Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian
Nama anak : An “L”
Umur : 4 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Nomor Register : 10261115
Lahir : Normal (Spontan B)
Tempat/tanggal lahir : Surabaya, 13 Mei 2017
Diagnosa Medis : Meningtis
Tanggal MRS : 8 September 2017 jam 03.00 WIB
Nama Ibu : Ny. “H”
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : -
Penghasilan : -
Alamat : Pucang Jajar 42 Surabaya
Nama Ayah : Tn. “B”
Umur : 36 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Pucang Jajar 42 Surabaya
B. Riwayat kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu klien mengatakan pada tanggal 7-9-2017 jam 14.30 WIB Anak mulai
panas lalu diberi obat penurun panas (Sirup Salmol) 1 kali dan dikompres,
disertai batuk dan pilek. Tetapi panas tidak turun. Muntah sebanyak 2 kali
yaitu jam 23.30 WIB dan 01.30 WIB sebanyak ± 2-3 sendok makan dengan
berisi makanan. Lalu kejang terjadi pada jam 02.30 WIB sebanyak 1 kali,
lamanya ± 5-10 menit, tidak mengeluarkan busa dari mulut. Keadaan saat
kejang adalah mata melirik ke atas, kedua tangan fleksi, dan kedua kaki kaku
(ekstensi). Setelah kejang terjadi anak langsung menangis. Batuk tidak
mengeluarkan dahak, suara grok-grok, konsistensi pilek agak kental, jernih,
dan keluar kadang-kadang, tetapi tidak sesak.
2. Keluhan utama : Kejang
3. Penyakit Riwayat Dahulu
Sebelumnya anak tidak pernah menderita/mengalami kejang, epilepsi, trauma
kepala, radang selaput otak, ostitis media akut. Penyakit yang pernah diderita
anak yaitu panas, batuk, pilek tetapi jarang terjadi.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah : tidak ada keluarga yang menderita penyakit epilepsi, kelainan
syaraf, penyakit menular ataupun menurun dari ayah.
Ibu : ibu menderita hipotensi. Orang tua perempuan ibu menderita
penyakit diabetes mellitus sejak tahun 1992, dari keluarga ibu tidak
ada yang menderita kelainan syaraf, epilepsi.
Anak : kakaknya menderita sakit batuk dan pilek selama satu minggu
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : composmentis
3. Tekanan darah :-
Nadi : 132 kali/menit
Respirasi : 30 kali/menit
Suhu : 38,2 ºC
4. BB / TB : 9 kg / 77 cm
Status gizi : 2n + 8
2(1,5) + 8 = 11 kg
9/11 x 100 % = 81,8 % (gizi kurang)
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Tak ada tanda – tanda mikrochepali ataupun makrochepali, lingkar
kepala 46 cm, ubun – ubun besar menutup, bentuk kepala normal.
b. Rambut
Warna pirang, rambut tidak mudah dicabut, ketebalan rambut cukup,
tidak terdapat kutu.
c. Muka / wajah
Tidak ada rhisus sardonicus, simetris, tidak terdapat oedema, wajah
tidak tampak pucat.
d. Mata
Ketajaman penglihatan baik, palpebra simetris, tak ada midriasis atau
miosis, sklera tidak ikterus, konjungtiva tak anemis, pergerakan normal,
tak ada strabismus.
e. Hidung
Bentuk normal, tidak terdapat epistaksis, nampak keluar sekret
berwarna kental dan jumlahnya sedikit, tidak ada polip, tidak ada
pernapasan cuping hidung.
f. Telinga
Simetris kanan dan kiri, pendengaran normal, tak tampak keluar cairan.
g. Mulut
Simetris, tak tampak cyanosis, gigi berjumlah 8 buah, tak ada karies,
lidah bersih, tidak terdapat stomatis, tak ada strismus, bibir tampak
kering dan pecah-pecah
h. Tenggorokan
Tonsil tak tampak kemerahan dan tak tampak pembesaran, faring
tampak kemerahan, tak ada eksudat.
