Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
DISUSUN OLEH :
Kelompok 3
ALFINA NORA
ANNISA ZAHRA
DARA JINGGA
DIAN RESTUTI
FADHILLAH ELKHUSNA
FAJAR ROMADAN
FEBRI MUTHIA
SHAFIRA HASANAH
TIKA YULASNI
YUMIKO PASTIKA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dispepsia adalah masalah saluran pencernaan dengan gejala yaitu nyeri abdomen
kuadran kanan bawah abdomen. Tanda lainnya yang ditemui adalah anoreksia hampir selalu
ditemui yaitu sekitar 95% dari pasien dan kemudian baru diikuti nyeri perut. Prevalensi penyakit
dispepsia beragam, sebagian besar penelitian menunjukkan, hampir 25 % orang dewasa
mengalami gejala dyspepsia pada suatu waktu dalam hidupnya. Suatu survey menyebutkan,
sekitar 30% orang yang berobat ke dokter umum disebabkan gangguan saluran cerna terutama
dyspepsia. Dan 40 – 50 % yang datang ke specialis disebabkan gangguan pencernaan, terutama
dyspepsia. Di Indonesia diperkirakan 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek
spesialis merupakan kasus dispepsia. Di Amerika, prevalensi dispepsia sekitar 25%, tidak
termasuk pasien dengan keluhan refluks. Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang
sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari
B. Tujuan
1. Mengetahui defenisi dari penyakit dipepsia
2. Mengetahui anatomi dan fisiologi dari penyakit dipepsia
3. Mengetahui etiologi dari penyakit dipepsia
4. Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit dipepsia
5. Mengetahui komplikasi dari penyakit dipepsia
6. Mengetahui patofisiologi dari penyakit dipepsia
7. Mengetahui woc dari penyakit dipepsia
8. Mengetahui pemerisaan penunjang dari penyakit dipepsia
9. Mengetahui penatalaksanaan non farmakologis dan farmakologis dari penyakit dipepsia
10. Mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit dipepsia
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti pencernaan.
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di
perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus
klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi
termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488). Pengertian dipepsia terbagi dua :
(Mansjoer Arif, 2001).
Dispepsia mengacu pada rasa kenyang yang tidak mengenyangkan sesudah makan, yang
berhubungan dengan mual, sendawa, nyeri ulu hati dan mungkin kram dan begah perut. Sering
kali diperberat oleh makanan yang berbumbu, berlemak atau makanan berserat tinggi, dan oleh
asupan kafein yang berlebihan, dispepsia tanpa kelainan lain menunjukkan adanya gangguan
fungsi pencernaan (Williams & Wilkins, 2011).
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati,
mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah
diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk
seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis
lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas lambung terdapat
cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter
kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter
esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi
lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia
dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk
kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik
isis usus halus kedalam lambung.
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia seliakum. Serabut-
serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di
daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung.
Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik
dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan limpa) terutama
berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempecabangkan cabang-cabang
yang mensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah
arteri gastroduodenalis dan arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan
sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi
arteria ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal
dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena porta.
Fisiologi
3. Etiologi
penyebab dari dispepsia antara lain menelan udara (aerofagi), regurgitasi (alir balik, refluks)
asam dari lambung, iritasi lambung (gastritis), ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis, kanker
lambung, peradangan kandung empedu (kolesistitis), intoleransi laktosa (ketidakmampuan
mencerna susu dan produknya, kelainan gerakan usus, kecemasan atau depresi, perubahan
pola makan dan pengaruh obat- obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yg
lama, alkohol nikotin rokok
4. Manifestasi Klinis
5. Komplikasi
a. Mal nutrisi
b. Dehidrasi
c. Syok bila perdarahan massif
6. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alcohol serta adanya kondisi kejiwaan stress, pemasukan makanan menjadi kurang
sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada
lambung akibat gesekan antara dinding lambung, kondisi demikian akan mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung
sehingga ransangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak
adekuat baik makanan maupun cairan
Gangguan fase kontraksi lambung proksimal terjadi setelah makan dan dirasakan oleh
pasien sebagai dispepsia fungsional. Hubungannya memang belum jelas tetapi mungkin
berkontribusi terhadap gejala pada sekelompok kecil pasien.
6. Hipersensitivitas lambung
Hiperalgesia terhadap distensi lambung berkorelasi dengan nyeri abdomen post prandial,
bersendawa dan penurunan berat badan. Walaupun disfungsi level neurologis yang terlibat
dalam hipersensitivitas lambung masih belum jelas.
Komponen afferen dari sistem syaraf otonomik mengirimkan informasi dari reseptor
sistem syaraf saluran cerna ke otak via jalur vagus dan spinal. Di dalam otak, informasi yang
masuk diproses dan dimodifikasi oleh fungsi afektif dan kognitif. Kemudian otak
mengembalikan informasi tersebut via jalur parasimpatik dan simpatik yang akan memodulasi
fungsi akomodasi, sekresi, motilitas dan imunologis.
10. Faktor psikososial
Korelasi dengan stress
Korelasi dengan hidup
Korelasi dengan kelainan psikiatri dan tipe kepribadian
Korelasi dengan kebiasaan mencari pertolongan kesehatan
DISPEPSIA
↑ Produksi HCL di
lambung
Mual
Perubahan pada
Ketidakseimban Nyeri kesehatan
gan nutrisi
kurang dari Muntah
kebutuhan Defisiensi
Nyeri b.d agen cedera pengetahuan
biologis
Kekurangan volume
cairan
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus,
dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
b. USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan
untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak
menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang
beratpun dapat dimanfaatkan
c. Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan.
Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian
atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
d. Tes Darah
Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan kelainan serius.
Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori menunjukkan ulkus peptikum namun
belum menyingkirkan keganasan saluran pencernaan.
e. Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi)
Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit epitellium Barret, dan
ulkus peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse untuk H.pylori (tes CLO).
Endoskopi adalah pemeriksaan terbaik masa kini untuk menyingkirkan kausa organik
pada pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan H. pylori merupakan pendekatan bermanfaat
pada penanganan kasus dispepsia baru. Pemeriksaan endoskopi diindikasikan terutama
pada pasien dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau pasien dengan
tanda alarm seperti penurunan berat badan, muntah, disfagia, atau perdarahan yang
diduga sangat mungkin terdapat penyakit struktural.
Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan kemungkinan
komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat GNJ, endoskopi
direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada evaluasi penderita dispepsia dan
sangat penting untuk dapat mengklasifikasikan keadaan pasien apakah dispepsia organik
atau fungsional. Dengan endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk mengetahui
keadaan patologis mukosa lambung.
9. Penatalaksanaan
b. Penatalaksanaan farmakologis
Sampai saat ini belum ada regiman pengobatan yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena proses patofisiologinya pun
masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70% kasus reponsif terhadap placebo.
Bila orang tersebut terinfeksi Helicobacter pylori di lapisan lambungnya, maka biasanya di
berikan bismuth subsalisilate dan antibiotik seperti amoxillin atau metronidazole
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya terjadi pada setiap usia dan jenis kelamin
b. Riwayat Kesehatan
Pengkajian Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Biasanya pasien merasa nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian
samping dada depan epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu makan, kembung,
rasa kenyang.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya terjadi karena adanya stress psikologis, riwayat minum-minuman
beralkohol dan pola makan yang tidak teratur.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasnaya terjadi karena keadaan emosional klien bisa terlalu stres, Sering nyeri
pada daerah epigastrium, klien sering mual dan muntah, klien mengalami
kelelahan.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita penyakit saluran
pencernaan
e. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Klien tampak kesakitan, berat badan menurun, kelemahan dan cemas,
2) Palpasi
Nyeri tekan daerah epigastrium, turgor kulit menurun karena pasien sering
muntah
3) Auskultasi
Peristaltik sangat lambat dan hampir tidak terdengar (<5x/menit)
4) Perkusi
Pekak karena meningkatnya produksi HCl lambung dan perdarahan akibat
perlukaan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cedera biologis
b. Kekurangan volume cairan b.d kekurangan cairan volume aktif
c. kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan mencerna
makanan
d. defisienssi pengetahaun b.d. kurang sumbe pengetahuan
e. Ansietas
3. Intervensi Keperawatan
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dispepsia mengacu pada rasa kenyang yang tidak mengenyangkan sesudah makan, yang
berhubungan dengan mual, sendawa, nyeri ulu hati dan mungkin kram dan begah perut. Sering
kali diperberat oleh makanan yang berbumbu, berlemak atau makanan berserat tinggi, dan oleh
asupan kafein yang berlebihan, dyspepsia tanpa kelainan lain menunjukkan adanya gangguan
fungsi pencernaan (Williams & Wilkins, 2011).
B. SARAN
1. Bagi institusi pelayanan kesehatan
yang konsisten dan sesuai dengan teori dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien, sehingga pasien akan mendapatkan perawatan yang holistik dan komprehensif.
Diharapkan agar dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang berkualitas dan
Arthur C, Guyton (2007) Buku ajar fisiologi kedokteran: Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Arif,Mansjoer (2001) Kapita selekta kedokteran. Edisi ke 3 jilid 2, Media Aesculapius, FKUI,
Jakarta.
Almatsier (2004) Perinsip Dasar Ilmu Gizi, Cetakan ke 4, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Brunner & Suddart (2002) Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 jakarta, EGC Inayah
lin, 2004, Asuhan Keperawatan pada klien dengan ganguan sistem pencernaan, edisi
pertama, Jakarta, Salemba Medika.
Dwijayanti dkk (2008) Asupan Natrium Dan Kalium Berhubungan dengan Prekuensi
Kekambuhan Sindrom Dispepsia Fungsional. Jurnal Gizi klinik Indonesia.
Doengoes, E. Marilyn (2000) Rencana Asuhan keperawatan edisi 3 Jakarta: EGC Haryono,
Rudi (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta. Hadi, S (2009)
Gastrointerologi. Bandung, P. P. Jakarta
Nugroho, Dr. Taufan (2011) Asuhan keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam.
Nuha Medika; Yogyakarta
Potter & Perry (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Proses dan
praktif. Jakarta: EGC
Saputra, dr. Lyndon (2009) Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Ciputat- Tanggerang
Sydoyono, Aru W. 2006.Buku ajar Ilmu penyakit dalam.Jakarta: FKUI Warpadji, Sarwono,
dkk (1996) Ilmu Penyakit Dalam, edisi 4, Jakarata, FKUI. Wilkinson, M Judith (2007) Buku
Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi