Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
pertanggungan atau asuransi dan dalam bahasa Inggris disebut insurance.29 Istilah
1. Pihak-Pihak
Pihak-pihak dalam asuransi yaitu penanggung dan tertangung.
Penanggung wajib memikul resiko yang dialihkan kepadanya dan
berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung wajib
29
J.C.T.Simorangkir,dkk, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 182
30
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 6
menyebutkan bahwa :
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak yaitu perusahaan asuransi dan
pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh
perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :
1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis
karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti;
2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya
tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan
dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
31
Ibid, hal. 8
kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-
32
Abbas Salim, Op.Cit, hal. 1
33
Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 2
perasuransian meliputi kegiatan usaha yang bergerak dibidang usaha asuransi dan
dalam dua cara yaitu pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I Bab 9
Pasal 246-286 yang berlaku bagi semua jenis asuransi dan pengaturan yang
bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-308 dan Buku II Bab 9
melibatkan perjanjian antara dua pihak yang saling menimbulkan hak dan
Pengaturan asuransi yang lebih khusus lagi saat ini terdapat dalam
Undang No. 40 Tahun 2014 ini memiliki 92 pasal yang terbagi dalam 18 bab.
Undang-undang ini lebih menitikberatkan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan
publik administratif.
sesuai dengan aturan hukum perasuransian yang berlaku. Dari segi publik
Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut dapat diancam dengan sanksi
34
Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-Bentuk Perasuransian, (Medan : Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, 2005), hal. 5
35
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 19
(Selanjutnya disebut Zainuddin Ali 2)
sedikit berbeda dan lebih lengkap jika dibandingkan dengan pengaturan yang ada
di dalam KUHD maupun dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992. Hal tersebut
ditandai dengan penambahan pasal yang semula terdiri dari 28 (dua puluh
delapan) pasal menjadi 92 (sembilan puluh dua) pasal. Ruang lingkup usaha
36
Abdul Muis, Op.Cit, hal 6
meliputi :
bagi lahirnya sebuah peraturan hukum. Prinsip diperlukan agar dalam menjalani
37
Djojosoedarso. S, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: Salemba
Empat, 2003), hal 74-75
Prinsip dasar dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III Kitab
menyebutkan bahwa :
38
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010), hal. 262
39
Kun Wahyu Wardana, Hukum Asuransi: Proteksi Kecelakaan Transportasi, (Bandung
: Mandar Maju, 2009), hal. 31
kepentingan harus :
terhadap tertanggung. 40
dipenuhi oleh para pihak sebelum kontrak ditutup dan bukan dipenuhi
Perdata.41
atas dasar itikad baik. Ketentuan pada Pasal 251 KUHD meletakan
Prinsip itikad baik (utmos good faith) dalam perjanjian asuransi sangat
40
Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2001), hal. 12
41
Gunanto, Asuransi Kebakaran di Indonesia, (Tanggerang: Logos Wacana Ilmu, 2003),
hal. 12
42
Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 97
43
Hadi Setia Tunggal, Dasar-Dasar Asuransi, (Jakarta: Harvarin, 2005), hal. 47
mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu
tertangung.
44
AM. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 20
tertanggung. 45
subrogasi ini diatur dalam Pasal 284 yang bunyi pasalnya menyatakan
bahwa :
45
Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011),
hal. 46
46
Sri Rejeki Hartono, Op.Cit, hal. 98
penggantian dari pihak lain, walaupun jelas ada pihak lain yang
5. Prinsip Kontribusi
insurance) seperti yang tercantum dalam Pasal 278 KUHD. Prinsip ini
sebenarnya.
kerugian pada diri tertanggung yang dapat diberi ganti kerugian oleh
47
Ibid, hal 107
48
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia, (Jakarta:
Pradnya Paramita, 2001), hal. 358
kewajibannya. 50
asuransi, pokok penting yang harus diketahui adalah tujuan asuransi sendiri.
49
Dwi Endah Ernawati, “Penerapan Asas-Asas Hukum Asuransi Dalam Perjanjian
Asuransi Kendaraan Bermotor Di PT. Asuransi Raksa Pratikara Di Wilayah Surakarta”, Tesis
Pascasarjana Undip, (Semarang, 2009), hal 15
50
Man Suparman Sastrawidjaja, Op.Cit, hal. 77
51
Abdulkadir Muhammad 1, Op.Cit, hal. 12
perlindungan dari resiko-resiko yang mungkin akan diderita oleh satu pihak.
yang telah rusak agar jangan bertambah rusak, hal ini disebut dengan tujuan
salvage.54
berbeda dengan perjanjian lain. Pada buku-buku hukum asuransi yang dibuat oleh
berikut :
52
Radiks Purba, Asuransi Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2002), hal. 6
53
C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2002), hal. 179
54
Abbas Salim, Op.Cit, hal. 10
oleh penanggung.
