Sunteți pe pagina 1din 43

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam anatomi, anus atau lubang bokong (Latin: ānus) adalah


sebuah bukaan dari rektum ke lingkungan luar tubuh. Pembukaan an
penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi
utama anus.
Anus sering dianggap sebagai bagian yang tabu oleh berbagai
kelompok masyarakat.
Anus adalah suatu saluran pendek yang menghubungkan ujung
saluran pencernaan (rektum) dengan lingkunan luar, yang tertutup otot
berbentuk cincin (sphincters). Gangguan yang sering menyerang daerah
ini adalah pembengkakan pembuluh darah disekitar anus (haemorrhoids,
wasir). Ini biasanya berkaitan dengan sembelit yang menyakitkan.
Proktologie (atau lebih lengkap coloproktologie) adalah bidang
kedokteran yang membahas kelainan-kelainan di usus besar hingga
lubang pelepasan atau dubur.
Pada umumnya kelainan-kelainan di daerah ini tidak begitu
diperhatikan dan kalaupun ada keluhan sering dianggap sebagai wasir.
Masyarakat kurang mengetahui bahwa kecuali wasir masih ada
banyak penyakit lain di dubur yang jika penanganannya tidak sesuai dapat
membahayakan yang dalam pembahasannya kita tekankan pada usus
akhir yaitu rectum dan anus.
Anatomi dan physiologi rectum sangat rumit, kita tidak mengetahui
dimana colon/sigmoid berakhir dan dimana rectum mulai. Perbedaan
nama ini lebih karena letak topographynya daripada anatominya. Selain

1
anus dengan syarafnya yang sangat sensitive, otot-otot sphincter (internus
et externus) dan otot-otot pelvic termasuk usus akhir.
Fungsi sigmoid dan rectum adalah tempat penampungan faeces.
Supaya terkontrol 4-5 cm terakhir rectum menyempit dan disebut anus.
Sel mukosa yang semula kuboid berangsur menjadi epithel yang sangat
sensitive. Ini diperlukan untuk membedakan antara gas , cairan dan padat.
Penutup anus yang paling menonjol adalah M. Sphinkter internus yang
adalah otot polos dan M. Sphinkter externus, sebuah otot lurik. Disamping
itu otot-otot Levator ani (M. puboccigeus, M. puborectalis dan M.
ischiococcigeus) ikut membantu pada defekasi.
Batas antara rectum dan anus lebih mudah dengan adanya linea
dentate yang merupakan muara glandula submokus yang tersembunyi di
balik katup kecil. Glandula ini adalah sumber dari analabses dan fistel jika
meradang.
Pemeriksaan dimulai dengan anamesa yang merupakan tahapan
penting karena dari anamesa kita dapat mengetahuib arah pemeriksaan
selanjutnya. Setelah anamesa berturut turut dilakukan inspeksi , rectal
touch, rektoskopi / anuskopi. Selanjutnya dapat dilakukan rontgen dan
atau coloskopi jika diperlukan. Kedua pemeriksaan terakhir memerlukan
persiapan sebelumnya.
Penyakit - penyakit sekitar anus diantaranya :
o Haemorroid
o Anal fissure
o Analabses dan Anal fistula
o Proktitis
o Penyakit Usus lain, misalnya Morbus Crohn, Colitis ulcerosa,
TBC usus, Amoeba ,dll.
o Penyakit kulit dan kelamin di dubur, misalnya eksema ,
condylomata, sipylis, AIDS
o Tumor : Tumor jinak dan ganas dan usus besar.

2
Disini terlihat bahwa keluhan di dubur bukan saja wasir, tetapi
masih banyak penyakit yang gejalanya menyerupai wasir.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAERAH ANUS


2.1.1. Anatomi Anal Lining
Kanalis analis merupakan suatu struktur yang berbentuk seperti
tabung, panjangnya sekitar 4 cm dan dua pertiga bagian atasnya tertutup
lapisan yang tidak berambut, tidak mengandung kelenjar, yang terdiri dari
sel epitel gepeng yang sensitive yang dikenal sebagai anoderm. Lapisan
ini tersusun dalam susunan longitudinal yang dikenal dengan lapisan
Morgagni . Deskripsi yang diterangkan di atas masih sangat sederhana,
kemudian pada abad ke -19 ahli anatomi memberikan deskripsi yang lebih
jelas dan detail mengenai kanalis analis. Satu hal yang kemudian disadari
para ahli anatomi mengenai kanalis analis adalah mengenai ketebalan
dan kayanya vaskularisasi di submukosa anus. Hal yang diketahui
terakhir ini sangat berperan dalam membantu memperkuat penutupan
anus. Observasi lebih lanjut menjelaskan mengenai apa sesungguhnya
bantalan haemorrhoid, yang lebih dikenal dengan sebutan anal cushion.
Jadi, anal cushion merupakan bantalan jaringan lunak yang terdiri dari
jaringan pembiluh darah (plexus haemorrhoidales) venula, arteriol, arterio-
venous anastomosis, otot plos dan jaringan ikat elastis, yang terletak di
submukosa pada hemorrhoid interna dan subkutan pada haemorrhoid
eksterna. Anal cushion sendiri terbagi oleh linea dentata, dimana
pembagian ini mempengaruhi kepekaan anus terhadap rasa sakit. Yaitu
bagian yang di atas linea dentata tidak bisa mengalami sakit karena tidak
ada saraf somatis namun bagian bawah bisa merasa sakit karena ada
saraf somatisnya. (5,6)

4
Gambar 1. Anatomi Anorectum (11)

5
2.1.2 Peredaran darah pada anal cushion
Anal cushion menerima supply darah dari arteri rectalis superior,
media dan inferior (= arteri haemorrhoidal). Lima sampai delapan cabang
dari arteri rectalis superior melalui mesorectum dan melewati ampulla recti
menuju ke bawah sampai di submukosa anus, kemudian beranastomose
dengan pembuluh dari cabang media dan inferior. Eksisi lokal pada
mukosa dapat menyebabkan perdarahan dari ketiga pembuluh darah
tersebut. Sebagian aliran darah tadi akan masuk ke sistem vena melalui
shunt arterivena yang akan membantu fungsi mekanis anus.
Anal cushion berguna untuk membantu melawan tekanan saat
defekasi dengan adanya otot polos, muskulus ani dan jaringan elastis.
Otot ini merupakan struktur anatomi yang unik karena tidak ada otot lain
yang terdapat di submukosa (ditemukan oleh Treitz (1853)). Otot ini
berasal dari sphincter interna yang terdiri dari berbagai bundle yang
bersatu di subanodermal untuk membentuk ikatan kuat yang padat untuk
menyangga di sekeliling vena. (5)

6
Gambar 2. Struktur otot dalam canalis analis 2

7
2.1.3 Fungsi Anal Cushion
Tidak diragukan lagi anal cushion berfungsi membantu penutupan
anus. Subtansi spongiosa dan volume yang bervariasi dari kantung
vena ,dengan anastomose langsungnya dengan arteri, berperan dalam
membantu sphincter berkontraksi sehingga anus menutup. (5)
Jika karena suatu sebab ada gangguan pada aliran darah balik vena
maka akan terjadi pelebaran vena dan ini yang banyak dikenal sebagai
wasir.

