Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Oleh :
ANNE SINTIA
No. BP. 1210332007
Oleh :
ANNE SINTIA
No. BP :1210332007
Pembimbing I Pembimbing II
Telah diuji dan dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Andalas pada tanggal 30 Agustus 2016 dan dinyatakan
telah memenuhi syarat untuk diterima
Penguji I
Penguji II
Penguji III
DATA MAHASISWA:
Nama Lengkap : Anne Sintia
Nomor Buku Pokok : 1210332007
Tanggal Lahir : 12 Januari 1994
Tahun Masuk : 2012
Peminatan : Kesehatan Lingkungan &
Keselamatan & Kesehatan Kerja(K3)
Nama Pembimbing Akademik : Septia Pristi Rahmah, SKM, MKM
Nama Pembimbing I : Nizwardi Azkha,SKM, MPPM, M.Si, M.Pd
Nama Pembimbing II : Septia Pristi Rahmah, SKM, MKM
Nama Penguji I : Dr. Aria Gusti, SKM, M.Kes
Nama Penguji II : Dr. dr. Fauziah Elytha, M.Sc
Nama Penguji III : Ice Yolanda Puri, SsiT, M.Kes
JUDUL PENELITIAN:
HUBUNGAN UMUR, DURASI KERJA DAN PENCAHAYAAN DENGAN
KELUHAN SUBJEKTIF KELELAHAN MATA PADA PENJAHIT PASAR RAYA
KOTA PADANG TAHUN 2016
Mengetahui, Mengesahakan,
a.n. Ketua Prodi IKM
Dekan FKM UNAND Sekretaris
Defriman Djafri, SKM, MKM, Ph.D Ade Suzana Eka Putri, Ph.D
NIP. 198008052005011004 NIP. 198106052006042001
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan hasil
skripsi saya yang berjudul :
“HUBUNGAN UMUR, DURASI KERJA DAN PENCAHAYAAN DENGAN
KELUHAN SUBJEKTIF KELELAHAN MATA PADA PENJAHIT PASAR RAYA
KOTA PADANG TAHUN 2016”
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan
menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Padang,September 2016
Anne Sintia
No.BP:1210332007
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK
Tujuan Penelitian
Penjahit memiliki risiko mengalami kelelahan mata karena pekerjaan monoton yang
terus-menerus melihat objek kecil. Hasil Riskesdas (2013) menunjukkan prevalensi
kerusakan fungsi penglihatan dan mempunyai tajam penglihatan kurang dari 6/18
pada umur produktif (15-54 tahun) sebesar 1,49% dan prevalensi kebutaan sebesar
0,5%. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara umur, durasi
kerja dan pencahayaan dengan keluhan subjektif kelelahan mata pada penjahit Pasar
Raya Kota Padang Tahun 2016.
Metode
Desain penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, dilakukan di Pasar
Raya Kota Padang bulan Februari sampai Juli 2016. Variabel yang diteliti adalah
umur, durasi kerja dan pencahayaan terhadap keluhan subjektif kelelahan mata.
Jumlah sampel 51 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data
secara univariat dan bivariat dengan 95% CI (α = 0,05)
Hasil
Hasil analisis didapatkan 72,5% penjahit mengalami keluhan subjektif kelelahan
mata, 66,7% memiliki umur berisiko, 76,5% memiliki durasi kerja yang tidak
normal, 74,5% intensitas pencahayaan tidak memenuhi syarat. Variabel yang
memiliki hubungan yang bermakna adalah umur dan pencahayaan, sedangkan
variabel yang tidak berhubungan adalah durasi kerja.
Kesimpulan
Terdapat hubungan yang bermakna antara umur dan pencahayaan dengan keluhan
subjektif kelelahan mata.Diharapkan dinas pasar meningkatkan intensitas
pencahayaan dan meletakkan benda-benda yang memiliki kontras yang dapat
menyejukkan mata.
i
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
ANDALAS UNIVERSITY
ABSTRACT
Objective
Tailors have some risks in getting visual fatigue because of monotonous work that
constantly see small objects. Riskesdas (2013) showed the prevalence of visual
function demage less than 6/18 in the productive age (15-54 years) of 1,49% and a
blindness prevalence of 0,5%.The objective of this research is to know the relation
between age, duration of work and lighting with subjective grievance of visual
fatigue at tailors of Pasar Raya Padang City in 2016.
Methode
The design of this research is quantitative by using cross sectional in Pasar Raya
Padang City on February till July 2016. The variables are age, duration of work and
lighting toward subjective grievance on visual fatigue. With amount 51 respondents.
Data was collected by questionnaire. Then data will be analysed in univariat and
bivariat with 95% CI (α = 0,05).
Result
The result of analysis gets that 72,5% tailors experienced subjective grievance on
visual fatigue, 66,7% have age risky, 76,5% have abnormal duration of work, 74,5%
the intensity of lighting was not eligible. Variables that have meaningful relation were
age and lighting, while the variables that didn’t deal is duration of work.
Conclusion
There were a meaningful relation between age and lighting with subjective grievance
of visual fatigue. We do hope that government must enhance the lighting of intensity
in work place and putting objects that have contrast can make eyes refresh.
References : 33 (1991-2016)
Keywords : visual fatigue, tailors, lighting
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat,
bimbingan, dorongan, dan petunjuk dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti ingin
1. Bapak Prof. Dr. Tafdil Husni, SE, MBA selaku Rektor Universitas
Andalas
3. Ibu Ade Suzana Eka Putri, Ph.Dselaku Ketua Program Studi Ilmu
skripsi ini.
6. Bapak Dr. Aria Gusti, SKM., M.Kes selaku penguji I yang telah
iii
7. IbuDr. dr. Fauziah Elytha, M.Sc selaku penguji II yang telah
8. Ibu Ice Yolanda Puri, S.Si.T., M. Kes selaku penguji III yang telah
10. Keluarga, teman-teman, dan semua pihak yang secara langsung maupun
skripsi ini.
ini, baik dari materi maupun teknik penyajian, mengingat kurangnya pengetahuan
dan pengalaman peneliti. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun. Akhirnya peneliti berharap semoga penelitian skripsi ini
dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Semoga semua bantuan, bimbingan, semangat, dan amal kebaikan yang telah
Anne Sintia
iv
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PENGESAHAN
ABSTRAK..........................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................... v
DAFTAR TABEL........................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR................................................................................................xii
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN........................................................................xiii
BAB 1 : PENDAHULUAN.........................................................................................1
2.1 Mata....................................................................................................................7
v
2.1.2 Mekanisme Penglihatan .............................................................................. 9
2.2 Kelelahan Mata ................................................................................................ 11
3.3.1Populasi ..................................................................................................... 29
Sampel .......................................................................................................
