Sunteți pe pagina 1din 31

MAKALAH SEMINAR

Asuhan Keperawatan Klien Post Operasi Apendisitis dengan Gangguan


Kebutuhan Dasar Rasa Aman dan Nyaman di Ruang Sulaiman 5 Rumah
Sakit Roemani Semarang

PRAKTEK RUANG : SULAIMAN 5


Tanggal Praktek : 26 Desember 2017 – 06 Januari 2018

Nama Mahasiswa:

1. Tutik Ainul Mardliyah (G2A014047)


2. Siti Alfiyah Nur Pertiwi (G2A014048)
3. Utari Listiani (G2A014049)
4. Presti Indah Lutfiati (G2A014051)
5. Euis Dessy Ruth Maharani (G2A014052)

Nama Pembimbing :

Saran Pembimbing :

Tanda Tangan Pembimbing :

PROGRAM STUDI NERS (AKADEMIK)


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017/2018
BAB I : KONSEP DASAR
A. Pengertian
Apendiks adalah umbai kecil menyerupai jari yang menempel pada
sekum tepat di bawah katup ileosekal. Karena pengosongan isi apendiks ke
dalam kolon tidak afektif dan ukuran lumennya kecil, apendiks mudah
tersumbat dan rentan terinfeksi (apendiks). Apendiks yang tersumbat akan
meradang dan edema dan pada akhirnya dipenuhi nanah (pus). Apendisitis
adalah penyebab utama inflamasi akut di kuadran kanan bawah abdomen dan
penyebab tersering pembedahan abdomen darurat. Meskipun dapat dialami
oleh semua kelompok usia, apendisitis paling sering terjadi antara usia 10 dan
30 tahun (Brunner, 2013).
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Appendisitis akut adalah keadaan
yang disebabkan oleh peradangan yang mendadak pada suatu appendiks
(Dermawan, 2010).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks, suatu bagian seperti
kantung yang nonfungsional dan terletak di bagian inferior sekum. Penyebab
paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen feses, yang akhirnya
merusak suplai darah dan merobek mukosa yang menyebabkan inflamasi
Jadi, dapat disimpulkan apendisitis adalah suatu kondisi dimana terjadi
peradangan, inflamasi, infeksi pada umbai kecil yang menempel pada sekum
(apendiks). Penyebab umum adalah obstruksi lumen feses dan penyebab
tersering pembedahan abdomen darurat.
Klasifikasi apendisitis dapat dibagi menjadi lima berdasarkan gejala
dan penyebab. Klasifikasinya yaitu apendisitis akut, apendisitis perforate,
apendisitis rekurens, apendisitis kronik, dan mukokel apendiks
(Sjamsuhidayat, 2010).
1. Apendisitis akut terjadi karena peradangan mendadak pada umbai cacing
yang memberikan tanda setempat. Gejalanya nyeri samar-samar dan
tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik Mc Burney,
disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Sering disertai mual muntah dan nafsu
makan berkurang.
2. Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum.
3. Apendiks rekurens dapat didiagnosa jika adanya riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendektomi dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan
ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan.
Pada apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi karena
penderita sering mengalami serangan akut.
4. Apendisitis kronik dapat menegakkan diagnosa jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik
apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa dan adanya sel inflamasi kronik.
5. Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks yang biasanya berupa
jaringan fibrosa. Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa
rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang
diregio iliaka kanan.

B. Etiologi
1. Inflamasi akut pada appendik dan edema
2. Ulserasi pada mukosa
3. Obstruksi pada kolon oleh fecalit (feses yang keras)
4. Pemberian barium
5. Berbagai macam penyakit cacing
6. Tumor atau benda asing
7. Striktur karena fibrosis pada dinding usus (Dermawan, 2010).
8. Penyumbatan: sisa makanan atau kotoran yang mengeras dapat terjebak di
dalam lubang pada rongga perut yang mengisi apendiks
9. Infeksi: appendiksitis dapat juga dikarenakan infeksi, seperti infeksi virus
gastrointestinal, atau mungkin karena jenis pembengkakan lainnya (Abata,
2014).

C. Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat
atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau
benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif,
dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah abdomen.
Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus (Smeltzer, 2001).
Bila apendiks tersumbat, tekanan intraluminal meningkat, menimbulkan
penurunan drainase vena, thrombosis, edema dan invasi bakteri dinding usus.
Bila obstruksi berlanjut, apendiks menjadi semakin hiperemik, hangat, dan
tertutup eksudat yang seterusnya menjadi gangren dan perforasi (Ester, 2001).

