Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
2. Insiden
Studi epidemiologi hipotiroid di Amerika Utara, Eropa, Jepang,
dan Australia, menunjukkan bahwa hipotiroidisme kongenital
mempengaruhi 1 dari 3.000 sampai 4.000 bayi yang baru lahir.
Hipotiroidisme kongenital mempengaruhi lebih dari dua kali lebih
banyak perempuan dari pada laki-laki. Kebanyakan kasus hipotiroidisme
kongenital yang sporadis, yang berarti mereka terjadi pada orang yang
tidak memiliki riwayat gangguan dalam keluarga mereka. Diperkirakan
15 sampai 20 persen dari kasus yang diturunkan. Banyak kasus warisan
resesif autosomal, yang berarti kedua salinan dari gen dalam setiap
selmemiliki mutasi. Paling sering,orang tua dari seorang individu dengan
kondisi resesif autosomal masing-masing membawa satu salinan gen
bermutasi, tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda dan gejala kondisi.
26
3. Klasifikasi
Hipotiroid dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
a. Primer (karena kegagalan oleh kelenjar tiroid)
b. Sekunder disebabkan oleh kegagalan hipofisis (menurunkan TSH
dan T4)
c. Tersier disebabkan karena adanya disfungsi hipotalamus
(menurunkan TRH)
27
4. Etiologi
Beberapa penyebab terjadi hipotiroid sebagai berikut :
a. Hipotiroid primer
Kemungkinan terjadi disebabkan oleh kongenital dari tiroid
(kreatism), sistesis hormon yang kurang baik, difisiensi iodine
(prenatal dan postnatal), obat antitiroid, pembedahan, penyakit
inflamasi kronik
b. Hipotiroid sekunder
Hipotiroid sekunder berkembang ketika adanya stimulasi yang tidak
memadai dari kelenjar tiroid normal, akibatnya jumlah stimulating
hormon (TSH) meningkat. Selain itu juga bisa disebabkan oleh
resistensi perifer terhadap hormone tiroid.
c. Hipotiroid tertier/pusat
Hipotiroid tertier dapat berkembang bila hipotalamus gagal untuk
memproduksi tiroid releasing hormon (TRH) dan akibatnya tidak
dapat distimulasi pituitari untuk mengeluarkan TSH.
10) Bradikardi
11) Edema perifer
6. Faktor risiko
a. Umur
Usia diatas 60 tahun akan semakin beresiko terjadinya hipotiroid
b. Jenis kelamin
Perempuan lebih beresiko terjadinya gangguan hipotiroid
c. Genetika
Faktor penyebab autoimun terhadap kelenjar tiroid, genetika
merupakan faktor pencetus utama
d. Merokok
Merokok dapat menyebabkan kekurangan oksigen di otak dan nikotin
dalam rokok dapat memacu peningkatan reaksi inflamasi
e. Stres
Stres juga berkolerasi dengan antibodi terhadap antibodi TSH-
Reseptor
f. Lingkungan
Kadar iodium dalam air kurang.
7. Patofisiologi (terlampir)
8. Komplikasi
a. Cacat pada bayi baru lahir
Ibu hamil dengan hipotiroidisme yang tidak dapat diobati akan
menyebabkan bayi lahir cacat mental dan mengalami gangguan
perkembangan fisik karena hormon tiroid sangat berperan dalam
perkembangan otak.
b. Koma miksedema
Merupakan stadium akhir pada hipotiroidisme yang tidak diobati.
29
c. Gagal jantung
Hipotiroidisme dapat meningkatkan kolesterol dan tekanan darah,
mempengaruhi kontraksi jantung, serta menyebabkan efusi
perikardium yang membuat jantung harus bekerja lebih keras
untuk memompa darah.
d. Infertilitas
Jika kadar hormon tiroid terlalu rendah, maka akan
mempengaruhi ovulasi dan menyebabkan wanita sulit hamil.
Meskipun diterapi dengan penggantian hormon, hal ini tidak akan
menjamin wanita fertil kembali.
e. Neurologis
Hipotiroid dapat menyebabkan depresi dan demensia
9. Tes diagnostik
a. T3 dan T4 serum menurun
b. TSH meningkat pada hipotiroid primer
c. TSH rendah pada hipotiroid sekunder
d. Peningkatan kolesterol, LDH
e. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
f. Pembesaran jantung pada sinar X dada
g. EKG menunjukan sinus bradikardi, rendahnya voltase kompleks QRS
dan gelombang T datar atau inverse
10. Penatalaksanaan
a. Pemberian levotiroksin
Levotiroksin (T4) 1,6 ug/kgBB/har (~100-150 ug). Bila kondisi
hipotiroid akibat pengobatan Graves’ disease diberikan levotiroksin
75-125 ug/hari (dosis lebih rendah). Jika Pasien berusia < 60 tahun
tanpa penyakit jantung diberikan levotiroksin 50-100 ug/hari.
Pemberian dosis disesuaikan dengan kadar TSH dan target.
30
b. Pemeriksaan fisik
1) Sistem Neurologis: didapati tanda-tanda letargi, bicara lamat,
suara kasar dan parau, monoton, bicara tidak jelas, kerusakan
memori, mudah tersinggung, kehilangan pendengaran perspektif,
tremor, refleks profunda lambat, paratesia, ataksia, somnolen.
