Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
TINJAUAN TEORITIS
Kedua macam sel ini (tipe I dan tipe II) saling berhubungan secara
erat. Sel pneumosit skuamosa disebut tipe I; sedangkan pneumosit
kuboid disebut tipe II, walau sebetulnya yang merupakan sel
progenitor epitel alveoli adalah sel tipe II (sel tipe I adalah
kelanjutan perkembangan dari sel tipe II). Pertukaran gas
menembus dinding pneumosit I. Tugas pneumosit II adalah
menghasilkan surfaktan
h. Vaskularisasi Paru
Paru mendapat darah dari dua sistem arteri, yaitu arteri pulmonalis
dan arteri bronkialis. Arteri pulmonalis bercabang dua mengikuti
bronkus utama kanan dan kiri untuk kemudian bercabang-cabang
membentuk ramifikasi yang memasok darah ke interstisial paru.
Perlu diketahui bahwa pembuluh darah percabangan dari arteri
pulmonalis sangat rendah sehingga memungkinkan pertukaran gas
dengan baik sekali. Tekanan darah pada pembuluh yang berasal
dari arteri bronkialis lebih tinggi dibandingkan tekanan pada arteri
pulmonalis. Berbeda dengan percabangan pembuluh darah arteri
pulmonalis, percabangan pembuluh arteri bronkialis tidak
mempunyai ujung akhir. Darah yang dipasok oleh arteri bronkialis
sampai ke saluran pernapasan, septa interlobular, dan pleura.
Sepertiga darah yang meninggalkan paru melalui vena azigos
menuju vena cava sedangkan yang dua pertiga lagi melalui vena
pulmonalis ke atrium kiri (Djojodibroto,2014)
i. Sistem Limfe Paru
Dibandingkan organ yang lain, paru sangat rapat dengan jaringan
limfe. Lokasi jaringan limfe itu pada jaringan ikat seperti pleura,
septa interlobular, serta pembungkus peribron-kovaskular.
Terdapat 6 nodus limfa yang berperan dalam drainase cairan limfa
paru, yaitu nodus limfa intrapulmonales, nodus limfa
bronkopulmonales (hilar), nodus limfa trakeobronkiales, nodus
limfa paratrakeales, nodus limfa skaleni, dan nodus limfa di arkus
aorta.
Pembuluh limfe besar di sebelah kanan adalah trunkus limfatikus
bronkomediastinalis, trunkus limfatikus jugularis, serta trunkus
limfatikus subklavius, di sebelah kiri terdapat duktus torasikus.
j. Otot-otot Pernapasan
Terdapat otot-otot yang menempel pada rangka dada yang
berfungsi penting sebagai otot pernafasan. Otot-otot yang
berfungsi dalam bernafas adalah sebagai berikut :
1) Interkostalis Eksterrnus (antar iga luar) yang mengangkat
masing-masing iga.
2) Sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada).
3) Skalenus yang mengangkat 2 iga teratas.
4) Interkostalis Internus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-
iga.
5) Otot Perut yang menarik iga ke bawah sekaligus membuat isi
perut mendorong diafragma ke atas.
6) Otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma.
k. Sel-sel dalam Saluran Pernapasan
Ada delapan macam sel pada epitel saluran napas yang dapat
diidentifikasi, yaitu (Djojodibroto,2014) :
1) Sel basal : sel ini tidak sampai ke permukaan lumen saluran
napas, jika sel basal membelah, salah satu belahannya akan
mencapai lumen. Karena sel belahan ini telah mencapai lumen,
belahan ini tidak termasuk sel basal lagi, tetapi digolongkan
sebagai sel intermediate. Sel basal, walau dapat didapati mulai
dari trakea sampai bronkeolus, terbanyak di trakea dan bronki
ekstrapulmonal.
2) Sel intermediate : bentuknya kolumnar berada di atas sel basal,
merupakan hasil pembelahan dari sel basal. Selanjutnya, sel ini
akan berdiferensiasi menjadi sel mukus ataupun sel bersilia
3) Sel Kulchitsky : sel ini disebut juga sebagai sel argyrophil,
merupakan sel endokrin, berisi bermacam-macam granula
neurosekretori yang membuat peptida-aktif
4) Sel bersilia : sel ini mempunyai silia yang terbentuk dari 9
aksonema dan satu aksonema spesial. Setiap aksonema
berhubungan satu sama lain diikat oleh dynein (suatu protein
yang sifatnya kontraktil)
5) Brush cell : jumlah sel ini tidak banyak, kegunaannya belum
jelas, mungkin berfungsi untuk mengabsorbsi cairan. Sel
semacam ini juga dapat dijumpai pada usus dan sinus nasalis
6) Sel globet : sel ini adalah sel mukus yang menggembung dan
berisi granula sekretorik. Jalan napas mulai dari rongga hidung
sampai dengan bronkiolus ditutupi oleh lapisan lendir
viskoelastis yang dihasilkan oleh sel mukus maupun sel serus.
Sel globet memproduksi musinogen yang akan disekresi ke
dinding jalan napas. Musinogen akan berubah menjadi musin,
yaitu suatu substansi yang dibentuk oleh glikoprotein yang
sifatnya viskus. Musin ini melapisi dinding jalan napas dan
berfungsi menangkap partikel debu yang masuk ke dalam
sistem pernapasan.
7) Serous cell : sel ini lebih banyak didapati di daerah cephalad
(arah kepala) dibandingkan dengan di daerah distal (caudal)
8) Sel Clara : sel ini adalah suatu sel epitel tidak bersilia pada
bronkuolus terminalis yang mempunyai fungsi sebagai
secretory. Kegunaan sel Clara adalah memproduksi cairan yang
memetabolisme toksin. Sel semacam ini lebih banyak didapati
di distal (bronkiolus) dibandingkan dengan di cephalad. Sel
Clara kaya akan kandungan GAG (glycosamineaminoglycans)
yang melindungi lapisan bronkiolus dan p-450 (pulmonary
cytochrome) yang memetabolisme asam arakhidonat.
