Sunteți pe pagina 1din 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bidan merupakan seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus
sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Proses registrasi atau proses pendaftaran,
pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal
kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan ,sehingga secara fisik dan
mental mampu melaksanakan praktik profesinya.
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis. Bidan
memberikan pelayanan yang berkesinambungan dan bersifat paripurna, berfokus pada aspek
pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-
sama dengan tenaga kesehatan lainnya.Pembahasan berikut ini yakni mengenai registrasi dan
praktik bidan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah yang mencakup tentang registrasi dan praktik bidan ?
2. Apa sajakah yang mencakup tentang wewenang bidn ?
3. Apa sajakah yang mencakup tentang pencacatan dan pelaporan bidan ?
4. Apa sajakah yang mencakup tentang pembinaan dan pengawasan bidan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui cakupan dari registrasi dan praktik bidan.
2. Untuk mengetahui wewenang bidan
3. Untuk mengetahui pencacatan dan pelaporan bidan
4. Untuk mengetahui pembinaan dan pengawasan bidan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BIDAN
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional dengan
sejumlah praktisi diseluruh Dunia.
Pengertian Bidan dan bidang praktinya secara internasional telah diakui oleh Internatinal
Confederation of midwives (ICM), Federation Internatinal of Gynaecologist and Obstetrian
(FIGO) dan World Health Organization(WHO),sedangkan secara Nasional telah diakui oleh
Ikatan Bidan Indonesia(IBI) sebagai organisasi profesi bidan di Indonesia.
Definisi Bidan menurut beberapa Sumber :
1. WHO,ICM dan FIGO(1992)
Bidan adalah seorang yang diakui secara regular dalam program
pendidikan bidan, diakui secara yuridis,ditempatkan dan mendapat kualifikasi
serta terdaftar disektor yang memperoleh izin melksanakan praktik kebidanan.
2. Permenkes No.572 /Menkes/PER/VI/1996 pasal 1 ayat 1 tentang registrasi dan
praktik bidan“Bidan adalah seorang perempuan yang telah mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan telah lulus ujian
sesuai dengan persyaratan yang berlaku”.
3. IBI (2003)
Bidan adalah seorang perempuan yang telah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan telah lulus ujian sesuai dengan
persyaratan yang berlaku ,dicatat(register) dan diberi izin secara sah untuk
menjalankan praktik.
4. Berdasarkan hasil Rekarnas(2011)disolo definisi bidan perlu disesuaikan
berdasarkan hasil kongres ICM diBrisbane (2011)
“A Midwife is a person who having been regulary admitted to a midwifery
educational programme,duly recognized in the country in which it is located , has
successfully completed the prescribed course of studies in midwifery and has

2
acquired the requisite qualification to be registered and/or legally licensed to
practice midwifery.
B. PELAPOR DAN REGISTRASI
Registrasi merupakan proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan
terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau
standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental
mampu melaksanakan praktik profesinya.
Dan didalam permenkes No.900/MENKES/SK/VII/2002, telah diatur tentang Pelapor dan
Registrasi Bidan.

Diantaranya yakni:
Pasal 2
(1) Pimpinan penyelenggaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan
secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta
didik yang baru lulus, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan
lulus.
(2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Formulir I terlampir.

Pasal 3
(1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan
kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana
institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB selambat-lambatnya
1(satu) bulan setelah menerima ijazah bidan.
(2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
meliputi :
a. fotokopi Ijazah Bidan
b. fotokopi Transkrip Nilai Akademik
c. surat keterangan sehat dari dokter

3
d. pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar;
(3) Bentuk permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Formulir II terlampir.

Pasal 4
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan melakukan
registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
untuk menerbitkan SIB.
(2) SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan, dalam waktu selambatlambatnya
1(satu) bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara
nasional.
(3) Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.

Pasal 5
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi
mengenai SIB yang telah diterbitkan.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara berkala
kepada Menteri Kesehatan malalui Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro
Kepegawaian Departemen Kesehatan dengan tembusan kepada organisasi
profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala
akan diterbitkan dalam buku registrasi nasional.