3.3.2 29
vi
3.4 Definisi Operasional......................................................................................... 31
3.5 Metoda Pengukuran Pencahayaan.................................................................... 32
vii
4.3.3 Lama Kerja ................................................................................................ 39
4.4 Analisis Univariat............................................................................................. 39
4.5.2 Hubungan Durasi Kerja dengan Keluhan Subjektif Kelelahan Mata ....... 42
5.3.2 Hubungan Durasi Kerja dengan Keluhan Subjektif Kelelahan Mata ....... 49
viii
6.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 51
6.2 Saran ................................................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Korelasi Antara Daya Akomodasi dan Usia ........................................ 15
1405/MENKES/SK/XI/2002 ................................................................ 19
Tabel 2.3 Telaah Sistematis Hubungan Umur, Durasi Kerja dan Pencahayaan
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Keluhan Subjektif Kelelahan Mata pada Penjahit
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Umur Penjahit Pasar Raya Kota Padang Tahun
2016 ...................................................................................................... 40
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Durasi Kerja Penjahit Pasar Raya Kota Padang
Tabel 4.9 Hubungan Umur dengan Keluhan Subjektif Kelalahan Mata Pada
Tabel 4.10 Hubungan Durasi Kerja dengan Keluhan Subjektif Kelalahan Mata
x
Tabel 4.11 Hubungan Pencahayaan dengan Keluhan Subjektif Kelalahan Mata
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1LuxMeter..................................................................................................32
xii
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN
1. Depkes : Departemen Kesehatan
12. Photostress Recovery Test : tes yang dilakukan untuk mengevaluasi fungsi
adaptasi retina setelah suatu perubahan mendadak
13. LED : Light Emiting Diode
14. NIOSH : National Institute for Occupational Safety and
Health
15. DO : Drop Out
16. SNI : Standar Nasional Indonesia
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
BAB 1 : PENDAHULUAN
berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya
ketahanan tubuh untuk bekerja. Akar masalah kelelahan umum adalah monotonnya
pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja mental dan fisik yang tidak sejalan dengan
kehendak tenaga kerja yang bersangkutan, keadaaan lingkungan yang berbeda dari
estimasi semula, tidak jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang mendalam dan
(1)
konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja.
yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam
Trevino Pakasi (1999) kelelahan mata adalah suatu kondisi subyektif yang
disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan. Suma’mur (2009) dalam
Henry (2001) mengatakan kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-
fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu
(2)
pengamatan secara teliti atau pada retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras.
penglihatan seolah ganda, penglihatan silau terhadap cahaya diwaktu malam, mata
merah, radang pada selaput mata, berkurangnya ketajaman mata dan berbagai
kesehatan mata lainnya. Dengan tidak terjadinya penyakit dan kecelakaan akibat
kerja maka berarti tidak adanya absentisme para pekerja. Tidak adanya absentisme
(atau rendahnya angka absentisme) dan meningkatnya status kesehatan pekerja ini
1
2
astenopia berkisar 40% sampai 90%, WHO juga menambahkan bahwa pada tahun
2006 diperkirakan 153 juta penduduk dunia mengalami gangguan visus mata /
kelainan pada mata. Survei AOA (The American Optometric Association) tahun 2004
(4, 5)
mata akibat kerja dengan komputer dalam waktu yang lebih dari 3 jam sehari.
Indonesia prevalensi severe low vision atau dalam bahasa Indonesianya merupakan
kerusakan fungsi penglihatan dan mempunyai tajam penglihatan kurang dari 6/18
pada umur produktif (15-54 tahun) sebesar 1,49 persen dan prevalensi kebutaan
sebesar 0,5 persen. Prevalensi severe low vision dan kebutaan meningkat pesat pada
penduduk kelompok umur 45 tahun keatas dengan rata-rata peningkatan sekitar dua
sampai tiga kali lipat setiap 10 tahunnya. Prevalensi severe low vision dan kebutaan
(6)
peningkatan proses degeneratif pada pertambahan umur.
Health and Safety Unit Universitas Quersland adalah faktor karakteristik pekerja
(usia, kelainan refraksi, istirahat mata), faktor karakteristik pekerjaan (durasi kerja)
dan faktor perangkat kerja (jarak monitor). Usia pekerja menurut Guyton (1994) juga
dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Daya
akomodasi menurun pada umur 40-50 tahun. Hal ini disebabkan karena setiap tahun
3
lebih sedikit dibandingkan umur yang lebih tua dan kecenderungan mengalami
kelelahan mata lebih sedikit. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Fea Firdani
terdapat adanya hubungan yang signifikan antara umur dan kelelahan mata pada
operator di Central Control Room PT. Semen Padang tahun 2014 yakni dengan P
(7, 8)
value sebesar 0,025.
Faktor lain yang mempengaruhi kelelahan mata adalah durasi kerja. Durasi
kerja adalah rata-rata lamanya melakukan pekerjaan menjahit dalam satu hari.
Lamanya seseorang bekerja dengan baik dalam sehari pada umumnya 6-10 jam.
Sisanya (14-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat,
istirahat, tidur, dan lain-lain. Suatu pekerjaan yang bebannya biasa- biasa saja, yaitu
tidak terlalu ringan atau pun berat, produktivitas mulai menurun sesudah 4 jam
(1)
bekerja.
pekerjaan sering diabaikan, dengan akibat kelelahan luar biasa pada mata dan
(1)
dalam melakukan pekerjaan.
sederhana. Banyak penyakit akibat kerja yang timbul di sektor ini, namun sering
diabaikan saja oleh pemilik usaha dan pekerja itu sendiri. Apabila kesehatan pekerja
diabaikan maka akan menurunkan produktifitas baik dari segi produksi maupun fisik.
4
orderan yang akan merugikan penjahit baik dari segi ekonomi maupun kesehatannya.
(9)
mengharuskan si penjahit melihat ke suatu titik yang sama setiap saat dan
membutuhkan fokus dan konsentrasi yang optimal agar tidak terjadi kesalahan pada
jahitannya. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Tifani Natalia Puha pada
pekerja penjahit sektor usaha informal di Kompleks Gedung President Pasar 45 Kota
Manado terdapat 30 orang atau 71,43% pekerja mengalami kelelahan mata ringan
Salah satu tempat menjahit di kota Padang yaitu terdapat di dalam kawasan
Pasar Raya Kota Padang. Pasar Raya Kota Padang adalah salah satu pusat
perbelanjaan yang ramai dikunjungi setiap harinya di Padang. Pasar Raya Kota
Padang merupakan pusat terjadinya fenomena ekonomi baik yang berskala besar,
sedang atau kecil. Pasar ini dikelola langsung oleh Dinas Pasar Kota Padang. Pasar
Raya Kota Padang terbagi atas tiga yaitu Pasar Raya Timur (Pasar Raya bertingkat
fase I sampai fase VII), Pasar Raya Barat (Sentral Pasar Raya), dan Blok Inpres Pasar
Raya Timur. Tempat menjahit pada Pasar Raya Kota Padang berada di lantai dua
yang terdiri dari fase I sampai fase III dan merupakan sentral jahit yang ada di Kota
Padang. Sistem kerja pada penjahit di Pasar Raya Kota Padang adalah mengerjakan
satuan, artinya mereka melayani perorangan, mulai dari mengukur, membuat pola,
memasang kancing, menyetrika. Mereka bekerja setiap hari kira-kira pukul 08.00
sampai 17.00. Waktu istirahat khusus tidak ada, tetapi biasanya waktu makan siang
(10)
sekitar satu jam digunakan untuk istirahat.