2. Fisiologi Pernapasan
Fisiologi pernapasan dibagi menjadi 4, yaitu
a. Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru karena selisih
tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus oleh kerja
mekanik otot-otot.
b. Difusi
Tahap kedua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membran antara alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya
kurang dari 0.5 um). Kekuatan pendorong untuk pernindahan ini
adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas.
c. Transport oksigen dalam darah
Oksigen dapat ditranspor dari paru-paru ke jaringan melalui dua
jalan :
Secara fisik larut dalam plasma atau secara kimia berikatan
dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin (HbO2), ikatan
kimia oksigen dan hemoglobin ini bersifat reversibel.
d. Transport karbondioksida
Transpor CO2 dari jaringan keparu-paru melalui tiga cara
sebagai berikut:
1) Secara fisk larut dalam plasma (10 %)
2) Berikatan dengan gugus amino pada Hb dalam sel darah
merah (20%)
3) Ditransport sebagai bikarbonat plasma (70%) Karbon
dioksida berikatan dengan air dengan reaksi seperti
dibawah ini: CO2 + H2O = H2CO3 = H+ +HCO3-
1. CHROMOSOM
Pada interfase dengan pengecatan Giemsa yang biasa digunakan dalam
inti sel tidak nampak adanya chromosom itu, yang tampak hanya
bintik-bintik basophil yang disebut chromatin. Pada fase mitose,
selaput inti menghilang, barulah chromosome itu nampak. Bila segera
setelah fiksasi, sediaan dicat dengan Giemsa chromosome itu terlihat
sebagai suatu batang yang masif, tetapi bila sebelum di cat Giemsa
diberi enzim trypsin dulu beberapa saat, chromosome itu akan terlihat
seperti huruf H atau X dengan “band” yaitu pita-pita gelap dengan
terang yang melintang. Chromosom itu paling jelas nampak pada
metaphase mitose. Pada sel eukaryotic euploid, chromosome itu
biasanya terlihat diploid, tetapi dapat juga triploid, tetraploid dan
bahkan polyploid.
a. Struktur morfologi chromosome
Pada manusia terdapat 23 pasang chromosome, 22 pasang berupa
chromosome autosom dan sepassang chromosome seks, yaitu XY
(=laki) dan XX (=perempuan). Normal tiap chromosome autosom
terdiri dari 2 copy genom yang disebut diploid. Bila jumlah
chromosome setengah dari komplemen normal disebut haploid, bila
terdapat kelebihan chromosome disebut hyperploid, bila kurang
disebut hypoploid, dan bila kedua copy chromosome itu sama dengan
salah satu chromosome sedang copy yang lainnya hilang disebut
isochromosom. Nomenklatur chromosome itu menurut konversi
Paris, didasarkan karyotype-nya, yaitu urutan besarnya, dari yang
terbesar, nomor 1 sampai dengan yang terkecil nomor 22.
1. Struktur kimia Chromosom
Chromosom itu terdiri dari :
a. DNA ± 50%
b. RNA <1%
c. Protein inti ± 50%
Protein inti terdiri dari
1) Protamine yang mengelilingi DNA
2) Histon yang merupakan sebagian besar dari protein inti, berbentuk
bulat seperti mutiara, tempat benang ganda DNA melilit, membentuk
nukleosum.
3) Enzim, seperti DNA polymerase, RNA polymerase, dsb.
4) Protein non histon.
Sel disebut euploid jika rasio kandungan DNA dengan sel normal pada
fase G1=1 dan uneuploid jika rasio >1.
a. Deoxyribose
b. Fosfat
c. Base nitrogen
Jika pada rantai cetakan urutan letak (=sequence) base nitrogen berjalan
dari: ATGAACTT maka pada rantai komplementer urutannya berjalan
berlawanan arah (antisense) dari: ATACTTGAA. Dengan demikian
polaritas urutan nucleotide menjadi pada:
1. Pengertian
Menurut Tambayong (2000), neoplasia definisikan sebagai
perkembangan massa jaringan abnormal yang tidak responsif terhadap
mekanisme kontrol pertumbuhan normal. Neoplasma adalah suatu
kelompom atau rumpun sel neoplastik. Istilah ini biasanya sinonim
dengan tumor.
Gen ialah unit terkecil dari suatu makhluk hidup yang mengandung
informasi genetika yang diturunakan dari stau generasi kegenerasi
berikutnya. Gen itun menentukan, mengorganisasi dan mengendalikan
bentuk, sifat, fungsi, kinetika dan susunan sel, yang telah
diprogramkan sejak mulai terjadinya makhluk itu waktu fertilisasi sel
telur oleh sel sperma.
2. Klasifikasi neoplasma
a. Neoplasma benigna
Neoplasma benigna terdiri dari sel-sel yang serupa dengan strutur
pada sel asalnya. Sel-sel neoplasma benigna ini lebih kohesif
daripada neoplasma maligna. Pertumbuhan terjadi dari bagian
tengah massa benigna, biasanya mengakibatkan batas tegas. Tumor
benigna menimbulkan efek-efeknya berupa obstruksi, tekanan dan
sekresi. Tumor benigna didalam ruang tertutup seperti tengkorak
dapat menimbulkan gangguan serius yang dapat menimbulkan
kematian. Obstruksi usus dapat diakibatkan dari pertumbuhan
tumor benigna dalam lokasi tersebut (Tambayong, 2000).
b. Neoplasma maligna
Neoplasma maligna mempunyai struktur seluluer atipikal, dengan
pembelahan dan kromosom nuklear abnormal. Sel maligna
kehilangan diferensiasinya atau menyerupai sel asalnya. Sel tumor
tidak kohesif, dan akibatnya pola pertumbuhan tidak teratur : tidak
ada kapsul yang terbentuk dan perbedaan separasi dari jaringan
sekitar sulit terlihat ( Tambayong, 2000).
3. Mekanisme Karsinogenesis
Menurut Chrestella (2009), penyakit kanker pada dasarnya merupakan
penyimpangan gen yang menimbulkan proliferasi berlebihan, progresif
dan irreversible. Knudson menyatakan bahwa karsinogenesis
memerlukan dua hit. Proses pertama menyangkut inisiasi dan
karsinogen penyebab disebut inisiator. Proses kedua , yang
menyangkut pertumbuhan neoplastik adalah promosi dan agennya
disebut promoter. Sekarang dipercaya bahwa sebenarnya terjadi hit
multipel (lima atau lebih) , dan berbagai faktor dapat menyebabkan hit
ini . Setiap hit menghasilkan perubahan pada genom dari sel terpapar
yang ditransmisikan kepada progeninya (sel turunannya , yang disebut
sebagai klon neoplastik). Periode antara hit pertama dan
berkembangnya kanker klinis disebut sebagai lag periode.
