Sunteți pe pagina 1din 6

 Definisi

Amebiasis atau biasa disebut disentri ameba, enteritis ameba, atau kolitis ameba
merupakan penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba
histolytica.

 Epidemiologi
o Di negara dengan iklim tropis lebih sering ditemukan dibanding di negara-
negara sub-tropis yang beriklim sedang.
o Di USA, prevalensi amebiasis berkisar antara 1-5%
o Di Indonesia, laporan mengenai insidensi amebiasis masih belum dapat
dipastikan, tetapi dilihat dari gejala dan laporan mengenai abses hati
diperkirakan insidensinya cukup tinggi.
10% populasi hidup terinfeksi entamoeba, yaitu entamoeba dispar yang
bersifat non-infeksius

 Etiologi
o Infeksi melalui fecal-oral
o E. histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme
komensal (apatogen) di usus besar manusia.
o Apabila suatu kondisi memungkinkan maka dapat menyebabkan kolonisasi di
usus besar sehingga menimbulkan luka di bagian usus.
o Terdapat dua bentuk siklus hidup yaitu tropozoit dan kista.
o Tropozoit terbagi menjadi dua yaitu komensal dan patogen, tropozoit patogen
dapat dijumpai di intraintestinal dan ekstraintestinal yang dapat menghasilkan
gejala berupa disentri, diameternya lebih besar dibandingkan dengan trofozoit
komensal dan sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite).
o Kista terbagi menjadi dua yaitu kista muda dan kista dewasa, dan hanya
ditemukan di dalam lumen usus (Intraluminal) memiliki peran untuk penularan
penyakit, dan dapat hidup lama diluar tubuh manusia
o Kista dapat tumbuh dan hidup di dalam asam lambung, dan kadar klor didalam
sistem air minum.

 Patogenesis
 Klasifikasi
o Berdasarkan berat ringannya gejala, maka dapat dibedakan menjadi:
 Carrier (Cyst passer)
 Amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan)
 Amebiasis intestinal sedang (disentri ameba sedang)
 Amebiasis intestinal berat
 Disentri ameba kronik.

 Manifestasi Klinik
o Carrier (Cyst Passer)
Pasien tidak menunjukan gejala klinis sama sekali, hal tersebut
dikarenakan ameba yang berada di dalam lumen usus besar, tidak
menginvasi ke dinding lumen.
o Amebiasis Intestinal Ringan
Adanya keluhan perut kembung
Timbul diare ringan 4-5 kali dalam satu hari
Tinja berbau busuk
Bercampur darah dan lendir
Terkadang adanya hepatomegali yang bersifat ringan
o Amebiasis Intestinal Sedang
 Keluhan dan gejala pasien biasanya lebih berat dari gejala
disentri ringan, tetapi pasien masih mampu untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
 Tinja disertai darah dan lendir
 Pasien mengeluh adanya perut kram
 Demam dan lemah badan
 Hepatomegali dengan nyeri yang ringan
o Disentri Ameba Berat
 Keluhan dan gejala klinis lebih hebat lagi
 Penderita mengalami diare disertai darah yang sangat banyak
>15 kali per hari.
 Demam tinggi, 40-40,5oC
 Mual dan gejala anemia sangat khas
o Disentri Ameba Kronik
 Gejala menyerupai disentri ameba ringan, serangan diare
diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala.
 Keadaan tersebut terjadi selama berbulan-bulan
 Terdapat gejala khas berupa neurastenia

 Diagnosis
 Biasanya sangat sulit dibedakan dengan irritable bowel syndrome (IBS)
 Melalui Anamnesis yang menunjang dan mengarah ke gejala Amebiasis
 Melalui pemeriksaan fisik berupa (Inspeksi, palpasi, dan auskultasi) di
bagian abdomen.
 Pemeriksaan Tinja (Gold standard) yang harus dilakukan untuk melihat
temuan trofozoit.
 Pemeriksaan penunjang berupa USG Abdomen dapat dilakukan untuk
melihat kemungkinan gejala hepatic amebiasis.

 Komplikasi

Komplikasi Intestinal
 Perdarahan usus, terjadi apabila ameba mengadakan invasi ke dinding
usus besar dan merusak pembuluh darah.
 Perforasi usus, terjadi apabila abses menembus lapisan muskular
dinding usus besar, sering mengakibatkan peritonitis yang
mortalitasnya cukup tinggi
 Ameboma, terjadi akibat infeksi kronik yang mengakibatkan reaksi
terbentuknya massa jaringan granulasi, biasa terjadi di daerah caecum
dan sering menyebabkan ileus obstruktif/penyempitan usus.
 Intususepsi, banyak terjadi di daerah caecum
 Penyempitan usus (Striktura) dapat terjadi pada disentri kronik, akibat
terbentuknya jaringan ikat

