Sunteți pe pagina 1din 29

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan defisit-atensi / hiperaktivitas merupakan bagian dari gangguan perilaku dan


emosional masa anak dan remaja yang banyak dijumpai dalam masyarakat. Hal yang
melatarbelakangi penulis membahas tema ini karena cukup banyaknya penderita gangguan ini
terutama anak-anak. Orang tua umumnya tidak menyadari kalau anaknya memiliki
permasalahan gangguan defisit-atensi / hiperaktivitas, dan baru mengetahui setelah prestasi
belajar anak menurun karena sulit untuk memusatkan perhatian. Di samping itu kondisi di atas
juga disertai gejala lain seperti adanya ambang toleransi frustasi yang rendah disorganisasi, dan
perilaku agresif.
Fenomena lain yang terjadi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan
angka rata-rata prevalensi berkisar antara 3-11 %. Angka prevalensi untuk ADHD di Jakarta
Pusat adalah 4,2 %. Walaupun demikian jumlah kasus yang datang untuk mencari pengobatan
umumnya masih rendah oleh karena pengetahuan dan kepedulian orang tua, guru, dan
masyarakat sekitar masih rendah.1
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan
permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat. Ini yang menimbulkan kesukaran dalam
asuhan dan pendidikan. Gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas merupakan salah satu gangguan
perilaku pada anak. Gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas (ADHD) ditandai oleh rentangnya
perhatian yang buruk yang tidak sesuai dengan perkembangan atau ciri hiperaktivitas dan
impulsivitas atau keduanya yang tidak sesuai dengan usia. Untuk memenuhi kriteria diagnostik
gangguan harus ada sekurannya 6 bulan, gangguan dalam fungsi akademik atau sosial, dan
terjadi sebelum usia 7 tahun. Menurut diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
edisi keempat (DSM IV), diagnosis dibuat dengan menegakkan sejumlah gejala dalam bidang
inatensi atau bidang hiperaktivitas – impulsivitas atau keduanya. Jadi, seorang anak mungkin
memenuhi persyaratan untuk gangguan dengan gejala inatensi satu atau dengan gejala
hiperaktivitas dan impulsivitas tetapi bukan untuk inatensi. Beberapa menunjukkan gejala
multipel di sepanjang kedua dimensi. Dengan demikian, DSM IV menuliskan tiga subtipe
gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas: tipe predominan inatensif, tipe prodominan hiperaktif-
impulsif, dan tiga kombinasi. 2,3
Gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas telah ditemukan dalam literatur selama bertahun-
tahun dengan berbagai istilah. Pada awal tahun 1900-an; anak yang impulsif, terdisinhibisi, dan

1
hiperaktivitas banyak yang diantaranya memiliki cedera neurologis yang disebabkan oleh
ensefalitis – dikelompokkan di bawah label “sondroma hiperaktif”. Di tahun 1960-an suatu
kelompok heterogen anak-anak dengan koordinasi buruk, ketidak mampuan belajar, dan
labialitas emosional tetapi tanpa cedera neurologis spesifik digambarkan sebagai menderita
cedera otak minimal. Sejak saat itu hipotesis lain telah diajukan untuk menjelaskan asal
gangguan, seperti kondisi dengan dasar genetik yang mencerminkan tingkat kesadaran yang
abnormal dan kemampuan yang buruk untuk memodulasi emosi. Teori tersebut pada awalnya
didukung oleh pengamatan bahwa medikasi stimulan membantu menghasilkan atensi yang
bertahan dan memperbaiki kemampuan anak untuk memusatkan perhatian pada tugas yang
diberikan. Sekarang ini, tidak ada faktor tunggal yang dianggap menyebabkan gangguan,
walaupun banyak variabel lingkungan dapat menyebabkannya dan banyak gambaran klinis yang
dapat diramalkan adalah berhubungan dengannya. 2
Laporan tentang insidensi ADHD di Amerika Serikat adalah bervariasi dari 2 sampai 20%
anak-anak SD. Angka yang lama adalah kira-kira 3-5 % anak-anak SD prapubertas. Di Inggris
insidensi dilaporkan lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat, kurang dari 1%. Anak laki-laki
memiliki insidensi yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan, dengan rasio 3:1 sampai 5:1.
Gangguan paling sering ditemukan pada anak laki-laki yang pertama. Orang tua dari anak-anak
dengan ADHD menunjukkan peningkatan insidensi hiperkinetis, sosiopati, gangguan
penggunaan alkohol, dan gangguan konversi. Walaupun onset biasanya pada usia 3 tahun,
diagnosis biasanya tidak dibuat sampai anak dalam SD dan situasi belajar yang terstruktur
mengharuskan pola perilaku yang terstruktur, termasuk rentang perhatian dan konsentrasi yang
sesuai dengan perkembangannya. 2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah kondisi kronis yang mempengaruhi jutaan anak dan seringkali
tetap ada sampai dewasa. ADHD merupakan kombinasi beberapa masalah seperti kesulitan
untuk menjaga perhatian, hiperaktivitas, dan perilaku impulsive. Anak dengan ADHD juga dapat
memiliki rasa rendah diri, hubungan yang bermasalah, dan mendapat nilai yang jelek disekolah.
Dulu ADHD disebut ADD (attention deficit disorder atau gangguan defisit atensi), tetapi
sekarang ADHD karena menggambarkan kedua aspek kondisinya, yang itu inatensi dan perilaku
hiiperaktif dan impulsif.4,5
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas ditandai dengan rentang perhatian
yang buruk yang tidak sesuai dengan perkembangan atau adanya gejala hiperaktivitas dan
impulsivitas yang tidak sesuai dengan usia. Gejala ini harus ada paling sedikit 6 bulan dan terjadi
pada usia sebelum 7 tahun dan gejala-gejala tersebut terdapat pada dua situasi atau lebih. 6

2.2. Epidemiologi
Berdasarkan penelitian Saputro D (2004) dengan menggunakan instrumen Diagnostic
and Statistical Manual for Mental Disorder IV (DSM-IV) didapati angka sebesar 2.2 % untuk
tipe hiperaktif & impulsif, 5.3 % untuk tipe campuran hiperaktif-impulsif dan inatensi, serta 15.3 %
untuk ADHD tipe inatensi. 1
Di Amerika Serikat sedikitnya 4% remaja mengalami ADHD dan hal tersebut
berhubungan dengan tingginya tingkat morbiditas psikiatri dan kerusakan fungsional. Oleh
karena saat ini relatif baru kemunculan dari diagnosis ADHD pada remaja mengakibatkan masih
terjadi Underdiagnosed dan Undertreated . Panduan diagnosis ADHD dari American Academy
of Pediatrics hanya melingkupi anak yang berusia 6 sampai 12 tahun. Beberapa studi prevalensi
ADHD pada anak sekitar 6%-9% telah diketahui bahwa 40% - 70% dari anak tersebut akan
menunjukkan gejala berkelanjutan sampai dengan dewasa. Beberapa studi pada dewasa dengan
perilaku penyalahgunaan zat menunjukkan bahwa 15% sampai dengan 25% diantaranya
mempunyai ciri ADHD. Pada follow up jangka panjang beberapa studi menunjukkan bahwa anak
yang telah didiagnosis ADHD akan memiliki risiko gangguan kepribadian antisosial,

3
penyalahgunaan obat dan depresi yang ditemukan pada fase remaja akhir atau awal masa dewasa.
9,10

Morbiditas untuk ADHD sangat bervariasi. Jangkauan ini berdasarkan banyak faktor,
termasuk wilayah tertentu dari defisit, respon lingkungan pasien dan interaksi dengan defisit,
terapi yang diberikan, dan kehadiran kondisi hidup bersama. 8
ADHD lebih sering didiagnosis pada anak laki-laki dari pada anak perempuan. Sebagian
perkiraan rentang rasio pria-wanita 3: 1 - 4: 1 pada populasi klinik. Namun, sampel berbasis
masyarakat banyak menghasilkan rasio 2:1. Gangguan paling sering ditemukan pada anak laki-
laki yang pertama. ADHD telah meningkat selama dekade terakhir, dan rasio pria-wanita telah
mengalami penurunan, ini mungkin merupakan akibat dari peningkatan kesadaran akan
gangguan ini. 2,8
Laporan tentang insidensi ADHD di Amerika Serikat adalah bervariasi dari 2 – 20%
anak-anak sekolah dasar. Di Inggris, insidensi dilaporkan lebih rendah dibandingkan di Amerika
Serikat, kurang dari 1 %. Orang tua dari anak-anak dengan ADHD menunjukkan peningkatan
insidensi hiperkinesis, sosiopati, gangguan penggunaan alkohol, dan gangguan konversi. 8,10