Pasal 6
(1) Bidan lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi
persyaratan mendapatkan SIB.

4
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana
pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.
(3) Bidan yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan selesai
adaptasi oleh pimpinan sarana pendidikan.
(4) Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan :
a. Fotokopi Ijazah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jenderal Pendidikan
Tinggi
b. Fotokopi Transkrip Nilai Akademik yang bersangkutan.
(6) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan
adaptasi.
(7) Bidan yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4.
(8) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana
tercantum dalam Formulir IV terlampir.

Pasal 7
(1) SIB berlaku selama 5 Tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar
untuk menerbitkan SIPB.
(2) Pembaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan
antara lain:
a. SIB yang telah habis masa berlakunya
b. Surat Keterangan sehat dari dokter
c. Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

5
C. MASA BAKTI
Pasal 8
Masa bakti bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku.

D. PRAKTIK BIDAN
Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan
kemampuannya.

Pasal 14
Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan
yang meliputi :
a. pelayanan kebidanan
b. pelayanan keluarga berencana
c. pelayanan kesehatan masyarakat.

Pasal 15
(1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a
ditujukan kepada ibu dan anak.
(2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa
kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode
interval).
(3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa
bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah.

6
Pasal 16

(1) Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi :


a. penyuluhan dan konseling
b. pemeriksaan fisik
c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil
dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsi
ringan dan anemi ringan.
e. pertolongan persalinan normal
f. pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus
macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi,
perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri
primer, post term dan pre term
g. pelayanan ibu nifas normal
h. pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta renjatan dan
infeksi ringan
i. pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi
keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
(2) Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi :
a. pemeriksaan bayi baru lahir
b. perawatan tali pusat
c. perawatan bayi
d. resusitasi pada bayi baru lahir
e. pemantauan tumbuh kembang anak
f. pemberian imunisasi
g. pemberian penyuluhan.

7
Pasal 17
Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut,
bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan
anak sesuai dengan kemampuannya.

Pasal 18
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
berwenang untuk :
a. memberikan imunisasi
b. memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas
c. mengeluarkan placenta secara manual
d. bimbingan senam hamil
e. pengeluaran sisa jaringan konsepsi
f. episiotomi
g. penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II
h. amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm
i. pemberian infus
j. pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa
k. kompresi bimanual
l. versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya
m. vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul
n. pengendalian anemi
o. meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu
p. resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
q. penanganan hipotermi
r. pemberian minum dengan sonde /pipet
s. pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai
dengan Formulir VI terlampir
t. pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.

8
Pasal 19
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud
dalam pasal 14 huruf b, berwenang untuk :
a. memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi
dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom
b. memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi
c. melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim
d. melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit
e. memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan
kesehatan masyarakat.

Pasal 20
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 14 huruf c, berwenang untuk :
a. pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak
b. memantau tumbuh kembang anak
c. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
d. melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk dan
memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan
Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.

Pasal 21
(1) Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan
selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
(2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

Pasal 22
Bidan dalam menjalankan praktik perorangan harus memenuhi persyaratan yang
meliputi tempat dan ruangan praktik, tempat tidur, peralatan, obat-obatan dan
kelengkapan administrasi.

9
Pasal 23
(1) Bidan dalam menjalankan praktik perorangan sekurang-kurangnya harus
memiliki peralatan dan kelengkapan administratif sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I Keputusan ini.
(2) Obat-obatan yang dapat digunakan dalam melakukan praktik sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini.

Pasal 24
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak
serta keluarga berencana.

Pasal 25
(1) Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang
diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan
pelayanan berdasarkan standar profesi.
(2) Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bidan dalam
melaksanakan praktik sesuai dengan kewenangannya harus:
a. menghormati hak pasien
b. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
c. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan
perundang-undang yang berlaku
d. memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan
e. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
f. melakukan catatan medik (medical record) dengan baik.

Pasal 26
Petunjuk pelaksanaan praktik bidan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III
Keputusan ini.