Gambar 3. Protoscopic dari normal anal cushion (5)

Gambar 4. Gambaran protoscopic dari anal cushion yang melebar (5)

8
2.2. HAEMORRHOID
2.2.1. Pengertian Haemorrhoid
Haemorrhoid atau wasir/piles bukanlah suatu penyakit melainkan
suatu perubahan pada bantalan pembuluh-pembuluh darah di dubur
(dalam bahasa latin disebut corpus cavernosa recti), berupa pelebaran
dan pembengkakan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Fungsi
bantalan ini sebagai klep/katup yang membantu otot-otot dubur untuk
menahan faeces. Ada tiga pembuluh darah (vena) didaerah dubur. Bila
oleh salah satu sebab terjadi gangguan (bendungan) aliran darah, maka
pembuluh darah ini akan melebar dan membengkak, keadaan ini disebut
wasir. Pelebaran varises satu segmen / lebih pembuluh darah vena
haemorrhoidales pada poros usus dan anus ini disebabkan karena otot &
pembuluh darah sekitar anus / dubur kurang elastis sehingga cairan darah
terhambat dan membesar. Jaringan haemorrhoid ini dapat ditemukan
pada ujung distal rectum di dalam kanalis analis, biasanya ditemukan
pada aterolateral kanan (arah jam 11), posterolateral kanan (jam 7), dan
posisi lateral kiri (arah jam 3) pada posisi lithotomic. Kita mengenal wasir
dalam (haemorrhoid interna) seperti yang tertulis diatas, dan wasir luar
dimana kulit luar sekitar dubur membengkak karena pelebaran pembuluh
darah balik / bantalan vaskular yang normal di bawah kulit ditemukan di
sekitar poros usus dan anus. (1,2)

2.2.2. Etiologi Haemorrhoid


Tentang penyebab terjadinya wasir terdapat banyak pendapat,
antara lain : faktor keturunan, sikap tubuh manusia dalam berjalan dengan
kaki sehingga tekanan ke bawah lebih besar, kehamilan, perubahan
hormonal (waktu hamil), jenis pekerjaan, dll. Kemungkinan besar berbagai
(3,7)
faktor ini saling terkait dan mempengaruhi.
Faktor predisposisi genetik yang dimaksud bisa berupa kelemahan
dinding vena rectalis, gangguan passage usus dan kenaikan tekanan

9
pada vena rectalis akibat sikap tubuh yang buruk. Faktor tambahan yang
bisa menjadi penyebab haemorrhoids (biasanya karena peningkatan
tekanan vena rectalis), sering terjadi pada orang yang mempunyai
(3,7)
kecenderungan untuk menjadi obese dan kebiasaan banyak duduk.
Konstipasi, diare kronik, kehamilan,kebiasaan sering menahan
BAB, dan kurang asupan serat sehingga kesulitan BAB, juga terbukti
bisa menjadi penyebab terjadinya haemorrhoids. Hidrasi yang tidak
adekuat, bisa karena kurangnya asupan cairan atau minum minuman
yang menyebabkan diuretik seperti kopi atau cola sehingga BAB menjadi
keras juga bisa menyebabkan terjadinya iritasi haemorrhoidal. Kelebihan
asam laktat di dalam tinja yang disebabkan konsumsi berlebih produk
susu, seperti keju, , bisa menyebabkan iritasi. Defisiensi vitamin E juga
(3)
sering menjadi penyebab terjadinya haemorrhoids.
Selain itu berbagai kebiasaan yang tidak baik seperti terlalu banyak
mengedan saat buang air besar , kebiasaan mengangkat beban terlalu
berat, hubungan seks peranal juga bisa menjadi pencetus terjadinya
haemorrhoids. (3)

2.2.3. Insidensi
Haemorrhoids merupakan penyakit yang umum dan banyak
diderita. Di Amerika Serikat prevalensi sekitar 4,4 %, dan diperkirakan
sekitar setengah penduduk Amerika akan menderita haemorrhoids pada
usia 50 tahunan . Sekitar 50-85% dari seluruh penduduk dunia akan
terkena haemorrhoids dalam hidupnya. Namun, hanya sedikit yang
mencari pertolongan medis. Setiap tahun hanya sekitar 500.000 orang di
Amerika Serikat yang mendapat perwatan untuk haemorrhoids, dan
(3)
kurang lebih 10-20% dari mereka membutuhkan operasi.
Haemorrhoids bisa terjadi baik pada pria maupun wanita.
Haemorrhoids banyak ditemukan pada wanita hamil karena tekanan
intraabdominal yang meningkat oleh fetus dan juga pengaruh hormon,
menyebabkan vena haemorrhoidales membesar. Vena-vena ini juga akan

10
tertekan selama proses persalinan. Namun terjadinya haemorrhoids pada
(3)
wanita hamil biasanya hanya bersifat sementara.

2.2.4. Patogenesis
Keterlibatan vaskular cushion pada defekasi normal belum
sepenuhnya dimengerti, tetapi tekanan yang ditimbulkan pada proses
defekasi diduga berperan dalam timbulnya haemorrhoid. Bantalan
vaskuler merupakan organ yang elastis yang akan terganggu fungsinya
dan berdilatasi dan menjadi benjolan yang menonjol keluar melewati batas
anus. Bantalan tersebut membesar karena pembuluh darah vena
didalamnya terisi oleh darah dalam jumlah yang melebihi normal,
sehingga tekanan hidrostatik di dalam pembuluh meningkat dan
menimbulkan oedem , yang selanjutnya bantalan yang melebar akan
terlihat membengkak. Keadaan tersebut disebabkan secara lengsung oleh
venous return dari plexus haemorrhoidales yang terganggu akibat sikap
mengedan (repeated episodes of prolonged straining) berlebihan dan
yang dilakukan secara berulang-ulang, sehingga merusak seluruh struktur
bantalan dan jaringan penyokongnya. Selanjutnya lama kelamaan
bantalan tersebut akan merosot ke distal dan menonjol keluar dari anus.
Sikap mengedan yang terlalu kuat tersebut adalah faktor presipitasi
terjadinya dilatasi haemorrhoid. Sedangkan yang berlaku sebagai faktor
predisposisi terdiri atas banyak faktor, seperti faktor usia, faktor kebiasaan
atau gaya hidup, dan sebagainya. (3, 8)
Hipertensi, khususnya pada vena porta, juga dapat menyebabkan
haemorrhoid karena hubungan antara vena porta dan vena cava yang
terjadi di dinding rectum , yang dikenal sebagai anastomosis portocaval.
Sehingga dapat dipahami pada penderita sirosis hepatis, dimana terjadi
peninggian tekanan vena porta mudah terjadi haemorrhoid. Hal ini
disebabkan adanya peninggian tekanan vena porta menyebabkan
terjadinya kongesti dan hipertrofi pada anal cushion, sehingga anal

11
cushion menjadi oedematous dan mudah berdarah dan akhirnya
(3, 8)
berdilatasi dan menjadi menonjol keluar anus.

