Sunteți pe pagina 1din 25

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MASALAH

PSIKOSOSIAL: KEHILANGAN DAN BERDUKA

oleh:

Kelompok 8

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN MASALAH
PSIKOSOSIAL: KEHILANGAN DAN BERDUKA

MAKALAH

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Kerawatan Jiwa dengan dosen
pengampu:Ns. Emi WuriWuryaningsih, M.Kep.,Sp.Kep.J

oleh:
KELOMPOK 8

Fitri Aditya Sari 142310101104


Septyana Mila Arifin 142310101104
Meilynda E.W 162310101210

M. Rizqon Ni’amullah 162310101236

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB.1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada sesuatu yang dulunya ada (Wilkinson,2005).
Sedangkan menurut Stuart (2005) kehilangan adalah suatu keadaan individu
mengalami kehilangan sesuatu yang sebelumnya ada dan dimiliki. Kehilangan
merupaka sesuatu yang sulit di hindari.
Berduka adalah reaksi terhadap kehilangan dimana respons emosional
normal dan merupakan suatu proses untuk memecahkan masalah. Duka cita
merupakan suatu proses kompleks yang normal meliputi respons dan perilaku
emosional fisik, spiritual dan intelektual ketika individu, keluarga, dan
komunitas memasukkan kehilangan yang aktual, adaptif, atau dipersepsikan
ke dalam kehidupan mereka sehari-hari (NANDA,2015).
Kehilangan dan kematian merupakan realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan, dimana sebagian besar perawat berinteraksi
dengan pasien dan keluarga yang mengalami kehilanga dan duka cita. Sangat
penting bagi perawat dalam memahami kehilangan dan duka cita. Dalam
merawat passien dan keluarga , perawat juga dapat merasakan kehilangan
pribadi ketika hubungan antara pasien, keluarga, perawat berakhir dengan
perpindahan, pemulangan, penyembuhan ataupun kematian. Perasaan pribadi,
nilai, serta pengalaman pribadi yang di rasakan tersebut mempengruhi
seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian atau berduka.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memahami Asuhan Keperawatan pada klien dengan masalah psikososial:
kehilangan dan berduka
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian kehilangan dan berduka
b. Mengetahui psikopatologi kehilangan dan berduka
c. Mengetahui diagnosa keperawatan untuk kehilangan dan berduka
d. Untuk mengetahui penatalaksanaan keperawatan dengan masalah
kehilangan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Menurut Stuart (2005) kehilangan adalah suatu keadaan individu mengalami
kehilangan sesuatu yang sebelumnya ada dan dimiliki. Kehilangan merupakan
sesuatu yang sulit di hindari . seperti kehilangan harta, kesempatan kesehatan
bahkan orang yang sangat disayangi.
Berduka merupakan respon emosi reaksi terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan dengan perasaan sedih, gelisah, takut, cemas, susah tidur, serta
respon emosional normal dan merupakan suatu proses untuk memecahkan
masalah. Selain itu berduka ini merupakan hal yang normal bagi setiap individu
yang baru mengalami kehilangan. Setiap individu harus diberikan kesempatan
untuk menemukan koping yang efektif untuk memecahkan masalah untuk melalui
proses berduka sehingga ia dapat lebih mampu menerima kenyataan. Kehilangan
menurut NANDA dikategorikan dengan dua tipe yaitu berduka diantisipasi dan
berduka disfungsional.
Respon dan gejala klien yang berduka antara lain:
a. Respon kognitif
Gejala berupa gangguan asumsi dan keyakinan, menemukan makna
kehilangan, berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
b. Respon emosional
Gejala berupa marah, sedih, cemas, benci, perasaan mati rasa, depresi,
penderitaan dan kesepian yang berat, putus asa, dan muncul rasa percaya diri
dan mandiri
c. Respon spiritual
Gejala berupa kecewa dan marah kepada Tuhan, tidak memiliki harapan dan
kehilangan makna
d. Respon perilaku
Gejala berupa menangis dengan berteriak atau tidak terkontrol, gelisah,
perilaku mencari, mennyimpan benda kenangan, menyalahgunakan obat atau
upaya bunuh diri, mencari aktivitas dan relfleksi personal.
e. Respon fisiologis
Gejala berupa sakit kepala, insomnia, BB turun, tidak nafsu makan, lemas,
perubahan sistem imun dan gangguan pencernaan.
2.2 Karakteristik berduka
a. Berduka menunjukkan suatu reaksi syok dan ketidakyakinan
b. Berduka menunjjukan perasaan sedih dan hampa bila mengingat kembali
kejadian kehilangan
c. Berduka menunjukkan perasaan tidak nyaman , sering disertai menangis ,
keluhan sesak pada dada, tercekik dan fas pendek.
d. Mengenang orang yang telah pergi secara terus menerus
e. Mengalami perasaan berduka
f. Mudah tersinggung dan marah
2.3 Rentang respon emosi
a. Adaptif
1.) Menangis, menjerit, menyangkal, menyalahkan diri sendiri, menawar,
bertanya-tanya.
2.) Membuat rencana untuk yang akan datang
3.) Berani terbuka tentang kehilangan
b. Maladaptif
1.) Diam/ tidak menangis
2.) Menyalahkan diri berkempanjangan
3.) Rendah diri
4.) Mengasingkan diri
5.) Tak bermiat hidup
2.4 Tahap proses kehilangan dan berduka
2.4.1 Fase akut
a. Fase Akut (4-8 minggu setelah kematian)
1.) Syok dan tidak percaya
Respons awal berupa penyangkalan, secara emosional tidak dapat menerima
pedihnya kehilangan, akan tetai proses ini sesungguhnya memang dibutuhkan
untuk menoleransi ketidakmampuan menghadapi kepedihan dan secara perlahan
untuk menerima kenyataan kematian
2.) Perkembangan kesadaran
Gejala yang muncul adalah kemarahan dengan menyalahkan orang lain ,
perasaan bersalah dengan menyalahkan diri sendiri melalui berbagai cara, dan
menangis untuk menurunkan tekanan dalam perasaan yang dalam
3) Restitusi
Merupakan proses yang frormal dan ritual bersama teman dan keluarga
membantu menurunkan sisa perasaan tidak menerima kenyataan kehilangan
2.4.2 Fase Jangka Panjang
a. Berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih lama
b. Reaksi berduka yang tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang
tersembunyi dan termanifestasi dalam berbagai gejala fisik. Pada
beberapa individu berkembang menjaddi keinginan bunuh diri,
sedangkan yang lainnya mengabaikan diri dengan menolak makan dan
menggunakan alkohol.

