Sunteți pe pagina 1din 13

MAKALAH GLASS MATERIALS

SIFAT MEKANIK KACA


(Mechanical Properties of Glass)

Disusun Oleh :
Devara Ega Fausta (M0212025)

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Glass Material

Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta
Desember 2015
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kaca merupakan suatu benda yang sudah ada sejak zaman dahulu. Sejarah
ditemukannya kaca telah dimulai sejak 12.000 tahun Sebelum Masehi (SM) di
negeri Mesir. Selanjutnya bangsa Romawi menggunakan kaca sebagai bagian
dari bejana dan kaca jendela. Pada tahun 1900an, ilmuwan asal Amerika
Michael Faraday melakukan penelitian tentang beberapa sifat \yang ada pada
kaca. Tahun 1920, di Kota Shefield, Inggris terdapat suatu jurusan teknologi
kaca pimpinan Profesor Turner yang melakukan pengukuran terhadap beberapa
jenis sifat kaca. Pada Tahun 1930, muncul ilmuwan bernama Zacchariasen
dengan teori pembentukan kacanya yang terkenal. Tahun 1960an merupakan
masa dimana terjadi perkembangan pesat dalam teknologi kaca. Pada dekade
berikutnya perkembangan kaca mengalami peningkatan pesat seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Doremus, 1994).
Perkembangan teknologi kaca yang semakin berkembang, menuntut para
ilmuwan yang bergerak dalam bidang glass material science terus melakukan
penelitian berkaitan dengan peningkatan sifat-sifat yang ada pada kaca. Kaca
sama seperti material pada umumnya mempunyai banyak sekali sifat yang
menentukan aplikasi dari kaca tersebut. Sifat listrik, sifat magnetik, sifat optis,
sifat termal, dan sifat mekanik merupakan beberapa contoh sifat yang sering
dicari nilai dan parameternya untuk dikembangkan lebih lanjut dalam berbagai
bidang aplikasi.
Salah satu contoh pengembangan teknologi kaca yang ada di laboratorium
optik dan photonik Jurusan Fisika Universitas Sebelas Maret Surakarta adalah
pengembangan kaca TZBN. Kaca ini merupakan kaca yang terdiri atas
komposisi: Tellurium, Zinc, Bismut, dan Na2CO3 dengan penambahan doping
logam berat ataupun ion tanah jarang (rare earth ion). Aplikasi dari kaca TZBN
ditujukan untuk bahan penguat laser dan optik non linier. Bahan penguat laser
biasanya memerlukan bahan yang mempunyai indeks bias yang tinggi.
Sehingga, sifat optik kaca akan sangat berperan pada bidang ini.
Akan tetapi, bila kaca ingin dikembangkan untuk maksud atau tujuan lain,
misalkan digunakan untuk bidang komerisal (seperti: kaca jendela, kaca pada
perabot rumah tangga) maka diperlukan kaca yang memiliki ketahanan fisik
yang kuat, dan mampu digunakan dalam jangka waktu yang lama. Sehingga
dalam aplikasi ini, sifat mekanik mempunyai peran yang sangat penting.
Dair banyak sifat yang dimiliki oleh suatu material (termasuk kaca), sifat
mekanik merupakan salah satu sifat yang mempunyai peranan signifikan pada
material tersebut. Sifat mekanik mempunyai peran yang sangat penting sejak
berperan pada fenomena yang menuntut kestabilan material apabila dikenai
suatu gaya. Deformasi dan kerentanan material bergantung pada struktur
material itu sendiri (Pelleg, 2013). Karena sifat mekanik merupakan salah satu
sifat yang penting pada material kaca, maka akan disusun suatu makalah yang
mempunyai judul “ Sifat Mekanik pada Kaca (Glass Mechanical Properties)”.