2.2.5. Klasifikasi Haemorrhoid


Berdasarkan asal / tempat penyebabnya, haemorrhoids dibagi
menjadi :
a. Haemorrhoid interna
haemorrhoid ini berasal dari vena haemorrhoidales superior dan
medial, terletak diatas garis anorektal dan ditutupi oleh mukosa
anus.
Haemorrhoid ini tetap berada di dalam anus dan karena miskin
reseptor nyeri maka biasanya internal haemorrhoid tidak nyeri
dan banyak orang yang tidak sadar menderita haemorrhoid
interna. Namun haemorrhoid interna dapat berdarah terutama bila
terjadi iritasi.
Haemorrhoid interna diklasifikasikan lagi berdasarkan
perkembangannya :
• tingkat 1 : biasanya asimtomatik dan tidak dapat dilihat,
jarang terjadi perdarahan, benjolan dapat masuk
kembali dengan spontan
• tingkat 2 : gejala perdarahannya berwarna merah segar
pada saat defekasi (buang air besar), benjolan dapat dilihat
disekitar pinggir anus dan dapat kembali dengan spontan.
• tingkat 3 : prolapsus haemorrhoid, terjadi setelah defekasi
dan jarang terjadi perdarahan , prolapsus dapat kembali
dengan dibantu.
• tingkat 4 : terjadi prolaps dan sulit kembali dengan spontan

12
Tingkat 1

Tingkat 2

Tingkat 3

Tingkat 4

13
b. Haemorrhoid eksterna
haemorrhoid ini terjadi karena adanya dilatasi (pelebaran
pembuluh darah) vena haemorrhoidales inferior, terletak dibawah
garis anorektal dan ditutupi oleh mukosa usus. Haemorrhoid ini
keluar dari anus (wasir luar).

Haemorrhoid yang tidak diobati dapat berubah menjadi bentuk


yang lebih berat, yaitu haemorrhoid prolapsed dan strangulated.
Haemorrhoid prolapsed merupakan haemorrhoid yang karena besarnya
maka tidak bisa lagi dimasukkan ke dalam anus, sedangkan strangulated
haemorrhoid terjadi karena sphincter anal yang berkontraksi dan menjepit
bagian yang prolaps sehingga aliran darah ke situ berhenti dan terjadi
strangulasi. (3)

14
(a) (b) (c)
Gambar 5. Klasifikasi Haemorrhoid.
Haemorrhoid interna (a), haemorrhoid eksterna (b), haemorrhoid
(9)
prolapsed (c)

2.2.6. Gejala Klinik


Salah satu gejala pertama yang sering dijumpai adalah perdarahan
dari dubur mungkin hanya beberapa tetes saja tetapi bisa pula cukup
banyak bahkan kadang-kadang memancur keluar. Darah yang keluar
merah muda / segar. Umumnya tidak ada rasa sakit. Rasa sesuatu yang
mengganjal atau keluar sementara atau setelah buang air besar adalah
keluhan kedua yang sering dikemukakan. Ini menyebabkan perasaan
buang air besar yang belum tuntas sehingga yang bersangkutan
mengejan lebih kuat yang menyebabkan wasir bertambah parah. Prolaps
atau menonjolnya wasir terjadi pada tingkat lanjut dan klasifikasi atau
tingkat keparahan tergantung dari prolaps ini. Dengan adanya prolaps

15
maka fungsi penutup dari otot-otot dubur dapat terganggu ini
menyebabkan cairan dari usus dapat keluar sehingga penderita mengeluh
bahwa ada bercak-bercak kotoran pada pakaian dalam. Ini disebut
inkontinensi. Rasa sakit dapat terjadi pada tingkat lanjut jika terjadi
thrombosis (gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah)
umumnya terjadi pada wasir luar atau inkarserasi dimana wasir yang
keluar terjepit. (1,3)
Jadi, gejala yang timbul dan dicurigai merupakan suatu
(7)
haemorrhoids termasuk di antaranya adalah :

Terjadi benjolan-benjolan di sekitar dubur setiap kali buang air
besar

Rasa sakit atau nyeri di sekitar dubur (rasa sakit timbul karena
prolaps haemorrhoid (benjolan tidak dapat kembali) dari anus
terjepit karena adanya thrombus)

Perih

Perdarahan segar disekitar anus. Perdarahan terjadi dikarenakan
adanya ruptur varises.

Perasaan tidak nyaman (duduk terlalu lama dan berjalan tidak kuat
lama)

Keluar lendir yang menyebabkan perasaan isi rektum belum keluar
semua (4)

(15)
Gambar 6. Gambaran haemorrhoids

2.2.7. Diagnosis

16
Seperti penyakit-penyakit lain, sebelum dapat menegakkan
diagnosis dan terapinya, diperlukan pemeriksaan yang teliti. Yang pertama
dan sebenarnya yang terpenting (karena menunjukkan arah pemeriksaan
selanjutnya) ialah anamnesis atau riwayat penyakit. Tahap berikutnya
ialah pemeriksaan fisik yaitu inspeksi dan rectaltoucher (colok dubur).
Menyusul pemeriksaan dengan teropong yaitu anuskopi atau proktoskopi
dan rektoskopi. Pemeriksaan-pemeriksaan ini mutlak harus dikerjakan,
hanya jika ada rasa sakit yang kuat (misalnya karena inkarserasi)
pemeriksaan dapat ditunda hingga rasa sakit hilang dahulu. Sebagai
pelengkap dapat dipertimbangkan apakah memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut seperti roentgen (colon inloop) dan/atau colonoskopi. Juga tidak
boleh dilupakan pemeriksaan darah, urin, faeces sebagai pemeriksaan
penunjang. Baru setelah pemeriksaan-pemeriksaan ini selesai kita dapat
mengambil kesimpulan, menegakkan diagnosa dan menentukan terapi.
(1,7)

2.2.8. Diagnosis Banding


Seperti telah dikemukakan diatas selain wasir masih banyak
penyakit yang mempunyai gejala yang sama dimana yang terpenting
adalah menghilangkan kemungkinan tumor ganas. Dari gejala yang ada
maka perlu dipikirkan berbagai penyakit seperti Kanker rectal, fissura ani,
(5,6)
abscess anal, fistula anal, anal tag.

A. Anal Tags
Banyak pasien yang salah mengira anal tags sebagai suatu
haemorrhoid, dan memang bagian anodermal yang terganggu ini
mempunyai penampilan yang mirip dengan haemorrhoid. Anal tags adlah
tonjolan kutaneus di daerah pebatasan antara anodermal dan kulit
perianal. Asalnya tidak diketahui tapi kemungkinan berasal dari aliran
lymph lokal yang terganggu, mengingat terjadinya anal taga biasanya

17
setelah eksisi. Bentuknya bisa soliter atau diskret, atau berbentuk
melingkar yang tidak teratur.