2.3. Etiologi
Penyebab gangguan ini tidak diketahui, sebagian besar anak dengan ADHD tidak
menunjukkan tanda-tanda cedera struktural yang besar pada sistem saraf pusat. Sebaliknya,
sebagian besar anak dengan gangguan neurologis yang diketahui yang disebabkan oleh cedera
otak tidak menunjukkan defisit-atensi dan hiperaktivitas. Walaupun tidak adanya dasar
neurologis atau neurokimiawi spesifik untuk gangguan, gangguan dapat diperkirakan
berhubungan dengan berbagai gangguan lain yang mempengaruhi fungsi otak, seperti gangguan
belajar  faktor penyumbang yang diajukan untuk ADHD adalah pemaparan toksin pada
pranatal, prematuritas dan kerusakan mekanis pranatal pada sistem saraf janin. Penyedap
makanan, zat pewarna, pengawetan, dan gula telah juga diperkirakan sebagai kemungkinan
penyebab untuk perilaku hiperaktif. Tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa faktor-
faktor tersebut menyebabkan gannguan defisit-atensi/hiperaktivitas. 2,9
Berikut akan dibahas mengenai faktor – faktor yang mungkin berperan dalam terjadinya
ADHD, yaitu:
a. Faktor genetik
Studi molekular genetik telah mengungkapkan beberapa gen yang muncul untuk
dihubungkan dengan ADHD karena efeknya pada reseptor dopamin, transportasi dopamin, dan
dopamin beta-hidroksilase. 2

4
Mutasi gen pengkode neurotransmiter dan reseptor Dopamin (D2 dan D4) pada kromosom
11p memegang peranan terjadinya ADHD. Terdapat lima reseptor Dopamin yaitu D1, D2, D3,
D4 dan D5, sedangkan yang berperan terhadap ADHD adalah reseptor D2 dan D4.
Neurotransmiter dan reseptor Dopamin pada korteks lobus frontalis dan subkorteks (ganglia
basalis) berperan terhadap sistem inhibisi dan memori, sehingga apabila ada gangguan akan
terjadi gangguan inhibisi dan memori. Di samping Dopamin, gen pengkode sistem noradrenergik
dan serotoninergik terkait dengan patofisiologi terjadinya ADHD. Dua Gen reseptor dopamin
dan gen DAT telah diidentifikasi kemungkinan berperan dalam ADHD. Faktor neurologi terlihat
berperan dalam onset ADHD. 1,7,8
Penelitian oleh NIHM telah menunjukkan bahwa varian gen untuk catecho-O
methyltransferase (COMT) berhubungan dengan berbagai tingkat aktivitas dopamin prefrontal.
COMT memetabolisme dopamin. Orang-orang dengan dopamin / metabolisme varian cepat
memiliki tedensi mengalami gangguan ini karena metabolisme cepat dari substrat menurunkan
jumlah substrat yang tersedia secara biologis, orang-orang ini telah mengurangi aktivitas
dopamin prefrontal. Pengurangan ini, pada gilirannya, mengganggu pengolahan informasi
prefrontal.2
Beberapa penelitian genetik juga menemukan bahwa, saudara kandung dari anak dengan
ADHD mempunyai resiko 5 – 7 kali lebih besar untuk mengalami gangguan serupa. Orang tua
yang menderita ADHD mempunyai kemungkinan sekitar 50 % untuk menurunkan gangguan ini
pada anak mereka.4 Bukti-bukti untuk dasar genetik untuk gangguan ini adalah lebih besarnya
angka kesesuaian dalam kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik.6

b. Cedera otak
Telah lama diperkirakan bahwa beberapa anak yang terkena ADHD mendapatkan cedera
otak yang minimal dan samar-samar pada sistem saraf pusatnya selama periode janin dan
perinatalnya. Cedera otak mungkin disebabkan oleh: 2

Efek sirkulasi

Toksik

Metabolik

Mekanik

Efek lain yang merugikan

Stress

Kerusakkan fisik pada otak selama masa bayi yang disebabkan oleh infeksi, peradangan,
dan trauma.

5
Cedera otak yang minimal, samar-samar, dan subklinis mungkin bertanggung jawab untuk
timbulnya gangguan belajar dan ADHD. 2
Tomografi komputer (CT) kepala pada anak-anak dengan gangguan defisit-
atensi/hiperaktivitas tidak menunjukkan temuan yang konsisten. Penelitian dengan
menggunakan tomografi emisi positron (PET; positron emission tomography) ditemukan
penurunan aliran darah serebral dan kecepatan metabolisme di daerah lobus frontal anak-anak
dengan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas. Satu teori menyatakan bahwa lobus frontalis
anak-anak dengan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas tidak secara adekuat mengerjakan
mekanisme inhibisinya pada struktur yang lebih rendah, yang menyebabkan disinhibisi. 6

c. Faktor neurokimiawi
Banyak neurotransmiter telah dihubungkan dengan gejala defisit-atensi dan hiperaktivitas.
Sebagian, temuan adalah berasal dari pemakaian banyak medikasi yang menimbulkan efek
positif pada gangguan. Obat yang paling banyak diteliti dalam terapi gangguan defisit-
atensi/hiperaktivitas, stimulan, mempengaruhi dopamin maupun norepinerfin, yang
menghasilkan hipotesis neurotransmiter yang menyatakan kemungkinan disfungsi pada sistem
adrenergik dan dopaminergik.
Stimulan meningkatkan katekolamin dengan mempermudah pelepasannya dan dengan
menghambat ambilannya. Stimulan dan beberapa obat trisiklik, sebagai contoh, desipramine
(Norpramine) menurunkan 3–methoxy-4-hidroxyphenilglycol (MHPG) urin; yang merupakan
metabolik dari noepinerfin, Clonidine (Catapres), suatu agonis norepinerfin, adalah berguna
dalam mengobati hiperaktivitas. Obat lain yang menurunkan hiperaktivias adalah obat trisiklik
dan inhibitor monoamin oksidase (MAOI). Secara keseluruhan, tidak ada bukti-bukti yang jelas
yang melibatkan satu neurotransmiter tunggal dalam perkambangan gangguan defisit-
atensi/hiperaktivitas, tetapi banyak neurotransmiter mungkin terlibat dalam proses. 2

d. Struktur anatomi
Pemeriksaan CT-Scan kepala pada anak dengan ADHD tidak menunjukkan temuan yang
bermakna, penelitian dengan menggunakan Positron Emission Tomography (PET) menemukan
penurunan aliran darah serebral dan kecepatan metabolisme di daerah lobus frontralis pada anak
dengan ADHD dibandingkan dengan kontrol.2
Pemeriksaan brain imaging yang dilakukan pada anak dengan ADHD, didapatkan
pengecilan volume otak yang bermakna pada korteks prefrontal dorsolateral, kaudatus, palidum,
korpus kalosum dan serebelum.3 Rapport dkk dari National Institute of Mental Health

6
melakukan penelitian pada anak dengan ADHD menggunakan MRI (Magnetic Resonance
Imaging), menyatakan adanya pengecilan lobus perifrontal kanan, nucleus kaudatus kanan,
globus palidus kanan, serta vermis (bagian dari serebelum) jika dibandingkan dengan anak tanpa
ADHD. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi bagian – bagian otak di atas adalah
meregulasi fungsi perhatian seseorang. Lobus prefrontal dikenal sebagai bagian otak yang
terlibat dalam proses editing perliaku, mengurangi distraktibilitas, membantu kesadaran diri dan
waktu seseorang, sedangkan nukleus kaudatus dan globus palidus berperan dalam menghambat
respons otomatik yang datang pada bagian otak, sehingga koordinasi rangsangan tersebut tetap
optimal. Fungsi serebelum adalah mengatur keseimbangan. Meskipun demikian, masih
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab dari pengecilan lobus atau bagian
otak tersebut.2
Otak manusia normalnya menjalani kecepatan pertumbuhan utama pada beberapa usia: 3
sampai 10 bulan, 2 sampai 4 tahun, 6 sampai 8 tahun, 10 sampai 12 tahun dan 14 sampai 16
tahun. Beberapa anak mengalami maturasi pertumbuhan secara berurutan dan menunjukkan
gejala ADHD yang tampaknya sementara. Pada beberapa kasus temuan EEG menjadi normal
dengan berjalannya waktu.2

2.4. Patofisiologi
Patofisiologi ADHD tidak jelas dan ada sejumlah teori yang saling bersaing. Penelitian
pada anak-anak dengan ADHD telah menunjukkan pengurangan umum volume otak, tetapi
dengan penurunan secara proporsional lebih besar volume sisi kiri korteks prefrontal. Temuan
ini menunjukkan bahwa inti fitur ADHD kekurangan perhatian, hiperaktif, dan impulsif mungkin
mencerminkan disfungsi lobus frontal, tapi otak lainnya terutama daerah serebelum juga telah
terlibat. Neuroimaging studi di ADHD tidak selalu memberikan hasil yang konsisten dan pada
2008 hanya digunakan untuk tujuan diagnostik tidak penelitian. tahun 2005 diterbitkan review
penelitian yang melibatkan neuroimaging, neuropsikologi genetika, dan garis-garis konvergen
neurokimia menemukan bukti yang mengatakan bahwa empat daerah frontostriatal terhubung
memainkan peran penting dalam patofisiologi ADHD: korteks prefrontal lateral, anterior dorsal
Cinguli korteks, caudatus, dan putamen. 7,11
Temuan dari studi neuropsikologi menunjukkan bahwa korteks frontal dan sirkuit yang
menghubungkan ke ganglia basal sangat penting untuk fungsi eksekutif. Banyak temuan
mendukung pandangan ini, termasuk yang dijelaskan di bawah ini. fungsi eksekutif adalah tugas
utama dari lobus frontal. MRI korteks prefrontal kanan pada orang dengan ADHD menyebabkan
aktivasi menurun selama tugas-tugas yang membutuhkan penghambatan respon motor