1.2. Tujuan

Dari penjelasan yang telah dipaparkan dalam latar belakang, diperoleh


tujuan sebagai berikut:

1. Mampu menjelaskan sifat-sifat mekanik pada kaca


TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Kaca
Kaca dapat didefinisikan secara klasik berdasarkan metode sejarah
pembentukannya. Cara ini dianggap tidak biasa dalam melakukan pendefinisian
suatu material. Sehingga, kaca dapat didefinisikan dalam banyak cara. Secara
klasik, kaca dapat didefinisikan sebagai super cooled liquid. (Carter & Norton,
2013).
Sementara, American Society for Testing and Materials (ASTM)
mendefinisikan kaca kedalam beberapa definisi. Definisi Pertama, kaca merupakan
suatu hasil anorganik dari peleburan yang telah didinginkan menjadi kondisi kaku
tanpa adanya kristalisasi. Kedua, kaca merupakan material padat yang tidak
menunjukkan keteraturan jangka panjang. Definisi ketiga, kaca merupakan cairan
yang telah kehilangan kemampuannya untuk mengalir. Jadi, menurut pengertian
diatas kaca merupakan material non kristal yang tidak mempunyai keteraturan
jangka panjang (Carter & Norton, 2013).
Perbedaan kaca dengan kristal dapat dilihat dari susunan atom-atom dari kedua
material tersebut. Kristal mempunyai susunan atom yang periodik dengan rentang
lebar. Semenatara kaca tergolong sebagai material non kristal atau amorf. Amorf
disebut pula sebagai super cooled liquid karena atom-atomnya tersusun secara acak
seperti pada zat cair (Callister, 2007).

(a) (b)
Gambar 2.1 Tampilan Dua Dimensi dari Struktur Atom :
(a) Kristal (b) Non Kristal (Callister, 2007)
Gambar 2.1 menunjukkan tampilan dua dimensi dari struktur atom dari silika
dioksida (SiO2) dalam bentuk kristal dan non kristal. Dari gambar tersebut dapat
dilihat setiap atom silika berikatan dengan tiga atom oksigen untuk kedua jenis
material. Akan tetapi, pada material non kristal susunan atomnya terlihat lebih tidak
teratur dan tertata secara baik (Callister, 2007). Selain itu, apabila dilakukan
pengujian XRD pada kristal dan kaca akan terdapat perbedaan seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 2.2. Dari gambar tersebut dapat dilihat pola hasil difraksi
dari kedua jenis material. Pada kristal terdapat beberapa puncak yang muncul,
sedangkan pada kaca hanya terlihat satu puncak saja.

(a)

(b)
Gambar 2.2. Hasil difraksi menggunakan XRD pada : (a) Serbuk Pb (Kristal)
(b) Viterous Silika (Kaca) (Callister, 2007 ; Kittle, 2005)
Karakteristik yang dapat mengindikasikan suatu material merupakan kaca
atau tidak dapat dilihat dari sifat transformasi kaca (glass transformation). Proses
ini akan terjadi ketika kaca dipanaskan. Ketika suhu rendah, kaca yang berbentuk
amorf mengalami pengerasan. Setelah kaca dipanaskan maka kaca akan memeleh
dan membentuk cairan kental. Akan tetapi, sebelum kaca mengalami perubahan
bentuk menjadi cairan kental, kaca akan melewati fase yang dinamakan sebagai
fase rubbery, dimana keadaan struktur kaca akan menjadi seperti karet. Suhu yang
ada pada fase rubbery dinamakan sebagai suhu transisi kaca (Tg). Sifat transisi kaca
dapat digambarkan dengan menggunakan diagram entalpi, atau grafik hubungan
antara volume dengan temperatur (Shelby, 2005).
Secara klasik, diagram entalpi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2,
telah digunakan untuk menjelaskan bagaimana sifat transisi pada kaca. Ketika
lelehan didinginkan, struktur atom dari lelehan secara bertahap akan mengalami
perubahan serta terkarakterisasi dari suhu yang tepat dimana lelehan terbentuk.
Pendinginan menuju suhu berapapun yang terletak di bawah suhu leleh kristal
biasanya akan mengubah suatu material ke keadaan kristal.
Atom tersusun secara periodik dengan pembentukan jangka panjang. Jika hal
ini terjadi, entalpi akan menurun tiba-tiba ke keadaan yang sesuai untuk terjadinya
kristal. Pendinginan lanjutan dari kristal akan mengakibatkan penurunan lebih
lanjut entalpi karena kapasitas panas dari kristal.