2.5 Psikopatologi

a. Tahapan proses berduka :

1.) Fase Awal

Pada fase awal seseorang menunnjukkkan reaksi syok, tidak yakin, tidak
percaya , perasaan dingin , perasaan kebal, dan bingung. Perasaan tersebut
berlangsung selama beberapa hari , kemudian individu kembali pada perasaan
berduka berlebihan. Selanjutnya individu merassa konflik dan
mengekspresikannya dengan menangis dan ketakutan. Fase ini akan
berlangsung selama beberapa minggu

2.) Fase Pertengahan


Fase ini dimulai pada minggu ketiga yang ditandai dengan adanya perilaku
obsesif . sebuah perilaku yang terus mengulang-ulang peristiwa kehilangan
yang terjadi.

3.) Fase Pemulihan


Fase pemulihan ini dialami setelah tahun pertama kehhilangan. Individu
memutuskan untuk tidak mengenang masa lalu dan memilih untuk melanjutkan
kehidupannya. Pada fase ini individu sudah dapat memulai berpartisipasi
kembali dalam kegiatan sosial

b.Tahapan proses Kehilangan

1.) Penyangkalan (denial)

Reaksi awal seorang individu ketika mengalami kehilangan adalah tidak


percaya, syok, diam, terpaku, gelisah, bingung, mengingkari kenyataan,
mengisolasi diri terhadap kenyataan, serta berperilaku seperti tidak terjadi apa-apa
dan pura-pura senang. Manifestasi yang mungkin muncul antara lain sebagai
berikut.
1. “Tidak, tidak mungkin terjadi padaku.”
2. Fisik ditunjukkan dengan otot-otot lemas, tremor, menarik napas dalam,
panas/dingin dan kulit lembap, berkeringat banyak, anoreksia, serta merasa
tak nyaman.
3. Penyangkalan merupakan pertahanan sementara atau mekanisme pertahanan
(defense mechanism) terhadap rasa cemas.
4. Pasien perlu waktu beradaptasi.
5. Pasien secara bertahap akan meninggalkan penyangkalannya dan menggunakan
pertahanan yang tidak radikal.
7. Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang berkaitan dengan
kematian, tapi tidak demikian dengan emosional.
Suatu contoh kasus, saat seseorang mengalami kehilangan akibat kematian
orang yang dicintai seperti oang tua. Pada tahap ini biasanya individu akan
beranggapan bahwa orang yang dicintainya masih hidup, sehingga sering
berhalusinasi melihat atau mendengar suara seperti biasanya. Secara fisik akan
tampak letih, lemah, pucat, sesak napas, menangis, dan gelisah. Tahap ini
membutuhkan waktu yang panjang, beberapa menit sampai beberapa tahun
setelah kehilangan.