7
direncanakan dan waktu respon motor ke isyarat sensorik. MRI pada penderita ADHD juga
menyebabkan kegiatan di korteks prefrontal kanan kiri inferior menurun, dimana hal ini
melibatkan waktu respon motorik ke isyarat sensorik. 10
Katekolamin adalah neurotransmiter utama dengan fungsi-lobus frontal. Katekolamin
dikendalikan neurotransmission dopaminergik dan noradrenergik dan menjadi target utama
untuk obat yang digunakan untuk mengobati ADHD. Sebuah studi selama 10 tahun oleh
National Institute of Mental Health (NIMH) menunjukkan bahwa otak anak-anak dan remaja
dengan ADHD ternyata 3-4% lebih kecil daripada anak-anak tanpa gangguan, dan tidak
disebabkan oleh pengobatan farmakologis. Selain paling sering peran neurotransmiter dikaitkan
dengan lobus frontal dan jalur yang disebutkan di atas, beberapa penyelidikan telah mulai
mendeteksi kemungkinan peran 5-hydroxytryptamine (5-HT). 8,11
Dalam satu penelitian penundaan dalam pembangunan struktur otak tertentu dengan rata-
rata tiga tahun terjadi pada usia sekolah dasar ADHD pasien. Penundaan itu paling menonjol
dalam korteks frontal dan lobus temporal, yang diyakini bertanggung jawab atas kemampuan
untuk mengendalikan dan fokus berpikir. Sebaliknya, korteks motor di pasien ADHD terlihat
untuk dewasa lebih cepat dari biasanya, yang menunjukkan bahwa kedua pengembangan lebih
lambat kontrol perilaku dan perkembangan motorik tingkat lanjut mungkin diperlukan untuk
keresahan yang menjadi ciri ADHD. Perlu dicatat bahwa obat perangsang sendiri dapat
mempengaruhi faktor-faktor pertumbuhan sistem saraf pusat. 6
Laboratorium yang sama sebelumnya telah menemukan keterlibatan "7-repeat" varian
dari reseptor D4 dopamin gen, yang bertanggung jawab atas sekitar 30 % dari risiko genetik
ADHD, yang tidak biasa korteks tipis dari sisi kanan otak, akan tetapi, berbeda dengan varian
lain dari gen yang ditemukan di pasien ADHD, normalisasi daerah di ketebalan selama masa
remaja di anak-anak ini, bertepatan dengan perbaikan klinis. 6,7
Selain itu, SPECT scan menemukan orang-orang dengan ADHD telah berkurang
sirkulasi darah (menunjukkan aktivitas saraf rendah), dan konsentrasi lebih tinggi secara nyata
transporter dopamin di striatum yang bertanggung jawab atas perencanaan ke depan Sebuah studi
oleh US Department of Energy's Brookhaven National Laboratory bekerjasama dengan Gunung
Sinai School of Medicine di New York menunjukkan bahwa itu bukan transporter dopamin yang
mengindikasikan tingkat ADHD, tetapi kemampuan otak untuk menghasilkan dopamin itu
sendiri. Studi ini dilakukan dengan menyuntikkan 20 ADHD subyek dan 25 subyek kontrol
dengan radiotracer yang menempel pada transporter dopamin. Studi ini menemukan bahwa
bukan tingkat transporter yang menunjukkan ADHD, tetapi dopamin itu sendiri. ADHD subyek
menunjukkan tingkat yang lebih rendah dopamin di papan. Mereka berspekulasi bahwa sejak

8
ADHD subyek tingkat dopamin lebih rendah untuk memulai dengan, jumlah transporter di otak.
Untuk mendukung gagasan ini, plasma homovanillic asam, indeks tingkat dopamin, ditemukan
untuk menjadi berbanding terbalik dengan tidak hanya untuk masa kanak-kanak ADHD pada
orang dewasa gejala pasien psikiatri, tetapi untuk "masa kanak-kanak masalah pembelajaran"
dalam mata pelajaran yang sehat juga. Satu interpretasi jalur dopamin pelacak adalah bahwa
biokimia "hadiah" mekanisme bekerja bagi mereka dengan ADHD hanya ketika tugas dilakukan
secara inheren memotivasi; rendahnya tingkat dopamin meningkatkan ambang batas di mana
seseorang dapat tetap fokus pada tugas yang jika tidak membosankan. 6,8
Kritikus, seperti Jonathan Leo dan David Cohen, yang menolak karakterisasi ADHD
sebagai suatu kelainan, berpendapat bahwa kontrol atas penggunaan obat perangsang tidak
memadai dalam beberapa studi volumetrik Lobar yang membuat tidak mungkin untuk
menentukan apakah ADHD itu sendiri atau psikotropika obat yang dipakai untuk mengobati
ADHD bertanggung jawab atas penurunan ketebalan diamati di daerah otak tertentu. Sementara
pertanyaan utama yang digunakan studi di usia-sesuai kontrol, hal itu tidak memberikan
informasi tentang tinggi dan berat badan subyek. Variabel-variabel ini telah berpendapat dapat
menjelaskan perbedaan ukuran otak daerah bukan ADHD itu sendiri. Mereka percaya banyak
studi neuroimaging disederhanakan dalam kedua populer dan wacana ilmiah dan diberi bobot
yang tidak semestinya walaupun kekurangan dalam metodologi eksperimental.5,8

2.5. Klasifikasi
Berdasarkan DSM IV dari American Psychiatric Association (APA), ADHD dibagi
menjadi 3 tipe : 6-8
a. ADHD tipe inatensi
Gangguan tipe ini sering disebut gangguan pemusatan perhatian. Pada gangguan ini
seseorang akan tidak mampu memusatkan perhatiannya untuk waktu yang lama,
perhatiannya mudah teralihkan oleh stimulus lain. Rentang waktu pemusatan perhatian
yang singkat, kemampuan menyimak yang rendah.
b. ADHD tipe hiperaktif-impulsif
Impulsivitas dapat berupa impulsivitas motor dan atau verbal. Impulsivitas motor berupa
anak selalu berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas lain. Impulsivitas verbal atau
kognitif terlihat berupa sikap terlalu cepat mengambil kesimpulan sebelum mendapat
informasi. ADHD dapat disertai atau tanpa hiperaktivitas. Hiperaktivitas
menggambarkan perilaku motorik yang berlebihan.
c. ADHD tipe kombinasi

9
Gangguan tipe ini merupakan penggabungan keadaan gangguan pemusatan perhatian dan
gangguan impulsif-hiperaktif.

2.6. Gambaran Klinis


ADHD mungkin memiliki onset pada masa bayi. Bayi dengan ADHD umumnya peka
terhadap stimuli dan mudah dimarahkan oleh adanya cahaya, suara, temperatur, dan perubahan
lingkungan. Tetapi mungkin juga terjadi kebalikannya, anak-anak jadi banyak tidur, lemah, dan
tampak berkembang lambat saat bulan-bulan pertama kehidupan. Namun lebih sering bayi
dengan ADHD untuk bersikap aktif di tempat tidurnya, sedikit tidur, dan banyak menangis. 2
Anak usia pra sekolah dengan ADHD akan bergerak dengan aktif dalam ruangan,
terangsang untuk menyentuh dan memanipulasi semua benda, sesuka hati, sering melompat –
lompat, berlari – lari dan memanjat – manjat tanpa kontrol. Mereka menjadi liar, overaktif,
berisik dan sulit dikendalikan saat berinteraksi dengan teman – teman sebayanya.2
Di sekolah anak ADHD dapat dengan cepat menyambar ujian tetapi hanya menjawab satu
atau dua pekerjaan pertama. Mereka tidak mampu menunggu giliran dipanggil disekolah dan
menjawab giliran orang lain, kesulitan untuk memusatkan perhatian di kelas, melamun, sulit
diam di tempat duduknya dan gelisah.2,4
Di rumah, mereka tidak dapat didiamkan walaupun hanya semenit, orang tua sering
menggambarkan anaknya sebagai anak yang tidak patuh bahkan terhadap perintah yang paling
sederhana, dan tidak mampu menyelesaikan tugas rumah sampai tuntas. Kira – kira 75 % anak
– anak dengan ADHD hampir konsisten menunjukkan gejala perilaku agresi dan menantang. 2,4
Diagnosis ADHD sering kali terlewat apabila anak-anak / remaja menunjukkan secara
predominan tipe in-atensi. ADHD tipe in-atensi pada anak-anak / remaja mempunyai manifestasi
adanya sedikit perilaku mengacau selama proses belajar dengan guru, namum memiliki tingkat
kegagalan pergaulan sosial yang tinggi, tidak pernah merasa bahagia dan cemas serta depresi
dibandingkan dengan ADHD tipe kombinasi. Adanya masalah tingkah laku mengacau tidak
nyata ditemukan pada remaja yang teridentifikasi sebagai ADHD namun anak-anak / remaja
tersebut secara signifikan akan menunjukkan masalah seperti disorganisasi, ketidakmampuan
mengikuti tugas akademik dan kesulitan dalam mempertahankan perhatiannya pada tugas
akademis yang lama. 7,10,11
Anak-anak dengan ADHD sering memperlihatkan emosi yang imatur dibandingkan
dengan rekan sebayanya. Mereka seringkali akan melakukan yang lebih baik ketika berinteraksi
dengan anak yang lebih muda maupun pada lingkungan dewasa yang mentoleransi tingkah laku
imaturnya. Anak-anak akan mudah frustasi dan memiliki “short fuse” dengan ledakan emosi