Gambar 2.2. Grafik Hubungan antara Entalpi dan Suhu pada Proses Pembentukan
kaca (Shelby, 2005)
Apabila cairan dapat didinginkan di bawah suhu leleh kristal tanpa
kristalisasi, maka didapatkan bentuk supercooled liquid . Struktur dari cairan akan
melanjutkan menyusun ulang sebagaimana adanya penurunan suhu, tapi entalpi
akan menurun secara perlahan karena penyusunan ulang yang terhambat. Bila
didinginkan lebih lanjut, viskositas meningkat secara besar dan atom-atom tidak
didapat dapat menyusun ulang struktur keseimbangan dari cairan tersebut. Saat
entalpi mulai menyimpang dari garis keseimbangan, mengikuti kurva kemiringan
menurun secara bertahap, sampai akhirnya terpengaruh oleh kapasitas panas dari
cairan beku mengakibatkan viskositas menjadi begitu besar, sehingga struktur
cairan menjadi tetap dan tidak lagi bergantung pada suhu. Daerah suhu yang terletak
di antara batas equilibrium liquid dan frozen liquid, dikenal sebagai daerah
transformasi kaca. Sehingga cairan yang membeku tadi dinamakan ssebagai kaca.
Pembentukan kaca dipengaruhi oleh beberapa parameter diantaranya adalah
suhu lelehan kaca, viskositas, dan komponen penyusun kaca (Shelby, 2005).
Apabila cairan didinginkan secara cepat maka akan terjadi kenaikan viskositas.
Naiknya nilai viskositas akan membuat atom tidak dapat mengendalikan
sepenuhnya pada keadaan setimbang dari struktur cairan. Sehingga, akan
mengalami penyimpangan dari garis keseimbangan mengikuti kurva secara
bertahap menurun. Penurunan ini ditentukan dari kapasitas panas dari cairan beku,
dan cairan beku yang terbentuk inilah yang disebut dengan kaca.
Suhu dan volume dari kurva kesetimbangan akan dikontrol oleh viskositas
cairan yang merupakan faktor kinetik. Penggunaan laju pendinginan lambat akan
memungkinkan volume untuk mengikuti kurva kesetimbangan ke suhu yang lebih
rendah. Daerah transformasi kaca akan bergeser ke suhu yang lebih rendah dan akan
terbentuk kaca (Shelby, 2005).
Pada komponen penyusun kaca, oksida kaca dapat dibagi ke dalam tiga
kelompok berdasarkan elektronegativitas dari kation. Kation yang berasal dari
ikatan oksigen memiliki sifat fraksi ionik sekitar 50 %, yang berperan sebagai
nerwork formers (golongan I) dan akan menghasilkan kaca yang bagus. Pada
golongan II (kation dengan elektronegativitas kecil) memiliki ikatan ionik yang
lebih sedikit dengan oksigen sehingga disebut sebagai intermediates. Sedangkan
pada golongan III (kation dengan elektronegativitas sangat rendah) dapat
membentuk ikatan ionik dengan oksigen sangat kuat, tidak pernah berperan sebagai
pembentuk kaca. Hal ini disebabkan karena ion tersebut hanya berperan sebagai
pengubah (modify) dari kaca yang kemudian disebut dengan modifier (Shelby,
2005).
2.2.Metode Pembuatan Kaca
Pembuatan kaca mampu dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya
adalah metode Chemical Vapor Deposition (CVD), proses sol gel-formation dan
melt-quenching technique. Pembuatan kaca dengan metode CVD didasarkan pada
proses hidrolisis dari penguapan logam halida dalam bahan kaca yang diikuti oleh
proses sintering. Persiapan untuk pembuatan kaca dalam metode ini membutuhkan
tingkat kemurnian yang tinggi. Metode CVD tidak cocok untuk membuat kaca yang
terdiri dari alkali dan alkali tanah atau kaca yang didadah dengan unsur tanah jarang
(Yamane and Ashara, 2000).
Pembuatan kaca dengan metode sol-gel, akan menghasilkan kaca yang
memiliki kepadatan yang sangat rendah dan porositas yang tinggi. Gel yang kering
biasanya melalui proses sintering pada suhu di atas kisaran transformasi kaca,
kemudian akan bergabung membentuk kaca yang sedikit kurang padat daripada
kaca dengan komposisi yang sama dan dibentuk dengan pelelehan (melting)
(Shelby, 2005). Metode sol-gel lebih mudah jika diaplikasikan pada lapisan tipis
atau pembentukan serat, metode ini biasanya hanya untuk kaca silika. Penghilangan
cairan dari pori-pori akan membutuhkan waktu lama dan dapat menyebabkan retak
pada gel. Akan terjadi penyusutan yang cukup besar selama proses pengeringan
yang akan menyebabkan kesulitan dalam pembentukan yang kompleks jika
dilakukan tanpa bantuan mesin (Shelby, 2005).
Sementara itu, Prinsip dasar dari metode MQT adalah peleburan bahan
pembentuk kaca menjadi lelehan yang kemudian akan mengalami pendinginan
secara cepat agar terbentuk kaca (Yamane and Ashara, 2000). Dalam prosesnya
dilakukan dengan menggerus campuran dari semua bahan penyusun kaca,
kemudian diletakkan ke dalam crucible yang terbuat dari platina dan dimasukkan
ke dalam furnace untuk dilebur ke dalam lelehan pada suhu tinggi. Lelehan sesekali
diaduk untuk menghilangkan gelembung udara dan meningkatkan homogenitas
dari lelehan (Yamane and Ashara, 2000). Pada umumnya pembentukan lelehan