Proses transformasi sel kanker terjadi melalui pengaturan proliferasi
oleh beberapa jenis gen yaitu :
a) Onkogen kemikal
Onkogen kemikal contohnya adalah hidrokarbon polisiklik,
tembakau, aflatoksin, nitrosamine, agen kemoterapi, asbestos,
metal berat, vinyl chloride,dll.
b) Onkogen radiasi
Contohnya adalah radiasi oleh ultraviolet, X ray, radioisotope
dan bom nuklir.
c) Onkogen viral
Contohnya adalah onkogen oleh virus RNA (retrovirus )seperti
HIV , dan onkogen oleh virus DNA (seperti papilloma virus,
Molluscum contangiosum, herpes simpleks, EBV, Avian ,
hepatitis B, CMV, dsb).
d) Onkogen hormonal
Contohnya : estrogen , diethylstilbestrol (DES), steroid .
e) Onkogen genetik
Seperti tampak pada tabel diatas 2, jenis mutasi pertama adalah transisi
dari guanine (G) ke adenine (A) atau dari cytosine (C) ke thymine (T), dan
perubahan ini terutama terletak pada sukuen dinukleotida CpG. Jenis
mutasi yang lain adalah tranversi guainine (G) ke thymine (T). Mutasi ini
pada umumnya disebabkan faktor eksternal yang memodifikasi residu G
dari DNA. Jenis mutasi ke tiga adalah karateristik untuk lesi akibat
produksi penyinaran (photoproduct) seperti yang dijumpai pada kanker
kulit. ( Kresno, 2012).
4. Siklus Pertumbuhan Sel
Siklus pertumbuhan sel secara biokimia dibedakan menjadi 4 fase:
a. Fase-G1 (Growth phase-1)
Lamanya sangat variabel dari beberapa jam sampai tahunan. Pada
fase-G1 sel anak yang baru terbentuk setelah mitosis tumbuh
menjadi sel dewasa, membentuk protein, enzim, dsb. Dan
kromosom hanya mengandung rantai tunggal RNA (haploid). Sel
dewasa masuk ke zone perbatasan (restriction zone) yang
menentukan apakah sel itu akan :
1) Berhenti tumbuh
Sel yang berhenti tumbuh akan masuk ke fase G-0
Sel-sel yang masuk dalam fase G-0 ada 2 golongan, yaitu :
a) Stem sel, yaitu sel yang dapat tumbuh lagi bila ada
rangsangan tertentu, misalnya untuk mengganti sel yang
rusak atau mati, dan kembali masuk ke fase-S
b) Sel yang tetap tidak adakan tumbuh sampai sel itu mati.
2) Tumbuh terus
Sel yang tumbuh lagi masuk ke fase-S
b. Fase-S (synthetic phase). Lamanya ± 6-8 jam
Paada fase-S ini dibentuk rantai DNA baru, protein, enzim, dsb,
untuk persiapan fase-M berikutnya. Replikasi DNA terjadi dengan
bantuan enzym DNA-polimerase. Dengan dibentuknya DNA baru
maka rantai tunggal DNA menjadi rantai ganda.
c. Fase G2 (growth phase-2) lamanya ± 1-2 jam
pada fase ini dibentuk RNA, protein, enzim dsb. Untuk persiapan
fase-M berikutnya.
d. Mitosis phase. Lamanya ± 1-2 jam
Pada fase M hampir tidak ada kegiatan kimiawi. Yang ada ialah
pembelahan sel, dari 1 sel induk membelah menjadi 2 sel anak
yang mempunyai struktur gentika yang sama dengan sel induknya.
(Sukardja, 2000)
5. Sel neoplasma
Sel tumor ialah sel tubuh kita sendiri yang mengalami perubahan
(tranformasi) sehingga bentuk, sifat dan kinetiknya berubah, sehingga
tumbuhnya menjadi autonom, liar, tidak tekendali dan terlepas dari
koordinasi pertumbuhan normal. Akibatnya timbul tumor yang
terpisah dari jaringan tubuh yang normal (Sukardja, 2000).
Tranformasi sel itu terjadi karena mutasi gen yang mengatur
pertumbuhan dan diferensiasi sel, yaitu proto-onkogen dan supressor
gen (anti onkogen). Spektum kerusakan itu sangta luas, dapat dari
ringan dan terbatas sampai berat serta luas. Secara statisik telah
ditunjukan bahwa untuk merubah sel normal menjadi sel kanker
diperlukan antara 3 sampai 6 kali mutasi. Pada sel yang mengalami
pergantian (turn over) yang ceat seperti epidermis, memerlukan lebih
banyak lagi mutasi genetik untuk menjadi sel kanker. Kemungkinan
terjadinya mutasi itu ditentukan oleh kesetiaan dan ketekunan gen itu
mengadakan replikasi dan reparasi. Aktivasi proto-onkogen menjadi
onkogen karena ada mutasi gen atau ada insersi gen retrovirus.
Inaktivasi gen supressor terjadi karena ada mutasi gen atau ada protein
yang ada dapat mengikat produksi gen supresor itu.
Pada umumnya tranformasi itu terjadi karena ada mutasi gen atau
kromosom. Mutasi itu dapat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu :
a. Translokasi
Pada translokasi gen atau kromosom umumnya berupa translokasi
resiprokal, yaitu pertukaran timbul balik letak gen atau kromosom
pada lengan kromosom satu dengan lainnya. Tenada ada
kehilangan gen. Sebagian dari lengan lengan kromosom itu pindah
letaknya ke kromosom lain.
7. Metastase Kanker
(Kresno, 2012) Metastasis berlangsung 5 tahap berurutan sebagai
berikut :
a. Invasi dan migrasi : sel-sel kanker masing-masing melepaskan diri
dari tumor primer dan menginvasi jaringan sehat yang ada
disekitarnya
b. Intravasi : masuknya sel-sel kanker ke dalam sirkulasi darah dan
limfe. Setelah melekat pada sel endotel melalui molekul adhesi, sel
kanker mensekresikan enzim proteolitik yang menyebabkan sel-sel
dapat menginfiltrasi pembuluh darah
c. Sirkulasi : sel kanker beredar dalam sirkulasi dan harus
menghadapi berbagai kondisi yang ada dalam darah. Kondisi itu
antara lain adalah konsentrasi oksigen yang tinggi dan limfosit
sitotoksik. (immunesurveillance). Pada kondisi ini terjadi seleksi
sel-sel tumor yang resisten dan agresif
d. Esktravasasi : sel-sel kanker terperangkap dikapiler organ tertentu,
meinggalkan pembuluh darah dengan cara penterasi endotel setelah
mengeluarkan enzim proelitik
e. Kolonisasi, proliferasi dan angiogenesis : sel-sel kanker
membentuk stumor sekunder ditempat baru untuk memastikan
vaskularisasi yang cukup.
8. Pertumbuhan Kanker
Sel kanker itu timbul dari sel normal tubuh kita sendiri yang
mengalami tranformasi menjadi ganas, karena adanya mutasi spontan
atau induksi karsinogen. Untuk terjadinya tranformasi sel normal
menjadi ganas oleh karsinogen diperlukan adanya inisasi dan promosi.
Inisasi dan promosi itu dapat dilakukan oleh karsinogen yang sama
atau diperlukan karsinogen yang berbeda.