i. Leher
Tak ada kaku kuduk, tak ada pembesaran kelenjar tiroid, tak ada
pembesaran vena jugularis, tak ada pembesaran kelenjar getah bening.
j. Dada / Thorax
Lingkar dada 46 cm, bentuk dada normal, tak ada refraksi intercostal,
tidak terdapat ronchi, tak ada wheezing, pernaasan cepat dan iramanya
teratur.
k. Jantung
Detak jantung normal dan frekwensinya teratur
l. Abdomen
Turgor kulit cukup, tak ada meteorismus, keadaan lien dan hepar
normal, tidak teraba benjolan / tumor, gerak peristaltik normal.
m. Kulit
Kebersihan kulit cukup, tidak ada hemangioma, tidak ada oedem, kulit
teraba panas.
n. Ekstrimitas
Ekstrimitas atas: tak ada oedem, pergerakan normal, pada tangan kiri
terpasang infus sejak8 september 2001, tak ada tanda – tanda flebitis,
akral hangat, lila = 14 cm.
Ekstrimitas bawah: tak ada oedem, pergerakan normal, akral hangat.
o. Genetalia
Vulva : kebersihan cukup, tidak tampak keluar sekret, tidak ada
oedema maupun iritasi.
Anus : kebersihan cukup, haemorroid tidak tampak.
E. Pemeriksaan Penunjang
Data Laboratorium
Laboratorium 8 – 9 2001 jam 03.30
Pemeriksaan darah
HB : 12,00 gr % (P 11,4 – 15,1)
Leukosyt : 19 x 109/L (P 4,3 – 11,3)
Trombosyt : 173 x 109/L (150 – 350)
PCV : 0,35 (P 0,38 – 0,42)
Glukosa darah acak : 288 mq/dl (< 200)
Elektrolit : Kalium = 3,60 meq/L (3,8 - 5)
Natrium : 133 meq/L (135 - 144)
LP (lumbal pungsi) : Keluarga menolak walaupun
sudah diberikan penjelasan tujuan dan prosedurnya.
Data Lain
Therapi yang diberikan :
8-9-2001 : Ampicilin 3x300 mg IV
Paracetamol 3x100 mg P.O
Diazepam 2,7 mg IV (bila kejang)
Infus D5 ¼ S 500 cc/24 jam.
F. Analisa Data
No Pengelompokan data Kemungkinan Penyebab Diagnosa/masalah
G. Diagnosa Keperawatan
1. Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi
2. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan nyeri saat menelan yang
ditandai dengan porsi makan tidak dihabiskan, BB kurang dari normal, anak
tidak mau PASI.
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi yang
ditandai dengan keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.
H. Intervensi
No. Rencana Rasional
Rencana Keperawatan:
1. 1. Beri penjelasan pada keluarga
1. 1. Dengan pemberian penjelasan
tentang penyebab gangguan keluarga diharapkan mengerti, dan
pemenuhan nutrisi, pentingmya nutrisi dapat mendukung program
bagi tubuh dan cara mengatasinya perawatan yang diberikan
2. 2. Berikan health educational kepada 2. Untuk mengurangi nyeri saat
keluarga tentang : menelan dan untuk mencukupi
- 3. Berikan makanan pada anak dengan kebutuhan nutrisi
porsi kecil dan frekuensinya sering
- 4. Berikan pasi ditambah dengan madu 4.Sebagai fungsi dependen
secara bertahap perawat/bidan dengan ahli lain.
3. 5. Kolaborasi dengan tim gizi untuk 5. Mengetahui keseimbangan
pemberian diit : jumlah nutrisi tubuh.
TKTP 900 kalori, 20 gr protein 5.
PASI 6 x 100 cc 6. Deteksi perubahan BB sebagai
4. 6. Observasi intake dan output
5. 7. Lakukan penimbangan BB tiap hari 7. Evaluasi pemberian diit
Kriteria Hasil :
- - keluarga tidak sering bertanya tentang
penyakit anaknya
- -keluarga mampu diikutsertakan dalam
proses perawatan
-R Rencana Keperawatan : 1.