5
Raya Padang mengalami gejela kelelahan mata, yakni berupa mata merah, mata
terasa tegang, penglihatan kabur, mata terasa pedih, berair, terasa gatal, sakit kepala
dan kesulitan fokus. Selain itu menurut observasi yang dilakukan, banyak kios-kios
Berdasarkan latar belakang tersebut dan hasil penelitian awal, peneliti tertarik
untuk meneliti “Hubungan Umur, Durasi Kerja dan Pencahayaan dengan Keluhan
Subjektif Kelelahan Mata Pada Penjahit Pasar Raya Kota Padang Tahun 2016”.
dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan umur, durasi kerja dan
pencahayaan dengan keluhan subjektif kelelahan mata pada penjahit Pasar Raya
subjektif kelelahan mata pada penjahit Pasar Raya Kota Padang pada tahun 2016.
Padang.
Padang.
karya tulis ilmiah dan sekaligus dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh
faktor-faktor keluhan subjektif kelelahan mata pada penjahit di Pasar Raya. Faktor-
faktor yang ingin diteliti yaitu hubungan umur, durasi kerja dan pencahayaan
sampai Juli 2016. Desain yang digunakan adalah Cross Sectional Study. Alat ukur
2.1 Mata
2.1.1 Anatomi Mata
Mata terdiri dari kelopak mata dan bola mata.
Sumber: Sarpini R. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Jakarta:
In Media;2014
Gambar 2.1Anatomi Mata Manusia
2.1.1.1 Anatomi Kelopak Mata
Kelopak mata adalah bagian mata yang dapat digerakkan untuk membuka dan
menutup mata. Kelopak mata ini ada bagian atas dan bagian bawah. Kelopak mata
bagian atas mempunyai otot yang disebut levator palpebrae yang dapat menarik mata
untuk terbuka, sedangkan kelopak mata bawah mempunyai otot orbikularis okuli
untuk menutup mata. Kelopak mata merupakan bagian pelindung bola mata karena
berfungsi sebagai proteksi mekanis pada bola mata anterior yang menyebarkan film
air mata ke konjungtiva dan kornea sehingga dapat mencegah mata menjadi kering.
(11, 12)
disebabkan oleh selama berhubungan sejak bayi bola mata selalu tertekan oleh
kelopak mata atas dan bawah. Bola mata mempunyai diameter 24-25 mm, 5/6
7
8
bagiannya terbenam dalam rongga mata dan hanya 1/6 bagian yang tampak dari luar.
(11)
Bola mata dilindungi oleh pelupuk mata atas dan bawah. Untuk melihat mata
dapat terbuka dan bila tidur mata akan menutup. Bola mata ini dapat bergerak ke kiri,
(11)
Bola mata terdri dari dua lengkung lingkaran sebagai berikut.
padat tidak tembus cahaya dan berfungsi untuk penyokong bola mata yang
Bola mata dibagi dua oleh suatu sumbu yang disebut sumber Anatomis
(Anatomical Axis). Bila suatu cahaya masuk ke bola mata, cahaya tersebut tidak
mengikuti sumbu anatomis, melainkan mengikuti suatu sumbu yang jatuh tepat pada
bintik kuning. Sumbu tersebut dinamakan sumbu penglihatan (Visual axis). Sumbu
membentuk sudut penglihatan sebesar 1’ (satu menit) dan disebut sumbu penglihatan
minimal. Pada mata normal dengan sudut 1’ seseorang mempunyai sudut penglihatan
(11)
secara jelas.
Sumber: Sarpini R. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Jakarta:
In Media;2014
Gambar 2.2Bagian-Bagian Mata
9
(11)
Bola mata itu adalah berikut ini:
a. Selaput tanduk (kornea) yaitu selaput bening di bagian depan bola mata
b. Selaput pelangi (iris) adalah bagian mata yang mengandung zat warna
c. Anak mata (pupil) yaitu lubang pada bagian tengah iris yang berguna
d. Lensa mata, dapat menjadi cembung atau pipih berguna dalam mengatur
pembentukan bayangan.
e. Selaput keras (sklera) yaitu bagian terluar dari bola mata yang berguna
f. Selaput koroid yaitu bagian tengah bola mata yang berupa selaput tipis, di
g. Bintik kuning yaitu daerah yang sangat mudah menerima cahaya yang
masuk.
mata dan kornea untuk memprosesnya lebih lanjut. Cahaya memasuki mata dan
yang dilewatinya adalah kornea, pupil, iris dan lensa. Cahaya yang jatuh di mata akan
bertemu dengan pelindung luar, yaitu kornea. Sebagian besar fokus gambar
kornea tidak dapat menyaring cahaya dengan intensitas tinggi sehingga sistem
cahaya yang masuk pada saat kondisi cahaya sangat terang. Bagian mata yang
(13)
berfungsi mengatur hal ini adalah iris dan pupil.
Sumber: Sarpini R. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Jakarta:
In Media;2014
Gambar 2.3 Mekanisme Penglihatan
Pupil adalah sebuah lubang diantara iris. Pada prinsipnya, pupil mengontrol
jumlah cahaya yang masuk ke mata. Pupil menyesuaikan ukurannya untuk menjaga
keseimbangan antara ketajaman fokus dan membiarkan cahaya yang cukup masuk ke
retina. Ukurannya menjadi kecil dalam kondisi cahaya yang terang untuk melindungi
mata. Di sisi lain, pupil menjadi besar dalam situasi cahaya yang redup agar
setelah melewati pupil. Fungsi utama lensa adalah membawa gelombang cahaya ke
fokus pada fotoreseptor yang berada pada bagian belakang mata. Lensa dapat
memfokuskan cahaya yang datang dari objek yang dekat atau jauh melalui proses
yang terjadi pada lensa. Pertama adalah spherical aberration yang merupakan
distorsi yang diakibatkan oleh cahaya yang tidak terfokus pada pusat lensa. Kedua
perbedaan fokus setiap warna cahaya. Setelah melewati lensa, cahaya tiba di retina
yang merupakan pelapis dari fotoreseptor dan sel saraf yang berada pada bagian
11
dua mekanisme yang disebut sebagai bottom-up processing dan top-down processing.
dan ekspektasi. Sering kali, kita tidak perlu membaca suatu teks secara lengkap.