2.) Marah (anger)

Tahap kedua seseorang akan mulai menyadari tentang kenyataan kehilangan.


Perasaan marah yang timbul terus meningkat, yang diproyeksikan kepada orang
lain atau benda di sekitarnya. Reaksi fisik menunjukkan wajah memerah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, dan tangan mengepal. Respons pasien dapat
mengalami hal seperti berikut.

a. Emosional tak terkontrol.

“Apa salah saya sehingga Tuhan menghukum saya seperti ini?”

b. Kemarahan terjadi pada Sang Pencipta, yang diproyeksikan terhadap orang


atau lingkungan.

c. Kadang pasien menjadi sangat rewel dan mengkritik.

“ Dasar perawat tidak becus!”

d. Tahap marah sangat sulit dihadapi pasien dan sangat sulit diatasi dari sisi
pandang keluarga dan staf rumah sakit.

e. Perlu diingat bahwa bila pasien marah untuk mengutarakan perasaan


merupakan hal yang wajar karena hal itu akan mengurangi tekanan emosi dan
menurunkan stres.
3.) Penawaran (bergaining)

Setelah perasaan marah dapat tersalurkan, individu akan memasuki tahap


tawar-menawar. Ungkapan yang sering diucapkan adalah “....seandainya saya
tidak melakukan hal tersebut.. mungkin semua tidak akan terjadi ......” respon
individu tersebut seperti merasa bersalah atau menyalahkan diri sendiri atas apa
yang telah terjadi.

Namun pasien juga berupaya membuat perjanjian pada Tuhan. Hampir semua
tawar-menawar dibuat dengan Tuhan dan biasanya dirahasiakan atau diungkapkan
secara tersirat atau diungkapkan ketika sedang beribadah. Kemudian pasien mulai
dapat memecahkan masalah dengan berdoa, menyesali perbuatannya, dan
menangis mencari pendapat orang lain.

4.) Depresi (depression)

Tahap depresi merupakan tahap diam pada fase kehilangan. Pasien sadar akan
penyakitnya yang sebenarnya tidak dapat ditunda lagi. Individu menarik diri, tidak
mau berbicara dengan orang lain, dan tampak putus asa. Secara fisik, individu
menolak makan, susah tidur, letih, dan penurunan libido.

Fokus pikiran ditujukan pada orang-orang yang dicintai, misalnya “Apa yang
terjadi pada anak-anak bila saya tidak ada?” atau “Dapatkah keluarga saya
mengatasi permasalahannya tanpa kehadiran saya?”
Depresi adalah tahap menuju orientasi realitas yang merupakan tahap yang
penting dan bermanfaat agar pasien dapat meninggal dalam tahap penerimaan dan
damai. Tahap penerimaan terjadi hanya pada pasien yang dapat mengatasi
kesedihan dan kegelisahannya.

5.) penerimaan (acceptance)

Penerimaan terhadap kenyataan terhadap kehilangan mulai disadari dan mulai


melepas suatu yang hilang tersebut secara bertahap.ada juga individu yang
mengatasinya dengan cara mengalhikan terhadap sesuatu hal yang baru. Individu
akan mengatakan ” saya syangat menyayangi ibu saya, namun sekrang ia lebh
bahagia disana dan tidak akan merasakan sakit lagi seperti yang dirasaka saat
masih di dunia”

Seorang individu yang telah mencapai tahap penerimaan akan mengakhiri


proses berdukanya dengan baik. Jika individu tetap berada di satu tahap dalam
waktu yang sangat lama dan tidak mencapai tahap penerimaan, disitulah awal
terjadinya gangguan jiwa. Suatu saat apabila terjadi kehilangan kembali, maka
akan sulit bagi individu untuk mencapai tahap penerimaan dan kemungkinan akan
menjadi sebuah proses yang disfungsional.