Dari adanya kontak dengan karsinogen sampai timbul kanker
memerlukan waktu induksi yang cukup lama. Diperkirakan waktu
induksi itu dapat sampai 15-30 tahun.
Fase pertumbuhan kanker dapat dibedakan menjadi 4 periode, yaitu :
fase induksi, fase in situ, fase invasif, dan fase desiminasi dengan
waktu yang berbeda-beda.
Pada fase induksi belum timbul kanker tetapi telah ada perubahan sel
yang mungkin berupa suatu displasia. Fase induksi dapat pula dibagi
menadi fase ; inisiasi, promosi, konversi, progresi, sehingga timbul sel
kanker.
Pertumbuhan kanker selanjutnya dapat dibedakan menjadi 2 fase,
yaitu :
a. Kanker in situ atau kanker non invasif
Pada fase kanker in situ mulai timbul sel kanker, yang
pertumbuhannya masih terbatas pada jaringan tempat asalnya
tumbuh, yaitu dalam ephitel (intraephitelial), dalam duktus
(intraductal) atau dalam lobulus (intralobuler), belum menembus
membran basal
b. Kanker invasif atau kanker infiltratif
Pada afase invasif sel kanker telah tumbuh menembus membran
basal, masuk ke jaringan atau organ sekitarnya yang berdekatan.
Fase invasi dapat dibedakan menjadi 2 fase lagi yaitu :
1) fase pertumbuhan lokal
pada fase pertumbuhan lokal, sel-sel kanker masih terbatas
letaknya pada organ atau bagian organ tempat kanker itu kali
pertama tumbuh.
2) Fase penyebaran kanker (diseminasi)
Pada fase diseminasi sel-sel kanker menyebar ke organ lain,
yaitu ke kelenjar limfe regional dan atau ke organ-organ jauh.
9. Penyebaran Kanker
Tempat penyebaran kanker dapat:
a. Lokal
Kanker menyebar ke jaringan atau organ disekitar tempat kanker
itu semula tumbuh, berupa satelitosis, satelit nodule, atau
perlekatan dengan jaringan atau organ disekitarnya.
b. Regional
Sel-se kanker menyebar secara limfogen dan tumbuh dikelenjar
limfe yang berdekatan dengan letak tumor primer. Tiap-tiap organ
mempunyai regionalnya sendiri-sendiri.
No Regio Kelenjar Limfe Regionalnya
1 Kepala dan leher Submandibula dan leher bilateral
2 Tubuh di atas pusat Axilla bilateral
3 Tubuh di bawah pusat Inguinal bilateral
4 Tangan-lengan Cubiti dan axilla, unilateral
5 Kaki-tungkai Poplitea, inguinal, unilateral
6 Gastrointestinal Mesenterial dan paraortal
7 Organ di pelvis Pelvinal dan hipogastrika
8 Paru Peribronchial dan mediastinum
c. Ke organ-organ jauh
Penyebaran kanker daat timbul dimana-mana dalam organ tubuh,
termasuk kelenjar limfe diluar kelenjar limfe regional. Penyebaran
jauh itu umumnya secara hematogen.
Lokasi penyebaran jauh itu dapat dibedakan antara :
1) Organ vital : seperti : paru, hati, ginjal, otak dsb
2) Organ non vital , seperti kulit, tulang, sumsum, kelenjar limfe
diluar regional dsb.
3) Campuran antara organ vital dan non vital
Penyebaran itu dapat soliter (hanya satu saja), tetapi umumnya
multipel pada satu atau beberapa organ. Penyebaran ke organ-
organ umumnya berbentuk nodus atau tumor dan
menimbulkan destruksi jaringan atau gangguan fungsi organ
yang bersangkutan. Penyebaran ke organ vital umumnya lebih
cepat penderita meninggal dari pada ke organ non vital.
c. Sindrom paraneoplastik
Manifestasi kulit dan jaringan penunjang :
1) Pruritis ; limfoma malignum terutama penyakit hodgkin, sering
pertama muncul sebagai gejala kulit gatal.
2) Akantosis nigrikans ; gejala khas penyakit ini adalah kulit
menunjukan hiperlasia papilar, melanosis difus, hiperkeratosis,
dan destruksi kulit bersifat simetris bilateral di daerah lipatan
kulit (leher, ketiak, perineum, anus, organ reproduksi eksternal,
lipat ingunalis, media paha, umbilikus, sisi fleksor siku dan
lutut dan lain-lain)
3) Dermatomiositis ; kelemahan otot proksimal progresif dan
destruksi kulit tipikal simteris sebagai tanda khas
dermatomiositis. Kanker yang menyertai umumnya karsinoma
mamae, paru, berikutnya adalah karsinoma ovarium, serviks
uteri, gaster, kolon dan limfoma malignum, juga bersamaan
dengan karsinoma nasofaring.
4) Eritema giratum repens ; suatu dermatitis generalisata, bentuk
aneh, berubah seperti zebra atau plakat, sering pada karsinoma
esofagus, mamae, paru, gaster dan serviks uteri
5) Herpes zoster ; tumor yang paling sering mentertai adalah
limfoma maligna.
f. Manifestasi kardiovaskuler
1) Tromboflebitis migrans ; ciri khasnya adalah flebitis nyeri dan
nyeri tekan setempat, dapat teraba benda seperti tali, udem
loka, tapi tidak disertai rubor, kalor, dan tanda radang lain ;
bersifat berpindah, hiang timbul di lokasi berlainan.
2) Endokarditis embolik nonbakterial ; kausa tidak jelas,
manifestasi berupa fibrin jantung membentuk trombus
verukosa, mengakibatkan emboli pada arteri otak, koronaria
atau anggota badan serta mati mendadak. Sering pada
karsinoma lambung, paru atau pankreas.
5. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostik dasar sebelum melakukan pemeriksaan
diagnostic lebih lanjut, sebaiknya dilakukan pemeriksaan dasar sebagai
berikut :
a. Keluhan utama pasien.
Pasien dengan epiktasis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap,
tuli unilateral, limfadenopati leher tak nyeri, sefalgia, rudapaksa
saraf kranial dengan penyebab yang tidak jelas, dan keluhan lain
harus diperiksa teliti rongga faringya dengan nasofaringoskop
indirek atau elektrik.
b. Pemeriksaan kelenjar limfe leher
Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe, vena jugularis interna,
nervus aksesorius apakah terdapat pembesaran.
c. Pemeriksaan saraf kranial
Terhadap saraf kranial tidak hanya memerlukan pemeriksaan
cermat sesuai prosedur rutin satu persatu , tapi pada kecurigaan
paralisis otot mata, kelompok otot untuk mengunyah dan lidah
kadang perlu diperiksa berulang kali, barulah ditemukan hasil yang
positif
d. Pemeriksaan serologi virus EBV
Dewasa ini, parameter rutin yang diperiksa untuk penapisan kanker
faring adalah VCA-IgA, EA-IgA, EBV-DNAseAb. Hasil positif
pada kanker nasofaring berkaitan dengan kadar dan perubahan
antibodi tersebut.