Sebagai contoh, kita sering melihat tulisan informasi berikut pada gedung bertingkat:
“jika terjadi gempa maka gunakanlah “tangga””. Kalaupun tulisan dengan ukuran
huruf yang kecil tersebut terhapus atau salah tulis atau tidak lengkap, maka kita
masih mampu memahami maksud informasi tersebut karena adanya mekanisme top-
(13)
down processing.
atau rasa berdenyut di sekitar mata, pandangan ganda, pandangan kabur, kesulitan
dalam memfokuskan pengelihatan, mata terasa perih, mata merah, mata berair hingga
sakit kepala dan mual. Penyebab utama dari kelelahan mata ini adalah kelelahan dari
otot silier dan otot ektra okular akibat akomodasi yang berkepanjangan terutama saat
(14)
beraktivitas yang memerlukan penglihatan jarak dekat.
pada mata dan disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang
memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama dan biasanya
(15)
disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman.
Kelelahan mata salah satu gangguan yang dialami mata karena otot-ototnya
dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam jangka waktu
lama. Objek gambar yang berupa garis maupun bidang, apabila dilihat dengan
12
pencahayaan yang tidak memadai akan menyebabkan otot iris mengatur pupil sesuai
(16)
dengan intensitas pencahayaan yang ada.
pekerjaan melihat objek dari jarak dekat akan memberikan kelelahan mata yang jauh
lebih besar dibandingkan dengan melihat objek dalam jarak yang relatif lebih jauh.
Hal ini karena adanya kerja akomodasi otot mata ketika otot berkontraksi untuk
membuat benda terlihat lebih dekat. Untuk itu pada perkerjaan yang membutuhkan
untuk melihat benda dari jarak dekat dalam jangka waktu yang lama, Bridger (1995)
menyarankan pekerja untuk istirahat sejenak beberapa menit atau melihat objek
lainnya dengan jarak yang lebih jauh guna mereduksi kelelahan mata yang
(13)
diterima.
Stress terjadi pada otot yang berfungsi untuk akomodasi saat seseorang berupaya
untuk melihat pada objek berukuran kecil dan pada jarak dekat pada waktu yang
lama. Pada kondisi demikian otot – otot mata akan bekerja secara terus menerus dan
peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata, stress pada
retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan
(17)
dan waktu pengamatan yang cukup lama.
1. Iritasi pada mata (mata pedih, merah dan mengeluarkan air mata)
kecepatan persepsi
Pencahayaan di tempat kerja yang tidak memadai atau tidak sesuai dengan
pembebanan yang berlebihan pada mata. Hal yang demikian dapat menyebabkan
berbagai permasalahan pada mata seperti kornea mata terbakar, iritasi mata, mata
memerah dan berair, pandangan menjadi kabur, sakit pada daerah kepala dan
mengurangi kepekaan pada mata. Upaya mata yang melelahkan akibat pencahayaan
yang tidak memadai menjadi sebab munculnya kelelahan mental. Dengan gejala sakit
dan lebih dari itu apabila pekerja mencoba mendekatkan matanya terhadap objek
untuk memperbesar ukuran benda maka akomodasi akan lebih dipaksakan dan
memungkinkan terjadinya penglihatan rangkap atau kabur. Kejadian ini disertai pula
(18, 19)
perasaan sakit kepala disertai rasa sakit di daerah atas mata.
Menurut Pusat Hiperkes dan Keselamatan Kerja, kelelahan mata akibat dari
pencahayaan yang kurang baik akan menunjukan gejala antara lain : kelopak mata
terasa berat, terasa ada tekanan di dalam mata, mata sulit dibiarkan terbuka, merasa
enak kalau kelopak mata sedikit ditekan, bagian mata paling dalam terasa sakit,
perasaan mata berkedip, penglihatan mata kabur, tidak bisa difokuskan, penglihatan
terasa silau, penglihatan seperti berkabut walau mata difokuskan, mata mudak berair,
mata pedih dan berdenyut, mata merah, jika mata ditutup terlihat kilatan cahaya,
kotoran mata bertambah, tidak dapat membedakan warna sebagaimana biasanya, ada
sisa bayangan di dalam mata, penglihatan tampak double, mata terasa panas dan mata
(17)
terasa kering.
14
1. Nyeri atau terasa berdenyut disekitar mata dan di belakang bola mata
2. Pandangan kabur
3. Pandangan ganda
6. Mata merah
7. Mata berair
8. Sakit kepala
9. Pusing dan mual serta terasa pegal-pegal, capek dan mudah emosi.
ini ditunjukkan melalui suatu kondisi bahwa pertambahan umur (biasanya diatas 40
tahun) memengaruhi kepekaan terhadap kontras cahaya dan kekuatan mata untuk
fungsi otot mata dapat memburuk, menjadikan titik terdekat mata dapat bergerak
lebih jauh dari fokus yang seharusnya. Sebagai contoh menurut Bridger (1995),
seseorang dengan umur 16 tahun memiliki titik dekat kurang dari 10 cm, sedangkan
seseorang dengan umur 60 tahun memiliki titik dekat hingga 100 cm. Akibat
berkurangnya elastisitas maka titik dekat secara bertahap berkurang, sedangkan titik
jauh biasanya cenderung tetap tidak berubah. Selain itu, kecepatan akomodasi juga
berkurang dengan bertambahnya umur. Hal ini pada akhirnya dapat mengganggu
(13)
performansi dalam bekerja.
15
kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit
dalam menebalkan dan menipiskan mata. Daya akomodasi menurun pada umur 40-
50 tahun. Hal ini disebabkan karena setiap tahun lensa semakin berkurang
semakin muda seseorang, kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan umur
yang lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit.
Selain itu, menurut Ilyas usia juga berpengaruh terhadap daya akomodasi.