menjadi kaca dipengaruhi oleh viskositas dan suhu lelehan. Kaca yang dihasilkan
dari metode ini biasanya diberi perlakuan annealing dan selanjutnya didinginkan
sampai suhu ruang (Yamane and Ashara, 2000).
PEMBAHASAN
Kaca merupakan material yang rapuh. Sehingga, sifat kerapuhannya sering
kali ditentukan oleh faktor lingkungan dan bukan oleh kekuatan yang melekat pada
pembentuk ikatan dari jaringan acak. Kekuatan retak dari kaca bervariasi dengan
lama perlakuan pada permukaan, lingkungan kimia, dan metode yang digunakan
untuk mengukur kekuatan. Sebagai material yang rapuh, kaca juga rentan terhadap
kejutan panas.
Sifat mekanik yang lain dari kaca merupakan sifat yang melekat pada
material tersebut. Modulus elastis E, ditentukan oleh ikatan tunggal di dalam
material dan juga oleh susunan dari jaringan. Kekerasan pada kaca merupakan
fungsi dari kekuatan ikatan tunggal dan rapat jenis dari paket atom di dalam struktur
kaca.
3.1.Modulus Young
Sebagai material rapuh yang telah ada sejak dulu, kaca menunjukkan sifat
hook yang hampir sempurna ketika diberi suatu tegangan. Rasio dari tekanan,
adalah hasil dari pemberian tegangan, a, merupakan konstanta yang dikenal sebagai
modulus elastis, atau modulus Young.
Model sederhana berdasarkan kurva Condon-Morse mengaplikasikan
cukup baik pada ion yang tinggi, dan struktur tertutup. Apabila ditentukan struktur
dari kaca, dapat ditemukan bahwa modulus juga dipengaruhi oleh dimensi dan
hubungan dari struktur, dengan kecenderungan modulus elastis yang meningkat
sebagaimana struktur berubah dari struktur rantai menjadi struktur lapisan menjadi
jaringan 3 dimensi yang saling terhubung.
Ikatan yang lemah diantara rantai dan lapisan juga mempengaruhi ikatan
yang kuat diantara atom-atom dengan blok bangunan dari struktur dan menjadikan
distorsi yang lebih mudah pada struktur. Kehadiran dari pemutusan pada jaringan
pada struktur oksigen non bridging juga memudahkan perpundahan dari atom dan
menurunkan modulus elastis. Pergantian dengan ion pengubah oleh ion alumunium,
yang menurunkan konsentrasi oksigen non bridging, meningkatkan hubungan dari
jaringan dan juga meningkatkan modulus elastis pada kaca silika.
Sejak modulus elastis kaca berhubungan dengan kekuatan ikatan, tidak
mengejutkan apabila menemukan kaca dengan nilai suhu transisi kaca yang tinggi
biasanya juga memiliki modulus yang tinggi. Hal ini juga dapat dijelaskan dengan
kurva Condon-Morse, tidak mengejutkan untuk mempelajari ekspansi rendah pada
kaca sering memiliki modulus elastis yang tinggi.
3.2. Kekerasan Kaca
Kekerasan pada kaca biasanya didefinisikan dalam bentuk ketebalan
goresan menggunakan skala Mohs atau ketebalan indentasi menggunakan Vickers
Indenter. Kaca oksida memiliki rentang 5 hingga 7 pada sekala Mohs. Ini dapat
diartikan bahwa kaca akan tergores pada ketebalan 5, akan tetapi tidak akan
menggores kuarsa kristal pada ketebalan 7. Kaca memiliki skala Vickers yang lebih
rendah dibandingkan intan. Kaca Borate, Germanium, dan Fosfat lebih lunak
dibandinkan dengan kaca silika.
3.3. Kekuatan Retakan
Kekuatan retakan (fracture Strength) pada kaca biasa jauh kurang daripada
kekuatan secara teorinya. Kekuatan retakan hanya dapat dideskripsikan dalam
bentuk fungsi distribusi, dan tidak menunjukkan karakteristik nilai tunggal dari
komposisi kaca yang diberikan. Reduksi pada kekuatan kaca diakibatkan cacat
permukaan kaca yang dapat membuat kaca jauh lebih lemah.
Kekuatan pada kaca dapat ditingkatkan dengan dua metode. Pertama, dapat
dilakukan dengan mecegah susunan dari cacat dan mengambilnya dari
pembentukan. Mengambil cacat pada kaca hanya akan efektif dalam jangka waktu
yang singkat semenjak cacat yang baru juga akan terbentuk, selama mencegah
susunan dengan pelapisan telah terbentuk sebelumnya.
3.4. Keletihan pada Kaca (Fatigue of Glass)
Kekuatan pada kaca biasanya menurun dengan waktu dibawah kondisi
ambien. Efek ini dinamakan sebagai kelelahan statis, karena adanya interaksi dari
kaca dengan atmosfer sekitar, menghasilkan retakan yang meningkat dibawah
beban yang konstan. Juga ditemukan bahwa kesalahan kekuatan yang lebih besar
ketika beban meningkat dengan cepat daripada ketika beban meningkat secara
lambat. Semenjak efek ini diteliti dibawah kondisi beban yang beruba, maka efek
ini dinamakan sebagai kelelahan dinamis.
3.5.Thermal Shock
Kejutan suhu merupakan suatu masalah yang serius ketika kaca secara cepat
didinginkan melebihi batas rentang suhu yang diketahui. Gradien laju pendingan
dapat menuntun menuju penempaan panas dari kaca dengan menghasilkan suhu
fiktif yang berbeda di permukaan dan campuran dari kaca. Akan tetapi,
mendinginkan dengan gradien suhu tertentu pada kaca juga menghasilkan tekanan
sementara yang melawan tekanan permanen karena perbedaan suhu fiktif di dalam
kaca.

