemas dan wajahnya
memerah. Dokter mencurigai pneumonia. Tanda-tanda vital nya adalah sebagai berikut :
Suhu 39 C, T 120/80, N 118, RR: 32 dangkal. Klien tidak pernah melakukan pemeriksaan
kesehatan secara teratur, belum menerima vaksinasi dan ada riwayat merokok. Dokter
memberikan terapi antipiretik, mukolitik dan antibiotic serta dianjurkan rawat jalan.

1. Apa rencana perawatan saudara saat ini? Buatlah 1-3 diagnosa keperawatan atau
kolaboratif!
2. Kekhawatiran apa yang saudara miliki terhadap klien?
3. Bagaimana seharusnya Anda mengkomunikasikan ke khawatiran Anda?
4. Instruksi apa yang harus Anda berikan kepada klien untuk dilaksanakan di rumah?

Setelah satu minggu rawat jalan klien dibawa oleh anaknya ke UGD karena kondisinya
memburuk. Tinjau protap penangan klien sesuai clinical pathway, apa yang akan saudara
masukkan dalam rencana perawatan klien kali ini?
- IV
- Pengobatan
- Terapioksigen
- Lab
Manakah masalah keperawatan berikut yang relevan untuk klien? Susunlah rencana
keperawatan berdasarkan NANDA & NIC, NOC untuk masalah yang sesuai!

1. hipoksia
2. Pola pernapasan tidak efektif
3. Jalan nafas yang tidak efektif
4. sepsis
5. hipovolemia
6. nyeri
7. intoleransi aktivitas

Saudara melakukan pengkajian dan menemukan data berikut:

1. Mengantuk, tapi kooperatif dan bisa dibangunkan


2. dada nyeri
3. batuk produktif
4. Penurunan suhu tubuh
5. Output urine 200 ml lebih dari 8 jam
6. Wheezing
7. Pulse oximetry 88%

Manakah dari temuan diatas yang menunjukkan tanda kegawatan? Jelaskan alasannya!
Data tambahan apa yang harus saudara kumpulkan? Berdasarkan analisis, tindakan apa
yang akan saudara lakukan sesuai prioritas?
Airway
Penyelesaian Masalah
Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 Ds : klien mengeluh batuk berat. Ketidakmampuan untuk Bersihan jalan napas
Do : membersihkan sekresi atau tidak efektif
- Batuk produktif obstruksi dari saluran
- Dada nyeri pernapasan
- Dispnea
(RR: 32 x/menit, dangkal)
- Wheezing

2 DS : Nyeri ketidakefektifan
Do : - RR: 32 dangkal pola nafas
- dipsneu
- Batuk produktif
- Dada nyeri
3 Ds : ibu mengeluh Nyeri dada Peradangan (inflamasi) Nyeri akut
krisis yang semakin buruk
selama beberapa hari terakhir
Do : - Takikardi (118 x/menit)
- Dada Nyeri
- Batuk produktif
4 Ds : Ketidakseimbangan kebutuhan Intoleransi aktifitas
Do : dan persediaan oksigen,
- dipsneu kelemahan umum dan dispnea
- Suhu 39 C, T 120/80, N 118,
RR: 32 dangkal.
5 Ds : penurunan jaringan efektif paru Resiko tinggi
Do : gangguan
- Dispneu (RR : 32, Dangkal) pertukaran gas
- Takikardia (N : 118 x/menit)
- Gelisah
- Saturasi oksigen 88%
6 Ds : penyakit pnemonia hipertermi
Do : - suhu tubuh 39'c
- Wajah memerah

Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus diatas antara lain :


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan
2. ketidakefektifan pola nafas b/d nyeri
3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan (inflamasi)
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan dan
persediaan oksigen, kelemahan umum dan dispnea
5. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
jaringan efektif paru
6. hipertermi yg berhubungan dengan penyakit pnemonia