10
E. WEWENANG BIDAN
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:

1. Kewenangan normal:
o Pelayanan kesehatan ibu
o Pelayanan kesehatan anak
o Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
2. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah
3. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter

Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini
meliputi:

1. Pelayanan kesehatan ibu


a. Ruang lingkup:
1. Pelayanan konseling pada masa pra hamil
2. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
3. Pelayanan persalinan normal
4. Pelayanan ibu nifas normal
5. Pelayanan ibu menyusui
6. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
b. Kewenangan:
1. Episiotomi
2. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
3. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
4. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
5. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
6. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu
ibu (ASI) eksklusif
7. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
8. Penyuluhan dan konseling
9. Bimbingan pada kelompok ibu hamil

11
10. Pemberian surat keterangan kematian
11. Pemberian surat keterangan cuti bersalin
2. Pelayanan kesehatan anak
a. Ruang lingkup:
1. Pelayanan bayi baru lahir
2. Pelayanan bayi
3. Pelayanan anak balita
4. Pelayanan anak pra sekolah
b. Kewenangan:
1. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan
hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan
bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat
2. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
3. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
4. Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah
5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah
6. Pemberian konseling dan penyuluhan
7. Pemberian surat keterangan kelahiran
8. Pemberian surat keterangan kematian
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dengan
kewenangan:
1. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan
dan keluarga berencana
2. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom

Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang
menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan pelayanan
kesehatan yang meliputi:

1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan
pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit

12
2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu
(dilakukan di bawah supervisi dokter)
3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak
usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah
6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi
Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya
8. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)
melalui informasi dan edukasi
9. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah

Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi,
penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan
penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat
dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut.
Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan juga
diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan
normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan
normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga
dokter.

F. PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 27
(1) Dalam melakukan praktiknya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan
sesuai dengan pelayanan yang diberikan.

13
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke Puskesmas dan
tembusan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran IV Keputusan ini.

G. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 31
(1) Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya ditetapkan
oleh organisasi profesi.
(2) Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari angka
kegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah dan pengabdian masyarakat.
(3) Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh organisasi profesi.
(4) Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong para
anggotanya untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.

Pasal 32
Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan
yang berhenti melakukan praktik pada sarana kesehatannya kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.

Pasal 33
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi profesi terkait
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bidan yang melakukan
praktik diwilayahnya.
(2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan melalui pemantauan yang hasilnya dibahas secara periodik

14
sekurang-kurangnya 1(satu) kali dalam 1(satu) tahun.

Pasal 34
Selama menjalankan praktik seorang Bidan wajib mentaati semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 35
(1) Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
a. menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum
dalam izin praktik.
b. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
(2) Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau Menjalankan
tugas didaerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan
dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a.

Pasal 36
(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan peringatan
lisan atau tertulis kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap
Keputusan ini.
(2) Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
paling banyak 3(tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPB Bidan yang
bersangkutan.

Pasal 37
Sebelum Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin
Tenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika
Pelayanan Medis (MP2EPM) sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

15
Pasal 38
(1) Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang bersangkutan
dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak
keputusanditetapkan.
(2) Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama
pencabutan SIPB.

(3) Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam waktu 14
(empat belas) hari setelah Keputusan diterima, apabila dalam waktu 14
(empat belas) hari tidak diajukan keberatan, maka keputusan tersebut
dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(4) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan ditingkat pertama dan terakhir
semua keberatan mengenai pencabutan SIPB.
(5) Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditempuh, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili
sengketa tersebut sesuai dengan maksud Pasal 48 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pasal 39
Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIPB
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan tembusan kepada
organisasi profesi setempat.

Pasal 40
(1) Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional Menteri Kesehatan
dan/atau atas rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut untuk
sementara SIPB bidan yang melanggar ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku.

16
(2) Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya
diproses sesuai dengan ketentuan Keputusan ini.

Pasal 41
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat membentuk Tim/Panitia yang bertugas melakukan
pemantauan pelaksanaan praktik bidan di wilayahnya.
(2) Tim/Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah,
Ikatan Bidan Indonesia dan profesi kesehatan terkait lainnya.

H. KETENTUAN PIDANAAN
Tidak Memberi Pertolongan Pertama Kepada Pasien
Pasal 190

ayat (1) menentukan bahwa “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan
gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).