Gambar 7. Skin tags (5)

B. Fibroepithelial polyp
Merupakan tonjolan yang bersatu dan berasal dari linea dentata,
merupakan papilla anal yang hypertrophy, mungkin juga disebabkan
karena obstruksi aliran lymph.

Gambar 8. Fibrous anal polyp (5)

C. Sentinel Pile
Sebenarnya penamaan ini tidak benar, karena disebut sebenarnya
merupakan skin tag, biasanya ditemukan di midline posterior, sebelah
distal fissure ani.

18
Gambar 9. Midline oedematous tag, atau sentinel pile di bagian bawah
fissure posterior. Daerah sekitarnya kemerahan karena ada perianal
dermatitis (5)

D. Fissure ani
Pasien yang datang dengan gejala nyeri dan gatal pada anus
mungkin menderita fissure ani, yang sering bersamaan dengan adanya
sentinel tag, sehingga salah kira dengan haemorrhoid. Ada perasan
seperti terbakar pada fissura ani saat BAB dan setelah BAB. Gatal sendiri
sebenarnya bukan gejala dari haemorrhoid.. Biasanya nyeri fissure ani
dimulai 30 menit sebelum defekasi dan berlanjut sampai kira-kira 2 jam
kemudian.

2.2.9. Terapi
Terapi untuk menangani haemorrhoid bisa berupa terapi secara
farmakolgis (dengan pemberian obat-obtan), nonfarmakologis ( dengan
perubahan gaya hidup), ataupun dengan terapi secara minimal invasive
maupun konvensional operative.

19
2.2.9.1 Terapi Nonfarmakologis

Perbaiki pola hidup (makanan dan minum): perbanyak konsumsi
makanan yang mengandung serat (buah dan sayuran) kurang lebih
30 gram/hari, serat selulosa yang tidak dapat diserap selama
proses pencernaan makanan dapat merangsang gerak usus agar
lebih lancar, selain itu serat selulosa dapat menyimpan air sehingga
dapat melunakkan feses.

Mengurangi makanan yang terlalu pedas atau terlalu asam.

Menghindari makanan yang sulit dicerna oleh usus.

Tidak mengkonsumsi alkohol, kopi, dan minuman bersoda.

Perbanyak minum air putih 30-40 cc/kg BB/hari.

Perbaiki pola buang air besar : mengganti closet jongkok menjadi
closet duduk. jika terlalu banyak jongkok otot panggul dapat
tertekan kebawah sehingga dapat menghimpit pembuluh darah.

Penderita haemorrhoid dianjurkan untuk menjaga kebersihan lokal
daerah anus dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15
menit tiga kali sehari.

Selain itu penderita disarankan untuk tidak terlalu banyak duduk
(7)
atau tidur, lebih baik banyak berjalan.

2.2.9.2 Terapi Farmakologis


 menggunakan obat untuk melunakkan feses / psillium akan
mengurangi sembelit dan terlalu mengedan saat defekasi, dengan
demikian resiko terkena haemorrhoid berkurang.
 menggunakan obat untuk mengurangi/menghilangkan keluhan rasa
sakit, gatal, dan kerusakan pada daerah anus.obat ini tersedia
dalam dua bentuk yaitu dalam bentuk supositoria untuk
haemorrhoid interna, dan dalam bentuk krim / salep untuk
haemorrhoid eksterna.
 obat untuk menghentikan perdarahan, banyak digunakan adalah
campuran diosmin (90%) dan hesperidin (10%) (7)

20
2.2.9.3. Tindakan minimal invasive
Dilakukan jika pengobatan farmakologi dan non farmakologi tidak
berhasil, Macam tindakan yang dilkukan misalnya sklerotherapy, rubber
band ligation, Doppler Guided Hemorrhoid Arterial Ligation (DGHAL),
Stapler hemorrhoidectomy.

2.2.9.3.1 Sclerotherapy
Sclerotherapy dilakukan dengan cara menyuntikkan obat (Sodium
Tetradecyl Sulfate atau polidocanol) langsung kepada benjolan / prolaps
haemorrhoidnya. (12)

Gambar 10. Proses sclerotherapy (12)

2.2.9.3.2 Rubber band ligation


Ligasi pita karet, dilakukan dengan cara mengikat haemorrhoid
dengan pita karet, yang mengakibatkan putusnya aliran darah ke
haemorrhoid, kemudian haemorrhoid menjadi layu dan putus tanpa rasa
sakit.
Untuk melakukan prosedur ini, anus pasien diperiksa dengan
anoscope, kemudian haemorrhoid di ambil oleh alat, kemudian diikat
dengan pita karet. Lama kelamaan haemorrhoid akan mengecil dan layu
(12)
dalam waktu kurang lebih satu minggu.

21
(13)
Gambar 11. Rubber Band Ligation

Setelah prosedur ini dilakukan pasien akan merasa sedikit


kesakitan dan perasaan penuh di perut bagian bawah, dan pasien dapat
merasakan gerakan dari usus. Bila dirasakan sangat sakit, mungkin ikatan
pita karet terlalu kuat, hal ini dapat dikurangi dengan menyuntikan obat ke
haemorrhoid yang sudah diikat.
Prosedur pengikatan haemorrhoid ini dibatasi hanya 1 sampai 2
haemorrhoid, kecuali bila dilakukan anestesi umum. Untuk terapi
(12)
selanjutnya sebaikanya diberi interval setiap 4-6 minggu.
Respon dari masing-masing pasien berbeda, beberapa orang dapat
segera melaksanakan aktivitas sehari-harinya, tapi beberapa orang juga
membutuhkan istirahat selama 2-3 hari.
Nyeri dirasakan kurang lebih 24-48 jam setelah ligasi. Untuk
mengurangi nyeri tersebut dapat diberikan analgesik dosis sedang dan
(12)
dapat juga dengan berendam dengan air hangat (sitz bath )
Untuk mengurangi resiko perdarahan, sebaiknya 4-5 hari sebelum
dan sesudah dilakukan ligasi pasien dilarang mengkonsumsi NSAID.
Perdarahan dapat terjadi 7-10 hari setelah ligasi karena haemorrhoid yang
putus. Perdarahan hanya akan berlangsung singkat dan berhenti dengan
sendirinya.