1. 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga 1. 1.Mengetahui sejauh mana
pengetahuan yang dimiliki
keluarga.
2. 2. Beri penjelasan tentang penyakit
2. 2. Agar keluarga dapat menerima
yang diderita anak dan semua informasi dengan mudah dan tepat
prosedur perawatan yang akan sehingga tidak timbul
dilakukan kesalahpahaman sehingga keluarga
lebih kooperatif
3. 3. Berikan health education cara
3. 3. Sebagai upaya alih informasi dan
menolong anak kejang dan mencegah mendidik keluarga agar mandiri
kejang : dalam mengatasi masalah
- jangan panik saat kejang kesehatan
- baringkan anak di tempat rata
- kepala dimiringkan
- pasang gagang sendok di mulut
yang telah dibungkus kain bersih
- setelah kejang berhenti dan anak
sadar segera minumkan obat dan
tunggu sampai keadaan tenang
- jika suhu tinggi, lakukan kompres
dingin dan beri minum banyak
- segera bawa ke RS bila kejang
lama
4. 4. Berikan helath education agar selalu
4. 4. Mencegah peningkatan suhu
sedia obat penurun panas (sesuai lebih tinggi dan serangan kejang
dengan anjuran dokter) bila anak panas ulang
segera bawa RS bila suhu belum turun
24 jam berikutnya
5. 5. Beritahu keluarga agar memberikan 5. Imunisasi pertusis memberikan
informasi pada petugas imunisasi reaksi panas yang dapat
bahwa anaknya pernah mendapat menyebabkan kejang ulang
serangan kejang sehingga pemberian
imunisasi DPT tidak diberikan
pertusis, hanya DT saja
I. Implementasi Keperawatan
Tanggal 8- Dx
9-2017 1. potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi
Jam 11.30
1. - Melonggarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah
WIB menyerap keringat
Jam 11.31
2. - Memberikan kompres dingin pada kepala dan ketiak
WIB 3. - Memberikan ekstra cairan :
infus : D5 ¼S . 500 cc/24 jam,ASI
minum pasi : anak menolak (dimuntahkan)
4. - Mengobservasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
N : 132x/mnt RR : 30x/mnt Suhu : 38,2oC
Jam 12.00
5. - Membatasi aktivitas selama anak panas. Terapi : bed rest
WIB 6. - Memberikan antipiretika dan pengobatan sesuai advise :
Terapi :
- Valium 2,7 mg IV (bila kejang)
- Ampicillin 3x300 mgIV
- Paracetamol 3x100 mg (per oral)
Jam 12.157. - Memberikan health education kepada keluarga tentang personal
hygiene : membersihkan daerah bibir dengan air hangat 2
x/hari, dan mengolesi bibir dengan madu
J. Evaluasi
1. Potensial terjadi kejang berulang berhubungan dengan hiperthermi
Catatan Perkembangan :
Tanggal 9-9-2017 jam 09.00 WIB
S : Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami kejang ulang dan badannya
masih panas, anak masih rewel, ibu sudah membersihkan bibir anaknya dan
mengolesi dengan madu.
O : Kejang ulang tidak terjadi, badan teraba panas akral hangat, turgor kulit
baik, anak tampak rewel, kelembaban bibir cukup, bibir tampak bersih.
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
S : 38oC N : 128 x/mnt RR : 28 x/mnt
A : Tujuan belum berhasil
P : Rencana dipertahankan
a. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
b.Berikan kompres dingin pada kepala dan ketiak
c. Berikan ekstra cairan
Infus : D5 ¼ S 500cc / 24 jam, ASI, PASI : 6 x 100cc
d. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
e. Batasi aktivitas selama anak panas
f. Berikan pengobatan sesuai dengan advis dokter.
Terapi : Valium 2,7 mgIV (bila kejang)
Ampicilin 3 x 300 mgIV
Paracetamol 3 x 100 mg per oral
Evaluasi :
Tanggal 10-9-2017 jam 11.00 WIB
S : Ibu mengatakan kalau anaknya tidak mengalami kejang ulang, badannya tidak
panas lagi, anak tidak rewel dan bisa tidur nyenyak, anak kembali ceria lagi.