Semakin tua seseorang, daya akomodasi akan semakin menurun. Jarak terdekat dari
suatu benda agar dapat dilihat dengan jelas dikatakan “titik dekat” atau punktum
proksimum. Pada saat ini mata akan berakomodasi sekuat-kuatnya atau berakomodasi
maksimum. Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas
dapat dikatakan bahwa benda terletak pada titik jauh atau punktum remotum dan pada
saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas akomodasi. Korelasi antara daya
(16)
akomodasi dan usia dapat dilihat sebagai berikut:
(16)
Tabel 2.1 Korelasi Antara Daya Akomodasi dan Usia
Umur Titik dekat (cm)
10 7
20 10
30 14
40 22
50 40
60 200
jam. Sisanya (14-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan
masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Suatu pekerjaan yang bebannya biasa-
biasanya saja, yaitu tidak terlalu ringan atau pun berat, produktivitas mulai menurun
16
sesudah 4 jam bekerja.Durasi kerja bagi seorang pekerja penjahit menentukan tingkat
efisiensi dan produktifitas kerja. Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada
umumnya 0-4 jam. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan tersebut
biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan
(1)
kecelakaan.
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atau bersifat negatif. Hal ini berkaitan
dengan potensi bahaya atau risiko yang muncul dari pekerjaan atau material yang
pekerja hadapi saat bekerja sehingga semakin lama mereka terpapar bahan atau
(1)
dampak buruk dari hazard tersebut.
2.3.3 Pencahayaan
Cahaya pada dasarnya adalah radiasi gelombang elektromagnetik yang dapat
(yang terlihat oleh mata) memiliki panjang gelombang sekitar 360-760 nano meter
(nm). Warna violet ditandai oleh panjang gelombang yang relatif lebih pendek (400
menurut Kepmen No. 1405 tahun 2002: berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No. 1405 tahun 2002, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang
(13)
kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang alami atau buatan
tempat kerja selain ditentukan oleh kuantitas atau tingkat iluminasi yang
menyebabkan objek dan sekitarnya terlihat jelas tetapi juga oleh kualitas dari
17
cahaya, tipe dan tigakt kesilauan. Demikian pula dekorasi tempat kerja khususnya
(20)
penerangan di tempat kerja.
pekerjaan agar terlihat secara jelas, mudah dikerjakan dengan cepat, dan
ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Pencahayaan yang intensitasnya
kuat akan dapat menimbulkan kesilauan. Penerangan baik rendah maupun kuat
(21)
bahkan akan menimbulkan kecelakaan kerja.
kondisi pencahayaan di suatu tempat telah memenuhi yang diharakan adalah dengan
mengukur iluminansi dari suatu sumber cahaya (dengan teknik fotometri). Iluminansi
adalah suatu ukuran banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu permukaan atau benda
kerja. Besarnya iluminansi bergantung pada seberapa jauh jarak dari sumber cahaya
cahaya matahari, lampu penerangan ruangan, maupun lampu kerja yang bersifat
lokal. Satuan dari banyaknya cahaya ini adalah lux (lx) atau foot-candle (fc). Dalam
melakukan pengukuran, alat diletakkan pada permukaan tempat bekerja, atau pada
(13)
permukaan benda kerja.
1. Pencahayaan Alami
18
alami yaitu matahari dengan cahayanya yang kuat tetapi bervariasi menurut jam,
musim, dan tempat. Pencahayaan yang bersumber dari matahari dirasa kurang efektif
dibanding dengan pencahayaan buatan, hal ini disebabkan karena matahari tidak
jendela-jendela yang besar, dibanding kaca dan dinding yang banyak dilobangi,
merencanakan cukup jendela pada bangunan yang ada. Kalau karena alasan teknis
dimanfaatkan dan inipun harus dilakukan dengan tepat. Untuk memenuhi intensitas
cahaya yang diinginkan sumber cahaya alami dan buatan dapat digunakan secara
2. Pencahayaan Buatan
cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayaan alami tidak memadai atau posisi
berikut:
pekerjaan
kerja
19
aman dan nyaman dalam melaksanakan pekerjaan. Untuk upaya tersebut maka
pencahayaan buatan perlu dikelola dengan baik dan dipadukan dengan faktor-faktor
penunjang pencahayaan diantaranya atap, kaca, jendela dan dinding agar tingkat
(22)
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri:
(mulus). Frekuensi ambang batas dari kedipan itulah yang disebut dengan
frekuensi ambang 2 Hertz jika memakai cahaya pendek atau 0,6 jika
memakai cahaya siang (day light). Jika seseorang dalam keadaan lelah,
maka angka frekuensi berkurang dari 2 Hertz atau 0,6 Hertz. Pada
angka frekuensi kerlingan mulus biasanya antara 0,5 Hertz atau dibawah
dari frekuensi kerlingan mulus dari orang yang sedang dalam keadaan
(19)
tidak lelah.
21
yang dilakukan didasarkan pada raksi fotokimia yang terjadi pada retina
jarak 2 cm dari mata. Stimulasi ini akan memucat 24% - 86% pigmen
(23)
penglihatan.
Pada alat ukur waktu reaksi menggunakan lampu indikator berupa LED
(Light Emiting Diode) warna tunggal dan empat buah berwarna (biru,
antara waktu reaksi terhadap warna sumber cahaya. Sebab menurut teori
Young Helmholt terdapat tiga jenis sel kerucut dalam retina yang masing-
(24)
masing peka terhadap warna tertentu.
22
Selain itu, menurut National Institute for Occupational Safety and Health
(1999) kelelahan mata juga dapat didiagnosa dari keluhan yang dirasakan yaitu: mata
merah, mata berair, mata terasa perih, mata gatal/kering, mata mengantuk, mata
(7)
tegang, pandangan kabur, penglihatan rangkap, sakit kepala dan kesulitan fokus.
Kelelahan mata sering disebabkan oleh cahaya yang kurang atau terlalu
terang, baik dari sinar matahari di luar ruangan yang masuk melalui
jendela atau dari pencahayaan interior yang keras. Upaya yang bisa
nuansa atau tirai. Melakukan perawatan bagi lampu yang padam atau
Selain itu perlu diperhatikan juga tata letak penempatan lampu agar
telah ditentukan.
2. Sering berkedip
mata yang melapisi mata menguap lebih cepat selama fase tidak berkedip
dan ini menyebabkan mata kering. Selain itu, udara di lingkungan kantor
yang kering dapat meningkatkan seberapa cepat air mata menguap, hal ini
3. Latihan mata
23
Penyebab lain dari ketegangan mata adalah mata sering berfokus. Untuk
dengan berpaling dari objek kerja setiap 20 menit dan menatap sebuah
(26)
Beberapa dokter mata menyebutkan aturan “20-20-20”.
