Sunteți pe pagina 1din 10

PROPOSAL TATALAKSANA STUNTING

KABUPATEN SUBANG

DISUSUN OLEH :
Axel Jusuf
1461050177

Pembimbing :
dr. Louisa Langi MA, MS.

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KELUARGA


PERIODE 07 MEI - 09 JUNI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2018
A. LATAR BELAKANG

Permasalahan gizi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :


masalah gizi yang secara public health sudah terkendali; masalah yang belum dapat
dituntaskan (un-finished); dan masalah gizi yang telah meninggi dan mengancam
kesehatan masyarakat (emerging). Masalah gizi lain yang juga mulai teridentifikasi dan
perlu diperhatikan adalah defisiensi vitamin D dan A.
Salah satu masalah gizi yang belum selesai adalah masalah gizi kurang dan
pendek (stunting). Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam
kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia
dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah
sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif para
penderita juga berkurang, sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang
bagi Indonesia.1
Indonesia berada di peringkat kelima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi
stunting. Lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia tingginya
berada di bawah rata-rata.1 Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat prevalensi stunting
nasional mencapai 37,2 persen, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%).
Artinya, pertumbuhan tak maksimal diderita oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau
satu dari tiga anak Indonesia. Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita
mengalami stunting dan di seluruh dunia, Indonesia adalah negara dengan prevalensi
stunting kelima terbesar. Balita/Baduta (Bayi dibawah usia Dua Tahun) yang
mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan
anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada
menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar
ketimpangan.
Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara lain di
Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%).2
Pada tahun 2013 jumlah angka anak stunting atau kekurangan gizi berulang dari
mulai janin hingga bayi berusia dua tahun di Kabupaten Subang mencapai 40,47%. Hal
ini mengakibatkan kabupaten Subang termasuk dalam daftar 100 kabupaten dengan
jumlah presentase kasus balita stunting, tidak beda jauh seperti bandung 40,70% di
provinsi Jawa barat. Ironisnya hal ini di daerah yang memiliki sarana dan prasarana
yang memadai untuk menjangkau masyarakat. Beberapa hal yang mengakibatkan hal
ini terdai salah satunya adalah selain karena gizi buruk, faktor keturunan atau gen juga
menjadi penyebab bayi atau anak stunting. Kasus rendahnya tumbuh kembang anak ini
juga karena kebiasaan masyarakat atau ibu yang lebih fokus memberi makan untuk
ayah ketimbang anaknya. Padahal anak itu harus dipentingkan juga asupan gizinya
karena mereka terus tumbuh berkembang. Dalam proposal ini akan dibahas menenai
rencana tatalakasana anak stunting di Kabupaten Subang.3

B. TUJUAN
1. Umum :
a. Mencapai Kabupaten Subang Bebas Anak Stunting
b. Meningkatkan kualitas gizi pada masyarakat khususnya anak.
c. Mengedukasi masyarakat mengenai asupan gizi yang baik bagi anak.
2. Khusus :
a. Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil
b. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi
makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.
c. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat
strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan
d. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan.

C. MANFAAT

1. Masyarakat memiliki status gizi yang baik.


2. Hasil tatalaksana ini dapat digunakan sebagai pertimbangan studi untuk rencana
tatalaksana stunting di daerah lainnya.
3. Mendata masyarakat berdasarkan status gizi, khususnya anak.

D. RENCANA TATALAKSANA
1. Preventif
Dapat dicapai melalui promosi kesehatan dan pencegahan terjadinya stunting sejak dini
pada 1000 HPK:

a. Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. Ibu hamil harus mendapatkan
makanan yang cukup gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat besi atau Fe), dan
terpantau kesehatannya.
b. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan
pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.
c. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis
untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
d. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan.

