Sunteți pe pagina 1din 5

ANALISIS KUALITAS PERAIRAN TERHADAP KEBERADAAN PLANKTON

DAN BENTOS DI DANAU SILAIS KAMPUS BINA WIDYA UNIVERSITAS


RIAU

Adinar
1505112387

Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Riau, Pekanbaru, 28293


Corresponding e-mail adinar.adinar@student.unri.ac.id

ABSTRAK
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas peraidan Danau
Silais bedasarkan kehadiran biota hewan di kampus Universitas Riau. Metode yang
digunakan dalam percobaan ini adalah metode eksperimen dan observasi langsung.
Perairan yang dijadikan sampel yaitu Danau Silais di sampung LPPM Universitas Riau.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kualitas perairan pada perairan Danau Silais
Universitas Riau tergolong tidak optimum untuk mendukung keberadaan biota hewan.
Sehingga komunitas biota hewan tersebut menjadi rendah. Rendahnya keberadaan biota
hewan menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki kondisi yang belum baik.

Kata Kunci: Faktor fisika dan kimia, biota hewan, kualitas perairan

PENDAHULUAN
Kualitas air dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor fisika dan kimia
lingkungan serta faktor biologi (plankton dan benthos). Faktor fisika kimia meliputi suhu,
kecerahan suatu perairan, kelarutan oksigen dalam air dan pH. Suhu air dipengaruhi
komposisi substrat, kecerahan, kekeruhan, air tanah dan pertukaran air, panas udara akibat
respirasi dan naungan dari kondisi perairan tersebut. Kecerahan suatu perairan
menentukan sejauh mana cahaya matahari dapat menembus suatu perairan dan sampai
kedalaman berapa proses fotosintesis dapat berlangsung sempurna. Kecerahan yang
mendukung adalah apabila keping sechi mencapai 20-40 cm dari permukaan (Chakroff
dalam Syukur, 2002).
Perairan merupakan suatu ekosistem yang memiliki peran dan manfaat yang sangat
besar bagi kehidupan manusia. Kehidupan di dalamnya sangat beragam. Mulai dari
organisme mikroskopik sampai ukuran yang makroskopik dapat terlihat langsung oleh
mata tanpa bantuan alat. Salah satu organisme yang terdapat di perairan adalah plankton.
Plankton merupakan organisme mikroskopis yang hidup melayang di perairan dan
berfungsi sebagai produsen ekosistem perairan. Sebagai biota mikroskopis perairan,
plankton sangat berperan sebagai produsen primer dan sekunder (Fachrul, 2007).
Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah plankton
menyerupai tumbuhan yang bebas melayang dan hanyut dalam perairan serta mampu
berfotosintesis. Zooplankton adalah organisme renik yang hidup melayang-layang
mengikuti pergerakan air yang berasal dari jasad hewani (Gusrina, 2008). Fitoplankton
merupakan pensuplai utama oksigen terlarut di perairan, sedangkan zooplankton
meskipun sebagai pemanfaat langsung fitoplankton, merupakan produsen sekunder
perairan. Plankton merupakan makanan alami larva organisme perairan (Toruan dan
Sulaswesty, 2007).

BAHAN DAN METODE


Penelitian dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2018 di Danau Selais untuk
mengambil data survei lapangan, dan pada tanggal 16 Maret 2018 di Laboratorium
Pendidikan Biologi Universitas Riau untuk mengidentifikasi sampel. Alat yang
digunakan dalam pengukuran faktor fisika dan kimia air adalah DO-meter (Dissolved
Oxygen-meter) dan pH meter elektronik, sedangkan alat untuk pencuplikan hewan biota
air yaitu menggunakan alat Peterson grab, plankton net, keping secchi, ember, penyaring
bertingkat, botol koleksi, plastik sampel, pinset, mikroskop, cawan petri, lup, pipet tetes
dan buku identifikasi plankton dan benthos. Bahan yang digunakan adalah lugol,
formalin, alkohol dan kertas label. Metode yang digunakan adalah Metode survei
lapangan. untuk mengambil sampel yaitu dengan menentukan stasiun pengamatan dengan
teknik purposive sampling dimana terdapat 7 stasiun pengamatan. Pengukuran pH dengan
menggunakan pH meter elektronik dan kadar oksigen terlarut dengan menggunakan DO-
meter. Sampel yang didapat kemudian ditambahkan larutan lugol untuk plankton,
sedangkan benthos dengan larutan alkohol dan formalin. Selanjutnya sampel tersebut
diteliti dibawah mikroskop untuk mendapatkan data hewan biota yang hidup di perairan
Danau Selais. Data di analisis dengan menghitung komposisi jenis, kepadatan atau
kelimpahan, indeks keanekaragaman, dan indeks dominansi jenis.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel.1. Hasil Pengukuran Faktor Fisika Kimia di Danau Silais Universitas Riau
Parameter
No Lokasi Kedalaman Kecerahan
pH Suhu (◦C) DO (mg/L)
(m) (cm)
1 Stasiun 1 7,85 28.6 2,96 2 92,25
2 Stasiun 2 8,04 28,6 2,96 2 92,25
3 Stasiun 3 7,11 29,43 2,63 2 48
4 Stasiun 4 7,85 29,43 2,63 2 48
5 Stasiun 5 7,8 29,43 2,9 2 50,1
6 Stasiun 6 7,33 29,6 2,9 2 50,1
7 Stasiun 7 6,78 29,6 2,6 2 79

Berdasarkan Tabel 1, Hasil percobaan yang diperoleh menunjukkan bahwa


semakin tinggi nilai kecerahan pada suatu perairan maka kandungan oksigen terlarut akan
semakin tinggi. Hal ini disebabkan, tingginya kecerahan suatu perairan berhubungan
dengan intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan tersebut. Kecerahan
dipengaruhi oleh zat-zat terlarut dalam perairan sehingga berhubungan dengan penetrasi
sinar matahari. Menurut Nybakken (1988) makin tinggi kecerahan, maka intensitas
cahaya yang masuk ke dalam perairan akan semakin besar. Effendi (2003) menyatakan
bahwa kecerahan perairan berlawanan dengan kekeruhan yang juga disebabkan adanya
bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan anorganik dan
organik yang berupa plankton dan mikrooganisme lainnya. Akibat kekeruhan yang tinggi
dapat mengganggu sistem pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat
menghambat penerasi cahaya ke dalam air. Salah satu faktor yang sangat penting dalam
mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme adalah suhu (Nybakken, 1988).
Suhu perairan yang diperoleh dalam percobaan ini tergolong tidak optimum untuk biota
hewan. Hal ini dikarenakan, suhu optimum menurut Effendi (2003) dalam suatu perairan
yaitu 200C-300C. Besarnya kandungan oksigen terlarut sangat dipengaruhi oleh laju
fotosintesis, respirasi, temperatur, salinitas, dan dekomposisi (Odum, 1971). Kandungan
oksigen terlarut yang optimum dalam suatu perairan yaitu lebih 5 mg/L (Kep. Men LH
51/2004). Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut pada percobaan ini tergolong
tidak optimum dikarenakan memiliki kandungan oksigen terlarut dibawah 5 mg/L.
Derajat keasaman (pH) merupakan suatu ukuran dari konsentrasi ion hidrogen. nilai 7
menunjukkan kondisi bersifat netral. Nilai pH di bawah 7 menunjukkan kondisi bersifat
asam dan nilai di atas 7 bersifat basa (Boyd, 1991). Nilai pH yang diperoleh pada
percobaan ini berada dibawah 7, sehingga perairan ini dapat dinyatakan bersifat
asam.Secara keseluruhan, berdasarkan pengukuran faktor fisika kimia lingkungan yang
diperoleh menunjukkan bahwa kondisi perairan tergolong tidak optimum. Faktor fisika
kimia lingkungan akan mempengaruhi keberadaan biota hewan termasuk plankton dan
benthos.

Tabel 2. Hasil Analisis Data Pencuplikan Plankton


No Lokasi Jumlah Pi H' C F
1 Stasiun 1 5 0,078 0,000 0,006 3200
2 Stasiun 2 5 0,078 0,199 0,006 3200
3 Stasiun 3 8 0,125 0,260 0,016 5120
4 Stasiun 4 11 0,172 0,303 0,030 7040
5 Stasiun 5 17 0,266 0,352 0,071 10880
6 Stasiun 6 8 0,125 0,260 0,016 5120
7 Stasiun 7 10 0,156 0,290 0,024 6400
(Ket : Pi = komposisi jenis; F = kelimpahan; H’ = indeks keanekaragaman jenis; C =
dominansi jenis)