O : Kejang ulang tidak terjadi kulit tidak teraba panas, turgor kulit baik anak
tampak ceria, infus dilepas sejak jam 09.00 WIB
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
S : 37,2oC N : 100 x/mnt RR : 25 x/mnt
A : Tujuan berhasil
P : Rencana dihentikan
Catatan Perkembangan :
Tanggal 11-9-2017 jam 08.00 WIB
S : Ibu mengatakan nafsu makan anak bertambah, porsi makan yang disediakan
habis PASI yang diberikan diminum 5 – 6 x 100 cc.
O : BB : 9 kg, turgor kurang baik, akral tidak pucat, conjungtiva tidak anemis,
anak masih menetek, anak tampak ceria dan bisa diajak bercanda
A : Tujuan berhasil sebagian
P : Rencana hari ini pulang.
ANALISIS JURNAL
Jurnal I
Pembahasan
Subyek dari penelitian ini dipilih anak usia 6–18 bulan karena memiliki insidens
meningitis bacterial yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lain. Disamping
memiliki kesesuaian dengan fokus usia pada rekomendasi AAP untuk melakukan
evaluasi prosedur neurodiagnostik pada anak dengan kejang demam.24 Penelitian
kami memperlihatkan kejadian meningitis
bakterialis yang cukup tinggi pada anak dengan kejang. demam pertama usia 6–18
bulan yaitu 39,3%. Penelitian di negara berkembang lain seperti di Pakistan, Iran, dan
Nigeria, menunjukkan bahwa kejadian meningitis ditemukan pada sekitar 25%–30%
dari anak yang mengalami kejang demam.3,20,23 Namun berbeda apabila
dibandingkan dengan di negara maju, dengan semakin baik keadaan sosioekonomi,
pelayanan kesehatan, dan cakupan imunisasi Hib dan IPD, telah menurunkan
kejadian meningitis bakterialis pada anak dengan kejang demam menjadi 0,4%
1,2%.25 Ditinjau dari segi usia, meningitis bakterial lebih sering ditemukan pada
anak usia 6-<12 bulan yang mengalami kejang demam pertama (p<0,05). Temuan
tersebut harus mendapat perhatian khusus karena pada anak berusia muda tanda dan
gejala meningitis seringkali tidak khas sehingga sulit membedakan apakah kejang
demam yang terjadi merupakan tanda dan gejala
meningitis atau bukan meningitis.24 Lama kejang ≥15 menit pada kelompok
meningitis
bakterial ditemukan pada 59,7% subyek, lama kejang ini termasuk dalam kriteria
kejang demam kompleks.25 Penelitian kami menunjukkan bahwa lama kejang ≥15
menit merupakan faktor risiko utama untuk terjadi meningitis bakterial pada anak
usia 6–18 bulan yang mengalami kejang pertama. Subyek yang mengalami kejang
sama atau lebih dari 15 menit memiliki risiko lebih dari 15 kali lipat untuk
mengalami meningitis bacterial dibanding dengan subyek dengan lama kejang kurang
dari 15 menit. Penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa meningitis bakterial
dengan gejala pertama kejang demam, pada umumnya kejang demam yang terjadi
berbentuk kejang demam kompleks.3,20,23 Hal lain yang menarik dari hasil
penelitian kami adalah pemberian antibiotik sebelum anak mengalami kejang demam
pertama memiliki hubungan dengan gejala meningitis. Pemberian antibiotik sebelum
terjadinya kejang demam pertama baik sistemik
maupun oral tampaknya berhubungan dengan kejadian meningitis. Rosenberg dkk,26
melakukan review terhadap pasien meningitis yang mendapat antibiotic oral
sebelumnya, ternyata tanda dan gejala meningitis menjadi tidak khas yaitu hanya
berupa kejang demam. Penelitian lain bahkan menunjukkan bahwa profil LCS
mendekati normal dan sulit mendapatkan hasil apus Gram dan kultur apabila pasien
telah mendapat antibiotik >12 jam.27 Hasil penelitian kami diharapkan dapat menjadi
pertimbangan para klinisi dalam mengelola pasien yang
mengalami kejang demam pertama. Tindakan pungsi lumbal perlu dilakukan pada
anak kejang demam pertama usia 6–18 bulan terutama yang mengalami kejang ≥15
menit, dengan mempertimbangkan pula kondisi lain seperti pemberian antibiotik
sebelumnya serta status imunisasi Hib dan IPD. The American Academy of Pediatrics
pada tahun 2011 menyatakan bahwa status imunisasi Hib dan IPD pasien merupakan
salah satu kondisi yang harus diperhitungkan dalam menentukan apakah pemeriksaan
neurodiagnostik seperti pungsi lumbal perlu dilakukan atau tidak.24 Keterbatasan
penelitian ini adalah subyek yang diambil adalah pasien yang datang ke RSUP Dr.