2. Kuratif
a. Mengadakan posyandu tiap 2 minggu sekali dengan sasaran di tiap-tiap RW
Posyandu tersebut bertujuan untuk screening dan tatalaksana jika ditemukan
kejadian Gizi Buruk dan juga Stunting
b. Melakukan layanan KPLDH guna menjangkau masyarakat yang tidak datang
ke Posyandu
c. Mengadakan posyandu ataupun layanan screening di tempat tempat strategis
seperti Rumah Ibadah, Pasar, dan sarana prasarana umum lainnya. Dengan
menggandeng pemuka setempat dan tokoh masyarakat.

3. Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya kesehatan Bersumberdaya


Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat,
guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar.

a. Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan


pengembangan/pilihan. Kegiatan utama, mencakup;

- kesehatan ibu dan anak;


- keluarga berencana;

- imunisasi;

- gizi;

- pencegahan dan penanggulangan diare.

b. Kegiatan pengembangan/pilihan, masyarakat dapat menambah kegiatan


baru disamping lima kegiatan utama yang telah ditetapkan, dinamakan
Posyandu Terintegrasi. Kegiatan baru tersebut misalnya;

- Bina Keluarga Balita (BKB);

- Tanaman Obat Keluarga (TOGA);

- Bina Keluarga Lansia (BKL);

Langkah-langkah pembentukan Posyandu

1. Mempersiapkan para petugas/aparat sehingga bersedia dan memiliki kemampuan


mengelola serta membina Posyandu.

2. Mempersiapkan masyarakat, khususnya tokoh masyarakat sehingga bersedia


mendukung penyelenggaraan Posyandu.

3. Melakukan Survei Mawas Diri (SMD) agar masyarakat mempunyai rasa


memiliki, melalui penemuan sendiri masalah yang dihadapi dan potensi yang
dimiliki.

4. Melakukan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) untuk mendapatkan


dukungan dari tokoh masyarakat.

5. Membentuk dan memantau kegiatan Posyandu dengan kegiatan pemilihan


pengurus dan kader, orientasi pengurus dan pelatihan kader Posyandu,
pembentukan dan peresmian Posyandu, serta penyelengaraan dan pemantauan
kegiatan Posyandu.
4. Input-Processs-Output Pelatihan dan Kaderisasi

Upaya peningkatan peran dan fungsi Posyandu bukan semata-mata tanggung jawab
pemerintah saja, namun semua komponen yang ada di masyarakat, termasuk kader.
Peran kader dalam penyelenggaraan Posyandu sangat besar karena selain sebagai
pemberi informasi kesehatan kepada masyarakat juga sebagai penggerak
masyarakat untuk datang ke Posyandu dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan
sehat.

Manfaat Pelatihan Bagi Kader

1. Mendapatkan berbagai informasi kesehatan lebih dahulu dan lebih lengkap.

2. Ikut berperan secara nyata dalam perkembangan tumbuh kembang anak balita
dan kesehatan ibu.

3. Citra diri meningkat di mata masyarakat sebagai orang yang terpercaya dalam
bidang kesehatan.

4. Menjadi panutan karena telah mengabdi demi pertumbuhan anak dan kesehatan
ibu.

Sasaran Screening dan tatalaksana

 Promosi ASI dan Makanan Pendamping ASI yang bergizi


 Pemberian tablet zat besi-folat atau multivitamin dan mineral untuk ibu hamil
dan menyusui,
 Pemberian zat penambah gizi mikro untuk anak,
 Pemberian obat cacing pada anak,
 Pemberian suplemen vitamin A untuk anak balita,
 Penanganan anak dengan gizi buruk,
 Fortifikasi makanan dengan zat gizi mikro seperti Vitamin A, besi dan yodium,
 Pencegahan dan pengobatan malaria bagi ibu hamil, bayi dan anak-anak.

Selain itu, intervensi juga dilakukan dalam sektor-sektor lain untuk menanggulangi
penyebab tidak langsung terjadinya kurang gizi, seperti lingkungan yang buruk,
kurangnya akses terhadap layanan kesehatan berkualitas, pola asuh yang tidak memadai
serta permasalahan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.