Diagnosa yang di prioritaskan ada 3 antara lain :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan untuk


membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d nyeri
3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan (inflamasi)

Perencanaan / Intervesi keperawatan

No NOC NIC
Dx
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Pastikan kebutuhan oral / tracheal
selama 2 x24 jam pasien mendapatkan suctioning.
bersihan jalan napas yang efektif dengan  Berikan O2
indicator :  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
dalam
1. Tidak ada batuk  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
2. Suara napas tambahan ventilasi
3. Perubahan frekuensi napas  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4. Perubahan irama napas  Keluarkan sekret dengan batuk atau
5. Sianosis suction
6. Kesulitan berbicara atau  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
mengeluarkan suara tambahan
7. Penurunan bunyi napas  Berikan bronkodilator :
8. Dipsneu  Monitor status hemodinamik
9. Sputum dalam jumlah yang  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
berlebihan  Berikan antibiotik :
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
10. Batuk yang tidak produktif keseimbangan.
11. Orthopneu  Monitor respirasi dan status O2
12. Gelisah  Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
13. Mata terbuka lebar mengencerkan sekret
 Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
penggunaan peralatan : O2, Suction,
Inhalasi.

2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway Management:


selama 2 x24 jam pasien mendapatkan
pola nafas yang efektif dengan indicator : 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
1.Status pernafasan yang tidak terganggu. ventilasi
2.Mengidentifikasi faktor (mis.alergen) 2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
yang memicu ketidakefektifan pola nafas alat jalan napas buatan
3.Mendemonstrasikan batuk efektif dan 3. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
suara napas yang bersih, tidak ada 4. Keluarkan secret dengan batuk atau
sianosis dan dyspneu (mampu suction
mengeluarkan sputum, mampu bernafas 5. Auskultasi suara napas, catat adanya suara
dengan mudah, tidak ada pursed lips). tambahan
4.Menunjukkan jalan napas yang paten 6. Monitor respirasi dan status O2
(klien tidak merasa tercekik, irama napas,
frekuensi pernapasan dalam rentang
normal, tidak ada suara napas abnormal) Oxygen Theraphy:
5.Tanda-tanda vital dalam rentang
normal (tekanan darah, nadi, pernapasan)
1. Pertahankan jalan napas yang paten
2. Atur peralatan oksigenasi
3. Monitor aliran oksigen
4. Pertahankan posisi pasien
5. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi
6. Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital Sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor vital sign saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, dan RR sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal

10. Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit


11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign.

3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Penalataksaan nyeri


selama 2 x24 jam pasien dapat Definisi : meringankan atau mengurangi nyeri
mengontrol nyeri dengan indikator: sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat
diterima oleh pasien.
 Mengenali faktor penyebab
 Mengenali onset (lamanya sakit)  lakukan pengkajian nyeri secara
 Menggunakan metode komprehensif termasuk lokasi,
pencegahan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
 Menggunakan metode dan faktor presipitasi
nonanalgetik untuk mengurangi  observasi reaksi non verbal dari
nyeri ketidaknyamanan
 Menggunakan analgetik sesuai  gunakan teknik komunikasi terapeutik
kebutuhan untuk mengetahui pengalaman nyeri
 Mencari bantuan tenaga pasien
kesehatan  kaji kultur yang mempengaruhi respon
 Melaporkan gejala pada tenaga nyeri
kesehatan  evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Menggunakan sumber-sumber  evaluasi bersama pasien dan tim
yang tersedia kesehatan lain
 Mengenali gejala-gejala nyeri  tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
 Mencatat pengalaman nyeri masa lampau
sebelumnya  bantu pasien dan keluarga untuk mencari
 Melaporkan nyeri sudah dan menemukan dukungan
terkontrol  kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 kurangi faktor presipitasi
 pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
 kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
 ajarkan tentang teknik non farmakologi
 berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 tingkatkan istirahat
 kolaborasikan dengan dokter jika keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil

S-ar putea să vă placă și