10
yang tiba-tiba. Masalah fungsi kognitif semakin meningkat pada remaja dengan ADHD. Selain
itu dilaporkan pula adanya gangguan tidur yang tidak berhubungan dengan status pengobatan
dengan karakteristik Dyssomnia, parasomnias dan gerakan involunter selama tidur. Anak dan
remaja dengan retardasi mental derajat ringan sampai dengan sedang kemungkinan mempunyai
gejala tingkah laku sesuai dengan diagnosis ADHD dan kemungkinan akan memberikan respon
pengobatan terhadap terapi ADHD. Perilaku menentang sering terjadi pada remaja dengan
ADHD. Remaja dengan perilaku menentang maka secara kronis akan menjadi semakin
argumentative, dan negativistic. Gangguan cemas pada ADHD akan menunjukkan perilaku
obsesif kompulsif dengan karakteristik keberadaan ketakutan terhadap obsesi yang menetap dan
tidak terungkapkan serta pembatasan yang ketat dengan perilaku kompulsif mengecek,
mengulang, menghitung, membersihkan, mengatur dan menimbun. Gejala Dysthymic ringan
sering terjadi pada remaja dengan pengobatan terhadap ADHD, namun pada kasus yang persisten
dan mempengaruhi efektivitas terhadap intervensi ADHD maka dapat dilakukan konseling
spesifik untuk pengobatan gejala depresinya. 11

Karakteristik anak-anak dengan ADHD yang tersering dalam hal frekuensi adalah : 2
1. Hiperaktivitas
2. Gangguan motorik perseptual
3. Labilitas emosional
4. Defisit koordinasi menyeluruh
5. Gangguan atensi (rentang atensi yang pendek, distrakbilitas, keras hati, gagal
menyelesaikan hal, inatensi, konsentrasi yang buruk)
6. Impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, mengubah perilaku dengan tiba-tiba, tidak
memiliki organisasi, meloncat-loncat di sekolah)
7. Gangguan daya ingat dan pikiran
8. Ketidakmampuan belajar spesifik
9. Gangguan bicara dan pendengaran
10. Tanda neurologis dan iregularitas EEG yang samar-samar

Anak dengan ADHD sering kali mengalami kesulitan dalam memenuhi berbagai tugas dan
tanggung jawabnya oleh karena adanya disfungsi pada aspek monitoring, persepsi, memori, dan
kontrol motoriknya. Banyak teori yang menjelaskan hal ini, tetapi dari semuanya setuju bahwa
fokus kelainan pada ADHD adalah bersumber pada kompleksitas dari dimensi fungsi kognitif
anak, sehingga dapat dikatakan sebagai gangguan dengan adanya defisit dalam fungsi
metakognisi anak. Dengan demikian, anak dengan ADHD seringkali menunjukkan adanya
11
defisit dalam proses perencanaan, monitor, dan regulasi perilaku. Oleh karena itu, led Virginia
Douglas menyatakan bahwa ADHD merupakan gangguan regulasi diri dengan dampak yang
pervasif pada fungsi anak sehari-hari. 2
Kira-kira 75 persen anak-anak dengan ADHD hampir konsisten menunjukkan gejala
perilaku agresi dan menentang. Tetapi, bilamana menantang dan agresi adalah berkaitan dengan
hubungan dalam keluarga yang merugikan, hiperaktivitas lebih erat berhubungan dengan
gangguan kinerja pada tes kognitif yang memerlukan konsentrasi. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa beberapa sanak saudara dari anak-anak hiperaktivitas menunjukan ciri-ciri
gangguan kepribadian antisosial. 2
Kesulitan lain yang sering ditemukan pada anak dengan ADHD ialah kesulitan di sekolah,
baik dalam hal belajar maupun perilaku. Kesulitan tersebut berasal dari gangguan komunikasi
atau belajar yang ada bersama-sama atau dari distrakbilitas anak dan atensi yang berfluktuasi,
yang menghalangi perolehan ilmu pengetahuan. Kesulitan lain yang sering dialami anak dengan
ADHD ialah kesulitan dalam berinteraksi dengan teman sebaya serta lingkungannya. Semuanya
ini tentu akan menurunkan kualitas hidup anak baik saat ini maupun dikemudian hari. 2,8
Komorbiditas yang biasa terjadi pada anak-anak dengan ADHD adalah : 11
 Gangguan tingkah laku (anti sosial) dan sikap pertentangan (30-50%)
 Depresi (15- 20%)
 Ansietas (25%)
 Gangguan belajar (10 – 25%)
 Tourette Syndrome (7%)
 Bipolar disorder (bergantian antara depresi dan iritabel) (11- 22%)
 Developmental delayed (sektor perkembangan bahasa dan motorik)

2.7. Diagnosis
Riwayat pranatal yang terinci tentang pola perkembangan anak dengan pengamatan
langsung biasanya menemukan aktivitas motorik yang berlebihan. Untuk membuat diagnosis
maka dibutuhkan data perilaku dan respon emosi anak baik di rumah maupun di sekolah. Untuk
itu maka perlu dilakukan wawancara psikiatrik dengan berbagai sumber seperti orang tua, guru,
dan pengasuh serta kelompok teman sebayanya atau saudara kandung. Disamping itu juga
dilakukan observasi serta wawancara psikiatrik langsung pada anak, sehingga didapatkan data
yang akurat untuk membuat diagnosis. Hiperaktivitas mungkin ditemukan pada beberapa situasi
(sebagai contoh, sekolah) tetapi tidak dalam situasi lainnya. (sebagai contohnya, wawancara
berhadap-hadapan dan menonton televisi) dan mungkin tidak jelas pada situasi yang terstruktur.

12
Tetapi, hiperaktivitas tidak merupakan manifestasi perilaku yang tersendiri, singkat, dan transien
di bawah stress tapi ditemuakan selama waktu yang lama. Sampai saat ini diagnosis dibuat
berdasarkan kriteria dari DSM-IV Menurut DSM-IV, gejala harus ditemukan pada sekurang-
kuangnya dua keadaan (sebagai contoh, sekolah dan rumah) untuk memenuhi kriteria diagnostik
untuk gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas.2
Ciri pembeda lain dari ADHD adalah rentang perhatian yang pendek dan distraktibilitas
yang mudah. Di sekolah, anak-anak dengan ADHD tidak dapat mengikuti instruksi dan sering
menuntut perhatian ekstra dari gurunya. Di rumah, mereka sering kali tidak mematuhi
permintaan orang tua. Mereka berkelakuan secara impulsif, menunjukkan labilitas emosional,
dan eksplosif dan iritabel.2
Diagnosis ADHD biasanya ditegakkan dengan menggunakan kriteria yang terdapat dalam
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM -IV) dan American Psychiatric
Association berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)
yang sesuai dengan International Classification of Diseases X (ICD X).2,4 Berdasarkan PPDGJ
III, gangguan hiperkinetik dimasukkan dalam satu kelompok besar yang disebut sebagai
Gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak dan remaja.
Gangguan ini terdiri atas beberapa jenis, yaitu:,2
- Gangguan aktivitas dan perhatian
- Gangguan tingkah laku hiperkinetik
- Gangguan hiperkinetik lainnya
- Gangguan hiperkinetik yang tak terinci
Pedoman diagnostik gangguan hiperkinetik berdasarkan PPDGJ III adalah:12,13
- Ciri – ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas berlebihan. Kedua ciri ini
menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan haruslah nyata ada pada lebih dari satu situasi
(misalnya di rumah, di kelas, di klinik).
- Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan
ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai. Anak – anak ini seringkali beralih
dari satu kegiatan ke kegiatan lain, rupanya kehilangan minatnya terhadap tugas yang satu
karena perhatiannya tertarik kepada kegiatan lainnya (sekalipun kajian laboratorium pada
umumnya tidak menunjukkan adanya derajat gangguan sensorik atau perseptual yang biasa).
Berkurangnya dalam ketekunan dan perhatian ini seharusnya hanya didiagnosis bila sifatnya
berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ yang sama.
- Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam situasi yang
menuntut keadan relatif tenang. Hal ini, tergantung dari situasinya, mencakup anak itu