22
Pasien sebaiknya disarankan untuk mengkonsumsi makan tinggi
serat dan banyak cairan agar memperlancar buang air besar dan
mengurangi tahanan dalam abdomen.
Rubber band ligation biasanya dilakukan hanya untuk haemorrhoid
interna. Dan tidak dilakukan pada haemorrhoid interna grade 3 dan 4.
80% orang mengatakan setelah dilakukan prosedur ini, keadaannya
membaik. Prosedur ini pengerjaannya lebih cepat dan lebih tahan lama
dibanding injeksi sclerotherapy atau infrared photocoagulation therapy.
Namun akan lebih efektif jika dikombinasi dengan sclerotherapy. (12)
Prosedur ini dilakukan untuk haemorrhoid yang kecil atau sedang,
dan kurang berhasil bila untuk haemorrhoid yang besar.
Efek samping :

Nyeri hebat karena ligasi yang terlalu dekat dengan anal canal
yang memiliki bayak sensor nyeri

Perdarahjan dari anus

Retensi urin

Infeksi anus (12)

2.2.9.3.3 Doppler Guided Hemorrhoid Arterial Ligation (DGHAL)


“Doppler Guided” artinya alat yang digunakan untuk mendeteksi
aliran darah dengan gelombang ultrasonic, “Hemorrhoid Artery”
menunjukan pada ke enam cabang dari pembuluh darah rectum yang
mengirim darh ke jaringan haemorhoid. "Ligation" artinya mengikat arteri-
arteri tersebut sehingga haemorrhoid akan layu karena kekurangan darah.
(14)

23
Gambar 12. Prosedur DGHAL (12)

DGHAL merupakan prosedur invasive yang minimal, dan relative


tidak nyeri. Alat yang digunakan adalah KM-25 Ultrasonic Blood Flow
Detector. Yang menggunakan gelombang ultrasonik untuk mendeteksi
arteri di rectum. DGHAL akan menghentikan pembuluh darah ke jaringan
haemorrhoid, yang mengakibatkan haemorrhoid mengecil dan kemudian
layu.

Gambar 13. Alat DGHAL (14)

Dengan prosedur ini dapat dilakukan ligasi 6 arteri sekaligus,


karena menggunakan anestesi umum. Pasien dapat segera pulang dan
dapat melaksanakan aktivitasnya sesegera mungkin. Setelah prosedur

24
pasien akan merasakan perasaan sering ingin buang air besar yang
berlangsung 24-48 jam. (14)

2.2.9.3.4 Stappled Haemorrhoidectomy


Disebut juga PPH (Procedure for Prolaps Haemorrhoid). Pada
umumnya prosedur ini untuk haemorrhoid grade 3 dan 4 yang biasanya
dilakukan operasi (haemorrrhoidectomy). Tapi pasien seringkali
menghindari pilihan operasi, karena selain biaya yang mahal, rasa nyeri
post operasi dan juga masa penyembuhan yang lama.
Prosedur ini ditemukan oleh Dr. Antonio Longo, dari Department of
Surgery, University of Palermo – pada tahun 1993. Prosedur ini
menggunakan alat stapler yang yang berbetuk sirkuler, yang digunakan
untuk mengurangi derajat prolaps dengan mengeksisi mukosa dari lubang
anus proksimal secara sirkumferensial. Dengan mengkoreksi prolaps
mukosa rectum, maka dengan sendirinya perdarahan pun akan berkurang
atau berhenti. (9)
PPH di indikasikan untuk kasus yang berat yaitu haemorrhoid
grade 3 dan 4. juga diindikasikan untuk haemorrhoid dengan grade
rendah yang tidak berhasil dengan terapi konservatif. PPH akan menarik
jaringan yang prolaps ke dalam alat dan membuat jaringan yang
menonjol terpotong sedangkan haemorrhoid yang tersisa di staples dan
membuat jaringan haemorrhoid kembali ke posisi anatomisnya.
Operasi ini mencakup lima langkah: reduksi dari jaringan yang
prolaps, mendilatasi lubang anus untuk memasukan instrument,
memasukan purse-string suture, meletakan dan menembak dari alat dan
mengontrol perdarahan yang keluar jari jalur stapling. Purse-string suture
diletakkan 3-4 cm di atas linea dentata, dilihat juga dari tingkat keparahan,
sindrom rasa sakit yang berkepanjangan sampai keinginan defekasi yang
tidak bisa ditahan. Biasanya prosedur ini menggunakan anastesi umum

25
selama 20-30 menit. Tapi banyak kasus juga yang menggunakan anastesi
lokal. (9)
Kontra indikasi dari prosedur ini bila hanya ditemukan satu
haemorrhoid yang prolaps atau ditemukan haemorrhoid yang fibrotik yang
tidak bisa di reposisi. Setelah operasi pasien akan merasakan rasa nyeri
yang minimal dan dapat hilang dengan analgesik. Komplikasi paling sering
adalah retensi urin.

Gambar 14. Prosedur PPH (9)

26
(9)
Gambar 15. Hasil stappler haemorrhoid

PPH mempunyai berbagai kelebihan dibanding teknik opertive


lainnya. Keuntungan PPH daripada prosedur operative lain yaitu :
1. Rasa nyeri lebih minimal
2. Pasien lebih cepat pulih untuk bisa kembali ke aktivitas sehari-hari
3. Pasien lebih sebentar dirawat di RS

Walaupun jarang tapi PPH juga memilki resiko, resiko dari PPH
sendiri bisa berupa :

Jika terlalu banyak jaringan yang diambil maka bisa timbul
kerusakan pada dinding rectum

Musculus sphincter interna dapat tertarik sehingga bisa timbul
gangguan fungsi baik jangka pendek maupun jangka panjang

Seperti juga prosedur operative haemorrhoid lain, maka bisa timbul
sepsis pelvis

PPH bisa gagal pada pasien yang haemorrhoidnaya sudah besar,
sehingga sulit untuk mencapai kanalis anal dan jaringan terlalu
kenyal untuk dijepit oleh alat

Bisa timbul nyeri menetap dan urgensi fecal setelah prosedus PPH,
namun jarang terjadi (9)

27
2.2.9.3.5 Laser Surgery for Hemorrhoids
Cara lain untuk mengatasi haemorroid dapt menggunakan sinar
laser dengan akurasi yang tepat. Haemorrhoid yang ingin dibuang dieksisi
dengan sinar laser. Keuntungan dari teknik ini yaitu lebih nyaman, lebih
sedikit menggunakan obat-obatan, dan penyembuhan lebih cepat. Bahkan
biasnya pasien tidak perlu dirawat di RS. Sinar laser yang dipakai akan
menutup saraf dan pembuluh darah, sehingga karena saraf ditutup maka
pasien perasaan tidak nyaman setelah operasi akan minimal. Sedangkan
dengan menutup pembuluh darah kecil maka operator dapat bekerja
dengan tanpa terganggu oleh perdarahan. (10) Prosedur ini akan lebih
mengenakkan baik bagi pasien maupun dokternya. Laser dapat dipakai
sendiri atau dikombinasi dengan teknik lain. Hasil penelitian menunjukkan
750 pasien yang diterapi dengan laser maka tingkat keberhasilan
(9)
mencapai 98%. Kepuasan pasien mencapai 99%.