Untuk mengurangi risiko kelelahan mata dan leher, nyeri punggung dan
bergerak dan meregangkan lengan, kaki, punggung, leher dan bahu untuk
(27)
mengurangi ketegangan dan kelelahan otot.
dan bahan-bahan lain yang bisa dilewati jarum jahit dan benang. Menjahit dapat
dilakukan dengan tangan memakai jarum tangan atau dengan mesin jahit. Di industri
(28)
garmen, menjahit sebagian besar dilakukan memakai mesin jahit.
kain pelapis mebel, dan kain pelapis jok. Benda-benda lain yang dijahit misalnya
1. Pembuatan pola
dibuat dari kertas untuk dijiplak ke atas kain sebelum kain digunting dan
2. Pemotongan bahan
massal, kain dipotong dengan mesin potong. Sebelum pola dilepas dari
bahan, garis-garis dan tanda-tanda pada pola dijiplak ke atas kain dengan
3. Pekerjaan menjahit
tangan atau mesin jahit. Walaupun jahitan mesin lebih rapi daripada
jahitan tangan, tidak semua teknik jahitan dapat dilakukan dengan mesin
jahit. Setelah pakaian selesai dijahit, bagian tepi kampuh yang bertiras
4. Penyelesaian akhir
25
26
1. Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur, durasi kerja dan
pencahayaan.
2. Penelitian ini dilakukan pada penjahit di Pasar Raya Bertingkat Kota Padang.
Karakteristik Pekerja
- Umur
- Jenis Kelamin
- Lama kerja
- Kelainan refraksi
- Istirahat mata
Karakteristik Pekerjaan
- Durasi Kerja
Kelelahan Mata
Perangkat kerja
- Jarak objek
- Ukuran objek
Lingkungan Kerja
- Faktor Fisik:
+ Kebisingan
+ Suhu Dan Iklim
+ Getaran
+ Pencahayaan
- Faktor Kimia:
+ Debu
+ Gas
+ Uap
- Faktor Biologi:
+ Hewan
+ Bakteri
+ Virus
Sumber: Kerangka Teori Modifikasi Guyton(8), OH&S University Queseland OSHA(4) dan
Suma’mur(1)
variabel yang diduga mempunyai hubungan kuat dengan kejadian kelelahan mata
Umur
Pencahayaan
2.10 Hipotesa
Hipotesa pada penelitian ini adalah:
rancangan Cross Sectional Study, dimana data mengenai variabel bebas (independen)
Kota Padang.
penelitian ini adalah seluruh penjahit Pasar Raya Bertingkat Kota Padang tahun 2016
dengan jumlah populasi 86 orang dengan jumlah laki-laki adalah 51 orang dan wanita
(29)
adalah 35 orang.
3.3.2 Sampel
1. Besar Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah penjahit Pasar Raya Kota Padang yang memenuhi
(29)
kriteria inklusi dan terpilih sebagai sampel.
Menurut Lemeshow dkk, untuk mencari besar sampel dari populasi yang jumlahnya diketahui dapat
menggunakan rumus:
(30)
2
. (1 − )
1−∝/2
=
2
( − 1) + 2
. (1 − )
1−∝/2
Keterangan:
n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
29
N = besar populasi
(31)
sebanyak 46 orang. Untuk menghindari adanya sampel drop out , maka ditambah
cadangan sampel sebanyak 10% dari sampel yaitu 5 orang sehingga besar sampel
menjadi 51 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Simple
2. Kriteria Sampel
a. Kriteria inklusi
b. Kriteria eklusi
penelitian
3.5.1 Prinsip
Pengukuran intensitas penerangan ini memakai alat luxmeter yang hasilnya
dapat langsung dibaca. Alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik,
kemudian energi listrik dalam bentuk arus digunakan untuk menggerakkan jarum
skala. Untuk alat digital, energi listrik diubah menjadi angka yang dapat dibaca layar
(33)
monitor.
3.5.2 Peralatan
Luxmeter
Penerangan umum: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan
dilakukan.
Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik pengukuran
Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa saat
penerangan.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian
yang dikumpulkan dan diolah langsung oleh peneliti sendiri. Pada penelitian ini yang
Kerajinan Dharma Karsa Busana Kota Padang berupa data tentang jumlah penjahit di
kawasan Pasar Raya Bertingkat serta profil Pasar Raya Bertingkat yang diperoleh
2. Pengkodean (Coding)
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
pengkodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi
data angka atau bilangan. Koding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam
ke dalam software komputer. Kegiatan inilah yang disebut dengan meng-entry data.
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode
ataupun kelengkapan data, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini
digunakan uji statistik chi square dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05),
dimana variabel independen dan dependen dalam penelitian ini berupa data
kategorik.
sebagai berikut:
1. Jika Pvalue<0,05 berarti terdapat hubungan yang bermakna secara statistik
Padang Barat. Secara geografis, Kecamatan Padang Barat terletak pada 00 58’
Lintang Selatan – 100 21’ 11” bujur barat dan ketinggian dari permukaan air laut 0 –
8 meter. Pasar Raya Kota Padang merupakan pusat terjadinya fenomena ekonomi
baik yang berskala besar, sedang atau kecil. Pasar ini didirikan pada zaman kolonial
Belanda oleh seorang kapiten China bernama Lie Saay. Dalam perkembangannya,
Pasar Raya Kota Padang pernah menjadi sentra perdagangan bagi masyarakat di
Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Bengkulu pada era 1980-an. Pasar ini dikelola
langsung oleh Dinas Pasar Kota Padang. Pasar Raya Kota Padang terbagi atas tiga
(10)
yaitu:
1. Pasar Raya Timur (Pasar Raya Bertingkat fase I sampai fase VII) yang
pasar loak, penjahit pakaian, salon kecantikan, taman bacaan dan warung
2. Pasar Raya Barat (Sentral Pasar Raya) berada di pasar raya modern
kebutuhan sehari-hari.
37
Batas Utara : Jalan Pasar Baru
usaha terdiri dari satu atau lebih pekerja. Adapun jenis mesin jahit yang digunakan
adalah mesin jahit standar dengan bantuan mesin dinamo. Penjahit bekerja sesuai
dengan banyaknya borongan yang diberikan. Pada umumnya penjahit bekerja mulai
Waktu istirahat secara khusus tidak ada diberikan, hanya sebagian penjahit
biasanya memakai sekitar satu jam dari pukul 13.00-14.00 untuk makan siang dan
lainnya. Kondisi tempat kerja yang ada juga sangat sederhana, kios yang berupa
2
ruangan berukuran 3 x 3 m hanya berisi peralatan kerja berupa lemari, meja dan
Penjahit tersebar dibeberapa fase di lantai dua pasar raya bertingkat. Ada yang
berada di dalam ruangan dan ada juga di luar ruangan. Pada bagian dalam ruangan
terdapat cahaya matahari yang masuk melalui loteng dan jendala, pada bagian luar
4.3.1 Umur
Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Responden Dari Segi Umur
Karakteristik Mean (Tahun) SD Min (Tahun) Max (Tahun)
Umur 45,67 10,520 27 62
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh gambaran bahwa rata-rata umur responden
adalah 46 tahun, umur termuda yaitu27 tahun dan umur tertua adalah 62 tahun.
jenis kelamin responden yang lebih banyak adalah laki-laki yakni 32 orang atau
62,7%.
Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa rata-rata lama kerja responden adalah 19
tahun, masa kerja tersingkat 3 tahun dan masa kerja terlama adalah 40 tahun.
Raya Kota Padang tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:
mengalami keluhan subjektif kelelahan mata yakni37 orang (72,5%). Dari 37 orang
keluhan yang dirasakan penjahit Pasar Raya Kota Padang seperti yang terlihat pada
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui jenis keluhan subjektif kelelahan mata yang
banyak dirasakan oleh penjahit yakni mata berair (15,6%), sakit kepala (15,0%) dan
4.4.2 Umur
Distribusi frekuensi umur penjahit Pasar Raya Kota Padang tahun 2016 dapat
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Umur Penjahit Pasar Raya Kota Padang Tahun
2016
Umur Frekuensi (f) Presentase (%)
Berisiko (> 40 tahun) 34 66,7
Tidak Berisiko (≤ 40 tahun) 17 33,3
Jumlah 51 100
Pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh penjahit di Pasar Raya
Kota Padang yakni sebanyak 34 orang (66,7%) berusia risiko mengalami kelelahan
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Durasi Kerja Penjahit Pasar Raya Kota Padang
Tahun 2016
Durasi Kerja Frekuensi (f) Presentase (%)
Tidak Normal (> 4 jam) 39 76,5
Normal (≤ 4 jam) 12 23,5
Jumlah 51 100
mempunyai durasi kerja yang tidak normal yakni sebanyak 39 orang (76,5%).
4.4.4 Pencahayaan
Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh internsitas pencahayaan setempat
di Pasar Raya Bertingkat Kota Padang seperti yang terlihat pada tabel 4.8 berikut:
Pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa sebagian besar intensitas pencahayaan
setempat di Pasar Raya Bertingkat Kota Padang (74,5%) tidak memenuhi syarat (<
300 lux).
mengalami keluhan subjektif kelelahan mata lebih tinggi pada responden usiaberisiko
yakni sebanyak 30 orang (88,2%) dibandingkan dengan usia tidak berisiko yang
sebanyak 7 orang (41,2%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue
0,001, artinya terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan
penjahit usia berisiko 11 kali lipat terkena kelelahan mata dibandingkan penjahit usia
tidak berisiko.
Tabel 4.10 Hubungan Durasi Kerja dengan Keluhan Subjektif Kelalahan Mata
Pada Penjahit Pasar Raya Kota Padang Tahun 2016
Kelelahan Mata Jumlah
Durasi Kerja Lelah Tidak Lelah P Value
f % f % f %
Tidak Normal 28 71,8 11 28,2 39 100,0
Normal 9 75,0 3 25,0 12 100,0 1,000
Jumlah 37 72,5 14 27,5 51 100,0
mengalami keluhan subjektif kelelahan mata lebih tinggi pada responden yang
memiliki durasi kerja tidak normal yakni sebanyak 28 orang (71,8%) dibandingkan
dengan yang memiliki durasi kerja normal sebanyak 9 orang (75,0%). Berdasarkan
hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 1,000, artinya tidak terdapat hubungan yang
bermakna secara statistik antara durasi kerja dengan keluhan subjektif kelelahan
mata.
mengalami keluhan subjektif kelelahan mata lebih tinggi pada responden yang
kerjanya memenuhi syarat sebanyak 4 orang (46,2%). Berdasarkan hasil uji statistik
diperoleh nilai Pvalue 0,027, artinya terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara pencahayaan dengan keluhan subjektif kelelahan mata. Hasil POR
memenuhi syarat berisiko 5 kali lipat terkena kelelahan mata dibandingkan penjahit
pencahayaan dengan keluhan subjektif kelelehan mata pada penjahit Pasar Raya
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional.
Pada desain penelitian ini variabel dependen dan variabel independen diteliti pada
waktu yang bersamaan sehingga tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari
dikarenakan luasnya bangunan tempat penelitian serta ruangan dalam bangunan yang
kurang teratur.
Pasar Raya Kota Padang mengalami keluhan subjektif kelelahan mata sebanyak 37
responden (72,5%) dan tidak mengalami keluhan subjektif kelelahan mata sebanyak
14 responden (27,5%). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Firdani
(2014) pada operator di Central Control Room PT Semen Padang yang menyatakan
bahwa lebih banyak pekerja yang mengalami keluhan subjektif kelelahan mata
44
Menurut Suma’mur kelelahan mata timbul sebagai stress intensif dari fungsi-
fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerja yang perlu
pengamatan secara teliti atau terhadap retina akibat ketidaktepatan kontras. Kelelahan
mata salah satu gangguan yang dialami mata karena otot-ototnya dipaksa bekerja
(1)
keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam jangka waktu lama.
pekerjaan melihat objek dari jarak dekat akan memberikan kelelahan mata yang jauh
lebih besar dibandingkan dengan melihat objek dalam jarak yang relatif lebih jauh.
Hal ini karena adanya kerja akomodasi otot mata ketika otot berkontraksi untuk
membuat benda terlihat lebih dekat. Untuk itu pada perkerjaan yang membutuhkan
untuk melihat benda dari jarak dekat dalam jangka waktu yang lama, Bridger (1995)
menyarankan pekerja untuk istirahat sejenak beberapa menit atau melihat objek
lainnya dengan jarak yang lebih jauh guna mereduksi kelelahan mata yang diterima.
(13)
menatap objek untuk menghindari kelelahan otot mata dengan cara berdiri dan
melakukan peregangan tubuh atau berjalan-jalan didalam ruangan, juga bisa dengan
5.2.2 Umur
Berdasarkan data hasil penelitian didapatkan bahwa lebih dari separuh
penjahit di Pasar Raya Kota Padang usia berisiko (> 40 tahun) sebanyak 34
(33,3%). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit
dalam menebalkan dan menipiskan mata. Daya akomodasi menurun pada umur 40-
50 tahun. Hal ini disebabkan karena setiap tahun lensa semakin berkurang
(8)
kelenturannya dan kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan diri.
Selain itu, menurut Ilyas usia juga berpengaruh terhdap daya akomodasi.