2) Sistem Muskuloskeletal: otot kaku/sakit, nyerisendi, kelemahan
otot, kram, paratesia, letih, cepat lelah.
3) Sistem Kardiovaskular: inteleransi tehadap dingin, keringat
berkurang, TD,nadi, dan suhu rendah, nyeri prakordial,
npembesaran jantung, disritmia, penurunan curah jnatung.
4) Sistem pernapasan: suara serak, sesak napas saat melakukan
aktivitas
5) Sistem Gastrointestinal: peningkatan BB tidak jelas penyebabnya,
anoreksia, konstipasi, distensi bdomen, asites, lidah besar dan
tebal
6) Sistem Resproduksi: menoragia, metroragia, amenore, penurunan
libido, penurunan fertilitas, aborsi spontan, impotensi
7) Sistem Integumen: kulit terlihat pucat, dingin, kering dan kasar,
serta bersisik, edema non-pitting (tangan, kaki, preorbital) rambut
kasar dan tipis, kuku yang rapuh, tumbuh lambat dan tebal, kebas
pada jari-jari tangan, sindrom Carpal tunel
c. Pengkajian psikososial: klien sangat sulit membina hubungan sosial
dengan lingkungannya, mengurung diri bahkan mania. Keluarga
mengeluhkan klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur
sepanjang hari. Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima
komponen konsep diri.
2. Dignosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload,
perubahan frekuensi jantung, perubahan preload
32
g. Mampu berbicara ketika sedang Terapi latihan : ambulasi darah sehingga kebutuhan oksigen ke
beraktivitas a. Kolaborasi pada dokter dan fisioterapi jantung tidak adekuat
tentang rencana ambulasi Terapi latihan : ambulasi
b. Anjurkan pasien untuk memakai pakaian 1. aktivitas secara bertahap dapat melatih
yang tidak ketat pasien dengan kebutuhan oksigen
c. Bantu pasien untuk menggunakan alas 2. pakaian longgar dapat memudahkan
kaki untuk latihan berjalan agar terbebas pasien dalam melakukan ambulasi atau
dari cedera aktivitas
d. Turunkan tempat tidur pasien 3. penggunaan alas kaki mengurangi
e. Anjurkn keluarga untuk mendampingi resiko cedera dan terjatuh
pasien saat melakukan aktivitas 4. tempat tidur yang rendah menjauhkan
f. Berikan alat bantu untuk melakukan pasien dari resiko jatuh dan
ambulasi (tongkat, alat bantu memudahkan pasien dalam melakukan
berjalan/walker, atau kursi roda) ambulasi secara bertahap
5. pendampingan diperlukan untuk
membantu dan memudahkan bila
pasien ada keluhan
6. memudahkan pasien dalam beraktivitas
bertahap
36
3 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Terapi oksigenasi Terapi oksigenasi
b.d sindrom keperawatan status pernapasan a. Edukasi pada pasien dan keluarga untuk 1. Pengetahhuan yang didapat dapat
hipoventilasi adekuat dengan kriteria hasil menghindari kebiasaan rokok membantu meningkatkan pola hidup
sebagai berikut : b. Jaga kepatenan jalan nafas sehat asien dan mengurangi faktor
a. Frekuensi pernapasan dalam c. Pantau oksigenasi pasien sesuai dengan terbentukan penakit
batas normal kebutuhan oksigen 2. Kepatenan jalan dapat membantu
b. Karakteristik nafas dalam batas d. Jelaskan pada pasien tentang pentingnya keadekuatan kebutuhan oksigen
normal (kedalaman, irama, pemberian oksigen dan jangan berikan 3. Pemantauan secara tepat menjauhkan
bunyi nafas, tidak ada pasien melepaskan selang oksigen pasien dari keracunn karbondioksida
penggunaan alat bantu)) e. Pantau efektivitas terapi oksigen dengan 4. Kebutuhan oksigen yang adekuat dapat
c. Saturasi oksigen dalam batas memantau hasil gas darah arteri memudahkan pasien dan memenuhi
normal f. Observsi TTV kebutuhan oksigen pada jantung
d. Tidak terdapat retraksi dada, Monitor pernapasan 5. Pemantauan secara tepat dapat
cuping hidung, sianosis a. Pantau rata-rata, ritme, kedalaman, dan memudahkan dalam pemberian terapi
e. Tidak terdapat atelaktasis usaha saat bernapas 6. Pemantauan TTV secara tepat dapat
f. Tidak terdapat batuk b. Catat pergerakan dada, lihat kesimetrisan mencegah terjadinya kegawatan dan
g. Tidak terdapat kerusakan dan penggunaan otot-otot tambahan pemberian terapi secara tepat dan cepat
c. Monitor pola napas ( bradipnea, takipnea, Monitor pernapasan
hiperventilasi, nafas kussmaul, dan apnea) 1. Pemantauan yang tepat dapat mencegah
37
d. Pantau nilai saturasi pasien oksigenasi terjadinya gagal nafas atau apnea
2. Penggunaan otot bantu pernapasan
indikasi adanya sirkulasi oksigen tidak
adekuat
3. Detiksi dini mencegah terjadinya apnea
dan pemberian terapi secara tepat
4. Kecukupan oksigen dapat membantu
pasien dalam bernapas secara normal
dan teratur.
38
DAFTAR PUSTAKA
Nur Aini&Ledy, 2016. Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin dengan
Pendekatan NANDA NIC NOC. Jakarta : Salemba Medika