2.2.9.3.6 Atomizing Hemorrhoids


Teknik baru untuk mengatasi haemorrhoid adalah dengan atomizer.
Atomizer™ merupakan alat kesehatan yang dikembangkan untuk
memecah jaringan menjadi atom. Disebut "atomizing hemorrhoids"
karena haemorrhoid yang ada benar-benar direduksi menjadi partikel
kecil, yang kemudian dihisap sehingga hilang. Dengan menggunakan
Atomizer, maka haemorrhoid dengan mudah terpotong satu atau lebih
lapisan dalam sekali waktu. Haemorrhoid biasanya hancur menjadi
aerosol, atau molekul karbon dan air.. Kemudian dengan Atomizer
jaringan dapat dibentuk lagi seperti yang diinginkan. Ahli bedah akan
dapat bekerja dengan perdarahan yang minimal, dan homeostasis pasien
lebih baik daripada menggunakan teknik electrosurgical tradisional.
Dengan Atomizer , pasien juga akan mendapat hasil postoperative yang
lebih baik. (9)

28
2.2.9.4 Haemorrhoidectomy Konvensional
Haemorrhoidectomy biasanya dilakukan pada pasien haemorrhoid
kronis derajat III atau IV dengan prolaps mukosa rectum, derajat
haemorrhoid yang lebih rendah yang tidak berespon atau kambuh lagi
setelah terapi konservatif sebelumnya, penderita dengan rasa sakit yang
akut atau penderita yang mempunyai penyakit lain didaerah anus seperti
fissura, fistula yang memerlukan tindakan bedah. Prolaps dan thrombosis
serta gangrenous haemorrhoid merupakan indikasi tindakan operative
segera.

Gambar 16. Prosedur haemorrhoidectomy

Terdapat 2 variasi dasar pada tindakan haemorrhoidectomy


konvensional, yaitu :
1. Open haemorrhoidectomy
2. Closed haemorrhoidectomy

29
Teknik-teknik closed haemorrhoidectomy :
1. Ferguson haemorrhoidectomy
2. Khubehandani teknik ( Sphincterectomy)
3. Ruiz Moreno teknik
4. Park haemorrhoidectomy
5. Selvaggi teknik

Teknik-teknik open haemorrhoidectomy :


1. Milligan Morgan
(15)
2. White head haemorrhoidectomy

2.2.10. Komplikasi
Berbagai komplikasi bisa terjadi akibat penyakit haemorrhoid
atupun akibat operasi yang dilkukan untuk penanganan haeomorrhoid itu
sendiri. Komplikasi yang bisa tejadi akibat haemorrhoid misalnya anemia,
terjadi akibat perdarahan kronis yang keluar tiap kali buang air besar.
Trombosis haemorrhoid adalah kejadian yang lazim dan dapat timbul
dalam plexus analis ekternus di bawah tunika mukosa epitel gepeng, di
dalam plexus haemorrhoidales utama dalam submukosa kanalis ani atau
keduanya. Thrombosis analis eksternus pada haemorrhoid sering terjadi
pada pasien yang tidak memiliki tanda haemorrhoid yang lain. Sebabnya
tidak diketahui namun mungkin karena tekanan vena yang tinggi, yang
timbul selama usaha mengedan yang berlebihan, yang mengakibatkan
distensi dan stasis dalam vena. Penderita biasanya memperlihatkan
pembengkakan akut pada pinggir anus yang sangat nyeri. Nyeri bisa terus
menerus berlangsung selama bebeerapa hari dan kemudian secara
bertahap mereda spontan: tetapi oedem bisa menetap sampai 3-4
minggu. Kadang-kadang bekuan terlihat melalui kulit di bawahnya dan
menonjol. Terapi biasanya secara simptomatik, karena keadaan ini
sembuh dalam waktu relative singkat. Tetapi jika nyeri parah maka

30
haemorrhoid harus diincisi dengan enukleasi bekuan menggunakan
(16,17)
anestesi lokal.
Trombosis akut plexus haemorrhoidales internus merupakan
kejadian yang sangat sakit. Pasien mengalami nyeri anus yang mendadak
parah, yamg diikuti oleh penonjolan area yang thrombosis. Nyeri dapat
sangat parah dan dapat berlangsung selama 1 minggu.Secara bertahap
oedem mereda dan thrombus kemudian diserap. Kadang-kadang proses
ini mempunyai efek terapi, yang menghilangkan seluruh gejala
haemorrhoid sebelumnyadari penderita. Jika gejala menjadi parah dalam
(16,17)
beberapa hari maka bisa dipertimbangkan terapi bedah.
Haemorrhoid eksterna thrombotik disebabkan oleh pecahnya
venula anal. Lebih tepat disebut hematoma perianal, pembengkakan
menyerupai buah cherry yang terlalu masak, dijumpai pada satu sisi
muara anus. Seperti juga hematom maka akan mengalami resolusi
menrut waktu dan jika pasien datang dengan hematom perianal lebih dari
48 jam setelah permulaanya maka biasanya tidak dibutuhkan operasi lagi.
Tetapi pada hari pertam atau kedua, lesi terasa sangat mengganggu
sehingga pasien sudah datang untuk meminta pertolongan. Lignokain 1%
disuntikkan ke dalam kulit setempat , hematom diiris, dan darahnya
dikeluarkan, lalu dengan menggunakan gunting kulit yang rusak dieksisi
agar diperoleh daerah yang rata. Pembalut kering diletakkan pada luka
tersebut. Penderita dianjurkan melakukan sitz bath 2x/hari dan kontrol
sekali atau dua kali untuk meyakinkan daerah tersebut mengalami
granulasi tanpa ”roofing over”, yang dapat menjadi sumber masalah
kekambuhan. Jika terlihat adanya proses roofing ini maka dengan
menekankan jari dengan hati-hati pada daerah tersebut akan dapat
meratakan jaringan granulasi dan memungkinkan penyembuhan normal.
(16,17)

Haemorrhoid prolaps/ strangulasi , ditunjukkan dengan adanya


massa besar haemorrhoid interna yang mengalami prolaps, berwarna biru
dan sering berdarah. Penderita biasanya mengaku sudah lama menderita

31
haemorrhoid yang mengalami prolaps setelah defekasi, tetapi sampai
beberapa jam sebelumnya masih bisa direposisi manual dengan tangan
untuk menguranginya. Penyembuhan cepat rasa nyeri dan tidak nyaman
dapat dicapai dengan dilatasi anus atau haemorrhoidectomy. (16,17)

2.2.10.1. Komplikasi Operative


Operasi haemorrhoid sendiri dapat menimbulkan berbagai
(7)
komplikasi. Komplikasi dapat terjadi dini atau lanjut.
Komplikasi operative dini, termasuk : (7)
1. Nyeri postoperative yang berlangsung selitar 2-3 minggu. Biasanya
terjadi akibat incisi daerah anus dan ligasu pembuluh darah
2. Infeksi jarang terjadi setelah oerasi haemorrhoid. Kadang dapat
terjadi abscess, tapi kurang dari 1% kasus. Nekrosis berat juga
jarang terjadi.
3. Perdarahan postoperative
4. Pembengkakan di daerah persambungan kulit
5. Inkontinensia jangka pendek
6. Kesulitan buang air kecil. Mungkin terjadi retensi urine sekunder,
infeksi traktus urinarius terjadi pada kurang lebih 5% pasien yang
menjalani operasi anorectal. Pembatasan cairan postoperative bisa
mengurangi perlunya dilakukan kateterisasi (sekitar 4%
berdasarkan penelitian).