Komplikasi ekstra intestinal


• Amebiasis hati, merupakan salah satu penyulit yang paling sering terjadi,
insidensinya berkisar 5-40%
• Lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita dan tersering pada
usia 30-40 tahun
• Abses dapat timbul beberapa minggu, bulan, ataupun tahun setelah
terinfeksi ameba
• Infeksi ini terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus melalui vena
porta yang selanjutnya mengalami hepatitis ameba yang merupakan
stadium awal dari abses hati, kemudian timbul nekrosis fokal kecil
(mikroabses) yang saling bersatu dan membentuk abses tunggal yang
cukup besar dan menimbulkan nanah yang berwarna kecoklatan yang
merupakan akumulasi dari jaringan sel hati yang rusak dan bercampur
darah.
• Pasien sering mengeluh adanya nyeri spontan di perut bagian kanan atas.

 Pengobatan
o Ameba dapat ditemukan di dalam lumen usus, di dalam dinding usus
maupun di luar usus. Hampir semua obat amebisid tidak dapat
bekerja secara efektif di semua tempat tersebut, terutama bila
diberikan obat tunggal. Oleh karena itu sering digunakan kombinasi
obat untuk meningkatkan hasil pengobatan.
o Amebiasis asimptomatik (Carrier atau Cyst passer)
 Diloksanit furoat (diloxanite furoate) 3 x 500mg sehari selama
10 hari. Saat ini obat ini merupakan amebisid luminal pilihan,
karena efektifitasnya yang cukup tinggi (80-85%), efek
samping sangat minimal yaitu hanya adanya mual dan
kembung.
 Diyodohidroksikin (Diiodohydroxyquin) 3 x 600mg sehari
selama 10 hari.
 Yodoklorohidroksikin (lodochlorohydroxyquin) atau Kliokinol
(clioquinol) 3 x 250mg sehari, selama 10 hari, efektifitasnya
60-70%.
o Disentri Ameba Ringan-Sedang
 Pada pasien disentri ameba ringan sedang sering ditemukan
trofozoit di dalam lumen dan di dinding usus maka obat
pilihan yang dapat diberikan adalah metronidazol dengan
dosis 3x750 mg sehari selama 5-10 hari.
 Tinidazol atau ornidazol juga dapat diberikan dengan jumlah
yang sama seperti metronidazole.
o Disentri Ameba Berat
 Biasanya pasien tidak hanya memerlukan obat amebisid saja,
tetapi juga memerlukan infus cairan elektrolit ataupun
transfusi darah.
 Obat biasanya diberikan melalui suntikan IM atau subkutan
yang dalam
 Dosis emetin 1mg/kg berat badan sehari (maksimum 60 mg
sehari) selama 3-5 hari
 Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit dan tirah baring
selama pengobatan. Hal ini disebabkan karena bahaya efek
samping emetin terhadap jantung.
 Pemberian dosis tinggi dapat mengakibatkan nekrosis otot
jantung dan penderita meninggal mendadak.
 Maka penderita perlu diobservasi dengan teliti memeriksa
tekanan darah, denyut nadi, dan EKG.
o Amebiasis Ekstra Intestinal dan Ameboma
 Penderita abses hati ameba dapat diberi metronidazole atau
obat lain golongan nitroimidazol dengan dosis seperti obat
yang telah disebutkan sebelumnya.
 Dapat pula diberi klorokindifosfat dengan dosis 1 gram sehari
selama 1-2 hari, dilanjutkan dengan 600mg sehari selama 4
minggu. Masing-masing obat tersebut perlu ditambah
dehidroemetin atau emetin dengan dosis yang sama seperti
obat sebelumnya selama 10 hari
 Apabila terdapat abses hati yang besar (> 5 cm) biasanya akan
sukar sembuh, sehingga perlu dipertimbangkan tindakan
pungsi abses untuk mempercepat penyembuhan.

 Pencegahan
o Makanan, minuman, dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi
syarat kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang
sangat penting.
o Air minum sebaiknya dimasak terlebih dahulu, karena kista akan
hilang bila air dipanaskan 50 derajat celcius selama 5 menit.
o Jamban keluarga, isolasi, dan pengobatan pasien carrier
 Prognosis
o Prognosis ditentukan berdasarkan berat-ringannya penyakit.
o Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama
yang tanpa komplikasi.
o Prognosis yang kurang baik apabila terdapat penyulit seperti
abses otak ameba.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.health.alberta.ca/documents/Guidelines-Amoebiasis-2011.pdf

https://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2016/infectious-diseases-related-to-
travel/amebiasis

http://www.apiindia.org/medicine_update_2013/chap01.pdf

http://medind.nic.in/jac/t03/i2/jact03i2p107.pdf

Ari.W.Sudoyo. Amebiasis. In: Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. 2005. P.518.

S-ar putea să vă placă și