Pada ayat (2) ditentukan bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian,pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Tanpa Izin Melakukan Praktik Pelayanan Kesehatan Tradisional


Pasal 191 menentukan bahwa setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan
kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
60 ayat (1) sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00
(seratus juta rupiah).

Tindak pidana yang tercantum dalam Pasal ini merupakan tindak pidana materiil.
17
Ancaman hukumannya jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan ancaman hukuaman
yang tercantum dalam Pasal 190 ayat(2),meskipun keduanya dapat mengakibatkan kematian.

Memperjual Belikan Organ atau Jaringan Tubuh


Pasal 192 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memperjual belikan
organ atau jaringan tubuh dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Bedah Plastik dan Rekonstruksi Untuk Mengubah Identitas Seseorang


Selanjutnya Pasal 193 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan
bedah plastik dan rekonstruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Aborsi
Aborsi dilarang oleh UU, kecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan
akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.Itupun
hanya dapat dilakukan setelah persyaratan yang ditentukan UU dipenuhi.

Aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan UU merupakan tindak pidana.

Pasal 194 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10(sepuluh)tahun dan denda paling banyak Rp.1000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).

Memperjual Belikan Darah


Darah sangat penting peranannya bagi kesehatan seseorang.UU menentukan bahwa
pelayanan darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia
sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial.

Karena itulah UU melarang darah untuk diperjual belikan dengan dalih apapun.

18
Bagi Yang Melanggar Larangan Tersebut Diancam Dengan Pidana
Pasal 195 menentukan setiap orang yang dengan sengaja memperjual belikan darah
dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

Tindak Pidana Kefarmasian dan/atau Alat Kesehatan


UU menentukan tiga macam tindak pidana kefarmasian dan /atau alat kesehatan.

Masing masing diatur dalam Pasal 196,197 dan 198.

Pasal 196 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standard dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Selanjutnya Pasal 197 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki
izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
juta rupiah).

Kemudian Pasal 198 menentukan bahwa setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Memproduksi atau Memasukkan Rokok ke dalam Wilayah NKRI Tanpa Mencantumkan


Peringatan Kesehatan dan Pelanggaran Pawasan Tanpa Rokok
Pasal 199

Ayat (1) menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
memasukkan rokok ke dalam wilayah NKRI dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan
berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

19
Ayat (2) menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa
rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana dengan pidana denda paling
banyakRp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

Menghalangi Program Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif


Kemudian Pasal 200 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghalangi
program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam pasal 128 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Dalam Hal Korporasi Melakukan Tindak Pidana


Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192,
Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, menurut
ketentuan Pasal 201, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya,pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali daripada
pidana denda seagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196,
Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199 dan Pasal 200.

Selain itu korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

1. Pencabutan izin usaha, dan/atau


2. Pencabutan status badan hokum

I. KETENTUAN PERALIHAN TENTANG SURAT PENGUASAAN DAN IZIN


PRAKTEK

PASAL 25
(1). Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan
Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan dan
Peraturan Mentri Kesehatan Nomor HK. 02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktek Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan
Peraturan ini sampai masa berlakunya berakhir.

20
(2). Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat
Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya,berdasarkan peraturan ini.

PASAL 26
Apabila Majelis Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi
(MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka dengan registrasi
bidan maka dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Mentri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan.

PASAL 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan
peraturan ini harus memiliki SIKB berdasrkan peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu)
tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.

PASAL 28
Bidan yang telah berpendidikan dibawah Diploma lll (D lll) Kebidanan yang telah
menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini Selambat-
lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kritik

Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih memiliki banyak kekurangan. Maka dari
itu kami mengaharapka kepada para pembaca atau mahasiswa yang membaca makalah kami
dapat memberikan masukan yang berarti bagi kami, agar di lain kesempatan kami dapat
membuat makalah yang lebih baik.

3.2 Saran

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

22
DAFTAR PUSTAKA

KMK No.369 Tentang Standart Praktik Bidan.Pdf


KMK No.900 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.Pdf
Permenkes No.1464/Menkes/PER/X/2010

23

S-ar putea să vă placă și