Komplikasi lanjut, berupa: (7)


1. Anal stenosis.
2. Pembentukan skin tags.
3. Rekurensi.
4. Fissura ani.
5. Inkontinensia minor.
6. Impaksi fecal setelah haemorrhoidectomy berhubungan dengan
nyeri postoperative dan pemakaian anestsesi. Dapat diberikan

32
laksansia untuk mengatasi masalah ini. . Kadang dibutuhkan
pengeluaran feses dengan menggunakan anestesi.
7. Perdarahan yang terlambat, terjadi pada 1-2 % pasien. Biasanya
terjadi pada hari ke- 7 sampai ke- 16 postoperative. Tidak ada cara
efektive untuk mengatasi komplikasi ini namun biasanya
dibutuhkan satu atau dua jahitan di kamar operasi..

2.2.11. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya wasir beberapa cara bisa dilakukan ,
terutama bagi mereka yang mempunyai factor predisposisi. Cara
(4)
pencegahan yang bisa dilakukan misalnya :
 Menjaga kebersihan dubur
 Mengkonsumsi makanan berserat agar kotoran (feces) menjadi
lunak, misalnya: buah-buahan dan sayur mayur.
 Menghindari minuman beralkohol agar kotoran tidak keras.
 Minum dalam jumlah yang cukup, sedikitnya 1,5 liter dalam sehari.
 Hindari menggosok-gosok daerah dubur agar tidak terjadi
perlukaan.
 Jangan membiasakan menahan buang air besar dan jangan pula
memaksa untuk buang air besar.
 Hindari berlama-lama nongkrong di toilet saat buang air besar,
misalnya sambil membaca, karena kebiasaan ini akan
meningkatkan tekanan di daerah dubur.
 Olah raga teratur

33
2.3. FISSURA ANI DAN FISTULA ANI
2.3.1. Pengertian
Fissura ani adalah robeknya bagian superfisial anoderma secara
linier yang dapat disebabkan karena pelebaran jalan keluar akibat feses
yang mengeras. Robekan ini berada dibagian distal linea dentate. Fisura
ani merupakan salah satu gangguan anorektal yang banyak ditemukan
baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Fissura ani adalah robeknya batas kulit bagian dari anal kanal
sehingga area linea dentata ke anal verge, lebarnya beberapa milimeter,
jarang yang melebihi satu sentimeter. Inisiasi oleh BAB karena feses yang
besar dan keras terutama di bagian posterior oleh karena support otot
pada bagian ini kurang. Insidensi terutama pada usia muda atau
pertenghan (Schwartz)
Fissura ani adalah suatu ulkus di mukosa anal kanal, biasanya
karena trauma sekunder dari konstipasi, feses yang keras, kriptitis, dan
ulserasi mukosa yang menutupi hemmorrhoid.(Sabiston)
Fissura adalah lepasnya epitel dari anal kanal, diatas sphincter
interna, sangat nyeri oleh karena letaknya dibawah mucocutaneous
junction. (Current)

34
Gambar. Fissura ani

Fistula ani merupakan suatu peradangan saluran diantara anal


kanal dan kulit. Fistula dapat dibagi kedalam 4 kategori berdasarkan
hubungan fistula dengan otot sphincter, yaitu: intersphincteric,
transsphincteric, suprasphincteric, dan extrasphincteric

Gambar. Fistula ani

2.3.2. Patofisiologi
Pada fissura ani, daerah yang sering terkena adalah daerah distal
linea dentate. Sekitar 90% dari fissura ani terjadi di garis tengah bagian
posterior dimana merupakan bagian terlemah dari otot-otot yang
melingkari anus. 10% terjadi dibagian anterior dari garis tengah.
Fissura ani dikatakan akut bila penyakit terjadi kurang dari 6
minggu, dan dikatakan khronis bila sudah lebih dari 6 minggu.
Kebanyakan fistula ani berasal dari kripta anal, dimana akan
mengalami infeksi sehingga menimbulkan abses. Bila abses tersebut
pecah atau terbuka, maka akan terbentuk suatu fistula

35
2.3.3. Etiologi
 Feses yang mengeras
 Diarrhea khronik
 Penggunaan cathartic
 Trauma ani (terjadi karena anal intercourse atau pemeriksaan
rektum menggunakan spekulum)
 Penyebab fistula ani diantaranya karena pecahnya/terbukanya
abses perianal atau abses ischiorectal yang cepat mengering
membentuk fistula.
 Fissura ani dapat ditemukan pada penderita syphilis dan penyakit
kelamin lainnya, tuberculosis, leukemia, inflammatory bowel
disease seperti Crohn disease, tindakan bedah didaerah anal
sebelumnya, HIV, dan kondisi atau penyakit lainnya.
o Incidensi fissura ani pada penderita leukemia sekitar 24%.
o Fistula juga dapat ditemukan pada penderita inflammatory
bowel disease, khususnya Crohn disease. Insidensi
terjadinya fissura pada penderita Crohn disease adalah 30-
50%.
o Fistula ani juga berhubingan dengan diverticulitis, reaksi
tubuh terhadap benda asing, actinomycosis, chlamydia,
lymphogranuloma venereum (LGV), syphilis, tuberculosis,
paparan radiasi, dan HIV.
o Sekitar 30% penderita HIV dapat mengalami abses
anorektal dan terjadi fistula.

36
2.3.4. Manifestasi Klinik
2.3.3.1. Anamnesis
 Nyeri didaerah rektum, biasanya digambarkan seperti rasa
terbakar, rasa terpotong, atau seperti terasa robekan.
 Nyeri sejalan dengan kontraksi usus; spasme anus perlu dicurigai
terjadinya fissura ani.
 Buang air besar berdarah
o Khas, ditemukannya darah warna merah terang pada
permukaan feses. Darah biasanya tidak bercampur dengan
feses.
o Kadang-kadang, darah ditemukan pada tisue toilet saat
membersihkan anus.
 Mucoid discharge
 Pruritus
 Penderita fistula ani mengeluh timbul bau busuk dari bagian
perianal, pruritus, absces berulang, demam, atau nyeri didaerah
perianal.
o Nyeri kadang hilang dengan sendirinya sejalan dengan
terbukanya abses atau terbentuknya saluran baru.
o Nyeri dirasakan saat duduk, bergerak, buang air besar, atau
bahkan saat batuk.
o Nyeri biasanya makin lama makin meningkat dan dapat
dirasakan sepanjang hari.

