Sunteți pe pagina 1din 44

MAKALAH KEPERAWATAN STROKE

ASUHAN KEPERAWATAN CVA INFARK DENGAN PENGKAJIAN


TEORI KEPERAWATAN VIRGINIA HENDERSON DAN PENDEKATAN
PENDIDIKAN KESEHATAN ROM KEPADA KELUARGA PASIEN

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kep. Stroke

Dosen Pembimbing : Puji Astuti, M.Kep.,Ns.,Sp.,Kep. MB

Oleh :

Ns. M. WAHYU PURNOMO,S.Kep 1110016002

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah Asuhan
Keperawatan Cva Infark Dengan Pengkajian Teori Keperawatan Virginia
Henderson Dan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Rom Kepada Keluarga
Pasien sebagai salah satu tugas pengkajian keperawatan medikal bedah.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, baik materi, moral maupun spiritual. Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan penuh kesabaran.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal dan
perbuatan yang telah diberikan dan penulis menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna, oleh karena itu saran yang membangun dari pembaca sangat penulis
harapakan demi perbaikan makalah.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi
penulis dan pihak yang membutuhkannya.

Surabaya, 12 Mei 2017


BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Stroke adalah kumpulan gejala klinis berupa gangguan dalam sirkulasi


darah ke bagian otak yang menyebabkan gangguan fungsi baik lokal atau global
yang terjadi secara mendadak, progresif dan cepat (WHO, 2010; Black & Hawks,
2009).

Menurut data WHO (2010) menyebutkan setiap tahunnya


terdapat 15 juta orang diseluruh dunia menderita stroke dimana 6 juta orang
mengalami kematian dan 6 juta orang mengalami kecacatan permanen dan angka
kematian tersebut akan terus meningkat dari 6 juta ditahun 2010 menjadi 8 juta
ditahun 2013. Menurut American Heart Association (2010), stroke menyumbang
sekitar satu dari setiap 18 kematian di Amerika Serikat. Pada tahun 2009 prevalensi
stroke adalah 6,4 juta. Sekitar 795.000 orang mengalami stroke baru, 610.000 orang
diantaranya mengalami serangan pertama dan 185.000 orang stroke serangan
berulang dan pembiayaan untuk perawatan stroke tahun 2009 diperkirakan
menghabiskan 68,9 miliar dolar Amerika untuk pembiayaan kesehatan dan
rehabilitasi akibat stroke (AHA, 2010). Secara umum stroke dibagi dua jenis yaitu
stroke iskemik dan stroke hemoragik. Kejadian stroke iskemik sekitar 85% dari
seluruh kasus stroke (NSA, 2009; Lewis, 2007).

Di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian utama di


Rumah Sakit Pemerintah, penyebab kematian ketiga dan menyebabkan timbulnya
kecacatan utama di Rumah Sakit (pdpersi, 2010) Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 7
per 1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 12,1
per 1.000 penduduk. Selain itu diperkirakan penyebab kematian utama di Rumah
Sakit akibat stroke 15%, dengan tingkat kecacatan mencapai 65%.
Pada pasien stroke, 70-80% mengalami hemiparesis (kelemahan otot pada
salah satu sisi bagian tubuh) dengan 20 % dapat mengalami peningkatan fungsi
motorik dan sekitar 50% mengalami gejala sisa berupa gangguan fungsi motorik /
kelemahan otot pada anggota ekstrimitas bila tidak mendapatkan pilihan terapi yang
baik dalam intervensi keperawatan maupun rehabilitasi pasca stroke (Akner, 2005).
Hemiparesis yang tidak mendapatkan penatalaksanaan yang optimal 30 - 60%
pasien akan mengalami kehilangan penuh pada fungsi ekstremitas dalam waktu 6
bulan pasca stroke (Stoykov & Corcos, 2009).

Landasan Pakar Model pendekatan teori Virgina Henderson


dipertimbangkan sebagai model teori penting yang mampu mewakili respon
kebutuhan klien terhadap suatu penyakit. Henderson merumuskan teori dasar
keperawatan yang mengidentifikasi 14 kebutuhan dasar manusia berdasarkan
asuhan keperawatan yang akan diberikan. Teori ini berkontribusi dalam memenuhi
kebutuhan dasar klien sebagai respons ketidakberdayaan terhadap suatu penyakit,
membantu meningkatkan hubungan antara perawat dan klien, mengembangkan
konsep pertolongan pada diri sendiri, dan menurunkan ketergantungan pasien
(Alligood, 2006). Perawat sebagai tenaga kesehatan yang utama selama 24 jam
memberikan asuhan keperawatan pada klien diharapkan dapat membantu klien dan
keluarga mengenali kebutuhan klien sehingga dapat melaksanakan beberapa
perawatan yang secara mandiri dapat dilakukan oleh keluarga dan klien (Malvin,
A, et al, 2009).

Dalam makalah kami ini, akan membahas tentang asuhan keperawatan


menigitis menurut teori keperawatan virginia henderson

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana asuhan keperawatan CVA Infark menurut teori keperawatan
virginia henderson?
C. TUJUAN
Mengidentifikasi asuhan keperawatan CVA Infark menurut teori keperawatan
virginia henderson
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. CEREBRO VASKULER ACCIDENT (CVA)


1. DEFINISI
Stroke adalah kumpulan gejala klinis berupa gangguan dalam sirkulasi
darah ke bagian otak yang menyebabkan gangguan fungsi baik lokal atau global
yang terjadi secara mendadak, progresif dan cepat (WHO, 2010; Black & Hawks,
2009).

CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang


timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin,
2008:234).

CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak,


progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam
terjadi karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa
terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak
disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini
merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta).

2. ETIOLOGI

Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)

A. Trombosis serebri

Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan


iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah.
Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:

- Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding


pembuluh darah

- Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan


viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah
cerebral

- Arteritis: radang pada arteri

B. Emboli

Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan emboli:

- Penyakit jantung reumatik

- Infark miokardium

- Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil


yang dapat menyebabkan emboli cerebri

- Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endocardium.

3. FAKTOR RESIKO TERJADINYA STROKE

Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236):

1. Hipertensi.

2. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit


arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,
abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
3. Kolesterol tinggi

4. Obesitas

5. Peningkatan hematokrit

6. Diabetes Melitus

7. Merokok

4. KLASIFIKASI CVA
Berdasarkan patologi serangannya (Brasherz, 2008: 274)
a. Oklusi aterotrombotik pada arteri ekstra kranial (terutama pada bitur kasio
karotis atau intrakranial)
b. Kardioemboli akibat fibrilasi atrial, infark miokard terbaru
aneurismaventrikel, gagal jantung kongestif/ penhyakit vaskular
c. Lakunar akibat infark cerebral dalam pada arteri lentikulostrista
d. Hemodinamik akibat penurunan perfusi cerebral global.