Jumlah plankton yang ditangkap dapat digunakan untuk menentukan nilai indeks
keanekaragaman (H’) dan kemerataan (E) perairan. Indeks keanekaragaman tertinggi
yaitu terdapat pada Stasiun 5 sebesar 0,352. Keseluruhan stasiun menunjukkan indeks
keanekaragaman kurang dari 1. Apabila indeks keanekaragaman kurang dari 1
menunjukkan bahwa kondisi perairan tersebut tercemar berat dan kualitas air yang sangat
buruk. Kementrian Lingkungan Hidup (1995) menyatakan bahwa nilai indeks
keanekaragaman < 1,00 termasuk dalam kondisi pencemaran berat. Selain itu, indeks
keanekaragaman juga dapat menunjukkan kondisi komunitas plankton yang terdapat di
perairan tersebut dalam komunitas yang rendah. Nilai dominansi jenis pada Stasiun 5
sebesar 0,071, Stasiun 2 sebesar 0,12 dan Stasiun 3 sebesar 0,06. Secara keseluruhan,
nilai dominansi plankton berkisar antara 0,0,5. Hal ini menunjukkan bahwa di perairan
tersebut tidak terdapat jenis plankton yang mendominasi.
Selain plankton, keberadaan benthos juga dapat dijadikan sebagai indikator
pencemaran perairan. Hasil analisis pencuplikan benthos dapat dilihat pada Tabel 3.
berikut ini.
Tabel 3. Hasil Analisis Data pencuplikan Benthos
No Lokasi Jumlah Pi H' C K
1 Stasiun 1 0 0 0 0 0
2 Stasiun 2 1 0,1111 0,2441 0,0123 1111,1
3 Stasiun 3 4 0,4444 0,3604 0,1975 4444,4
4 Stasiun 4 1 0,1111 0,2441 0,0123 1111,1
5 Stasiun 5 1 0,1111 0,2441 0,0123 1111,1
6 Stasiun 6 1 0,1111 0,2441 0,0123 1111,1
7 Stasiun 7 1 0,1111 0,2441 0,0123 1111,1
(Ket : Pi = komposisi jenis; K = kepadatan; H’ = indeks keanekaragaman jenis; C =
dominansi jenis)
Berdasarkan Tabel 3., jumlah benthos paling tinggi terdapat pada stasiun 3 dengan
jumlah 4 individu, sementara itu pada stasiun lainnya hanya ditemukan satu individu.
Olehkarena itu, nilai indeks keanekaragaman jenis, kepadatan, dominansi dan komposisi
tang paling tinggi pada stasiun 3 dan stasiun lainnya memiliki nilai di bawah stasiun 3.
Jumlah benthos yang ditangkap dapat digunakan untuk menentukan nilai indeks
keanekaragaman (H’) perairan. Indeks keanekaragaman tertinggi berturut-turut yaitu
terdapat pada Stasiun III sebesar 0,3604, sementara itu pada stasiun lainnya nilai H’
sebesar 0,2441. Keseluruhan stasiun menunjukkan indeks keanekaragaman kurang dari
1. Sama halnya dengan indeks keanekaragaman plankton, indeks keanekaragaman
benthos juga menunjukkan bahwa kondisi perairan tersebut tercemar berat, kualitas air
yang sangat buruk dan komunitas benthos tergolong rendah.
Nilai dominansi jenis tertinggi yakni pada stasiun 3 sebesar 0,1975, sementara itu
di stasiun lain nilai dominansi sebesar 0,0123. Hal ini menunjukkan bahwa di perairan
jenis benthos yang mendominasi berada pada stasiun 3.

KESIMPULAN
Kualitas perairan pada perairan Danau Silais Universitas Riau tergolong tidak
optimum untuk mendukung keberadaan biota hewan. Sehingga komunitas biota hewan
tersebut menjadi rendah. Rendahnya keberadaan biota hewan menunjukkan bahwa
perairan tersebut memiliki kondisi yang belum baik.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta

Fachrul, M., F. 2012. Metode Sampling Bioekologi. PT. Bumi Aksara. Jakarta.Gadjah
Mada University Press.Yogyakarta.

Gusrina, 2008. Budidaya Ikan Jilid I. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah


Kejuruan. Klaten: PT. Macaan Jaya Cemerlang.

Hutabarat, S dan M. Evans. 1985. Pengantar Oceanografi. Universitas Indonesia.


Jakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). 1995. Berbagai Indikator Kualitas Perairan.


Tim Perumus, Jakarta.
Syukur, A. 2002. Kualitas Air dan Struktur Komunitas Phytoplankton di Waduk Uwai.
Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.

Toruan, R., L. dan F.Sulaswesti.2007. Sebaran dan Kelimpahan Zooplankton di Danau


Maninjau Sumatera Selatan Barat. Jurnal Osianologi dan Dinologi Indonesia.
Vol. 33. No 3. Pusat Penelitan LIPI Jakarta.

S-ar putea să vă placă și