2.3.3.2. Pemeriksaan Fisik


 Diawali dengan memposisikan penderita secara optimal; posisikan
pasien dalam posisi lateral decubitus dengan lutut ditekuk
menempel pada nagian dada.

37
 Periksa pasien secara hati-hati untuk menghindari rasa nyeri. Saat
pemeriksaan dapat juga digunakan zat analgetik topikal seperti
lidokain jelly, sebelum dilakukan pemeriksaan rektal toucher.
 Kebanyakan fissura ani dapat terlihat dari luar saat terjadi
pergerakan usus.
 Perhatikan dalamnya fissura dan posisinya dari garis tengah,
 Robekan kebanyakan ditemukan dibagian posterior dari garis
tengah.
 Pemeriksaan rektum terkadang sulit dilakukan karena rasa sakit
dan spasme sphincter.
 Fissura ani akut terlihat eritem dan mudah berdarah.
 Fissura ani khronik ditandai dengan tiga gejala klasik sebagai
berikut :
o Ulkus yang dalam
o Sentinel pile, dimana terbentuk saat bagian dasar fissura
mengalami edema dan hipertropi
o Papilla anal membesar
 Pemeriksaan rektum pada penderita fistula ani dapat
memperlihatkan saluran dari fistula tersebut.
o Fistula dapat diidentifikasi sebagai lingkaran kecil granulasi
jaringan, dimana akan mengeluarkan pus saat ditekan.
o Saluran fistula yang terbuka dapat terlihat dengan bantuan
anoskopi.
o Kelenjar getah bening inguinal dapat membesar dan sakit.
 Pada fistula akut yang mengalami abses, tanda pasti inflamasi;
rubor, dolor, calor, dan tumor dapat ditemukan.
 Lokasi abses pada fistula ani :
o Perianal(60%)
o Ischiorectal(20%)
o Intersphincteric(5%)
o Supralevator(4%)

38
o Submucosal(1%)

Gambar. Lokasi abses


2.3.3.3. Pemeriksaan Laboratorium
 Diagnosis fissura ani didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan
fisik
 Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien fistula
ani yaitu dengan melakukan pemeriksaan hitung jenis darah dan
kultur darah.
o Perhatikan jumlah sel darah putih.

2.3.4. Terapi
Tindakan yang dapat dilakukan :
 Penggunaan WASH regimen dalam menangani fissura ani.
o Warm water (air hangat)
o Analgesic
o Stool softener (melunakan feses)
o High-fiber diet (diet tinggi serat)

39
 Fissura ani berat dapat sembuh dalam 2-4 minggu dengan terapi
suportif. Fissura ani khronik sering memerlukan tindakan
pembedahan.
 Kebanyakan prosedur pembedahan biasanya dilakukan dengan
melebarkan atau memotong sphincter bagian dalam. Prosedur
pembedahan yang sering dilakukan adalah lateral internal
sphincterotomy. Botulinum toxin juga dapat digunakan sebagai alat
terapi fissura ani.

Gambar. Open sphincterotomy

 Terapi fistula ani tergantung pada (1) keadaan penderita, (2) ada
sepsis atau abses yang besar, atau (3) tidak ditemukan hal yang
membahayakan pada pemeriksaan fisik.
o Dapat diberikan antibiotik intravena, antipyretic, dan
analgesic.

Obat-Obatan :
Untuk terapi fissura ani, tidak ada obat lain selain untuk melunakan
feses untuk mengurangi rasa sakit yang terjadi.

40
Antibiotik mungkin diperlukan dalam penanganan fistula ani,
khususnya pada penderita yang memperlihatkan tanda-tanda gejala
sistemik.

Laxative/Zat pelunak
 Psyllium (Fiberall, Metamucil, Konsyl)
Dewasa : 1-2 wafers, 1-2 packets, or 1-2 sendok teh diencerkan
dalam 240 mL cairan 3x1

Muscle relaxant
 Diazepam (Valium)
5 mg/kg/d PO tid prn
spasm 5-10 mg slow IV/IM

Antibiotics
 Metronidazole (Flagyl)
Loading dose 1 g atau 15 mg/kg IV, kemudian 500 mg atau 7.5
mg/kg IV/PO q6h
 Ampicillin and sulbactam (Unasyn)
1.5-3 g IV/IM q6-8h
 Ticarcillin and clavulanate potassium (Timentin)
3.1 g IV q6h

41
BAB III
KESIMPULAN

Haemorrhoid banyak dikenal dengan adanya keluhan BAB


berdarah ataupun adanya tonjolan dari anus. Padahal banyak kelainan
lain yang mirip dengan gejala haemorrhoid, sehingga perlu mengenali
gejala haemorrhoid sehingga tidak salah dalam mendiagnosis dan
akhirnya dalam mengobati.
Terapi untuk menangani haemorrhoid bisa berupa terapi secara
farmakolgis (dengan pemberian obat-obatan), nonfarmakologis (dengan
perubahan gaya hidup), ataupun dengan terapi secara minimal invasive
maupun konvensional operative.
Psyllium dapat diberikan pada penderita fissura ani. Bagi penderita
fistula ani, obat-obat berikut mungkin dapat berguna, yaitu; analgetik,
antipiretik, dan antibiotik. Tergantung ada tidaknya gejala sistemik dan
keadaan penderita, penderita fistula ani mungkin memerlukan tindakan
pembedahan
Pada penderita fissura ani, bila penderita merasakan sakit yang
hebat, dapat diberikan obat analgetik topikal.
Open lateral internal sphincterotomy merupakan prosedur pembedahan
yang bayak dipilih dalam menangani fissura ani khronik.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2005.


Colon, rectum, and anus. In Schwartz’s Principles of Surgery. 8 th
edition. Vol 2. USA: McGraw-Hill. P 1057-70.
2. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks,
kolon, dan anorektum. Dalam Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta:
EGC. Hal 646-53.
3. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and
rectum. In Sabiston’s Textbook of Surgery. 17 th edition. 2004.
Philadelphia: Elsevier Saunders. P 1443-1510.
4. Kirby I. Bland. 2002 Anal Fissure and Fistula.The Practice of
General Surgery. Page 515
5. Lawrente, Gerard. 2004. Anal Fissure. Lange, current surgical
diagnosis & treatment. 11th edition. Lange Medical Book. Page 766 –
768
6. Lawrente, Gerard. 2004. Haemorrhoid. Lange, current surgical
diagnosis & treatment. 11th edition. Lange Medical Book. Page 758 –
770
7. Jeffrey A., Randal R., Alfred E,. 2001. Colo, Rectum, and Anus.
Surgery, Basic Science and Clinical Evidence.Springer-verlag. New
York inc. Page 726 - 734
8. Cameron: Current Surgical Therapy, 2004
9. ANZ Journal of Surgery. 2005; 75:64-72
10. RadiologicClinics of North America 2003; 41(2); 443-57
11. Surgical clinics of North America 2002;,82 (6):1153-1167

43

S-ar putea să vă placă și