5. MANINFESTASI KLINIS

A. Lobus Frontal

1). Deficit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan


distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung,
memberi alasan atau berpikir abstrak.

2). Deficit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),


disfagia (kerusakan otot-otot menelan).

3.) Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap
stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan
keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
B. Lobus Parietal

a. Dominan :

1) Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar
pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap
proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).

2) Defisit bahasa/komunikasi

- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara


yang dapat dipahami)

- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)

- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)

- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)

- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).

b. Non Dominan

Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat


danmenginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:

- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap


ekstremitas yang mengalami paralise)

- Disorientasi (waktu, tempat dan orang)

- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan


tepat)

- Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)

- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan


- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat

- Disorientasi kanan kiri

C. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan,


diplobia(penglihatan ganda), buta.

D. Lobus Temporal : defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.

6. PATOFISIOLOGI

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.


Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler)
atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus
dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Thrombus mengakibatkan ;

1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan
perbaikan, CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis,
atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan meyebabkan perdarahan cerebral,
jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh
ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral
yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan
penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang
anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10
menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya cardiac arrest.
WOC

Patofisiologi Infark Otak (Proses yang terjadi sesudah obstruksi vena dan arteri)

Aliran darah

Obstruksi vena Obstruksi arteri

Dilatasi  tek.pulsasi & aliran darah

 tek.kapiler & reduksi aliran drh Hilangnya aliran pulsatif

Vasoparalisis
Stagnasi darah

Aliran kolateral
Edema Diapedesis Adesi & penimbunan Iskemia
interstitial trombosit

Otak
Endotelium
Edema
Infark hemoragik Gel fibrin
interstitial
Edema Edema
Edema Pelepasan neuronal astrositik
seluler prostasiklin
Jendalan darah
Akumulasi lipid, aktivitas lisosomal
Mati
Diapedesis & autofagik, inclusion nuclear & sitoplasmik,
penurunan resistensi vakuolasi, modifikasi dalam mikrotubuli,
sawar darah otak inhibisi divisi mikotik
Patofisiologi CVA karena Emboli/trombus dan perdarahan

Pembuluh darah

Trombus/Embolus karena plak ateromatosa, fragmen,


Hypertensi/aterosklerosis
lemak, udara, bekuan darah

PD lunak Mendesak arteriol


Oklusi

Herniasi/pecahnya tunika intima


Perfusi jaringan cerebral 
PD pecah
Aneurisma
Iskemia
Perdarahan

Hypoxia
Oksipital
Temporalis kiri Parietalis Frontal
Metabolisme Aktifitas elektrolit Nekrotik jaringan otak Ssefalgia mata Nyeri telinga Nyeri homolateral, Hemiparese
anaerob terganggu (mikrositik neuron) ipsilateral, homolateral, disfasia, defisit sensorik kontralateral,
hemianopia hemianopia, kontralateral,
kuadranopia hemipares ringan
Asam laktat  Na & K pump gagal Infark

Na & K influk Gg.kesadaran, Gg. rasa nyaman (nyeri), Gg. Istirahat, intoleransi aktivitas,
kejang fokal, defisit perawatan diri (sindroma), Gg. Komunikasi/bicara,
hemiplegia, defek ketergantungan, Gg.persepsi sensori, Gg. Perfusi jaringan, Gg.
Retensi cairan
medan penglihatan, Mobilitas fisik, Gg. Konsep diri, Gg. Menelan, integritas kulit,
afasia Gg. Nutrisi, resiko injury, dll
ODEMA SEREBRAL
Perdarahan

Pons Subtalamik Subthalamus & Mesensefalon


diensefalon mesensefalon Putamen Medula
Nyeri kepala dorsal Hemiplegia oblongata Paralisis
Thalamus Rigiditas deserebri Bola mata melirik Sefalgia Gg. Jantung okulomorius
Hemisfer Hemiplegia Muntah ipsilateral
ke bawah-dalam Pupil mengecil Gg. Pernafasan
dominan kontralateral dg paralisis Reaksi terhadap Kedasaran  Refleks telan   Koma
Afasia Paralisis fasia cahaya lambat Defek Muntah  
gerakan ke atas &
anomia berat homolateral
posisi kedua bola
hemisensorik Hypersalivasi
dg Defiasi mata Gg.Grk bola mata
mata melihat
pemahaman & TIK 
Koma mendadak Hemisfer gg. perfusi jaringan
repetisi Serebelum
Gg. sensori gg. Sirkulasi
lumayan
penglihatan  Gg. Okulomotor bersihan jalan nafas
Mati Frontalis  Gg. Keseimbangan tidak efektif
 Nistagmus resti aspirasi
Gg. motorik  Muntah terus- gg. Eliminasi uri & alvi
Hemisfer non gg. rasa nyaman (nyeri) menerus gg. Pola nafas tak
dominan gg. Istirahat/tidur Parietalis  Singultus efektif
Anosognosia kejang gg. Nutrisi kurang dari
resiko injury Gg. proses & TIK 
kebutuhan
gg. Perfusi jaringan integrasi informasi rasa nyaman
kebutuhan oksigen sensorik kebersihan mulut, dll
gg. komunikasi integritas kulit gg. perfusi jaringan, defisit volume cairan,
verbal, integritas mobilitas fisik Temporalis pola nafas tak efektif, resiko perubahan
kulit, mobilitas perawatan diri suhu tubuh, resiko infeksi, resiko cedera,
fisik, perawatan intoleransi aktifitas
resiko perubahan nutrisi kurang dari
diri, intoleransi gg. Sensori persepsi
kebutuhan, bersihan jalan nafas tak
aktivitas, konsep
diri, ketergan-
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:

1. Laboratorium :

a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic
(AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)

b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark


mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah
(LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah
mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya
radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama,
misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L),
kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122)

2. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung


(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal
jantung kongestif (Prince,dkk,2005:1122)

3. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan


aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke
(Prince,dkk ,2005:1122).

4. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke


secara Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular,
fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar
(Prince, dkk ,2005:1122).

5. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):


mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima
dan memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122)
6. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber
kardioembolus potensial (Prince, dkk ,2005:1123).

7. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi


hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin,
2008:140).

8. MRI : menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar


/ luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).

8. KOMPLIKASI

Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008: 253)

1. Dalam hal imobilisasi:

a. Infeksi pernafasan (Pneumoni),

b. Nyeri tekan pada dekubitus.

c. Konstipasi

2. Dalam hal paralisis:

a. Nyeri pada punggung,

b. Dislokasi sendi, deformitas

3. Dalam hal kerusakan otak:

a. Epilepsy

b. sakit kepala

4. Hipoksia serebral

5. Herniasi otak

6. Kontraktur
9. ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN.

A.PENGKAJIAN

 BIODATA
Pengkajian biodata di fokuskan pada :

Umur : karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya serangan
stroke.Jenis kelamin : laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita.Ras : kulit hitam
lebih tinggi angka kejadiannya.