D. Manifestasi klinik
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. Nyeri
kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan
dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada
antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan,
spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada
beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang
sekum, nyeri dan nyeritekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada
pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri
pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. Nyeri pada
saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung
kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan
dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran
bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran
kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar.
Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.
Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus
atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai
ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi
pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan
kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne,
2002).

E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Pembedahan (konvensional atau laparoskopi) diindikasikan apabila
diagnosa apendisitis telah ditegakkan dan harus segera dilakukan untuk
mengurangi risiko iritasi
b. Berikan antibiotik dan cairan IV sampai pembedahan dilakukan
c. Agens analgesic dapat dibedakan setelah diagnosis ditegakkan
(Brunner, 2013)
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencagah
defisit volume cairan, menurunkan ansietas, mengatasi infeksi yang
disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada saluran GI,
mepertahankan integritas kulit, dan mencapai nutrisi yang optimal
b. Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai
jalur IV, berikan antibiotik, dan masukkan selang nasogastrik (bila
terbukti pada ileus paralitik). Jangan berikan enema atau laksatif (dapat
menyebabkan perforasi)
c. Setelah operasi, posisikan pasien fowler-tinggi, berikan analgesic
narkotik sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi,
berikan makanan yang disukai pasien pada hari pembedahan (jika
dapat ditoleransi). Jika pasien dehidrasi sebelum pembedahan beikan
cairan IV
d. Jika drain terpasang pada area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-
tanda obstruksi usus halus, hemoragi sekunder, atau abses sekunder
(misal demama, takikardi, dan peningkatan jumlh leukosit (Brunner,
2013).
3. Penatalaksanaan medis
a. Pembedahan : apendektomi (dilakukan bila diagnosa apendisitis
ditegakkan) menurunkan resiko perforasi
1) Sebelum operasi
a) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan
gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan
ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan
tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila
dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto
abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,
diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan
bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b) Intubasi bila perlu
c) Antibiotik
2) Operasi apendektomi
3) Pasca operasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan di dalam syok, hipertermia, atau gangguan
pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar,
sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien
dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak
terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan
operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,
puasakan diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam
lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesaokan harinya diberikan
makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat
berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat
diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
4) Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan
seperti dalam peritonitis akut. Dengan demikian, gejala
apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya
komplikasi akan berkurang.
b. Pemasangan NGT
c. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur
d. Transfusi untuk mengatasi anemia dan penanganan syok septic secara
intensif (Dermawan, 2010).
4. Penatalaksanaan medis
a. Tirah baring dalam posisi fowler medium (setengah duduk)
b. Puasa
c. Koreksi cairan dan elektrolit (Dermawan, 2010)

F. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%
sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara
umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan
suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan
abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).

G. KONSEP KEBUTUHAN DASAR


1. KONSEP DASAR KEBUTUHAN GANGGUAN RASA AMAN DAN
NYAMAN
a. Pengertian aman dan nyaman
Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis
atau bisa juga keadaan aman dan tentram (Potter & Perry, 2005).
Nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah
terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi
masalah dan nyeri) (Potter & Perry, 2005).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual atau potensial.
Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan
beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri memiliki
definisi keperawatan yaitu apapun yang menyakitkan tubuh yang
dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu
mengatakannya.
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif
dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama
dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang
yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang
paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap
nyeri itu sendiri.
b. Klasifikasi nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan
berdasarkan pada tempat, sifat , berat ringannya nyeri, dan waktu
lamanya serangan.
1) Nyeri berdasarkan tempatnya :
a) Pheriperal pain : nyeri yang terasa pada permukaan tubuh
misalnya pada kulit, mukosa.
b) Deep pain : nyeri yang terasa pada permukaan tubuh ang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
c) Refered pain : nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh
di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
d) Centrai pain : nyeri ang terjadi karena perangsangan pada
sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan
lainnya.
2) Nyeri berdasarkan sifatnya :
a) Incidental pain : nyeri tumbuh sewaktu-waktu lalu hilang.
b) Steady pain : nyeri yang timbul dan menetap dirasakan dan
dalam waktu yang lama.
c) Paroxymal pain : nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan
kuat sekali. Nyeri tersebut biasana menetap kurang lebih 10-
15 menit, lalu menghilang kemudian timbul lagi.
3) Nyeri berdasarkan berat ringannya
a) Nyeri ringan : nyeri dengan intensitas rendah
b) Nyeri sedang : nyeri yang menimbulkan reaksi
c) Nyeri berat : nyeri dengan intensitas yang tinggi
4) Nyeri berdasarkan waktu lamina serangan
a) Nyeri akut : nyeri yang dirasakan dalam waktu singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sember dan daerah nyeri
diketahui dengan jelas.Rasa nyeri mungkin sebab akibat dari
luka,seperti luka oprasi ataupun pada suatu penyakit
arteriosclerosis pada arteri koroner.
b) Nyeri kronis : nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan.
Nyeri kronis polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun. Ragam pola tersebut ada yang nyeri
timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari nyeri
lalu timbul kembali lagi nyeri,dan begitu seterusnya. Ada pula
pola nyeri kronis yang konstan, artinya rasa neri yang
dirasakan secara terus-menerus, semakin lama semakin
meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan
pengobatan. Misalnya, nyeri karena neoplasma.