2.5 Penatalaksanaan Medis

Terapi Medis:

a. Psikoterapi
a) Terapi afektif
b) Terapi psikologis
c) Terapi kognitif
Pedekatan berorientasi realitas lebih efektif dibandingkan interpretasi
bawah sadar.
d) Terapi perilaku digunakan untuk mengendalikan ledakan kemarahan
dan untuk menurunkan kepekaan terhadap kritik dan penolakan.
b. Farmakoterapi
a) Antipsikotik untuk mengendalikan kemarahan, permusuhan dan episode
psikotik singkat.
b) Antidepresan untuk memperbaiki mood yang terdepresi.
c) Benzodiazepine (alprazolan) membantu kecemasan dan depresi.
d) Antikonvulsan (carbamazepine) dapat meningkatkan fungsi global.
e) MAOI efektif dalam memodulasi perilku impulsive.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus

Seorang ibu rumah tangga bernama Ny. X berusia 50 tahun yang juga berprofesi
sebagai penjual nasi bungkus yang hanya lulusan pendidikan sekolah dasar baru
saja kehilangan suaminya yang berprofesi sebagai sopir bus yang berusia 52 tahun
akibat kecelakaan dua hari yang lalu. Klien menunjukkan tanda-tanda masalah
psikosial yang berlebihan akibat kehilangan tersebut. Klien belum siap dengan
kenyataan bahwa ia harus berpisah dengan suaminya. Klien mengurung diri, tidak
mau makan dan terus menangis. Akibat tidak mau makan tersebut klien terlihat
lemas. Menurut keluarga, klien sering melamun dan mengaku merindukan sosok
suaminya . klien juga mengaku bahwa ia susah tidur karena sering memikirkan
suaminya. Ketiga anaknya sudah berusaha menenangkan klien tetapi belum
berhasil. Nadi 80x/mnt, TD 120/80 mmHg, Suhu 370C, dan RR 24x/mnt.
1. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Tn. S No. RM : 154045

Umur : 50 tahun Pekerjaan : penjual nasi

Jenis : Perempuan Status Perkawinan : Kawin


Kelamin

Agama : Islam Tanggal MRS : 06 Maret 2018

pukul 19.35 WIB

Pendidikan : Sekolah Dasar Tgl Pengkajian : 07 Maret 2018


2017

pukul 07.00 WIB

Alamat : Dsn Krajan Sumber Informasi : Klien, keluarga


Plalangan – Kalisat klien dan
Rekam
Medis
2. Diagnosa Medis dan Diagnosa Keperawatan

1. Diagnosa medis : F60.2 Gangguan Keperibadian Dissosial


F06.3 Gangguan Emosional Tidak stabil
2. Diagnosa Keperawatan :

a. TABEL DIAGNOSA

TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH PARAF

24 7 Januari 2018 pukul DO: Duka cita Duka cita


 Klien belum siap
07.00 WIB
kehilangan dan
Mey
berpisah dengan Kematian orang
(Ns.
suaminya terdekat
Meilynda)
 Klien sering
mengurung diri
 Klien tidak mau Distres psikologis
makan dan terus
menangis.
Gangguan pola tidur
DS:
 Keluarga
mengatakan bahwa
klien sering
melamun dan
mengaku
merindukan sosok
suaminya.
 Klien berkata
bahwa ia susah
untuk tidur karena
sering memikirkan
suaminya
7 Januari 2018 pukul
07.00 WIB
DO: Duka cita terganggu Duka cita terganggu
Mey
 Keadaan umum :
.
lemas (Ns. Meilynda)
Kematian orang
 Klien belum siap
terdekat
kehilangan dan
berpisah dengan
suaminya Distres perpisahanan
 Klien sering
mengurung diri
 Klien tidak mau
makan dan terus
menangis.

DS:

 Keluarga
mengatakan bahwa
klien sering
melamun dan
mengaku
merindukan sosok
suaminya.
Penegakan diagnosa

1. duka cita b.d kematian orang terdekat d.d klien sering mengurung diri, klien tidak mau makan dan terus menangis serta klien
berkata ia susah untuk tidur karena sering memikirkan suaminya.

2. duka cita terganggu b.d kematian orang terdekat d.d klien lemas, klien sering mengurung diri, klien tidak mau makan dan terus
menangis serta kelurga pasien mengatakan bahwa klien sering melamun dan mengaku merindukan sosok suaminya.
3. Intervensi

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Duka Cita NOC NIC
 Ketahanan keluarga  Fasilitasi berduka
Tujuan: Klien dapat menuntaskan Duka 1.Identifikasi jenis mekanisme koping keluarga
cita dengan kriteia hasil 2. mendengar aktif
1. Keberhasilan koping 3. Dukung keterlibatan keluarga dengan cara yang tepat
2. Koping keluarga 4. dukungan spiritual
3. Daya tahan keluarga
2. Dukacita NOC NIC
terganggu  Tingkat Depresi Konseling
Tujuan : Klien dapat memahami Individu
hubungan anatar kehilangan yang dialami 5.Bangun hubungan terapeutik yang didasarkan pada rasa saling
dengan keadaan dirinya dengan kriteria percaya dan saling menghormati
hasil : 6.Tunjukkan empati, kehangatan dan ketulusan
a. Klien tidak mengalami depresi 7.Sediakan informasi factual yang tepat sesuia dengan kebutuhan
b. Klien mengatakan tidak lagi merasa 8.Bantu pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dan menguatkan
bersalah yang berlebihan hal tersebut
c. Klien tidak tampak bersedih