13
berlari – lari atau berlompat – lompat sekeliling ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi
dalam situasi yang menghendaki anak itu tetap duduk, terlalu banyak berbicara dan rebut,
atau kegugupan/ kegelisahan dan berputar – putar (berbelit - belit). Tolok ukur untuk
penilaiannya ialah bahwa suatu aktivitas disebut berlebihan dalam konteks apa yang
diharapkan pada suatu situasi dan dibandingkan dengan anak – anak lain yang sama umur
dan nilai IQ – nya. Ciri khas perilaku ini paling nyata di dalam suatu situasi yang berstruktur
dan diatur yang menuntut suatu tingkat sikap pengendalian diri yang tinggi.
- Gambaran penyerta tidaklah cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu diagnosis, namun
demikian ia dapat mendukung. Kecerobohan dalam hubungan – hubungan social,
kesembronoan dalam situasi yang berbahaya dan sikap yang secara impulsive melanggar
tata tertib sosial (yang diperlihatkan dengan mencampuri urusan orang atau menganggu
kegiatan kegiatan orang lain, terlampau cepat menjawab pertanyaan yang belum lengkap
diucapkan orang atau tidak sabar menunggu gilirannya), kesemuanya merupakan cirri khas
dari anak – anak dengan gangguan ini.
- Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan haruslah dicatat secara
terpisah bila ada; namun demikian tidak boleh dijadikan bagian dari diagnosis aktual
mengenai gangguan hiperkinetik yang sesungguhnya.
- Gejala – gejala dari gangguan tingkah laku bukan merupakan kriteria eksklusi ataupiun
kriteria inklusi untuk diagnosis utamanya, tetapi ada tidaknya gejala – gejala itu dijadikan
dasar untuk subdivisi utama gangguan tersebut (lihat dibawah)
- F90.0 Gangguan aktivitas dan perhatian. Kriteria umum mengenai gangguan hiperkinetik
(F90) telah terpenuhi, tetapi kriteria untuk gangguan tingkah laku (F91) tidak terpenuhi.
- F90.1 Gangguan tingkah laku hiperkinetik. Memenuhi kriteria menyeluruh mengenai
gangguan hiperkinetik (F90) dan juga kriteria menyeluruh mengenai gangguan tingkah laku
(F91).

Kriteria Diagnostik ADHD berdasarkan DSM - IV adalah sebagai berikut 2


A. Salah satu (1) atau (2):
1. Inatensi  enam (atau lebih) gejala inatensi berikut ini telah menetap selama sekurangnya
enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan:
a. Sering gagal memberikan perhatian terhadap perincian atau melakukan kesalahan yang
tidak berhati-hati dalam tugas sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lain.

14
b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan atensi terhadap tugas atau aktivitas
permainan.
c. Sering tidak tampak mendengarkan jika berbicara langsung.
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, pekerjaan, atau
kewajiban di tempat kerja (bukan karena perilaku oposisional atau tidak dapat mengerti
instruksi).
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas.
f. Sering menghindari, membenci, atau enggan untuk terlibat dalam tugas yang
memerlukan usaha mental yang lama (seperti tugas sekolah atau pekerjaan rumah).
g. Sering menghindari hal-hal yang perlu untuk tugas atau aktivitas (misalnya: tugas
sekolah, pensil, buku, atau peralatan)
h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuli luar.
i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari

2. Hiperaktivitas-impulsivitas  enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas-impulsivitas berikut


ini telah menetap sekurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak
konsisten dengan tingkat perkembangan:
Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau menggeliat-ngeliat di tempat duduk.
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain di mana diharapkan
tetap duduk.
c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat (pada
remaja atau dewasa, mungkin terbatas pada perasaan subyektif kegelisahan).
d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu luang secara
tenang.
e. Sering “siap-siap pergi” atau bertindak seakan-akan “didorong oleh sebuah motor”.
f. Sering berbicara berlebihan.
Impulsivitas
g. Sering menjawab tanpa pikir terhadap pertanyaan sebelum pertanyaan selesai.
h. Sering sulit menunggu gilirannya atau menganggu orang lain.
i. Sering memutus atau mengganggu orang lain (misalnya: memotong masuk ke
percakapan atau permainan)

B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan gangguan telah ada
sebelum usia 7 tahun.
15
C. Beberapa gangguan akibat gejala ada selama dua atau lebih situasi (misalnya: di sekolah atau
pekerjaan dan di rumah).

D. Harus terdapat bukti jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi sosial,
akademik, atau fungsi pekerjaan.

E. Gejala tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan perkembagan pervasif,


skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan
mental lain (misalnya: gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, atau
gangguan kepribadian)

Gangguan yang mengenai membaca, aritmatika, dan koordinasi mungkin ditemukan


bersamaan dengan ADHD. Riwayat penyakit anak dapat memberikan petunjuk kepada faktor
pranatal (termasuk genetik), natal, dan pasca natal yang mungkin telah mempengaruhi struktur
atau fungsi sistem saraf pusat. Kecepatan perkembangan, penyimpangan perkembangan, dan
reaksi parenatal terhadap transisi perilaku yang bermakna atau menengangkan harus dipastikan,
karena dapat membantu klinis menentukan derajat mana orang tua karena merasa tidak berdaya.
Laporan tersebut mungkin juga mengungkapkan bagaimana anak telah menangani masalah
tersebut. Bagaimana mereka berhubungan dengan sanak saudara, dengan teman sebaya, dan
dengan aktivitas yang bebas dan terstruktur memberikan petunjuk diagnostik yang berguna
mengenai adanya ADHD dan membantu mengidentifikasi komplikasi gangguan.2
Pemeriksaan status mental mungkin menunjukkan mood terdepresi sekunder tetapi tidak
terdapat gangguan pikiran, gangguan tes realitas, atau afek yang tidak sesuai. Anak mungkin
menunjukkan distraktibilitas yang besar, kekerasan hati, dan cara berpikir yang konkrit, dan
harafiah. Indikasi visual-perseptual, auditorik-diskriminatorik, bahasa, atau kognisi mungkin
ditemukan. Kadang-kadang, bukti-bukti menunjukkan kecemasan dasar, meresap, dan dengan
dasar organik, seringkali dinamakan sebagai kecemasan tubuh (body anxiety).2
Pemeriksaan neurologis mungkin menemukan imaturasi atau gangguan visual-motorik-
perseptual atau auditoris-diskriminatorik tanpa tanda gangguan ketajaman visual atau auditorik
yang jelas. Anak-anak mungkin menunjukkan masalah pada koordinasi motorik dan kesulitan
mencontoh gambaran yang sesuai dengan usianya, gerakkan yang berubah dengan cepat,
diskriminasi kanan dan kiri, ambideksteritas, asimetris refleks, dan berbagai tanda neurologis
nonfokal samar-samar (tanda lunak). Klinis harus mendapatkan EEG untuk mengenali anak
dengan pelepasan yang sering dan serempak secara bilateral yang menyebabkan hilangnya
pembicaraan yang singkat. Anak tersebut mungkin bereaksi di sekolah dengan hiperaktivitas
untuk menyembunyikan frustasi. Anak dengan fokus kejang lobus temporalis yang tidak
16
diketahui dapat menunjukkan gangguan perilaku sekunder. Pada keadaan tersebut, beberapa ciri
ADHD sering ditemukan. Identifikasi fokus memerlukan EEG yang diambil selama mengantuk
dan selama tidur.2,10

2.8. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang patognomik untuk gangguan defisit-
atensi/hiperaktivitas. Hasil pemeriksaan laboratorium ADHD adalah sebagai berikut : 2,8
 Skiring obat
Pertimbangkan skrining obat periodik acak melalui pengujian urin atau pengujian
serum (jika tes urin tidak mungkin) pada semua pasien dengan riwayat
penyalahgunaan bahan kimia atau penyalahgunaan bahan kimia yang dicurigai.
Setiap zat yang dicurigai harus diselidiki. 6

b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan tomografi emisi tomografi (PET) mungkin menunjukkan penurunan aliran
darah serebral di daerah frontalis. Selain itu bukti menunjukkan bahwa MRI dan positron
emisi tomografi (PET) dapat berguna sebagai metode diagnostik masa depan. Saat ini
digunakan hanya untuk tujuan penelitian saja. 8,11

c. Pemeriksaan lainnya
Pemeriksaan yang adekuat untuk ADHD diantara anak-anak membutuhkan skrining guna
mendokumentasi ada tidaknya gangguan psikiatrik lain. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, individu dengan ADHD memiliki risiko 2 hingga 5 kali lipat terkena ≥ 1
gangguan psikiatrik lain di suatu titik dalam kehidupan mereka, dengan onset yang
bervariasi. Rating berskala luas seperti misalnya Child Behaviour Check List atau
Behavior Assessment System for Children merupakan skala yang terstandarisasi guna
men-skrining kemungkinan adanya gangguan lain. Brown ADD Diagnostic Form for
Adolescents-Revised dan garis besar wawancara dalam buku karangan Robin
memberikan daftar pertanyaan penting yang dapat dijadikan indikator untuk
kemungkinan terjadinya gangguan lain. 14,15
Psikometri dan pengujian pendidikan sering penting untuk diagnosis ADHD. Riwayat
awal pasien mungkin menunjukkan kebutuhan untuk melakukan pemeriksaan tambahan,
sebagai berikut: 8

17
 Anak diperiksa dengan menggunakan Conners' Parent and Teacher Rating Scale
and examine adolescents according to the Brown Attention Deficit Disorder Scale
(BADDS) for Adolescents and Adults.
 Menilai impulsivitas dan inatensi dengan menggunakan pemeriksaan seperti
Conners Continuous Performance Test (CPT), Integrated Visual and Auditory
(IVA) CPT , atau keduanya.
 Menggunakan Nadeau / Quinn / ADHD Littman Self-Rating Scale untuk
perempuan.
 Menilai fungsi eksekutif pasien dengan menggunakan berbagai tes
neuropsychologic.
 Melakukan evaluasi ketidakmampuan belajar (kecerdasan [IQ] vs prestasi).