KESIMPULAN
1. Kaca merupakan padatan yang rapuh. Kekerasan pada kaca ditentukan oleh
kekuatan dari ikatan pembentuk jaringan dan juga susunan dari kaca.
Keretakan pada kaca dikendalikan oleh adanya cacat dan tidak
menggambarkan kekuatan kerapuhannya dari ikatan diantara atom-atom.
Kaca harus ditangani dengan cara menjaga tekanannya, dengan menurunkan
interaksinya dengan gas pada atmosfer. Tekanan termal dapat berupa
sementara atau juga permanen dan sering menyebabkan keretakan pada kca.
DAFTAR PUSTAKA
Callister, W.D. (2008). An Introduction Material Science and Engineering Seven
Edition. United States: John Wiley & Sons. Inc.
Carter, C.B., & Norton, M.G. (2013). Ceramic Materials: Science and
Engineering. New York: Springer Science and Business.
Doremus, R.H. (1994). Glass Science Second Edition. Canada: John Wiley &
Sons. Inc.
Kittle, C. (2005). Introduction to Solid State Physics Eight Edition. United States:
John Wiley & Sons. Inc.
Shelby, J. E. (2005). Introduction to glass science and technology: 2nd edition.
Cornwall: TJ International Ltd.
Pelleg, J. (2013). Mechanical Properties of Materials. New York: Springer

Yamane, M., and Asahara, Y. (2000). Glasses for Photonics. Cambridge University
Press, United Kingdom.

S-ar putea să vă placă și