 KELUHAN UTAMA.
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi : penurunan kesadaran atau
koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar.

 UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN.


Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat memburuk.Oleh karena itu
klien biasanya langsung di bawa ke Rumah Sakit.

 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU.


Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Pernah TIAs,
Policitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah
otak menjadi menurun.

 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG.


Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan aktifitas tiba-tiba
terjadi keluhan neurologis misal : sakit kepala hebat, penurunan kesadaran sampai
koma.

 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA.


Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami stroke.

 PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI.


Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka perlu klien
membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dari bantuan
sebagaian sampai total.Meliputi : mandi, makan/minum, bab / bak, berpakaian dan
berhias, aktifitas mobilisasi

PEMERIKSAAN FISIK DAN OBSERVASI.

 BI ( Bright / pernafasan).
Perlu di kaji adanya :

Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan kehilangan refleks batuk.

Adakah tanda-tanda lidah jatuh ke belakang.

Auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stridor.

Catat jumlah dan rama nafas

 B2 ( Blood / sirkulasi ).
Deteksi adanya : tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan Tekanan Darah
disertai dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi.

 B3 ( Brain / Persyarafan, Otak )


Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat.Periksa adanya pupil unilateral, Observasi
tingkat kesadaran .

 B4 ( Bladder / Perkemihan ).
Tanda-tanda inkontinensia urin.

 B5 ( Bowel : Pencernaan )
Tanda-tanda inkontinensia alvi.

 B6 ( Bone : Tulang dan Integumen ).


Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan.Tanda-tanda decubitus karena tirah
baring lama.Kekuatan otot.
SOSIAL INTERAKSI.

Biasanya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian diekspresikan


dengan menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan
kesembuhannya.

B.DIAGNOSA YANG MUNCUL.

1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder


terhadap perdarahan otak .
2. Intoleransi aktifitas (ADL ) berhubungan dengan kehilangan
kesadaran,kelumpuhan.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
5. Kecemasan (ancaman kematian) berhubungan dengan kurang informasi
prognosis dan terapi.Kurang pengetahuan prognosis dan terapi berhubungan
dengan kurang informasi, salah interpretasi.
6. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan, penurunan
kesadaran.
7. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh ) berhubungan dengankesulitan
menelan(disfagia), hemiparese dan hemiplegi.
8. Inkoninensia uri berhubungan dengan defisit neurologis.
9. Inkontinensia alfi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan
neurologis.
10. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas,
parise dan paralise.
11. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan bicara
verbal atau tidak mampu komunikasi.
12. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan
pada saraf sensori.
13. Resiko terjadinya : kekeringan kornea, Pneumonia ortostatik sekunder
kehilangan kesadaran.
B. TEORI KEPERAWTAN MENURUT VIRGINIA HENDERSON

a. Landasan pakar model


pendekatan teori Virgina Henderson dipertimbangkan sebagai model
teori penting yang mampu mewakili respon kebutuhan klien terhadap suatu
penyakit. Henderson merumuskan teori dasar keperawatan yang
mengidentifikasi 14 kebutuhan dasar manusia berdasarkan asuhan keperawatan
yang akan diberikan. Teori ini berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan dasar
klien sebagai respons ketidakberdayaan terhadap suatu penyakit, membantu
meningkatkan hubungan antara perawat dan klien, mengembangkan konsep
pertolongan pada diri sendiri, dan menurunkan ketergantungan pasien
(Alligood, 2006).

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang utama selama 24 jam memberikan


asuhan keperawatan pada klien diharapkan dapat membantu klien dan keluarga
mengenali kebutuhan klien sehingga dapat melaksanakan beberapa perawatan
yang secara mandiri dapat dilakukan oleh keluarga dan klien (Malvin, A, et al,
2009).

Adapun 14 kebutuhan dasar manusia yang harus diidentifikasi untuk


dibantu pemenuhannya adalah:

1) Bernafas secara normal/ adekuat.


2) Makan dan minum secara adekuat / pola nutrisi
3) Kemampuan eliminasi tubuh
4) Bergerak dan mempertahankan posisi yang diinginkan
5) Tidur dan istirahat
6) Kemampuan memilih pakaian yang sesuai, berpakaian/ tidak.
7) Kemampuan mempertahankan rentang normal temperature tubuh melalui
modifikasi penggunaan pakaian dan modifikasi lingkungan.
8) Pola Kebersihan dan perlindungan pada integumen.
9) Kemampuan menghindari bahaya dan trauma pada lingkungan serta
menghindari bahaya pada orang lain.
10) Pola Komunikasi (mengekspresikan emosi, kebutuhan, ketakutan, maupun
opini)
11) Keyakinan pada Tuhan (spiritual)
12) Kemampuan bekerja dan pencapaian keberhasilan.
13) Bermain dan berpartisipasi dalam berbagai rekreasi
14) Kemampuan mempelajari, mencari, maupun puas terhadap perkembangan
secara normal, kesehatan, dan kemampuan menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan.

b. Langkah-langkah proses dan tindakan keperawatan


1) Pengkajian Pengkajian dilakukan menggunakan pendekatan pada teori 14
pola kebutuhan dasar manusia.
Pada masing-masing kebutuhan dasar dikaji pola yang terkait,
pemeriksaan fisik yang menunjang masalah/gangguan di kebutuhan dasar
tersebut, hingga dimasukkan data penunjang yang terkait. Misalnya pada
kebutuhan oksigenasi atau pengkajian pola pernafasan, maka perawat harus
mengkaji data subjektif nyeri dada dan sesak.Data objektif yang seharusnya
dikaji meliputi pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan patofisiologi
gangguan nafas seperti pemeriksaan fisik pada thorax, paru dan jantung,
karena organ-organ tersebut saling berkaitan dalam mengatur respon
pernafasan klien. Setelah pemeriksaan respons klien dan pemeriksaan fisik,
maka hal yang juga perlu dilakukan adalah pemeriksaan penunjang yang
terkait dengan respons gangguan pola nafas seperti AGD, foto thorax, cek
enzim-enzim jantung. Sehingga dengan demikian pengkajian komprehensif
dilakukan pada setiap pola respons klien.

Perumusan Masalah Perumusan masalah keperawatan dicantumkan


pada tiap butir pengkajian 14 pola kebutuhan dasar klien sesuai data
subjektif-objektif dan penunjang diagnostik yang didapat.

2) Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang diangkat juga sesuai


dengan masalah keperawatan yang muncul pada tiap pola kebutuhan,
etiologi diangkat sesuai dengan patofisiologi penyakit yang mempengaruhi
munculnya respons klien pada tiap kategori 14 kebutuhan dasar Henderson
tersebut. Diagnosa keperawatan yang diangkat seharusnya berpedoman
pada diagnose Nanda 2009-2010 atau diagnose keperawatan kriteria Nic
dan Noc.
3) Penyusunan rencana intervensi keperawatan Penyusunan rencana intervensi
keperawatan yang tepat adalah yang nyata, dapat diukur, tepat, rasional dan
sesuai. Intervensi dapat mengacu pada kriteria Nic dan hasilnya mengacu
pada kriteria Noc. Intervensi keperawatan berisi rencana tindakan yang
terdiri atas observasi berkelanjutan, tindakan mandiri perawat, pendidikan
kesehatan, dan tindakan kolaborasi.
4) Pelaksanaan Implementasi
5) Evaluasi dan catatan perkembangan

c. Analisa kelebihan dan kekurangan aplikasi teori


1) Kelebihan teori Virginia Henderson
 Pengkajian dapat dilakukan secara holistik meliputi fisik (bio), psikologis
klien, sosial, kognisi, dan spiritual klien.
 Meningkatkan hubungan terapeutik antara perawat, klien, dan keluarga.
 Dapat diterapkan pada klien dengan tingkat ketergantungan minimal
hingga total.
 Melalui pengkajian metode ini perawat dapat membantu klien dan keluarga
untuk mengenali kebutuhan dirinya serta membantu dalam memandirikan
klien dan keluarga dalam memenuhi beberapa kebutuhan sesuai
kemampuannya, sehingga hal ini dapat diterapkan sebagai pengkajian untuk
persiapan Discharge Planning.
 Dapat memungkinkan terjadinya kesinambungan antara pengkajian,
masalah, perencanaan, evaluasi hingga catatan perkembangan mengingat
perawat terus berpedoman pada 14 kebutuhan dasar tersebut.
2) Kelemahan teori Virginia Henderson
 Tidak ada riwayat kesehatan dasar yang meliputi riwayat kesehatan saat ini,
riwayat kesehatan masa lalu, keluhan utama/ alasan dibawa ke pelayanan
kesehatan, keluhan utama saat didata, dan riwayat kesehatan keluarga. Pada
pengkajian dengan pendekatan teori Virginia Henderson ini riwayat
kesehatan dan keluhan utama klien dicantumkan pada butir kemampuan
menghindari bahaya dan trauma pada lingkungan, namun riwayat kesehatan
keluarga tidak dapat dicantumkan dikarenakan ketidaksesuaian pada butir
tersebut. Apalagi misalnya pada klien dengan penyakit gangguan
kardiovaskuler seperti Penyakit Jantung Koroner dimana adanya riwayat
penyakit yang sama pada keluarga dan faktor risiko yang sama perlu dikaji.
 Adanya tumpang tindih beberapa butir pengkajian (misalnya kemampuan
memilih pakaian yang sesuai dengan kemampuan memodifikasi pakaian
dalam mempertahankan temperature tubuh; pengkajian pola pernafasan
dengan pola aktivitas dimana klien dapat saja mengalami perburukan
respirasi oleh mobilisasi yang lebih berat sehingga mengurangi suplai
oksigen yang dimiliki klien; pengkajian pola aktivitas dengan pengkajian
pola kemampuan kebersihan diri.
 Butir Pola komunikasi dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan, ketakutan
maupun opini dapat mewakili pengkajian status neurologis klien, seperti
kesadaran umum, disorientasi, kemampuan penerimaan persepsi sensori, dan
penilaian/ penghargaan terhadap diri sendiri. Namun butir ini tidak dapat
menginterpretasi pengkajian fungsi neurologi secara lebih luas dan dalam
atau dengan kata lain butir ini memiliki kekurangan yaitu tidak dapat
dilakukannya pemeriksaan neurologi secara lebih akurat, misalnya butir ini
tidak dapat dijadikan dasar perhitungan perubahan status GCS akibat iskemia
yang menyebar.
 Pendekatan teori 14 kebutuhan dasar manusia oleh Virginia Henderson
kurang memenuhi pengkajian secara sistem yang lebih khusus, misalnya
kardiovaskuler maupun keseluruhan tanda-tanda vital. Perawat yang
menggunakan panduan butir-butir teori Henderson akan mengalami
kesulitan jika berhadapan pada respon klien dengan gangguan khusus sistem
yang lain seperti kardiovaskuler dan imunitas karena tidak terdapatnya butir
yang spesifik untuk perawat dalam mendokumentasikan hasil pengkajian
pada kardiovaskuler dan sistem lain yang terkait dengan keluhan utama klien
saat ini. Teori Henderson lebih menekankan pada kebutuhan oksigenasi,
temperature, nutrisi metabolik, eliminasi, aktivitas, adaptasi lingkungan,
interaksi sosial dan spiritual, sementara respons lain terhadap perubahan
seperti tanda-tanda vital yang lengkap, respons perubahan kesadaran,
respons gangguan imunitas dan infeksi belum tercakup secara spesifik.

d. Modifikasi dalam penerapan teori


1) Dalam pengkajian per butir kebutuhan dasar tersebut perawat mengkaji dan
mendokumentasikan secara lengkap hingga respons yang muncul pada klien
akibat tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan, misalnya pengkajian pola
pernafasan yang semakin memburuk oleh aktivitas maka respirasi dapat
diulang pendokumentasiannya pada butir pola aktivitas.
2) Menambahkan pengkajian riwayat kesehatan dasar yang meliputi riwayat
kesehatan saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, keluhan utama/ alasan
dibawa ke pelayanan kesehatan, keluhan utama saat didata, dan riwayat
kesehatan keluarga.
3) Pengkajian pada sistem lain yang lebih spesifik dapat dimasukan pada butir-
butir pengkajian 14 kebutuhan dasar berdasarkan respons yang muncul
akibat tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan tersebut maupun akibat
respons patologis oleh penyakit, sehingga perawat harus mampu memahami
kajian patofisiologi dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih dari 14
kebutuhan dasar tersebut.
4) Mencantumkan data penunjang seperti Lab dan radilogi pada butir
pengkajian sesuai dengan respons yang muncul.
5) Rencana intervensi keperawatan dibuat sesuai nyata kebutuhan klien,
komprehensif, dan sesuai acuan teori yang mendasarinya.
Implementasi tidak selalu dapat terlaksana sesuai rencana intervensi
dikarenakan berbagai hal yang terkadang sulit untuk dikontrol oleh perawat itu
sendiri, seperti kondisi manejemen ruangan yang belum tertata baik, kesibukan,
rasio perawat dan pasien yang jauh berbeda, serta rasa kepemilikan dan
kecenderungan pada klien yang kurang, serta belum efektifnya komunikasi dan
kolaborasi antar profesi seperti perawat dan dokter. Sehingga peran perawat dalam
pengambilan keputusan serta aktualisasi kemampuan perawat diperlukan dalam
situasi seperti ini. Implementasi dilakukan secara cepat dan efektif.
C. PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ROM MENINGKATKAN
MOTIVASI KELUARGA DALAM MELAKUKAN RANGE OF
MOTION (ROM)