2.9. Diagnosis Banding


Beberapa gangguan dapat menyerupai atau menyertai ADHD, gangguan media atau
neurologis yang sering menyertai ADHD adalah epilepsi, sindroma Tourette, dan gangguan
pendengaran. Gangguan psikiatri yang menyerupai ADHD adalah gangguan penyesuaian,
gangguan depresi, Gangguan tingkah laku (anti sosial) serta retardasi mental.4

2.10. Penatalaksanaan
National Institute of Mental Health, dan juga organisasi profesional lainnya di dunia
seperti AACAP (American Academy of Child and Adolescent Psychiatry) sepakat bahwa
penatalaksanaan anak dengan ADHD membutuhkan pendekatan yang multimodal, yang
mencakup pemberian obat-obatan, terapi perilaku, serta pemberian edukasi pada orang tua dan
guru. Psikososial meliputi intervensi individu anak, orang tua, sekolah baik guru maupun
fasilitas tempat sekolah dan sosial. Melakukan pelatihan orang tua maupun guru dalam hal gejala
maupun pengelolaan ADHD. Untuk melakukan pengelolaan ADHD perlu dilakukan identifikasi
apakah di samping gejala pokok ADHD didapatkan komorbiditas. Pengobatan tahap pertama
dilakukan selama 14 bulan kemudian dilakukan evaluasi tingkah laku oleh orang tua, guru dan
lingkungan. Tujuan dari pengobatan pada anak dengan ADHD yaitu meningkatkan hubungan
anak dengan lingkungan, menurunkan tingkah laku yang terlalu aktif dan tidak menyenangkan,
memperbaiki kemampuan akademis dan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, meningkatkan
perawatan diri dan percaya diri dalam pergaulan di lingkungannya2,8,11,13

a. Farmakoterapi

18
Agen farmakologis untuk ADHD adalah stimulan sistem saraf pusat, terutama
dextroamphetamine (Dexedrine), Metylphenidate, dan pemoline (Cylert). Pemakaian
medikamentosa dapat mengontrol ADHD sekitar 70%. 2,15,16
Inisiasi terapi farmakologis anak ADHD harus di bawah kendali dokter spesialis, baik
psikiatrik anak dan remaja maupun pediatrik, yang telah menjalani pelatihan penggunaan dan
monitoring medikasi psikotropik. Harus dilakukan penilaian fisik dasar terlebih dahulu sebelum
terapi farmakologis dimulai, minimal meliputi : nadi, tekanan darah, berat dan tinggi badan
dengan grafik centile yang sesuai dalam ukuran parameter. EKG sebaiknya dipertimbangkan
pada kasus-kasus tertentu. Klinisi harus menginformasikan keuntungan potensial dan efek
samping medikasi. Keuntungan lanjutan dan kebutuhan untuk medikasi dinilai minimal 1 tahun
sekali.
1) Psikostimulan
Studi-studi metanalisis dengan kualitas yang tinggi (durasi minimal 2 minggu)
menggunakan psikostimulan (methylphenidate dan dexamphetamine) atau psikostimulant
(atomoxetine), menyimpulkan bahwa keduanya efektif untuk terapi ADHD, meskipun
psikostimulan memiliki pengaruh yang lebih besar. Psikostimulan yang biasa digunakan di
USA adalah methylphenidate (MPH) dan dexamphetamine (DEX). Methylphenidate tersedia
dalam bentuk immediate atau modified release untuk memfasilitasi medikasi sepanjang hari.
DEH digunakan untuk anak usia 3 tahun atau lebih, sedangkan MPH untuk usia 6 tahun atau
lebih. DEX efektif untuk mengatasi gejala inti ADHD/ gangguan hiperkinetik. Psikostimulan
merupakan terapi lini pertama untuk mengatasi gejala inti ADHD atau gangguan hiperkinetik.
Obat ini mempunyai pengaruh pada sistem dopaminergik atau noradrenergik sirkuit korteks
lobus frontalis-subkortikal, meningkatkan kontrol inhibisi dan memperlambat potensiasi
antara stimulasi dan respon, sehingga mengurangi gejala impulsif dan tidak dapat
mengerjakan tugas.2,17
Efek samping yang paling sering muncul : insomnia, nafsu makan berkurang, nyeri perut,
sakit kepala dan pening. Sebagian besar efek samping psikostimulan jangka pendek sering
berkaitan dengan dosis dan bersifat subyektif. Efek samping akan berkurang dalam waktu 1-
2 minggu dari awal terapi dan akan hilang jika terapi dihentikan atau dosisnya diturunkan dan
biasanya nampak pada anak usia pre-sekolah.2,16,17

Tabel 1 : Efek samping psikostimulan dan pilihan manajemen yang disarankan


Efek samping Pilihan manajemen

19
Anoreksia, nausea, Berikan obat bersama makanan
penurunan berat badan Pertimbangkan reduksi dosis atau penghentian obat
Monitor berat dan tinggi badan menggunakan grafik
persentil
Edukasi diet, tambahan kalori

Hal yang menyangkut Jika signifikan (jarang dalam jangka panjang) atau
pertumbuhan menyebabkan kecemasan pada orang tuanya, upayakan
penghentian medikasi saat akhir minggu atau liburan.

Kesulitan tidur (bandingkan Berikan edukasi ‘sleep hygiene’


dengan kesulitan tidur Kurangi atau hilangkan medikasi malam atau akhir sore
sebelum terapi) (namun catat bahwa beberapa pasien membaik dengan
medikasi malam tambahan).
Pertimbangkan penggantian ke atomoxetine
Pening dan sakit kepala Bersifat sementara. Jika persisten, monitor teliti (cek
tekanan darah), turunkan dosis/hentikan medikasi, pastikan
obat dimakan dengan makanan dan edukasi intake cairan.
Jika persisten,

Pergerakan involunter, Tics Kurangi, atau jika persisten, hentikan medikasi.


dan sindrom Tourette Monitoring pre dan post terapi tics. Pertimbangkan
alternatif lainnya (misal TCA) jika gejalanya berat.

Hilangnya spontanitas, Turunkan atau hentikan medikasi (hentikan jika timbul


disforia, agitasi gangguan piir atau suspek psikosis-jarang terjadi)

Iritabilitas, behavioural Monitor ketat, kurangi atau overlap dosis sore hari;
rebound evaluasi komorbid (ODD/CD)

Jika telah diberikan dosis efektif, maka perlu dilakukan review secara teratur untuk
mengecek tingkat perilaku dan efek sampingnya, tinggi/berat badan dan tekanan darah.
Keadaan berat badan ideal serta pengukuran tinggi badan dan penghitungan centil velocity
memungkinkan untuk deteksi dini masalah pertumbuhan yang signifikan, meskipun ini jarang
terjadi. Tes darah sebaiknya dilakukan berdasarkan kebijakan klinisis dan hanya jika
diindikasikan secara klinis.17
Pemberian resep psikostimulan dimulai dengan dosis sekecil mungkin dan titrasi
dengan jadwal 2-3 kali sehari, tingkatkan dosis dengan interval per minggu sampai didapatkan
respon yang memuaskan atau efek samping yang mengganggu. Perlu diingat bahwa efek
samping psikostimulan berkaitan dengan dosis, maka tentukan dosis efektif terendah yang
menghasilkan efek terapeutik maksimum dan efek samping minimum. Rekomendasi dosis
terutama dosis harian maksimum yang disarankan, belum ditentukan oleh penelitian. Secara
tradisional pendekatan pada jadwal obat yang teliti telah dianjurkan dengan regimen yang
20
ditentukan secara empiris. Respon terhadap MPH dan DEX bervariasi dan tidak dapat
diprediksi dengan dasar suatu dosis atau berat badan. Keduanya merupakan obat polar yang
diekskresikan dengan cepat dan tidak terakumulasi di lemak tubuh.17
Frekuensi dosis sebaiknya ditentukan berdasarkan masing-masing individu. Pemberian
3 x sehari dan bukannya 2 x sehari memberikan keuntungan pencapaian efek terapi di malam
hari, yang mungkin diinginkan untuk proyek PR atau kegiatan malam hari yang sudah
direncanakan.17
Jika terjadi gangguan tidur, maka dosis akhir petang dapat diturunkan atau dihentikan.
Pada sebagian besar kasus, medikasi diteruskan selama 7 hari per minggu untuk memperoleh
keuntungan maksimum dengan memperhatikan masalah kontrol perilaku yang terjadi di
rumah, sekolah dan masyarakat. Drug holidays selama akhir minggu atau liburan mungkin
diperlukan jika terjadi hal serius yang menyangkut pertumbuhan anak.17
Jika terdapat gangguan hiperkinetik/ADHD persisten sampai pada usia dewasa atau
pada kasus-kasus dimana gejala inti cepat timbul kembali bila psikostimulan dihentikan, maka
diperlukan terapi jangka panjang. Jika tidak ada perbedaan berarti pada perilaku anak saat ia
menjalani/ tidak menjalani pengobatan, maka terapi bisa dihentikan untk periode yang lama.
Jika tak ada perbedaan yang besar pada anak yang menjalani terapi dan kesukaran perilaku
tetap berlanjut, maka perlu untuk mengevaluasi kembali dosisnya, mengganti dengan
medikasi lain, atau mengevaluasi ulang strategi psikologis dan behavioralnya. Psikostimulan
tak perlu dihentikan pada onset pubertas karena keefektifannya baik pada remaja dan dewasa.
17