6. Pemeriksaan radiologi
a. Pemeriksaan CT-scan
Untuk membantu diagnosis, memastikan luas lesi, penetapan
stadium secara adekuat, secara tepat menetapkan zona target terapi,
merancang medan radiasi, memonitor kondisi remisi tumor pasca
terapi dan pemeriksaa tingkat lanjut.
b. Pemeriksaan MRI
MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat
serentak membuat potongan melintang, sagital, koronal, sehingga
lebih baik dari pada CT. MRI dengan jelas memperlihatkan lapisan
struktur faring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini
menunjukkan infiltrasi ke tulang. Dalam membedakan antara
fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor, MRI juga lebih
bermanfaat.
c. Pemeriksaan histologi
Pada pasien kanker faring sedapat mungkin diperoleh jaringan dari
lesi primer faring untuk pemeriksaan patologik. Sebelum terapi
dimulai harus diperoleh diagnosis histologi yang jelas. Hanya jika
lesi primer tidak dapat memeberikan diagnosis patologik pasti
barulah dipertimbangkan biopsi kelenjar limfe leher.
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kanker faring yaitu:
a. Distres pernapasan (hipoksia, obstruksi jalan napas, edema trakea),
b. Hemoragi
c. Infeksi
2. Etiologi
Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan
beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan
laring yaitu :
a. Rokok dan alkohol
b. Sinar radio aktif
c. Polusi udara
d. Radiasi leher.
e. Tembakau
f. Penggunaan suara yang berlebihan
g. Ada peningkatan resiko terjadinya tumor ganas laring pada
pekerja-pekerja yang terpapar dengan debu kayu.
3. Manisfestasi klinis
a. Serak
Suara serak adalah hal pertama yang akan tampak pada pasien
dengan kanker pada daerah glotis karena tumor mengganggu
kerja pita suara selama berbicara. Suara mungkin terdengar parau
dan puncak suara rendah.
b. Dispneu dan stridor.
Gejala ini merupakan gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan
nafas dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini
disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massatumor,
penumpukkan kotoran atau sekret,maupun oleh fiksasi pita suara.
Pada tumor supraglotik atau transglotik terdapat dua gejala
tersebut. Sumbatan dapat terjaadi secara perlahan-lahan dapat
dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dispneu dan stridor
adalah tanda dan prognosis kurang baik.
c. Nyeri tenggorok
Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri
yang tajam.
d. Disfagia ( Kesulitan Menelan)
Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring
dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling
sering pada tumior ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan
(odinofagi) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang
mengenai struktur ekstra laring.
e. Batuk dan hemoptisis.
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul
dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke
dalam laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan
supraglotik.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laringoskopi
Untuk menilai lokasi tumor dan penyebaran tumor, mengevaluasi
Tumor.
b. Foto thorak
Untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan
metastasis di paru.
c. CT-Scan
Memperlihatkan keadaan tumor/penjalaran tumor pada tulang rawan
tiroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening
leher.
d. Biopsi laring
Untuk pemeriksaan patologi anatomik dan dari hasil patologi anatomik
yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa
e. Sinar X jaringan lunak, tomogram, MRI
Dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan diagnostik untuk
menentukan keluasan pertumbuhan tumor
6. Penatalaksanaan
Pada kasus karsinoma laring dapat dilakukan pengobatan dengan:
a. Radiasi jika hanya 1 pita suara yang sakit normalnya dapat bergerak.
Selain itu pasien masih memiliki suara yang hampir normal. Beberapa
kemungkinan pasien dapat mengalami kondritis, yang nantinya akan
dilakukan laringektomi. Terapi radiasi ini digunakan secara praoperatif
untuk mengurangi ukuran tumor.
b. Pemeriksaan gigi dilakukan untuk menyingkirkan setiap penyakit mulut
c. Pengangkatan laring (Laringektomi)
Laringektomi diklasifikasikan kedalam :
1) Laringektomi parsial. Tumor yang terbatas pada pengangkatan
hanya satu pita suara dan trakeotomi sementara yang di lakukan
untuk mempertahankan jalan napas. Setelah sembuh dari
pembedahan suara pasien akan parau.
2) Hemilaringektomi atau vertikal. Bila ada kemungkinan kanker
termasuk pita suara satu benar dan satu salah.Bagian ini diangkat
sepanjang kartilago aritenoid dan setengah kartilago
tiroid.Trakeostomi sementara dilakukan dan suara pasien akan
parau setelah pembedahan.
3) Laringektomi supraglotis atau horisontal. Bila tumor berada pada
epiglotis atau pita suara yang salah, dilakukan diseksi leher
radikal dan trakeotomi. Suara pasien masih utuh atau tetap
normal.Karena epiglotis diangkat maka resiko aspirasi akibat
makanan peroral meningkat.Laringektomi total. Kanker tahap
lanjut yang melibatkan sebagian besar laring, memerlukan
pengangkatan laring, tulang hihoid, kartilago krikoid,2-3 cincin
trakea, dan otot penghubung ke laring.Mengakibatkan kehilangan
suara dan sebuah lubang ( stoma ) trakeostomi yang permanen.
Dalam hal ini tidak ada bahaya aspirasi makanan peroral,
dikarenakan trakea tidak lagi berhubungan dengan saluran udara
– pencernaan.
E. Konsep Dasar Medik Ca Paru
1. Definisi
Kanker paru adalah kanker pada lapisan epitel saluran napas
(karsinoma bronkogenik) (Corwin, 2009)
Kanker paru atau disebut juga karsinoma bronkogenik merupakan
tumor ganas primer sistem pernapasan bagian bawah yang bersifat
epitelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkus (Nurarif dan
Kusuma, 2015)
Menurut Wilson dan Thomson (1990) dalam Nurarif dan Kusuma
(2015), kanker paru adalah suat pertumbuhan yang tidak terkontrol
dari sel anaplastik dalam paru.
2. Insiden
Menurut Price dan Wilson (2005), lebih dari 90% tumor paru primer
merupakan tumor ganas, dan sekitar 95% ini termasuk karsinoma
bronkogenik. Inside tertinggi terjadi pada usia antara 55-65 tahun.
Peningkatan ini diyakini berkaitan dengan makin tingginya kebiasaan
merokok kretek yang sebenarnya sebagian besar dapat dihindari.