c. Gejala Dan Tanda


1) Nyeri Akut (Carpenito, 2012)
a) Mayor : Individu memperlihatkan atau melaporkan ketidaknyamanan
tentang kualitas nyeri dan intensitasnya
b) Minor :
1. Tekanan darah meningkat
2. Nadi meningkat
3. Pernafasan meningkat
4. Diaphoresis
5. Pupil dilatasi
6. Posisi berhati-hati
7. Raut wajah kesakitan
8. Menangis, merintih
2) Nyeri Kronis (Carpenito, 2012)
a) Mayor : Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6
bulan.
b) Minor :
1. Gangguan hubungan social dan keluarga.
2. Peka rangsangan
3. Ketidakaktifan fisik dan imobilitas
4. Depresi
5. Menggosok kebagian yang nyeri.
6. Ansietas
7. Tampak lunglai
8. Berfokus pada diri sendiri
9. Tegangan otot rangka
10. Preokupasi somatic
11. Agitasi
12. Keletihan
13. Penurunan libido
14. Gelisah

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :


1) Skala intensitas nyeri deskriptif

2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual


4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1–3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4 – 6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7 – 9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul

2. PENGKAJIAN FOKUS KEBUTUHAN GANGGUAN RASA NYAMAN


a. Status kesehatan
1) Status kesehatan saat ini
a) Alasan masuk rumah sakit
b) Faktor pencetus
c) Faktor memperberat nyeri ; ketakutan, kelelahan.
d) Keluhan utama
e) Timbulnya keluhan
f) Pemahamanaan penatalaksanaan masalah kesehatan
g) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
h) Diagnosa medik
2) Status kesehatan masa lalu
a) Penyakit yang pernah dialami
b) Pernah dirawat
c) Operasi
d) Riwayat alergi
e) Status imunisasi
f) Kebiasaan obat – obatan
b. Pengakajian riwayat nyeri
Sifat nyeri : ( P, Q, R, S, T )
P : provocating ( pemacu ) dan paliative yaitu faktor yang
meningkatkan atau mengurangi nyeri
Q : Quality dan Quantity
1) Supervisial : tajam, menusuk, membakar
2) Dalam : tajam, tumpul, nyeri terus
3) Visceral : tajam, tumpul, nyeri terus, kejang
R : region atau radiation ( area atau daerah ) : penjalaran
S : severty atau keganasan : intensitas nyeri
T : time ( waktu serangan, lamanya, kekerapan muncul)
1) Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien
untuk menunjukan area nyerinya.
2) Intensitas
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode mudah dan
terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri klien.
3) Kualitas dan karakteristik
Minta pasien untuk menjelaskan nyeri yang dirasakan, apakah
seperti dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk, dan sebagainya
4) Waktu terjadinya dan interval
5) Respon nyeri
6) Faktor presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicu timbulnya nyeri.
Seperti aktivitas fisik yang berat dapat memicu timbulnya
nyeri dada. Selain itu, lingkungan, stresor fisik, dan emosional
juga dapat memicu timbulnya nyeri.
c. PATHWAYS

Idiopatik makan tak teratur kerja fisik yang keras

Massa keras feses

Obstruksi lumen

Suplai aliran darah menurun


Mukosa terkikis

Apendisitis

Apendektomi Pembatasan intake


cairan
Terputusnya Pasca operasi
kontinuitas jaringan
Resiko kekurangan
Kerusakan jaringan volume cairan
Berkurangnya fungsi pasca bedah
kulit sebagai proteksi