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh sunaryo sesudah pendidikan


kesehatan, sebagian besar keluarga mengalami peningkatan motivasi, sedangkan
lainya memiliki motivasi yang tetap. Peningkatan motivasi sesudah pendidikan
kesehatan disebabkan oleh tingkat pendidikan keluarga responden lulusan SMA
dan sarjana. Status hubungan responden sebagian besar adalah suami pasien.
Sebagian besar responden sebelum penyuluhan kesehatan mempunyai anggapan
bahwa pasien stroke sebaiknya tidur saja dan latihan ROM hanya dilakukan bila
petugas fisoterapi dating, tetapi setelah intervensi responden lebih mengerti arti
penyakit stroke,fungsi dan tujuan latihan ROM dan mereka sangat senang bila bisa
membantu keluarga yang sedang sakit,terutama dalam hal latihan ROM.

Pada hasil penelitian sesudah pendidikan kesehatan yang memiliki motivasi


yang tetap, ada peningkatan motivasi tetapi tidak melampaui batas kategori sebelum
pendidikan kesehatan. Responden pada saat sebelum intervensi sebagian
beranggapan bahwa pasien stroke seharusnya tidur terus dan dilakukan latihan
hanya kalau petugas fisioterapi datang. Responden masih ragu-ragu dan takut untuk
membantu pasien dalam latihan ROM setelah dilakukan intervensi.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh pendidikan kesehatan


tentang ROM terhadap motivasi keluarga dalam melakukan ROM pada pasien.
Menurut Notoatmodjo (2012) pendidikan kesehatan adalah proses untuk
meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Pendidikan kesehatan memiliki beberapa tujuan antara lain pertama,
terciptanya perubahan perilaku untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Kedua, terbentuknya perilaku sehat. Ketiga, menurut WHO tujuan pendidikan
kesehatan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku perseorangan dan atau
masyarakat dalam bidang kesehatan (Effendy 2008).
Para ahli menyebutkan bahwa ada tiga komponen utama dalam motivasi
yaitu 1) Kebutuhan menurut Maslow (1984), membagi kebutuhan menjadi lima
tingkatan, yaitu : kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial dan
kasih sayang, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri; 2) Dorongan
Menurut Hull dikutip oleh Winkle (1991). Motivasi berkembang untuk memenuhi
kebutuhan organisme. Kebutuhan-kebutuhan organisme merupakan penyebab
munculnya dorongan, dorongan akan mengaktifkan tingkah laku mengembalikan
keseimbangan fisiologis organisme. Terjadinya tingkah laku organisme
disebabkan oleh respon dari organisme dan penguatan kedua hal tersebut. Hull
memang menekankan dorongan sebagai motivasi penggerak utama prilaku, tetapi
kemudian tidak sepenuhnya juga menolak adanya pengaruh faktor-faktor
eksternal; dan 3) Tujuan menurut Sardirman (1994), motivasi akan dirangsang
karena adanya tujuan.

Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi,
yaitu tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi
kemunculannya karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain. Dalam hal
ini adalah tujuan, tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan. Adapun fungsi
motivasi (Purwanto 2002), mendorong timbulnya tingkah laku atau suatu
perbuatan serta menyeleksinya. Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan
kepada pencapaian tujuan yang diinginkan.

Pada penderita stroke, tindakan perawatan masih merupakan prioritas


utama selama enam hingga delapan minggu pertama.Penderita harus sering
dirubah posisi secara teratur untuk menghindari decubitus, diletakkan dalam posisi
yang tepat dan dengan bantuan ahli fisioterapi dilakukan gerakan persendian untuk
menghindari kekakuan permanen. Ahli fisioterapi akan mulai berperan lebih aktif
dalam membantu kesembuhan penderita dan juga mencegah timbulnya kebiasaan-
kebiasaan buruk pada diri pasien. Dengan semakin membaiknya keadaan pasien,
sebagian gerakan otot cenderung pulih lebih cepat dari pada lainnya, sebagai
akibatnya tubuh pasien dapat mengambil sikap yang jelek dan hal ini menghalangi
perbaikan fungsi seluruh otot untuk jangka waktu yang panjang. Kemampuan otot
untuk mengadakan kontraksi meningkat, yang berarti otot-otot menjadi kaku
sehingga merintangi gerakan lengkap persendian, namun sejumlah latihan dapat
memberikan hasil yang baik.Terapi pada masing-masing fase tidak terpisah,
melainkan suatu kesatuan. Terapi fase flaksid merupakan persiapan terapi fase
spastik. Sebagai contoh pengaturan posisi pada fase flaksid harus tetap diberikan
dalam fase spastik. Lingkup pola penyembuhan atau berlawanan dengan pola
spastisitas yang timbul dikemudian.

Pendidikan kesehatan memberikan informasi kepada responden yang akan


merubah niat. Niat merupakan awal dari motivasi. Oleh karena itu, pendidikan
kesehatan mempengaruhi motivasi keluarga dalam memberikan latihan ROM pada
pasien. Pendidikan kesehatan ini yang dilakukan tidak hanya ceramah dan
demonstrasi tentang ROM, namun ada sesi tanya jawab yang bisa menambah
pengetahuan responden sehingga menambah niat responden untuk melakukan
motivasi dan ada leaflet sebagai pengingat gerakan ROM yang telah diajarkan
sehingga membuat responden tidak malas untuk melakukan jika lupa dengan
gerakan yag telah diajarkan.
BAB 3

DESKRIPSI KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Deskripsi Kasus
Pasien datang diantar anaknya ke IGD Rumkital Dr. Ramelan Surabaya pada

tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.00 WIB dengan keluhan pasien tiba-tiba kaki dan

lengan sebelah kiri tidak bisa digerakkan. Saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter

UGD didapatkan lemah pada anggota gerak kiri tangan dan kaki, serta bicara agak

pelo. Pasien tidak tau kalau mempunyai riwayat darah tinggi dan sebelumnya belom

pernah meminumobat darah tinggi. Pasien mendapatkan terapiciticolin 3 x 250 mg

, Ranitidin 2 x 1 amp (IV), citicolin 500g. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal

23 maret 2017 pasien mengatakan sudah bisa duduk dengan bantuan, tangan kiri

sudah bisa menggengam tetapi belum kuat, kaki sudah bisa digerkan sedikit sedikit,

serta bicara agak pelo. Keluarga pasien mengatakan bahwa dukungan kelurga selalu

diberikan kepada pasien dan upaya upaya untuk meningkatkan keinginan sebuh dari

pasien tersu dimotivasi oleh keluarga. Baik dalam hal psikologi atau fisik.
B. Pengkajian Keperawatan dengan Pendekatan Teori Virginia Henderson
INFORMASI UMUM
Nama : Tn. T Status : Menikah No.RM : 19-xx-xx
Umur : 74 Tahun Pendidikan : SMA Tgl.MRS : 18/03/2017
Jenis kelamin : L Pekerjaan : Purnawirawan Tgl.Pengkajian :23/3/2017
Agama : Islam Suku : Jawa Dx.Medis : CVA infark
Informan : Keluarga Ny.A

Keluhan utama : Pasien mengatakan masih mengalami kelemahan sebelah kiri


Riwayat keluhan utama : Pasien datang diantar anaknya ke IGD Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya pada tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.00 WIB dengan keluhan
pasien tiba-tiba kaki dan lengan sebelah kiri tidak bisa digerakkan. Saat dilakukan
pemeriksaan oleh dokter UGD didapatkan lemah pada anggota gerak kiri tangan dan
kaki, serta bicara agak pelo. Pasien tidak tau kalau mempunyai riwayat darah tinggi
dan sebelumnya belom pernah meminumobat darah tinggi. Pasien mendapatkan
terapiciticolin 3 x 250 mg , Ranitidin 2 x 1 amp (IV), citicolin 500g. Saat dilakukan
pengkajian pada tanggal 23 maret 2017 pasien mengatakan sudah bisa duduk dengan
bantuan, tangan kiri sudah bisa menggengam tetapi belum kuat, kaki sudah bisa
digerkan sedikit sedikit, serta bicara agak pelo. Tekanan darah150/80, suhu 36.8, nadi
80 x/menit, RR 20x/menit.

I. ADAPTASI FISIOLOGI
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif
Kesulitan bernafas : Tidak
Aktivitas mempengaruhi pernafasan : Tidak
Batuk : Tidak
Objektif :
Tekanan darah :150/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit, suhu:36,8 oC, RR : 20
OKSIGENASI

x/menit
CRT : < 3 detik
Irama nafas : Reguler Penggunaan otot aksesori pernafasan : Tidak
Bunyi nafas : Vesikuler
Analisa Gas Darah : -
Radiologi : Normal (Jantung paru dalam batas normal)
MK : TIDAK ADA MASALAH KEPERAWATAN
PENGKAJIAN PERILAKU
NUTRISI

Subjektif :
Apakah mengalami : Anoreksia/mual/muntah/kesulitan menelan
Frekuensi makan : 3x/hari, jenis makanan: nasi sayur
Diit : LLC RG (Nasi Lunak Lauk Cacah Rendah Garam)
Alergi terhadap makanan : Tidak
Objektif
Kulit : Ruam/edama/kering/lembab Kuku: putih, bersih
Mukosa oral/bibir : lembab/lesi/pucat Gigi : bersih
Gusi : Tidak ada perdarahan Lidah : bersih, merah muda
BB : 45 Kg IMT : 20 Kg/M2
TB : 155 Cm LLA : 17 Cm
Laboratorium 20 Maret 2017
Hb: 11,8 g/dl Hct: 35,8%, leukosit: 14,500/ul, trombosit: 196.000 L/ul

MK : TIDAK ADA MASALAH KEPERAWATAN


Objektif
ELIMINASI

Urine : kuning, 150/2 jam


BAB : 1X perhari konsistensi lembek, warna kuning, bau khas
Feses : lembek
Distensi bladder : Tidak Teraba scabala : Tidak
Bising usus : 10 x/menit
MK : TIDAK ADA MASALAH KEPERAWATAN
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif
Jenis aktivitas yang dilakukan : Bedrest
Kualitas tidur :baik kuantitas tidur 12 jam/hari
Gangguan tidur : Tidak
Objektif
Kelemahan otot ? pasien mengalami hemiparese kiri
AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT

5555 4444
Kekuatan otot : Ka/Ki
5555 4444

Kemampuan perawatan diri :


Derajat ADL
0 : Mandiri
1 : Memerlukan alat bantu
2 : Memerlukan bantuan orang lain
3 : Memerlukan alat bantu dan bantuan orang lain
4 : Tergantung
(2) Makan (2) Mandi (2) Merawat diri (2) Berpakaian (2) Penggunaan toilet
(2) Berpindah/Ambulasi
Kesimpulan : Tingkat ketergantungan parsial
Bahasan non verbal : Pasien terlihat relax
MK : HAMBATAN MOBILITAS FISIK
PENGKAJIAN PERILAKU
PROTEKSI

Subjektif :
Riwayat trauma : Pasien tidak pernah mengalmi trauma jatuh sebelumnya
Objektif
Kulit : Tidak ada lesi, Tidak ada odem
Turgor : baik
Rambut : Distribusi merata, kondisi kulit kepala : tidak terdapat lesi pada kulit
kepala, bersih, tidak ada nyeri tekan
MK : TIDAK ADA MASALAH KEPERAWATAN
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif :
Apakah ada gangguan penglihatan ? Tidak
Apakah ada gangguan pendengaran ? Tidak
SENSASI

Kesulitan pengecapan dan penghidung ? Tidak


Nyeri/Ketidaknyamanan : Tidak
Objektif
Pasien tidak memakai kacamata
Pasien tidak menggunakan alat bantu dengar
Pasien dapat membedakan bau kopi dan the
MK : TIDAK ADA MASALAH KEPERAWATAN
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif :
jenis minuman yang dikonsumsi : air putih, teh
jumlah : 200 cc/ 3 jam
Apakah mengkonsumsi suplemen: tidak
CAIRAN, ELEKTROLIT

Objektif
EKG : Normal
Irama jantung : regular, dengan bunyi jantung S1 & S2 tunggal,
CRT < 3 detik, akral hangat, tidak ada nyeri dan tidak terdapat oedem
Tekanan darah150/80, suhu 36.8, nadi 80 x/menit, RR 20x/menit.
Laboratorium tanggal 20 Mei 2017
Fibrinogen 394 mg/dl, HCT : 34.6%, MCHC 31.8 g/dl
Terapi : terapiciticolin 3 x 250 mg , Ranitidin 2 x 1 amp (IV), citicolin 3x500g,
aspilet 1x1.