3. Klasifikasi
Menurut Sudoyo (2009), klasifikasi kanker paru dibagi menjadi:
a. Small Cell Lung Cancer (SCLC)
Gambaran histologi yang khas adalah dominas sel-sel kecil yang
hampir semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin yang
sedikit sekali tanpa nukleoli. SCLC disebut juga “oat cell
carsinoma” karena bentuknya mirip dengan bentuk biji gandum,
sel ini sering berkumpul di sekeliling pembuluh darah halus
menyerupai pseudoroset. Sel-sel yang bermitosis banyak sekali
ditemukan begitu juga gambaran nekrosis.
SCLC berasal dari sel-sel neuroendokrin Kulchitsky pada bronkus
primer dan sekunder dan paling banyak terdapat pada bronkus (Tao
dan Kendall, 2014)
Stadium I
TIS NO MO Karsinoma in situ
T1 NO MO Tumor yang dapat diklasifikasikan ke dalam
T1
T1 NO/N1 MO Tanpa metastasis atau dengan metastasis ke
kelenjar limfe
T1 N1 MO Terdapat metastasis ke kelenjar limfe
peribronkial atau hanya di daerah hilus
T2 NO MO Tumor ipsilateral, atau tumor yang dapat
diklasifikasikan ke dalam T2 tanpa metastasis
ke kelenjar limfe atau metastasis jauh
Stadium II
T2 N1 MO Suatu tumor yang di klasifikasikan ke dalam
T2 dengan metastasis hanya ke kelenjar limfe
peribronkial atau daerah hilus ipsilateral
Stadium III
T3 dengan N apapun, atau setiap tumor yang
lebih luas dari T2, atau setiap tumor dengan
metastasis
N2 dengan T apapun, atau setiap metastasis
ke kelenjar limfe di dalam mediastinum, atau
N apapun setiap tumor dengan metastasis
jauh
M1 dengan T atau N apapun
Tabel 2. Panitia Gabungan untuk Penggolongan Kanker dan
Laporan Hasil Akhir Penggolongan Stadium Bagi Kanker Paru
Amerika
5. Etiologi
Menurut Sudoyo (2009), seperti umumnya kanker yang lain penyebab
yang pasti daripada kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau
inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain-lain.
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker
paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Menurut
Lombard dan Doering (1928) dalam Sudoyo (2009), melaporkan
tingginya insiden kanker paru pada perkokok dibandingkan yang tidak
merokok.
Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah perokok dengan tingginya
insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat akan
menderita kanker paru, begitu juga tidak menutup kemungkinan bagi
perokok pasifpun akan beresiko terkena kanker paru.
Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru, tapi juga dapat
menimbulkan kanker pada organ lain seperti mulut, laring, esofagus.
Sedangkan menurut Sudoyo (2009), etiologi kanker paru yang pernah
dilaporkan adalah:
a. Paparan zat karsinogen, seperti
1) Asbestos, sering menyebabkan mesotelioma
2) Radiasi ion pada pekerja tambang uranium
3) Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil
klorida
b. Polusi Udara
Pasien kanker paru lebih banyak di daerah urban yang banyak
polusi udaranya dibandingkan yang tinggal di daerah rural
c. Genetik
Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperan dalam
kanker paru, yakni : Proto oncogen, Tumor supressor gene, Gene
encoding enzyme
d. Teori Onkogenesis
Terjadinya kanker paru didasari dari perubahan tampilnya gen
supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator
mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan
(delesi/del) atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan
basanya, tampilnya gen erbB1 atau neu/erbB2 berperan dalan anti
apoptosis. Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel
sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan
sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian, kanker
merupakan penyakit genetik yang pada permulaan terbatas pada sel
sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
6. Manifestasi klinis
Usia kejadian tertinggi karsinoma paru adalah 45-65 tahun, proporsi
pria:wanita adalah 4:1, dari 1757 kasus karsinoma paru di RS Kanker
Univ. Kedokteran Zhongshan usia median adalah 55 tahun, kelompok
usia 45-65 tahun menempati 75% lebih dari keseluruhan kasus
karsinoma paru. Manifestasi klinis karsinoma paru bervariasi menurut
lokasi, ukuran, tipe patologik, apakah menginfiltrasi atau mendesak
organ sekitar serta ada tidaknya metastasis. Manifestasi klinis yang
sering dditemukan adalah:
8. Penatalaksanaan Medik
a. Penatalaksanaan Non Bedah
1) Therapi radiasi
Terapi radiasi berpotensi menyembuhkan klien dengan
penyakit lokal lanjut, tetapi untuk klien yang di lakukan operasi
menimbulkan risiko sangat tinggi. Dosis radiasi dibatasi oleh
adanya struktur lain di daerah perawatan dan dengan toleransi
jaringan normal. perubahan fibrotik dan efek samping paru
lainnya dapat terjadi. Radiotherapi juga dapat digunakan pada
kanker untuk paliatif manifestasi seperti nyeri dada, sesak
napas, penyumbatan dari broncus, pembuluh darah.
a) Pengaruh radiasi pada tubuh
Menurut Sukarjda (2000), radiasi jaringan dapat
menimbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan tubuh,
baik intra maupun ekstra seluler, sehingga timbul ion H+
dan OH- yang sangat reaktif. Ion itu dapat bereaksi dengan
molekul DNA dalam kromosom, sehingga dapat terjadi:
(1) Rantai ganda DNA pecah
(2) Perubahan cross-linkage dalam rantai DNA
(3) Perubahan base yang menyebabkan degenerasi atau
kematian sel
Dosis lethal dan kemampuan reparasi kerusakan pada sel-
sel kanker lebih rendah dari sel-sel normal, sehingga akibat
radiasi sel-sel kanker lebih banyak yang mati dan yang tetap
rusak dibandingkan dengan sel-sel normal.
Sel-sel yang masih hidup akan mengadakan reparasi
kerusakan DNA-nya sendiri-sendiri. Kemampuan reparasi
DNA sel normal lebih baik dan lebih cepat dari sel kanker.
Keadaan ini dipakai sebagai dasar untuk kemoterapi pada
kanker.