Penanggung
55
Sri Rejeki Hartono, Op.Cit, hal. 92
56
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global,
(Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2005), hal. 257
tertanggung.
Perjanjian ini hanya satu pihak saja yang memberikan janji yaitu pihak
apapun.58
cacat-cacat tersembunyi.
ini.
57
Yusuf Shofie, Konsumen dan Hukum Asuransi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2003), hal. 168
58
Erlina B, “Klaim Ganti Rugi dalam Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor”, Jurnal
Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung Vol. 5 No. 2, (Juli 2010), hal. 102
perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak,
maupun bagi sementara pihak saja, bergantung pada suatu kejadian yang belum
tentu”.
59
Man Suparman Sastrawidjaja, Op.Cit, hal. 18
untung-untungan, karena dalam perjanjian asuransi hak dan kewajiban para pihak
timbal balik. Dalam perjanjian asuransi tidak ada istilah untung rugi karena kedua
perjanjian tersebut.
sebagai berikut :
60
Abbas Salim, Op.Cit, hal. 8
sebagai berikut :
1. Konsultan Aktuaria
Usaha jasa konsultasi aktuaria kepada perusahaan asuransi dan dana
pensiun dalam rangka pembentukan dan pengelolaan suatu program
asuransi dan atau program pensiun.
Konsultan Aktuaria memberikan jasa seperti konsultasi tentang hal-hal
yang berkaitan dengan analisis dan penghitungan cadangan,
penyusunan laporan aktuaria, penilaian kemungkinan terjadinya resiko,
dan perancangan produk asuransi jiwa.
2. Akuntan Publik
Penyedia jasa yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan dan
terdaftar di OJK yang bertugas menyusun, membimbing, mengawasi,
menginspeksi, dan memperbaiki tata buku dan administrasi perusahaan
atau instansi pemerintah.
3. Penilai
Pihak yang menilai aset perusahaan dan terdaftar di OJK.
4. Profesi Lain yang Ditetapkan oleh OJK
61
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Pasal 2-4
1. Perseroan Terbatas
2. Koperasi
koperasi dan usaha bersama. Namun pada kenyataannya, pada saat itu bentuk
badan hukum penyelenggara usaha yang banyak digunakan oleh pelaku usaha
bersama yang telah ada pada saat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
diundangkan. Bagi pihak yang ingin membentuk usaha bersama baru didorong
62
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Pasal 55
63
Chairul Umam, “Melihat Hal-Hal Krusial Dalam Wajah Baru Undang-Undang
Perasuransian”, Jurnal Online melalui http://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online
/MELIHAT%20HAL%20KRUSIAL%20DALAM%20WAJAH%20BARU%20UNDANG-
UNDANG%20 PERASURANSIAN diakses pada tanggal 3 Maret 2015
Nomor 40 Tahun 2014 dijelaskan bahwa : “Setiap pihak yang melakukan usaha
perasuransian wajib terlebih dahulu mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa
Keuangan”.
Untuk mendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan harus dipenuhi
persyaratan mengenai :
1. Anggaran dasar
2. Susunan organisasi
3. Modal disetor
4. Dana jaminan
5. Kepemilikan
6. Kelayakan dan kepatutan pemegang saham dan pengendali
7. Kemampuan dan kepatutan direksi dan dewan komisaris, atau yang
setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum
berbentuk koperasi, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan,
dan auditor internal
64
Ibid
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap. 65
Waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut mencakup waktu untuk mengklarifikasi data
Apabila OJK menolak permohonan izin usaha yang diajukan maka harus
kelola perusahaan yang baik. Tata kelola perusahaan yang baik adalah
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan. 66
65
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Pasal 9
66
FCGI, Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan, (Jakarta, Citra Graha, 2001),
hal 20
jangan sampai saling menindas dan memiliki persaingan tidak sehat di zaman
lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif”. Prinsip tata kelola
67
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance,
(Jakarta: Kencana, 2006), hal 109
68
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.05/2014, Pasal 2
oleh OJK. Sistem pengawasan yang dilakukan oleh OJK adalah sistem
oleh berbagai lembaga keuangan tunduk pada sistem pengaturan dan pengawasan
OJK.69
dengan ruang lingkup fungsi pengaturan dan pengawasan Menteri Keuangan yang
69
Zulkarnain Sitompul, “Konsepsi dan Transformasi Otoritas Jasa Keuangan”, Jurnal
Legislasi Indonesia Vol. 9 No. 3 (Oktober 2012), hal. 345
70
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Pasal 57 ayat (2)