2) Atomoxetine
Peresepan atomoxetine untuk individu dibawah 70 kg didasarkan pada berat
badannya. Atomoxetine dimulai dengan dosis awal rendah 0,5 mg/kg/hari minimal 7 hari
sebelum ditingkatkan ke dosis maintanance 1,2 mg/kg/hari. 17
Atomoxetine direkomendasikan untuk terapi gejala inti ADHD/ gangguan
hiperkinetik pada anak yang tidak cocok, intoleransi atau inefektif dengan medikasi
psikostimulan. Pada pemberian atomoxetin, klinisi harus mereview minimal selama 6
bulan, meliputi penilaian keefektifan, efek samping dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan, nadi, tekanan darah menggunakan grafik persentil. Monitoring tambahan
diperlukan pada penderita yang memiliki resiko kardiovaskuler, hepatobilier, kejang dan
resiko bunuh diri besar.17

21
3) Antidepresan trisiklik (TCAs)
Merupakan obat yang paling banyak ditemukan dan medikasi nonstimulan yang banyak
dipelajari untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik. TCAs meliputi : imipramine,
desipramine, amitriptyline, nortriptyline and clomipramine.2,17
TCAs dipetimbangkan untuk terapi gejala behavioral ADHD/ gangguan hiperkinetik.
Kelompok obat ini lebih berpengaruh pada gejala behavioralnya daripada terhadapa gejala
kognitifnya. TCAs memiliki batas keamana yang lebih sempit daripada psikostimulan,
disertai dengan rentang efek samping potensial yang lebih lebar. 17
Antidepresan trisiklik tidak boleh digunakan rutin untuk terapi ADHD/ gangguan
hiperkinetik pada anak dan hanya digunakan pada anak yang tidak respon terhadap medikasi
yang dianjurkan.17
Efek samping yang biasanya muncul meliputi anoreksia, mulut kering ( dengan rasa
logam dan asam), pening, ngantuk, letargi dan insomnia, disertai dengan gejala antikolinergik
lainnya. Iritabilitas, mania, mudah lupa, dan bingung merupakan tanda-tanda toksisitas sistem
saraf pusat. TCAs khususnya desipramine, memiliki potensi kardiotoksik. Belum ada
konsensus maupun penelitian yang menentukan rekomendasi terapi TCAs dan regimen dosis
optimumnya. Dosis harian total rata-rata berdasarkan trial klinis 2,2 mg.kg/hari, dengan
rentang 0,7-6,3 mg/kg.hari untuk imipramine, desipramine, amitriptilin dan klormipramin,
sedang 0,4-4,5 mg/kg/ hari untuk nortriptilin.17
Rencana terapi didasarkan pada kondisi masing-masing individu, namun sebaiknya
tetap dilakukan pengukuran berikut :17
 Vital sign, pemeriksaan kardiovaskuler, dan EKG (nb. EKG belum berarti bebas dari efek
kardiotoksik). Monitoring EKG sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah terapi. Dan
hati-hati pada pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung personal dan keluarga.
 Mulai dengan dosis terbagi yang rendah dari imipramine atau amitriptiline (10-25
mg/hari) atau nortriptiline (5-10 mg/hari) dan peringatkan akan efek samping yang
mungkin timbul.
 Titrasi dosis sedikit demi sedikit dengan interval beberapa hari sambil dimonitor efek
sampingnya sampai target kira-kira 1-2 mg/kg/hari untuk imipramin dan amitriptilin serta
0,5-1 mg/kg/ hari untuk nortriptilin.
 Jika tingkat dosis telah ditentukan, nilai ulang dan tanyakan mengenai efek samping dan
perilakunya secara klinis.
 Disarankan mengecek EKG dan serum level jika menggunakan dosis di luar batas.

22
Pemakaian jangka panjang memerlukan re-evaluasi periodik berkaitan dengan
perumbuhan dan perkembangan anak.
Reaksi withdrawal TCAs yang cepat perlu dihindari untuk mencegah influenza like
symptoms karena cholinergic rebound. Hal ini meliputi malaise, menggigil, gejala coryzal,
sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Social withdrawal, hiperaktivitas, depresi, agitasi, dan
insomnia juga dapat terjadi. Pasien dengan compliance yang rendah dapat mengalami
periodic self-induced acute withdrawal yang dapat disalahartikan sebagai efek samping obat,
dosis yang tidah adekuat, gangguan psikiatrik yang memburuk. Dan hal ini membuat
manajemen menjadi sukar.17

4) Obat lainnya
Pemakaian sejumlah obat alternatif lain dalam manajemen ADHD/ gangguan
hiperkinetik harus di bawah pengawasan dokter spesialis. Obat alternatif tersebut meliputi :
klonidin, guanfacine, buproprion, venlafaxine, SSRIs dan neuroleptik. Pemakaian obat
alternatif dipertimbangkan jika terdapat gangguan komorbid (misal anxietas, depresi, tics,
respon kurang atau efek samping psikostimulan atau TCA).17
 Klonidin
Klonidin merupakan agonis alpha-2 adrenergik, dikenal sebagai antihipertensi.
Obat ini dapat mengurangi gejala ADHD, dan terdapat penurunan yang besar saat
dikombinasikan dengan methylphenidate dibandingkan jika diberikan sendiri. Diberikan
3 kali sehari dengan dosis maksimum 0,6 mg per hari tergantung respon dan efek samping
yang muncul, atau 2 kali sehari dengan dosis total 0,10-0,20 mg/kg/ hari. Dalam sebuah
studi,individu yang menerima klonidin mengalami penurunan tekanan sistolik yang lebih
besar dibanding kontrol dan mengalami sedasi transien serta pening.
Klonidin dipertimbangkan untuk anak yang tak responsif atau tidak toleransi
terhadap psikostimulan atau atomoxetine. Dapat digunakan sendiri maupun
dikombinasikan dengan methylphenidate disesuaikan dengan kasus masing-masing
individu. Klinisi harus memonitor tekanan darah dan nadi serta tanda-tanda oversedasi.
Penghentian klonidin harus bertahap untuk menghindari adanya rebound phenomenon.17
 Guanfacine
Efek samping mayor dari guanfacine adalah sedasi dan fatigue. Makin
ditingkatkan dosisnya, tekanan darah dan nadi akan makin rendah. Belum ada cukup data
untuk merekomendasikan obat ini.17

23
b. Terapi Perilaku
Sebuah penelitian terbaru menyimpulkan bahwa bukti-bukti kuat untuk efektivitas terapi
perilaku GDAH. Terapi psikologis yang digunakan untuk mengobati GDAH termasuk
psychoeducational input, terapi perilaku, terapi perilaku kognitif (CBT), psikoterapi
interpersonal (IPT), terapi keluarga, intervensi berbasis sekolah, pelatihan ketrampilan sosial dan
orangtua pelatihan manajemen. 8,14
Terapi perilaku bertujuan untuk mengidentifikasi gangguan tingkah laku anak kemudian
berusaha melakukan perubahan tingkah laku sesuai dengan target yang dikehendaki. Perubahan
ini dilakukan pada anak oleh orang tua dan gurunya, dilakukan di lingkungan keluarga di rumah,
di sekolah dan di lingkungan anak bergaul. Di dalam melakukan terapi perilaku perlu dilakukan
perencanaan, mengorganisir setiap perencanaan dan menggunakan pekerjaan rumah dan catatan
organisasi setiap perencanaan. Untuk keperluan ini perlu dilakukan pelatihan kepada orang tua,
guru dan ketrampilan sosial. Orang tua penderita GDAH juga dibekali pengetahuan tentang
pengelolaan stres seperti meditasi, tehnik relaksasi, olahraga untuk meningkatkan toleransi
terhadap frustasi, sehingga dapat merespon gangguan tingkah laku anaknya dengan sabar dan
tenang. Terapi perilaku termasuk terapi perilaku kognitif yaitu membantu anak-anak melakukan
adaptasi terhadap skill dan memperbaiki kemampuan pemecahan masalah. 7,11,15,16
Terdapat lima modul materi latihan terapi perilaku, yaitu : 15
1. Feedback positive. Digunakan apabila target perilaku positif tercapai.
2. Ignore-attend-praise. Digunakan ketika terungkap satu atau lebih adanya perilaku yang
tidak cocok.
3. Teaching interaction. Digunakan untuk koreksi terhadap perilaku yang tidak sesuai dan
anak belum mempelajari suatu ketrampilan. Ini berguna untuk memberikan alternatif
yang cocok dan praktis bagi anak untuk suatu ketrampilan.
4. Penanganan langsung. Cara ini digunakan untuk menghentikan tingkah laku yang tidak
sesuai apabila dengan cara Ignore attend praise tidak berhasil.
Cara duduk dan memperhatikan. Cara ini digunakan untuk menghentikan tingkah laku
agresif dan merusak.