Contoh dari intervensi-gizi sensitif atau tidak langsung ini meliputi:


 Intervensi pola hidup bersih sehat (PHBS) seperti cuci tangan pakai sabun dan
peningkatan akses air bersih,
 Stimulasi psikososial bagi bayi dan anak-anak,
 Keluarga Berencana,
 Kebun gizi di rumah/di sekolah, diversifikasi pangan, pemeliharaan ternak dan
 perikanan,
 Bantuan langsung tunai yang digabungkan dengan intervensi lain seperti
pemberian zat gizi dan pendidikan terkait kesehatan dan gizi.

Rencana Anggaran Belanja (RAB)

No Kegiatan Kebutuhan Jumlah Harga


1 Persiapan Transportasi sewa mobil 1 bulan 10.000.000
Pelatihan kader 480 kader (20 per 24x4.000.0000 = 96.000.000
kecamatan)
Flipchart 5 per kecamatan 120x50.000 = 6.000.000
(24)
2 Penyuluhan Projektor 1 unit 1.500.000
1000 HPK
Pencetakan 2.500 lembar 2.500x1.000 = 2.500.000
Leaflet
Mobil sewa mobil 1 bulan 7.000.000
Penginapan 1 bulan 200.000x4x30=24.000.000
Dokter
3 Pengembalian Tablet Fe 992.000 9200x992.000=912.640.000
Fungsi strip(9200/strip)
Posyandu
Tablet Vit A 58778 58.778x4000=235.112.000
botol(4000/botol)
Timbangan 6/kelurahan 57.600.000
4 Penyediaan Mesin PAM 5 mesin per 360.000.000
Air bersih kecamatan
Tukang 3 tukang per 8.416.000
kecamatan
Total Rp.1.209.856.420
POAC Tatalaksana Stunting di Kabupaten Subang

No. Jenis Kegiatan Sasaran Waktu Penanggung


Jawab
1 Persiapan Tokoh masyarakat, 1 Agustus - Dosen dan
 Seleksi dan pelatihan kader pemuka agama dan 30 Agustus Mahasiswa
 Sounding kepada pemerintah warga yang bersedia 2018
setempat serta tokoh menjadi kader.
masyarakat setempat
2 Penyuluhan 1000 Hari Pertama Masyarakat kabupaten 1 Agustus Dosen dan
Kehidupan (HPK) Cilacap (24 kecamatan) 2018- 15 Mahasiswa
 Pemantauan dan promosi gizi September
bagi ibu hamil 2018
 Promosi pentingnya 1000
HPK
 Promosi pola hidup sehat pada
ibu hamil
 Menganjurkan ibu hamil untuk
memeriksakan kehamilan
 Promosi dan motivasi Inisiasi
menyusu dini (IMD) , asi
ekslusif (0-6 bulan) ,dan
pemberian MPASI (setelah 6
bulan) yang cukup jumlah dan
kualitasnya.
 Sosialisasi dan promosi
posyandu ke masyarakat
 promosikan kunjungan ibu dan
bayi ke posyandu
3 Pengembalian fungsi dari posyandu Masyarakat kabupaten 15 Dosen 1,2
Cilacap (24 kecamatan) September dan
 Pemilihan tempat dan
2018 - 31 Mahasiswa
penentuan jadwal posyandu Desember 1,2
2018
 Memilih ketua,sekertaris dan
bendahara posyandu
 Penyediaan alat
 Penyediaan Suplemen dan
makanan tambahan ibu hamil
 Penyediaan Suplemen dan
makanan tambahan balita
4 Penyediaan air bersih di subang Pemerintah 15 Dosen 1,2
 Kerjasama dengan pemerintah September dan
setempat – 31 Mahasiswa
Desember 1,2
2018
REFERENSI

1. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 100 Kabupaten/Kota Prioritas


untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Jakarta, 2014.
2. Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang.
3. Millenium Challange Account Indonesia. Stunting dan Masa Depan Indonesia. Jakarta,
2015.

S-ar putea să vă placă și