Walaupun diketahui bahwa radiasi dapat menimbulkan
mutasi gen, tranformasi gen menjadi kanker, gangguan
pertumbuhan dsb. Tetapi dengan mengendalikan dan
mengarahkan radiasi ke sasaran yang dinginkan, engaruh
jelek radiasi dapat ditekan sekecil mungkin. Pengaruh
radiasi pada jaringan tubuh ditentukan oleh radiosensitivitas
jaringan yang bersangkutan. Pada umumnya kanker lebih
sensitif dari jaringan normal.
b) Sinar untuk radioterapi
Sinar yang dipakai untuk radioterapi ialah :
1) Sinar alfa
Sinar alfa ialah sinar korpuskuler atau partikel dari inti
atom. Inti atom itu sendiri dari proton dan neuron. Sinar alfa
itu tidak dapat menembus kulit dan tidak banyak dipakai
dalam radioterapi. Keuntungan sinr lfa ialah i tidk
dipengaruhi oleh oksigenasi dalam tumor
2) Sinar beta
Sinar beta ialah sinar elektron sinar ini dipancarkan oleh zat
radioaktif yang mempunyai energi rendah. Daya tembusnya
pada kulit terbatas, 3-5mm digunakan untuk terapi lesi yang
superficial. Isotope yang memancarkan sinar beta ialah
strontium90, phospor32, yttrium90, aurum198, iodium131
3) Sinar gamma
Sinar gamma ialah elektromagnetik satau foton. Sinar ini
dapat menembus tubuh. daya tembusnya tergantung dari
besar energi yang menimbulkan sinar itu. Makin tinggi
energinya atau makin tinggi voltagenya, makin besar daya
tembusnya dan makin dalam letak dosis maksimal.
Energi radiasi makin jauh letak jaringan dari sumber sinar,
diluar daerah yang mendapat dosis maksimum, makin
berkurang secara eksponetial.
2) Kemotherapy
a) Mekanisme kerja obat kanker
Obat anti kanker terutama bekerja pada DNA yang
merupakan komponen utama gen yang mengatur
pertumbuhan dan diferensiasi sel.
Cara kerjanya pada sel-sel kanker ada yang :
(1) Menghambat atau menganggu sintese DNA dan atau
RNA
(2) Merusak replikasi DNA
(3) Menganggu transkripsi DNA oleh RNA
(4) Menganggu kerja gen
Obat anti-kanker itu bekerja pada
(1) Fase spesifik
Yaitu pada : fase M, fase G1, fase S, fase G2.
(2) Fase nonspesifik
Yaitu pada semua fase dalam siklus sel
b) Pemilihan obat anti kanker
(1) Tepat indikasi
Indikasi pemberian obat anti-kanker ialah ada kanker
sistemik, yaitu kanker yang telah menyebar atau yang
diduga telah menyebar tetai masih subklinik atau
mikroskopik dan kanker limphopoitik dan hemopoitik
(2) Tepat jenis
Untuk terapi utama obat yang diberikan adalah obat
yang sensitif terhadap kanker itu (kemosensitif), sedang
untuk terapi tambahan dapat diberikan obat yang
kemoresponsif baik sebagai monofarma (tunggal)
maupun poli atau multifarma
(3) Tepat dosis
Obat anti kanker itu sangat toksis dan harus diberikan
mendekatai dosis toksis, karena itu dosisnya diberikan
dengan tepat. Dosis itu umunya diberikan per Kg. Berat
badan atau per m2 luas badan
(4) Tepat waktu
Ada obat anti kanker yang diberikan tiap hari, dalam
siklus 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu, 4 minggu dsb.
(5) Tepat cara
Cara pemberian obat ada bermacam-macam dan untuk
penderita yang bersangkutan harus tepat caranya, seperti
iv,ia, dsb.
(6) Waspada Eso (efek samping obat)
Karena obat anti-kanker sangat toksis maka untuk
mendapat hasil yang maksimal dengan toksisitas yang
minimal perlu waspada terhadap efek samping obat.
Karena itu tidaklah mudah memilih obat-obatan anti
kanker yang akan dipakai pada seseorang penderita
kanker. Untuk dapat memilih obat yang paling tepat
bagi seseorang penderita beberapa faaktor perlu
diperhatikan :
(a) Jenis kanker
(b) khemosensitivitas kanker
(c) populasi sel kanker
(d) persentase sel kanker yang terbunuh
(e) siklus pertumbuhan kanker
(f) imunitas tubuh
a. Jenis kanker
Untuk keperluan kemoterapi kanker dibagi menjadi
2 jenis :
1) Kanker hemopoitik dan limphoitik
Kanker hemopoitik dan limpoitik umunya
merupakan kanker sistemik. Termasuk dalam
jenis kanker ialah : kanker darah (leukimia),
limfoma maligna dan kanker sumsum
(myeloma). Terapi utama kanker hematologi
ialah dengan khemoterapi, sedang operasi dan
radioterapi sebagai adjuvan
2) Kanker padat (solid)
Kanker padat mulai lokal, lalu menyebar
regional dan atau sistemik ke organ-organ lain.
Dalam kanker jenis ini termasuk semua kanker
yang diluar kanker hematologi. Terapi utama
kanker ialah dengan operasi dan atau radioterapi,
sedang kemoterapi baru diberikan pada stadium
lanjut atau sebagai adjuvan.
b. Sensitivitas kanker
Sensitivitas tumor terhadap obat anti-kanker tidaklah
konstan, tetapi pada umumnya :
1) Sensitif
Sebagian besar tumor solid adalah
kemoresponsif atau resistens, hanya beberapa
jenis kanker yang kemosensitif sedang kanker
hematologi umumnya khemosensitif yang dapat
disembuhkan dengan obat-obat anti kanker
seperti :
a) Leukimia
b) Limfoma maligna
c) Myeloma
d) Choriokarsinoma
e) Kanker testis
f) Dsb.
2) Responsif
a) Tumor kecil
b) Tumor yang pertumbuhannya cepat
c) Tumor yang diferensiasi selnya jelek
Contoh kanker : mamae, serviks, paru, kulit, dsb
3) Resistens
a) Tumor besar
b) Kanker yang pertumbuhannya pelan
c) Kanker yang diferensiasi selnya baik
Contoh : kanker otak, fibrosarkoma,
melanoma maligna, dsb.