Nyeri akut
Kemungkinan masuk
mikroorganisme ke
tubuh
Resiko
infeksi

d. DIAGNOSA KEPERAWATAN KEBUTUHAN DASAR NYERI


1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan ikat, kerusakan
jaringan pasca bedah
2) Resiko infeksi b.d luka post operasi
3) Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d inflamasi peritoneum
dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi

e. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL


1. Nyeri b.d adanya inflamasi, kerusakan jaringan pasca bedah
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi
Kriteria :
a. Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi
b. Skala nyeri 0-1 (0-4)
c. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan
nyeri; pasien tidak gelisah
Intervensi Rasional
Kaji respon nyeri dengan Pendekatan komprehensif untuk
pendekatan PQRST menentukan rencana intervensi
Istirahatkan pasien pada saat nyeri Istirahat secara fisiologis akan
muncul menurunkan kebutuhan oksigen
yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme basal
Atur posisi semifowler Posisi ini mengurangi tegangan pada
insisi dan organ abdomen yang
membantu mengurangi nyeri
Dorong ambulasi dini Meningkatkan normalisasi fungsi
organ (merangsang peristaltik dan
flatus) dan menurunkan
ketidaknyamanan abdomen
Beri oksigen nasal Pada fase nyeri hebat skala nyeri 3
(0-4), pemberian oksigen nasal 3
liter/menit dapat meningkatkan
intake oksigen sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia pada intestinal

Ajarkan teknik distraksi pada saat Distraksi (pengalihan perhatian)


nyeri dapat menurunkan stimulus internal
Manajemen lingkungan tenang, Lingkungan tenang akan
batasi pengunjung dan istirahatkan menurunkan stimulus nyeri
pasien eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi oksigen
ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang
berada di ruangan. Istirahat akan
menurunkan kebutuhan oksigen
jaringan perifer
Lakukan manajemen sentuhan Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan
psikologis dapat membantu
menurunkan nyeri.
Tingkatkan pengetahuan tentang : Pengetahuan yang akan dirasakan
sebab-sebab nyeri dan membantu mengurangi nyerinya dan
menghubungkan berapa lama nyeri dapat membantu mengembangkan
akan berlangsung kepatuhan pasien terhadap rencana
terapeutik
Kolaborasi dengan tim medis Analgetik memblok lintasan nyeri
pemberian anelgetik sehingga nyeri akan berkurang

2. Resiko infeksi b.d luka post operasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam tidak
terjadi infeksi
Kriteria hasil :
a. Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar
b. Bebas dari tanda-tanda infeksi

Intervensi Rasional
Awasi tanda-tanda vital. Dugaan adanya infeksi/terjadinya
sepsis, abses, peritonitis
Lakukan pencucian tangan yang Menurunkan risiko penurunan
baik dan perawatan luka yang bakteri
aseptic
Observasi keadaan luka dan insisi Memberikan deteksi dini terjadinya
proses infeksi dan pengawasan
penyembuhan peritonitis yang tidak
ada sebelumnya
Kolaborasi dengan pemberian Mungkin diberikan secara
antibiotik sesuai indikasi profilaktik atau menurunkan jumlah
organisme dan untuk menurunkan
penyebaran dan penyembuhan pada
rongga abdomen.

3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d inflamasi peritoneum dengan


cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
Kriteria hasil :
a. Membran mukosa lembab
b. Turgor kulit baik
c. Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
d. Tanda vital stabil
Intervensi Rasional
Awasi tekanan darah dan tanda vital Merupakan indikator secara dini
tentang hypovolemia.
Kaji turgor kulit, membran mukosa, Indikator keadekuatan sirkulasi
capilary refill perifer dan hidrasi seluler
Monitor masukan, pengeluaran dan Menurunnya output dan konsentrasi
catat warna urin/konsentrasi urine akan meningkatkan
kepekaa/endapan sebagai salah satu
kesan adanya dehidrasi dan
membutuhkan peningkatan cairan
Auskultasi bising usus dan catat Indicator kembalinya peristaltic,
kelancaran flatus kesiapan untuk pemasukan per oral
Berikan perawatan mulut sering Dehidrasi mengakibatkan bibir dan
mulut kering dan pecah-pecah
Berikan cairan IV dan elektrolit Peritoneum bereaksi terhadap
iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlaah besar cairan yang dapat
menurunkan sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia.
Dehidrasi dan dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit.
BAB II : RESUME ASKEP
A. Pengkajian
Biodata
1. Identitas
Nama : Ny. A
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Suku bangsa : Jawa
Register :-
Diagnosa medis : post op Appendiks
Tanggal masuk : 1 Januari 2018, jam 15.00

Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Ny. A mengeluh nyeri perut kanan bawah selama 5 hari, badan greges dan
lemas.
2. Riwayat penyakit sekarang
Nyeri perut kanan bawah, lemas dan nafsu makan turun.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga Ny. A pada nenek mempunyai usus buntu dan ibu DM.

Pengkajian fokus
1. Pola oksigenasi
Sebelum sakit : Ny. A mengatakan dapat bernapas normal tanpa alat bantu
Saat dikaji : Ny. A bernafas normal tanpa alat bantu.
2. Nutrisi
Sebelum sakit : sebelum sakit makan masih normal, sehari 3 kali
Setelah sakit : Ny. A makan sebanyak 3 sendok, minum sehari 1 gelas.
3. Pola eleminasi
Sebelum sakit : Ny. A mengatakan BAB 2-3 hari 1 kali dengan bantuan
pencahar, BAK 4-5 kali banyaknya ±1200 ml/hari
Saat sakit : Pasien belum bisa BAB, BAK sulit.
4. Pola aktivitas
Sebelum sakit : Ny. A dapat beraktivitas mandiri
Saat sakit : Pasien dibantu keluarga untuk beraktifitas
5. Rasa aman dan nyaman
Sebelum sakit : Ny. A mengatakan nyaman di rumah
Saat dikaji : Pasien tidak nyaman karena nyeri pada perut bagian
bawah.
P : Ny. A mengatakan nyeri pada saat bergerak.
Q : pasien mengatakan nyeri seperti cenut-cenut.
R : pasien mengatakan nyeri dibagian perut kanan bawah.
S : skala nyeri 4
T : pasien mengatakan nyeri terusan

Pemeriksaan fisik
1. Kepala : bentuk simetris, rambut warna hitam dan sedikit ada uban,
tidak ada jejas
2. Mata : konjungtiva anemis, reflek cahaya
3. Hidung : hidung bersih, tidak terpasang oksigenasi
4. Telinga : tidak ada serumen, fungsi pendengaran baik
5. Mulut : tidak bau mulut, bibir lembab
6. Leher : tidak ada pembenjolan thyroid
7. Dada
a. Paru :
Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak menggunakan otot bantu nafas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada dada
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikular pada kedua paru
b. Jantung
Inspeksi : tidak terlihat iktitus cordis
Palpasi : filthkus cordis ada di intercosta
Perkusi : redup
Auskultasi : terdengar s1 dan s2
c. Abdomen
Inspeksi : ada bekas luka operas panjang 10 cm dengan hecting 12,
keadaan balutan baik tanda-tanda infeksi tidak ada dan turgor kulit
kering.
Auskultasi : bising usus lebih dari 30 x/menit
Palpasi :-
Perkusi : timpani

Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Hasil :
Nama test Hasil Satuan Nilai rujukan
HEMATOLOGI
Darah lengkap :
Hemoglobin L 11,0 g/dL 11,7-15,5
Lekosit 7200 /mm3 3600-11000
Hematokrit 31,8 % 35-45
Trombosit 164000 /mm3 150000-
440000
Eritrosit 3,14 Juta/uL 3,8-5,2
LED - % 0-20
Index eritrosit
MCV 101,0 fl 80-100
MCH 35,1 pg 26-34
MCHC 34,7 g/dL 32-36
RDW 11,7 %
MPV 9,3 Fl 7,0-11,0
Hitung jenis (diff)
Eosinofil 1,1 % 2-4
Basofil 0,2 % 0-1
Neutrofil 68,3 % 50-70
Limfosit 23,2 % 25-40
Monosit 7,2 % 2-8
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 91 Mg/dL 75-140
ELEKTROLIT
Kalium 3,9 mEq/L 3,5-5,0
Natrium 143 mEq/L 135-147
Chloride 104 mEq/L 95-105
Calcium 9,0 Mg/dL 8,8-10,2
Analisa data
Data (DS dan DO) Problem Etiologi
DS : pasien Nyeri Apendiks
mengatakan nyeri
pada perut bagian
bawah Apendektomi
DO : gelisah
Susah tidur
Skala nyeri 4 Pasca operasi
P : nyeri pada
saat bergerak
Q : nyeri cenut- Kerusakan jaringan
cenut pasca bedah
R : nyeri di perut
bagian bawah
S : skala nyeri 4 Nyeri
T : nyeri terusan
DS :- Resiko infeksi Tindakan pembedahan
DO : tampak ada luka
insisi di perut kuadran Terputusnya
kanan bawah kontinuitas jaringan