MK : TIDAK ADA MASALAH KEPERAWATAN


PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif :
Apakah ada perubahan dalam rentang perhatian? Kewaspadaan?ingatan? Tidak
Apakah mengalami kesulitan menelan ? Makan ? Berjalan ? Iya
FUNGSI NEUROLOGIS

Apakah pernah mengalami kejang ? kapan ? berapa kali ? Tidak


Apakah mengalami tremor? Dimana ? berapa lama ? Tidak
Objektif
Status mental
Tingkat kesadaran : composmentis
Orientasi : waktu,tempat, orang baik
Memori: segera, jangka pendek, jangka panjang: Utuh
klien mampu menjulurkan lidah, mampu menggerakkan lidah kekanan dan ke
kiri, artikulasi suara agak kurang jelas
N I (olfactorius) : normal
N II (opticus)
penglihatan dan lapang pandang ; Normal
pengenalan warna : normal
N III (oculomotorius)
Reflek pupil : normal
N IV (trokhlearis)
Gerak bola mata : normal
N V (trigeminus)a
Motoric : adanya deviasi rahang bawah dagu klien terdorong ke sisi kanan
Sensibilitas : normal
N VI (abduscens)
Gerakan bola mata : normal
N VII (facialis)
Motoric : bibir sebelah kiri terlihat lebih rendah, terlihat moncong ke kanan
N VIII (akustikus)
Pendengaran : normal (jentikan jari)

MK : GANGGUAN KOMUNIKASI VERBAL

PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif :
ENDOKRIN

Apakah ada riwayat diabetes mellitus ? Tidak


FUNGSI

Objektif
Pembesaran tiroid : Tidak
Kreatinisme : Tidak
Gigantisme : Tidak
MK : TIDAK ADA MASALAH KEPERAWATAN
2. KONSEP DIRI
PENGKAJIAN PERILAKU
Subjektif :
Sensasi tubuh :
Bagaimana perasaan ibu dengan penyakit yang dialami ? Sedih
FISIK DIRI

Citra tubuh :
Apakah pernah mengalami perubahan bentuk fisik ? Tidak
Ideal diri :
Apa harapan bapak untuk diri ? Sembuh dari sakit
Moral etik-Spiritual diri :
Keyakinan spiritual : pasien mengatakan “Penyakit saya ini adalah ujian dari
allah swt”
Objektif
Komunikasi non verbal : Pasien tampak relax, santai
Ekspresi perasaan : Menerima ketentuan Tuhan
MK : TIDAK ADA MASALAH KEPERAWATAN
3. FUNGSI PERAN
PENGKAJIAN PERILAKU
Peran primer : Tn “T” sebagai Suami
Peran sekunder : Ayah dan Kakek
Peran tersier : Purnawirawan
Pengharapan keluarga : keluarga mengharapkan Tn.T cepat sembuh dari
penyakitnya
Harapan diri sendiri : pasien berharap cepat sembuh
Peran selama sakit : Tn.T sebagai pasien
MK : TIDAK ADA MASALAH KEPERAWATAN
4. INTERDEPENDENSI
PENGKAJIAN PERILAKU
Orang yang paling dekat : Istri, keluarga
Selain keluarga pasien bersosialisasi dengan tetangga dan temannya
Objektif
Respon non verbal dengan orang lain : kooperatif, menatap wajah orang lain
MK : TIDAK ADA MASALAH KEPERAWATAN
C. Analisa data
1. Analisa data
Data (DS/DO) Masalah Etiologi
DS : Keluarga Hambatan mobilitas Kelemahan anggota
mengatakan, bagian fisik gerak
tubuh sebelah kiri lemah
DO :
 Kesadaran compos
mentis
 Tekanan
darah150/80, suhu
36.8, nadi 80
x/menit, RR
20x/menit.
 Aktivitas klien
dibantu perawat dan
keluarga
 Klien hanya
terbaring tidur
 Kekuatan otot Ka/Ki
5555 4444
5555 4444
DS : keluarga Kerusakan komunikasi Disfungsi neurologi
mengatakan bicara klien verbal pusat bahasa
pelo
DO :
 Bicara klien tidak
jelas dan susah untuk
dimengerti
 Pada pemeriksaan
nervus V adanya
deviasi rahang bawah
dagu klien terdorong
ke sisi kanan,
 otoric : bibir sebelah
kiri terlihat lebih
rendah, terlihat
moncong ke kanan
 Menganjurkan klien
untuk
memoncongkan bibir
dan memperlihatkan
gigi dan hasilnya
tidak simetris
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese

b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan sirkulasi serebral,

kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus atau kekuatan otot

3. Intervensi Keperawatan

Diagnose Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

DX 1 NOC : NIC :
Definisi : keterbatasan  Ambulasi; kemampuan 1. Kaji batasan
dalam kebebasan untuk untuk berjalan dari satu tempat rentang gerak
pergerakan fisik tertentu ketempat lain secara mandiri atau pasien
pada bagian tubuh satu dengan alat bantu 2. Ajarkan dan
atau lebih ektremitas  Ambulasi: kursi roda; bantu pasien
Batasan karakteristik : kemampuan untuk berjalan dari dalam proses
a. Postur tubuh yang satu tempat ketempat lain dengan berpindah
tidak stabil selama kursi roda 3. Berikan
melakukan kegiatan  Keseimbangan; penguatan positif
rutih harian kemampuan untuk selama aktivitas
b. Penurunan waktu mempertahankan 4. Rujuk keahli
reaksi keseimbangkan postur tubuh fisioterapi untuk
c. Kesulitan membolak  Performa mekanika program latihan
balik posisi tubuh tubuh; tindakan individu untuk 5. Ajarkan dan
d. Dyspnea saat mempertahankan kesejajaran dukung pasien
beraktifitas tubuh yang sesuai dan untuk dalam latihan
e. Keterbatasan mencegah peregangan otot ROM aktif atau
kemampuan untuk skeletal pasif untuk
melakukan  Gerakan terkoordinasi; mempertahankan
keterampilan motoric kemampuan otot untuk atau
halus bekerjasama secara volunteer meningkatkan
f. Keterbatasan rentang dalam menghasilkan suatu kekuatan dan
pergerakan sendi gerakan yang terarah ketahanan otot
Faktor yang  Pergerakan sendi: aktif 6. Ajarkan teknik
berhubungan : (sebutkan sendinya); rentang ambulasi dan
a. Pengobatan pergerakan sendi……… aktif berpindah yang
b. Kurang dengan gerakan atas inisiatif aman
pengetahuan sendiri 7. Libatkan
tentang kegunaan  Mobilitas; kemampuan keluarga dalam
pergerakan fisik untuk bergerak secara terarah pelaksanaan
dalam lingkungan sendiri dengan terapi ROM dan
atau tanpa alat bantu
c. Kerusakan  Fungsi skeletal; ambulasi atau
muskuluskeletal kemampuan tulang untuk berpindah tempa
dan neuromuscular menyokong tubuh dan
d. Intoleransi memdasilitasi pergerakan
aktivitas/penurunan  Performa berpindah;
leluatan dan kemmapuan untuk mengubah
stamina letak tubuh secara mandiri atau
e. Keruskan kognitif dengan alat bantu.