Hasan Sadikin, rumah sakit tipe A yang merupakan rujukan untuk Propinsi Jawa
Barat. Penelitian lanjutan diperlukan dengan mengikutsertakan sejawat di fasilitas
kesehatan primer dan di rumah sakit kota/kabupaten untuk menggambarkan lebih
baik kejadian meningitis bakterial di masyarakat.
Kesimpulan
Prinsip kewaspadaan pada tiap anak usia 6–18 bulan yang mengalami kejang demam
pertama harus diterapkan terutama bila mengalami kejang ≥15 menit karena memiliki
risiko tinggi mengalami meningitis bakterial. Tindakan pungsi lumbal perlu
dilaksanakan untuk memastikan ada/tidaknya meningitis bakterial atau infeksi SSP
lain. Keterlambatan penegakkan diagnosis
dan tata laksana akan berbahaya bagi keselamatan pasien di samping meningkatkan
kemungkinan kecacatan di kemudian hari. Penundaan tindakan lumbal pungsi tidak
direkomendasikan pada anak usia 6–18 bulan yang mengalami kejang demam
pertama ≥ 15 menit.
Daftar pustaka
1. Hampers LC, Trainer JL, Listernick R. Setting based practice variation in the
management of simple fbrile seizure. Acad Emerg Med 2000; 7:21-7.
2. Verity CM. Do seizures damage the brain? The epidemiological evidence. Arch
Dis Child. 1998;78:70-8.
3. Green SM, Rothrock SG, Clem KJ, Zurcher RF, Mellick L. Can seizures be the
sole manifestation of meningitis in febrile children? Pediatrics 1993; 92:527-34.
4. American Academy of Pediatrics, provisional Committee on Quality Improvement,
Subcommittee on Febrile
Seizures. Practice parameter: the neurodiagnostic evaluation of the child with a frst
simple febrile seizure. Pediatrics 1996; 97:769-72.
5. Trainor JL, Hampers LC, Krug SE, Listernick R. Children with frst-time simple
febrile seizures are at low risk of serious bacterial illness. Academic Emerg Med
2001; 8:781-7.
6. Rosman NP. Evaluation of the child who convulses with fever. Pediatr Drugs
2003; 5:457-61.
7. Sadleir LG, Scheffer IE. Febrile seizures. BMJ 2007; 334: 307-11.
8. Novariani M, Herini ES, SY Patria. Faktor risiko sekuele meningitis bakterial pada
anak. Sari Pediatri 2008; 9:342-7.
9. Feigin RD, Cutrer WB. Bacterial meningitis beyond the neonatal period. Feigin
RD, Cherry JD, DemmlerHarrison GJ, Kaplan SL, penyunting. Textbook of pediatric
infectious diseases. Edisi ke-6. Philadelphia. Sauders elsevier; 2009. h. 439 71.
10. Golnik A. Pneumococcal meningitis presenting with a simple febrile seizure and
negative blood-culture result.
Pediatrics 2007; 120:c428-33