Berkurangnya fungsi
kulit sebagai proteksi

Kemungkinan masuk
mikroorganisme ke
tubuh

Resiko infeksi
DS: pasien Resiko kekurangan Apendisitis
mengatakan minum cairan
sehari segelas,
mengeluh lemah dan Apendektomi
mengatakan haus
DO: mukosa mulut
terlihat kering, output Pembatasan intake
urine 300 ml selama
cairan
24 jam

Resiko kurang volume


cairan
4)Diagnosa keperawatan
a. Nyeri b.d adanya inflamasi, kerusakan jaringan pasca bedah
b. Resiko infeksi b.d luka post operasi
c. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d inflamasi peritoneum
dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca
operasi

5) Intervensi rasional
No. Waktu Tujuan &
Rencana Rasional
Dx (tanggal/jam) kriteria hasil
3 Januari Setelah a. Pantau TTV a. Untuk
2018, jam
dilakukan b. Kaji respon memantau
15.00 WIB
tindakan nyeri dengan tekanan darah,
keperawatan PQRST suhu, SpO2
2x24 jam c. Atur posisi b. Untuk
diharapkan semifowler menentukan
nyeri berkurang d. Ajarkan teknik rencana
dengan distraksi pada intervensi
Kriteria hasil saat nyeri c. Untuk

1 1. Mampu e. Kolaborasi mengurangi


mengontrol dengan tim tegangan pada
nyeri medis insisi dan organ
(mampu pemberian abdomen yang
menggunak analgetik membantu
an teknik mengurangi
non nyeri
farmakologi d. Untuk
s). menurunkan
2. Melaporkan intensitas nyeri
nyeri e. Untuk
berkurang mengurangi
3. Menyatakan rasa nyeri
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang.
2. Setelah 1. Awasi tanda- 1. Dugaan adanya
dilakukan tanda vital. infeksi/terjadin
tindakan 2. Lakukan ya sepsis,
keperawatan pencucian abses,
2x24 jam tidak tangan yang peritonitis
terjadi infeksi baik dan 2. Menurunkan
dengan kriteria: perawatan luka risiko
Meningkatkan yang aseptic penurunan
penyembuhan 3. Observasi bakteri
luka dengan keadaan luka 3. Memberikan
benar dan insisi. deteksi dini
- Bebas dari 4. Kolaborasi terjadinya
tanda-tanda dengan proses infeksi
infeksi pemberian dan
antibiotik pengawasan
sesuai indikasi penyembuhan
peritonitis yang
tidak ada
sebelumnya
4. Mungkin
diberikan
secara
profilaktik atau
menurunkan
jumlah
organisme dan
untuk
menurunkan
penyebaran dan
penyembuhan
pada rongga
abdomen.
3. 1. Awasi tekanan 1. Merupakan
darah dan tanda indikator secara
vital dini tentang
hypovolemia
2. Kaji turgor 2. Indikator
kulit, membran keadekuatan
mukosa, sirkulasi perifer
capilary refill dan hidrasi seluler

3. Monitor 3. Menurunnya
masukan, output dan
pengeluaran konsentrasi urine
dan catat akan meningkatkan
warna kepekaa/endapan
urin/konsentra sebagai salah satu
si kesan adanya
dehidrasi dan
membutuhkan
peningkatan cairan

4. Auskultasi 4. Indicator
bising usus dan kembalinya
catat kelancaran peristaltic,
flatus kesiapan untuk
pemasukan per
oral
5. Berikan 5. Dehidrasi
perawatan mulut mengakibatkan
sering bibir dan mulut
kering dan
pecah-pecah
6. Berikan cairan 6. Peritoneum
IV dan elektrolit bereaksi
terhadap
iritasi/infeksi
dengan
menghasilkan
sejumlaah besar
cairan yang
dapat
menurunkan
sirkulasi darah,
mengakibatkan
hipovolemia.
Dehidrasi dan
dapat terjadi
ketidakseimban
gan elektrolit.