Tujuan atau criteria evaluasi


 Memperlihatkan
mobilitas, yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut:
1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak mengalami gangguan

 Indikator
1. Keseimbangan
2. Koordinasi
3. Performa posisi tubuh
4. Pergerakan sendi dan otot
5. Berjalan
6. Bergerak dengan mudah

 Pasien akan :
1. Memperlihatkan penggunaan
alat bantu secara benar
dengan pengawasan
2. Meminta bantuan untuk
aktivitas mobilitas jika perlu
3. Melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari secara
mandiri dengan alat bantu
4. Menyangga berat badan
5. Berjalan dengan
menggunakan langkah –
langkah yang benar
6. Menggunakan kursi roda
secar aktif
BAB 4
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Motivasi memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya
karena terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain. Dalam hal ini adalah tujuan,
tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan. Adapun fungsi motivasi, mendorong
timbulnya tingkah laku atau suatu perbuatan serta menyeleksinya. Sebagai
pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang
diinginkansebagian besar motivasi keluarga pasien dalam kategori sedang sebelum
diberikan pendidikan kesehatan tentang ROM. sebagian besar motivasi keluarga
pasien dalam kategori tinggi setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang ROM
dan pendidikan kesehatan tentang ROM memberikan pengaruh terhadap motivasi
keluarga dalam melaksanakan ROM pada pasien.

2. SARAN
Perawat dan tenaga kesehatan lain mengoptimalkan pendidikan kesehatan
sebagai upaya meningkatkan motivasi keluarga dalam mempercepat proses
penyembuhan pasien. Menghimbau agar keluarga berperan aktif dalam
kesembuhan klien baik dalam motivasi untuk sembuh dan berlatih. Juga motivasi
untuk mengurangi tingkat stress dari klien sehingga klien bisa optimal dalam
melakukan proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R. & Tomey, A.N. (2006). Nursing Theorist and their work. 6th
Edition, ST. Louis: Mosby Elsevier, Inc

Brashers V., 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen


Edisi 2. Jakarta: EGC

Bulechek, G. ect,. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC), 5th Indonesian


edition. Elsevier : Singapore

Effendi, M.A. 2008. The Power Of Good Corporate Govermance “Teori dan
Implementasi”, Jakarta: Salemba Empat.

Moorhead, S. ect,. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC), 5th Indonesian


edition. Elsevier : Singapore.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. salemba medika: jakarta.

NANDA. 2015. Nursing Diagnoses : Definitions & Clasification 2015 – 2016.


Philadelphia : NANDA Internasional.

Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: PT.


Rineka Cipta

Stoykov, M.E., Lewis, G.N., & Corcos, D.M. (2009). Comparison of bilateral and
unilateral training for upper extremity hemiparesis in stroke.
Neurorehabilitation and Neural Repair, 23(9), 945-53.
Virzara, A. 2012. Mengenal dan Memahami Stroke. Yogyakarta: Kata Hati.
Lampiran 1

SOP

LATIHAN MIRROR NEURON TERAPY (MNS)

Topik Range Of Motion (ROM)


Pengertian tindakan/latihan otot atau persendian
yang diberikan kepada pasien yang
mobilitas sendinya terbatas karena
penyakit, diabilitas, atau
trauma. Dimana klien menggerakan
masing-masing persendiannya sesuai
gerakan normal baik secara aktif
ataupun pasif
Tujuan 1. Untuk mengurangi kekakuan pada
sendi dan kelemahan pada otot yang
dapat dilakukan secara akti maupun
pasif tergantung dengan keadaan
pasien.
2. Meningkatkan/mempertahankan
fleksibilitas dan kekuatan otot.
Waktu frekuensi latihan 1-7 kali kunjungan
dalam seminggu, intensitas latihan 5-
10 kali pengulangan gerakan, selama
durasi latihan 30 menit, dilakukan rutin
Indikasi 1. Klien dengan tirah baring yang
lama.
2. Stroke atau penurunan tingkat
kesadaran.
3. Kelemahan otot.
4. Fase rehabilitasi fisik
Kontraindikasi 1. Klien dengan fraktur.
2. Klien dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
3. Trombus/emboli pada pembuluh
darah.
4. Kelainan sendi atau tulang.
5. Klien fase imobilisasi karena kasus
penyakit (jantung)
Prosedurpelaksanaan a. Latihan I
 Angkat tangan yang kontraktur
menggunakan tangan yang sehat ke
atas.
 Letakkan kedua tangan diatas
kepala.
 Kembalikan tangan ke posisi
semula.

b. Latihan II
 Angkat tangan yang kontraktur
melewati dada ke arah tangan yang
sehat.
 Kembalikan keposisi semula.

c. Latihan III
 Angkat tangan yang lemah
menggunakan tangan yang sehat ke
atas.
 Kembalikan ke posisi semula.
d. Latihan IV
 Tekuk siku yang kontraktur
menggunakan tangan yang sehat.
 Luruskan siku kemudian angkat ke
atas.
 Letakkan kembali tangan yang
kontraktur ditempat tidur.

e. Latihan V
 Pegang pergelangan tangan yang
kontraktur menggunakan tangan
yang sehat angkat ke atas dada.
 Putar pergelangan tangan ke arah
dalam dan ke arah keluar.

f. Latihan VI
 Tekuk jari-jari yang kontraktur
dengan tangan yang sehat kemudian
luruskan.
 Putar ibu jari yang lemah
menggunakan tangan yang sehat.

g. Latihan VII
 Letakkan kaki yang sehat dibawah
yang kontraktur.
 Turunkan kaki yang sehat sehingga
punggung kaki yang sehat dibawah
pergelangan kaki yang kontraktur.
 Angkat kedua kaki ke atas dengan
bantuan kaki yang sehat, kemudian
turunkan pelan-pelan.

h. Latihan VIII
 Angkat kaki yang kontraktur
menggunakan kaki yang sehat ke
atas sekitar 3cm.
 Ayunkan kedua kaki sejauh
mungkin kearah satu sisi kemudian
ke sisi yang satunya lagi.
 Kembalikan ke posisi semula dan
ulang sekali lagi.

i. Latihan IX
 Anjurkan pasien untuk menekuk
lututnya, bantu pegang pada lutut
yang kontraktur dengan tangan
yang lain.
 Dengan tangan yang lainnya
penokong memegang oinggang
pasien.
 Anjurkan pasien untuk memegang
bokongnya.
 Kembalikan ke posisi semula dan
ulangi sekali lagi.

S-ar putea să vă placă și