4. TABEL IMPLEMENTASI

NO TANGGAL DAN JAM IMPLEMENTASI PARAF


1. 07 Maret 2018
pukul 09.00 WIB Mendengarkan aktif tentang perasaan yang dialami pasien
Mey
(Ns. Meilynda)
2. 07 Maret 2018
- pukul 09.30 WIB - Mengidentifikasi jenis mekanisme koping keluarga
Mey
- pukul 09.40 WIB - Mendukung keterlibatan keluarga dengan cara yang tepat
(Ns. Meilynda)
3. 07 Maret 2018
pukul 12.00 WIB
Memberi dukungan spiritual (membantu pasien dalam beribadah)
Mey
(Ns. Meilynda)
4. 07 Maret 2018
pukul 15.00 WIB
Membantu pasien untuk mengidentifikasi kekuatan dan menguatkan
hal tersebut
Mey
(Ns. Meilynda)
5. 07 Maret 2018
- Pukul 15.15 WIB
-Sediakan informasi factual yang tepat sesuia dengan kebutuhan
- Membangun hubungan terapeutik yang didasarkan pada rasa saling
Mey
percaya dan saling menghormati
(Ns. Meilynda)
-Menunjukkan empati, kehangatan dan ketulusan.

5. TABEL EVALUASI

NO DX TANGGAL DAN JAM EVALUASI PARAF


1. 07 Maret 2018
pukul 18.30 WIB
S: keluarga pasien mengatakan, bahwa klien sering melamun
dan mengaku merindukan sosok suaminya.
MEY
O: pasien masih terlihat sering mengurung diri
(Ns. Meilynda)
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1-4
2. 24 Januari 2017 pukul 21.10
WIB
S: keluarga pasien mengatakan pasien sulit tidur
O:pasien sulit dan masih melamun namun sudah tidak terlalu
MEY
sering menangis
(Ns. Meilynda)
A: masalah belum teratasi
P:lanjutkan intervensi 4-8
BAB.4 PENUTUP

4.1 Simpulan

Kehilangan adalah suatu kondisi yang sejatinya dapat dialami oleh


individu jika dalam hidupnya terjadi perubahan seperti berpisah yang sebelumnya
ada baik sebagian ataupun keseluruhanBerduka merupakan respon dari kehilangan
tersebut. Pengalaman emosional mengakibatkan efek-efek yang mempengaruhi
proses berduka.

Kita sebagai perawat tentunya harus melaksanakan asuhan keperawatan


klien yang mengalami masalah berduka. Kita dapat mengajari klien tntang realita
hubungan, menerima sakitnya rasa duka dan penyesuaian diri terhadap
lingkungan.

4.2 Saran

Diharapkan perawat dapat memahami dan mengetahui asuhan


keperawatan kehilangan dan berduka dengan banyak banyak mencari info agar
dapat mempraktekkan kepada klien yang mengalami masalah kehilangan dan
berduka. Kemudian untuk masyarakat, masyarakat perlu mengetahui bahwa setiap
manusia pasti akan mengalami kehilangan. Dengan begini masyarakat seharusnya
tidak mengalami berduka yang berkepanjangan yang tentunya dapat menganggu
aktifitas sehari-hari dan kesehatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. Mc. Closkey. 2012.
Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa: Mosby
Elsavier

Herdman, T. Heather. (2015). NANDA Internasional Inc. nursing diagnoses:


definitions & classification 2015-2017 Ed. 10. Jakarta: EGC

Stuart,G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of psychiatric


nursing. (7th edition). St Louis: Mosby

Yusuf, Ah. Fitryasari,, Rizky dan Nihayati, Hanik endang. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan : Salemba medika
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. Mc. Closkey. 2012. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth
Edition. Iowa: Mosby Elsavier

Herdman, T. Heather. (2015). NANDA Internasional Inc. nursing diagnoses: definitions & classification 2015-2017 Ed. 10. Jakarta:
EGC

Stuart,G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of psychiatric nursing. (7th edition). St Louis: Mosby
Yusuf, Ah. Fitryasari,, Rizky dan Nihayati, Hanik endang. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan : Salemba
medika

S-ar putea să vă placă și