6) Implementasi
No. Dx Waktu Tindakan Respon pasien TT
(tanggal/jam)
3 Januari 1. Mengkaji skala 1. Pasien
2018, jam nyeri 1-10 (lokasi, mengatakan nyeri
16.00 WIB durasi, kualitas berkurang skala
dan faktor nyeri menjadi
presipitasi dan ringan.
pemeriksaan 2. Pasien dapat
PQRST). melakukan teknik
2. Mengajarkan nafas dalam
1 teknik nafas 3. Tanda-tanda
dalam vital normal (TD,
3. Mengobservasi Nadi, suhu dalam
TTV rentang normal).
4. pemberian
obat analgetik
1. Nyeri
3 Januari 1. Mengkaji berkurang
2018, jam tingkat nyeri 2. Pasien bisa
17.30 WIB 2. Mengevaluasi melakukan
teknik nafas 3. Untuk
dalam mengurangi
3. Pemberian nyeri
obat
farmakologi

4 Januari 1. Monitoring 1. Tanda-


2018, jam TTV tanda vital
10.00 2. Mengobservasi dalam
keadaan luka rentang
balutan normal
3. Mengkaji (TD, suhu
tanda-tanda dan nadi).
infeksi 2. Pasien
dapat
melakukan
secara
mandiri dan
nyeri
berkurang
3. Tampak
luka insisi
dibalut
dengan
verban,
balutan
tampak
kering
4. Udema (-),
Pus (-),
eritema (-)

1. Merupakan
1. Awasi tekanan
indikator secara
darah dan tanda
dini tentang
vital
hypovolemia
2. Kaji turgor
2. Indikator
kulit, membran
keadekuatan
mukosa, capilary
sirkulasi perifer
refill
dan hidrasi seluler
3.Monitor
3. Menurunnya
masukan,
output dan
pengeluaran dan
konsentrasi urine
catat warna
akan
urin/konsentrasi
meningkatkan
kepekaa/endapan
sebagai salah satu
kesan adanya
dehidrasi dan
membutuhkan
peningkatan cairan

4.Indicator
4. Auskultasi
kembalinya
bising usus
peristaltic,
dan catat
kesiapan untuk
kelancaran
pemasukan per
flatus
oral

5. Dehidrasi
5. Berikan
mengakibatkan
perawatan
bibir dan mulut
mulut sering
kering dan
pecah-pecah
6. Berikan cairan
6. Peritoneum
IV dan elektrolit
bereaksi
terhadap
iritasi/infeksi
dengan
menghasilkan
sejumlaah
besar cairan
yang dapat
menurunkan
sirkulasi darah,
mengakibatkan
hipovolemia.
Dehidrasi dan
dapat terjadi
ketidakseimba
ngan elektrolit.

7) Evaluasi
No. Dx Waktu Evaluasi TT
(tanggal/jam)
1 3 Januari 2018, S : pasien
jam 16.00 mengatakan nyeri
berkurang
O : lebih tenang,
skala nyeri 4
A : melanjutkan
intervensi
P : masalah
teratasi sebagian
4 Januari 2018, S : Pasien
jam 10.00 mengatakan
sudah bisa
melakukan nafas
dalam secara
mandiri dan nyeri
berkurang.
O : Lebih rileks,
skala nyeri 2
A : Melanjutkan
Intervensi
P : Masalah
tertasi sebagian
2. S:-
O : Tidak tampak
adanya tanda-
tanda infeksi
A : masalah
teratasi
P : melanjutkan
intervensi
3. S : pasien
mnegatakan
lemas berkurang
O : bibir mukosa
pasien terlihat
lembab
A : masalah
teratasi
P : lanjutkan
intervensi
Daftar Pustaka
Abata, Qorry ‘Aina. (2014). Ilmu Penyakit Dalam. Madiun : Yayasan PP Al-
Furqon.
Brunner. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner&Suddarth. Alih
bahasa, Devi Yulianti. E.d.12. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku :Patofisiologi. Alih bahasa, Nike
Budhi Subekti. Ed.3. Jakarta : EGC
Dermawan, Deden & Tutik Rahayuningsih. (2010). Keperawatan Medikal
Bedah (Sistem Pencernaan). Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Ester, Monica. (2001). Keperawatan Medikal Bedah : Pendekatan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif & Kumala sari. (2013). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2 . Jakarta : EGC

S-ar putea să vă placă și