2.11. Pencegahan
Tidak ada cara mencegah ADHD. Tetapi ada cara untuk mencegah masalah yang mungkin
ditimbulkannya, serta untuk memastikan bahwa anak anda akan sesehat mungkin. Baik itu sehat
secara fisik, mental, ataupun emosional, yaitu:2

24
 Hindari penggunaan apapun yang dapat mengganggu pertumbuhan fetus selama kehamilan.
Jangan merokok, minum alkohol, ataupun menggunakan narkoba atau obat-obat yang dapat
merusak janin.
 Lindungi anak dari paparan polutan dan toksin, termasuk asap rokok, bahan kimia untuk
pertanian (pestisida, pupuk kimia) atau industri, dan cat yang mengandung Pb.
 Selalu konsisten. Buat batasan dan hukuman yang jelas untuk perilaku anak.
 Susun jadwal kegiatan rutin anak dengan tujuan yang jelas yang termasuk waktu tidur,
kegiatan pagi hari, waktu makan, tugas-tugas sederhana dirumah dan waktu menontoh TV.
 Hindari multitasking ketika berbicara dengan anak, lakukan kontak mata saat memberikan
instruksi, dan berikan pujian pada anak setiap hari.
 Bekerjasama dengan guru dan pengasuh untuk mengidentifikasi masalah sedini mungkin.
Jika anak anda memang memiliki ADHD atau kondisi lainnya yang mengganggu
pembelajaran atau interaksi sosial, pengobatan dini dapat mengurangi efek dari kondisinya.

2.12. Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Perjalanan ADHD itu bervariasi, ada yang mengalami remisi, ada yan menetap.
1. Persisten atau menetap. Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga masa remaja atau
dewasa.1,2 Gejala akan lebih cenderung menetap jika terdapat riwayat keluarga, peristiwa
negatif dalam hidupnya, komobiditas dengan gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan
cemas. Dalam beberapa kasus, hiperaktivitasnya akan menghilang, tetapi tetap mengalami
inatensi dan kesulitan mengontrol impuls (tidak hiperaktif, tetapi impulsif dan ceroboh).
Anak ini rentan dengan penyalahgunaan alkohol dan narkoba, kegagalan disekolah, sulit
mempertahankan pekerjaan, serta pelanggaran hukum.1
2. Remisi. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada masa remaja atau
dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12 hingga 20 tahun. Gejala yang pertama
kali memudar adalah hiperaktivitas dan yang paling terakhir adalah distractibility.1
a. Remisi total. Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja dan
dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan memiliki gejala
sisa yang sedikit.1
b. Remisi parsial. Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah menjadi
antisosial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan pekerjaan, mengalami
kegagalan disekolah, melanggar hukum, dan menyalahgunakan alkohol dan narkoba.1

25
Dampak dari ADHD terhadap tumbuh kembang seorang anak yaitu:4

Gangguan Kesulitan akademik Kegagalan dalam pekerjaan


perilaku Sosialisasi buruk Problem dalam mebina
Terdapat problem citra diri hubungan interpersonal
Berurusan dengan hokum Resiko mendapat cedera
Merokok atau kecelakaan
Resiko untuk mendapat
trauma atau cedera

Usia Pra Usia Usia saat di


sekolah sekolah Remaja Perguruan Dewasa
Tinggi

Gangguan Perilaku Kegagalan akademik


Kegagalan akademik Kesulitan dalam pekerjaan
Terganggunya hubungan Terdapatnya problem citra diri
dengan teman Penggunaan zat/ obat – obatan
Terdapatnya problem citra Resiko mendapat cidera/
diri kecelakaan

Prognosa anak dengan ADHD tergantung dari derajat persistensi psikopatologi


komorbidnya, terutama gangguan perilaku, disabilitas sosial, serta faktor-faktor keluarga.
Prognosa yang optimal dapat didukung dengan cara memperbaiki fungsi sosial anak, mengurangi
agresivitas anak, dan memperbaiki keadaan keluarganya secepat mungkin.1

26
BAB III
PENUTUP

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian


dan Hiperaktivitas (GPPH) menunjukkan perilaku yang hiperaktif, impulsif, sulit memusatkan
perhatian. Gambaran klinis utama untuk ADHD adalah gangguan daya perhatian, impulsivitas
dan aktivitas berlebih yang terjadi lebih dari satu lingkungan yaitu tidak hanya dirumah dan
disekolah, biasanya diawali pada usia muda dibawah 6 tahun dan untuk jangka panjang.
Penyebab ADHD masih belum diketahui. Banyak faktoryang dianggap sebagai penyebab
gangguan ini, diantaranya adalah faktor genetik,perkembangan otak saat kehamilan,
perkembangan otak saat perinatal, terjadinya disfungsi metabolisme, ketidakteraturan hormonal,
lingkungan fisik, sosial danpola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang
berpengaruh di sekitarnya. Pada Penelitian dengan menggunakan tomografi emisi positron (PET;
positron emission tomography) ditemukan penurunan aliran darah serebral dan kecepatan
metabolisme di daerah lobus frontal pada anak dengan ADHD.
Kondisi ini tentunya menimbulkan penderitaan dan hambatan bagi anak dalam
menjalankan fungsinya sehari – hari seperti berinteraksi dengan teman sebaya, keluarga dan yang
terpenting menganggu kesiapan anak untuk belajar.
Penatalaksanaan ADHD yang terbaik adalah dengan pendekatan komprehensif meliputi
terapi dengan obat dan terapi psikososial meliputi, terapi perilaku, terapi kognitif perilaku, dan
latihan keterampilan sosial.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiguna T. Gejala, Latar belakang Permasalahan dan Kebutuhan Anak dengan GPPH dan
Spektrum Autistik. Dalam : Buku Prosiding Simposium Sehari Kesehatan Jiwa. Jakarta. IDI.
2007; h 68-71.
2. Kaplan, Harold I, Benjamin J. Sadock dan Jack A. Grebb. Gangguan Defisit - Atensi.
Sinopsis psikiatri. Jilid dua. Jakarta: Binapura Aksara; 2010. h.744-53.
3. Maramis.W.F. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja. Dalam : Ilmu Kedokteran Jiwa.
Ed 2, Vol 2, Jakarta. Airlangga University Press. 2009; h 507-17.
4. Wiguna T. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta:
Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia; 2010.h.441-54.
5. Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) in Children by MayoClinic Staff, diunduh
dari http://www.mayoclinic.com/health/adhd/DS00275. 22 Oktober 2013.
6. Hartanto F. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH). Semarang. FK
Undip. 2009.
7. Montauk SL. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Diunduh dari http://eMedicine.com.
22 Oktober 2013.
8. Anonim. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Diunduh dari
http://www.nimh.nih.gov/health/topics/attention-deficit-hyperactivity-disorder-
adhd/index.shtml. 22 Oktober 2013
9. Faraone SV, Sergent J, Gillberg C, Biederman J. The worldwide prevalence of ADHD : is
it an American condition?. World Psychiatry. 2003; p 104-13.
10. Mark L. Wolraich et al. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder Among Adolescents. In :
a Review of the Diagnosis, Treatment, and Clinical Implications. Pediatrics.
2005.p.115,1734-74
11. Sandberg S. ADHD, DAMP, Hyperkinetic Disorder. In : Hyperactivity and Attention
Disorders of Childhood. 2nd Ed. UK. Cambridge University Press. 2002; p 246-62.
12. ADHD: Clinical Practice Guideline for the Diagnosis, Evaluation, and Teratment of
Attention-Deficit/ Hyperactivity Disorder in Children and Adolescent. American Academy
of Pediatrics. 2011 Oct 16:1-2.
13. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta
: PT.Nuh Raya; 2001.h.136-7.

28
14. Ciri-ciri Anak Hiperaktivitas. Dunduh dari
http://www.pendidikankita.com/?content=article. 22 Oktober 2013.
15. Baird P. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder. In : Current Diagnosis & Treatment in
Psychiatry. 2nd Ed. McGraw-Hill’s. 2007; p 321-32.
16. American Academy of Pediatrics. ADHD — Unproven treatments. Diunduh dari:
http://www.aap.org/news/sitemap/htm 22 Oktober 2013.
17. SIGN. Management of attention deficit and hyperkinetic disorders in children and young
people. Edinburgh: Scottish Intercollegiate Guidelines Network. 2009

29

S-ar putea să vă placă și