Semakin tua seseorang, daya akomodasi akan semakin menurun. Jarak terdekat dari
suatu benda agar dapat dilihat dengan jelas dikatakan “titik dekat” atau punktum
proksimum. Pada saat ini mata akan berakomodasi sekuat-kuatnya atau berakomodasi
maksimum. Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas
dapat dikatakan bahwa benda terletak pada titik jauh atau punktum remotum dan pada
(16)
saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas akomodasi.
di Pasar Raya Kota Padang bekerja dengan durasi kerja yang tidak normal ( > 4 jam )
sebanyak 39 responden (76,5%) dan durasi kerja normal (< 4 jam) sebanyak 12
responden (23,5%). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan
Padang yang menyatakan bahwa pekerja yang bekerja dengan durasi kerja yang tidak
normal lebih banyak yaitu sebanyak 45 responden (73,8%) dibandingkan dengan
Di dalam teori dijelaskan faktor kelelahan mata tidak terlepas dari durasi
kerja. Lamanya seseorang bekerja sehari secara secara baik umumnya 0-4 jam.
Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai
(15)
kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit atau kecelakaan.
mata adalah sebaiknya mengistirahatkan mata secara teratur. Istirahat pendek namun
sering lebih dianjurkan. Melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali sepanjanag waktu
5.2.4 Pencahayaan
Berdasarkan data hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar intensitas
(74,5%) dan yang memenuhi syarat (≥ 300 lux) sebanyak 13 titik pengukuran
(25,5%). Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tifani
(2014) pada penjahit sektor usaha informal di Kompleks Gedung President Pasar 45
(meja kerja) yang tidak memenuhi syarat, yaitu sebanyak 8 titik pengukuran
gangguan kesehatan pada pekerja, salah satunya adalah kelelalahan mata. Intensitas
sering diabaikan, dengan akibat kelelahan luar biasa pada mata dan konsekuensinya
(1)
melakukan pekerjaan.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak terkait adalah menambah intensitas
pencahayaan buatan yang belum memenuhi syarat, menambahkan watt pada lampu
subjektif kelelahan mata lebih besar persentasenya pada usia berisiko, yaitu sebanyak
responden (41,2%). Hasil uji statistik chi square diperoleh p value sama dengan
0,001 (<0,05), hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara umur dengan keluhan subjektif kelelahan mata. Hasil penelitian ini
sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Firdani (2014), menyatakan
terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan kelelahan
Hasil analisis bivariat juga diketahui nilai Odds Ratio (OR) pada variabel
umur sebesar 10,714, dapat dinyatakan bahwa penjahit usia berisiko (> 40 tahun)
memiliki risiko mengalami keluhan subjektif kelelahan mata 10,714 kali daripada
penjahit usia yang tidak berisiko (≤ 40 tahun). Hal ini dapat disebabkan karena
pekerja yang berumur lebih dari 40 tahun akan lebih rentan terhadap penglihatan,
sejalan dengan proses perubahan fisiologis dan penuaan pada mata. Seseorang yang
telah berumur lebih dari 40 tahun, jarang mempunyai visus 6/6, melainkan telah
(19)
berkurang.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya keluhan subjektif
kelelahan mata pada penjahit di Pasar Raya Kota Padang terkait umur adalah penjahit
dianjurkan.
dengan kelelahan mata, lebih besar presentasenya pada durasi kerja yang normal
(75,0%) dibandingkan dengan durasi kerja yang tidak normal (71,8%). Uji statistik
yang dilakukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara durasi kerja dengan
keluhan subjektif kelelahan mata karena diperoleh Pvalue = 1,000 atau (Pvalue>
0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryamah
(2011), menyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara
Hasil analisis terhadap kedua variabel terlihat bahwa penjahit dengan durasi
kerja yang normal ataupun yang tidak normal sama-sama mengalami kelelahan mata.
Hal ini mungkin disebabkan karena sebagian besar responden bekerja dengan
pencahayaan < 300 lux sehingga walaupun pekerja bekerja > 4 jam maupun ≤ 4 jam
jika pencahayaan tidak memadai maka akan berisiko terjadi kelelahan mata. Faktor
kelelahan mata tidak terlepas dari durasi kerja, lamanya seseorang bekerja sehari
secara baik pada umumnya 0 - 4 jam. Memperpanjang jam kerja lebih dari
kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya
(1)
penyakit atau kecelakaan.
mata adalah sebaiknya penjahit sering mengistirahatkan mata secara teratur. Istirahat
pendek namun sering lebih dianjurkan. Melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali
subjektif kelelahan mata lebih besar persentasenya pada penjahit yang intensitas
sebanyak 6 responden (46,2%). Hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sama
dengan 0,027 , hal ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna secara statistik
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryamah (2011),
memungkinkan pekerja dapat melihat objek – objek yang dikerjakan secara jelas,
cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Pencahayaan yang cukup dan diatur
secara baik akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan
Raya Bertingkat Kota Padang belum merata, rata-rata pada titik pencahayaan yang
berada di dalam ruangan yang tertutup adalah 170 lux, sedangkan rata-rata titik
pencahayaan diluar ruangan tertutup adalah 1135 lux. Hal ini disebabkan cahaya
matahari memiliki konstribusi pencahayaan yang besar bagi penjahit. Perlu dilakukan
6.1 Kesimpulan
1. Sebagian besar (72,5%) penjahit di Pasar Raya Kota Padang mengalami
2. Lebih dari separuh (66,7%) penjahit di Pasar Raya Kota Padang adalah usia
berisiko.
3. Sebagian besar (76,5%) penjahit di Pasar Raya Kota Padang bekerja dengan
kelelahan mata pada penjahit di Pasar Raya Kota Padang Tahun 2016.
kelelahan mata pada penjahit di Pasar Raya Kota Padang Tahun 2016.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Dinas Pasar Kota Padang
Melalui koordinasi dengan Koperasi Industri dan Kerajinan Dharma Karsa
51
6.2.2 Bagi Penjahit
1. Sebaiknya penjahit memanfaatkan waktu untuk mengistirahatkan mata agar
tidak terlalu fokus untuk menatap objek jahitan. Istirahat pendek namun
lampu yang sudah redup dan menambahkan lampu sorot di meja kerja untuk
10. Profil Dinas Pasar Kota Padang. Dinas Pasar Kota Padang; 2014.
11. Iswari M, Nurhastuti. Anatomi Fisiologi Dan Neurologi Dasar: UNP Press;
2010.
12. Cameron, John R. Physics of The Body. Jakarta: Sagung Seto; 1999.
15. Pheasant S. Ergonomic, Works and Health. USA: Aspen Publisher Inc; 1991.
16. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.
20. Aryanti. Hubungan antara Intensitas Penerangan dan Suhu Udara dengan
Kelelahan Mata Karyawan pada bagian administrasi di PT. Hutama Karya
Wilayah IV Semarang [Skripsi]: Unes; 2006.
23. Hanum IF. Efektivitas Penggunaan Screen pada Monitor Komputer untuk
Mengurangi Kelelahan Mata Pekerja Call Centre di PT. Indosat NSR Tahun
2008 [Tesis]: Unnes; 2008.
24. Ganong WF. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2001.