(1) Alkilator
(2) Antimetabolit
h) Hasil kemoterapi
Hasil atau respons khemoterapi dapat berupa:
(1) Subjektif
Mengukur hasil subjektif/hasil terapi kanker sukar
tetapi sebagai pegangan dapat dipakai parameter:
(a) Berat badan
(b) Status penampilan
(2) Objektif
Hasil objektif ada yang dapat dan yang tidak dapat
diukur serta dapat diperiksa secara klinik, radiologi,
biokimia atau pemeriksaan stadium klinik patologi
(a) Respons komplit = (complete response = CR)
Semua tumor menghilang untuk jangka waktu
sedikitnya 4 minggu
(b) Respon partial = (partial response = PR)
Semua tumor mengecil sedikitnya 50% dan
tidak ada tumor baru yang timbul untuk jangka
waktu sedikitnya 4 minggu
(c) Tidak berubah = (no change = NC)
Tumor mengecil kurang dari 50% atau
membesar kurang dari 25%
(d) Penyakit progresif = (progresive disease = PD)
Tumor membesar 25% atau lebih atau timbul
tumor baru yang dulu tidak diketahui adanya
j) Komplikasi khemoterapi
(1) Segera
(a) Shock
(b) Arrhythmia
(c) Nyeri pada tempat suntikan, dsb
(2) Dini
(a) Mual/muntah
(b) Panas
(c) Reaksi hipersensitif, dsb
(3) Lambat (beberapa hari)
(a) Stomatitis
(b) Diarrhoea
(c) Alopecia
(d) Nephrotoksis
(e) Neuropathi
(f) Depresi sumsum tulang
(4) Lambat (beberapa bulan)
(a) Hiperpigmetasi kulit
(b) Lesi organ
(i) Adriamycin: hati
(ii) Bleomycin, Busulfan: paru
(iii)Methotrexate: hati
(c) Gangguan kapasitas reproduksi
(i) Amenorhoea
(ii) Penurunan konsentrasi sperma
(d) Gangguan endokrin
(i) Feminisasi
(ii) Virilisasi
(e) Efek karsinogen
(k) APD pada kemoterapi
Lindungi diri kita (petugas kesehatan) dari paparan dengan
metode dan cara kerja berikut ini(NIOSH, 2004 ):
(1) Siapkan obat ini dalam suatu tempat khusus yang
ditangani oleh petugas yang mempunyai wewenang.
(2) Siapkan obat ini dalam suatu biological Safety cabinet
(BSC) terutama BCS kelas II tipe B atau kelas III
(Suatu BSC yang mengalirkan udara dari dalam BSC
keluar menjauhi ruangan).
(3) . Gunakan alat suntik (syring) dan set infuse dengan
system Luer-Lok™ untuk persiapan dan pemberian
obat ini. Buang syring dan jarumnya pada wadah yang
didesain untuk melindungi petugas dari cidera
[tertusuk].
(4) Pertimbangkan untuk menggunakan alat untuk
membawa obat dengan system tertutup dan system
tanpa jarum.
(5) Hindari kontak kulit. Gunakan baju pelindung
disposibel yang terbuat dari bahan yang anti tembuh
cairan. Baju ini tertutup dibagian depannya, tangan
panjang.
(6) Gunakan sarung tangan berkualitas tinggi yang bebas
bedak, yang menutupi lengan baju
(7) Gunakan dua pasang sarung tangan (didouble).
(8) Ganti sarung tangan secara periodic
(9) Pakai plastic penutup wajah atau kacamata google
untuk menhindari kontak dengan matam hidung, dan
mulut dari obat tersebut, dimana obat ini dapat
memercik, menyemprot atau menjadi aerosol.
(10) Buka baju pelindung secara hati-hati untuk
menghindari perluasan kontaminasi.
(11) Lakukan pelatihan untuk menumbuhkan kesadaran
tentang pentingnya keamanan dalam menyiapkan dan
memberikan obat-obatan ini.
b. Penatalaksanaan Bedah
Menurut Rab (2010), pada dasarnya NSCLC termasuk tumor yang
resistensi, baik terhadap radiasi maupun terhadap sitostatik. Oleh
karena itu, maka pengobatan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1) Operasi
Dilakukan pada tumor yang terlokalisir. Sleeve resetion, wedge
resection, segmenektomi, lobektomi, bilobektomi atau
pneumonektomi adalah jenis-jenis operasi yang mungkin
dilakuakn pada pasien kanker paru
Menurut Sudoyo (2009), tujuan pengobatan kanker dibagi
menjadi :
a. Kuratif : menyembuhkan atau memperpanjang masa bebas
penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup pasien
b. Paliatif : mengurangi dampak kanker, meningkat kualitas
hidup
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal :
mengurangi dampak fisik maupun psikologis kanker baik
pada pasien maupun keluarga
d. Suportif : menunjang pengobatan kuratif paliatif dan terminal
seperti pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen
darah, growth factors obat anti nyeri dan obat anti infeksi
9. Komplikasi
a. Hematorak
b. Pneumotorak
c. Endokarditis
d. Abses paru
e. Atelektasis
2. Kardiovaskuler
Anamnesa : Klien mengeluh nyeri dada (tidak biasanya ada pada
tahap dini dan tidak selalu ada pada tahap lanjut) dimana
dapat/tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi
Auskultasi : Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukan
efusi), takikardi/disritmia.
Inspeksi : Edema wajah/leher, dada punggung (obstruksi vena
kava), konjungtiva pucat, CRT : > 3 menit, JVD (obstruksi vena
kava)
Perkusi : Pekak.
3. Gastrointestinal
1) Inspeksi : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil),
penurunan berat badan
2) Anamnesa : Klien mengeluh nyeri abdomen (hilang timbul), tidak
nafsu makan kesulitan menelan.
3) Auskultasi : bising usus lebih dari 8x/menit
4) Perkusi : hipertymphani.
5) Palpasi : nyeri tekan pada kuadran kanan atas.
4. Perkemihan
6) Anamnesa : Klien mengeluh sering kencing.
7) Inspeksi : Peningkatan frekuensi/jumlah urine (ketidakseimbangan
hormonal, tumor epidermoid)
5. Endokrin
1) Inspeksi : Wajah periorbital (ketidakesimbangan hormonal,
karsinoma sel kecil)
6. Pernafasan
1) Anamnesa : Klien mengeluh batuk ringan atau perubahan pada
batuk dari biasanya dan atau produksi sputum
2) Inspeksi : Nafas pendek, serak, paralysis pita suara, dispnea,
meningkat dengan kerja, sputum disertai darah, cupping hidung,
penggunaan otot pernapasan tambahan, bentuk dada : barrel chest.
Palpasi : Peningkatan fremitus taktil (menunjukan konsolidasi)
Auskultasi : Krekels/wengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan
aliran darah), krekels/mengi menetap; pertimbangan trakea (area
yang mengalami lesi)
Perkusi : Pekak pada daerah tumor di lapang paru.
7. Integumen
Inspeksi : kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal,
karsinoma sel kecil)
8. Reproduksi
1) Anamnesa : klien amenore/impotent (ketidakseimbangan
hormonal, karsinoma sel kecil).
2) Inspeksi : Ginekomastia (perubahan hormon neoplastik, karsinoma
sel besar)
Daftar Pustaka
EGC
Kresno, S.B. 2012. Ilmu Dasar Onkologi. Jakarta; Badan Penerbit
FKUI
EGC
Tangerang: Karisma
EGC
Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed V.
Jakarta: InternaPublishing
University Press
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis
Jakarta: EGC