Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
KASUS
A. Identitas
Nama : Nn. I
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : TKW
Alamat : Sukajadi
No. RM : 21044
RS / bangsal :
B. Riwayat singkat
Klien dibawa ke RSJ Tampan dengan diantar oleh keluarga dengan alasan berdiam diri, menangis sendiri,
sering memecahkan peralatan rumah tangga, tidak mau makan dan mengeluh sering mendengarkan
suara-suara yang menakutkan. Sebelumnya klien memang mengalami syok yang hebat, ia sebelumnya
pernah bekerja menjadi TKI di Malaysia. Pada saat ia pulang ke Indonesia kondisinya memang sangat
memprihatinkan, ia di perkosa oleh majikannya sendiri dan dilakukan berulang-ulang oleh sang majikan.
Pada saat dilakukan pengkajian terhadap klien, klien tampak mengalami syok dan sering berdiam diri.
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 92 x/menit
BB : 40 kg
E. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan I : Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
Intervensi
• Salam terapeutik
• Perkenalkan diri
Rasional:
1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan klien
2. Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai perawat
3. Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien
Evaluasi:
Intervensi :
2. Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait dengan halusinasi (sikap seperti
mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam di tengah – tengah pembicaraan).
3. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat.
4. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya
halusinasi.
Rasional :
Evaluasi :
1. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah 3-4 kali pertemuan dengan
menceritakan hal – hal yang nyata.
2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu timbulnya halusinasi setelah 3 kali pertemuan.
3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi terjadi setelah 2 kali pertemuan.
TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya
Intervensi :
5. Dorong klien untuk memilih cara yang disukai untuk mengontrol halusinasi.
9. Beri penguatan atas upaya yang telah berhasil dilakukan dan beri solusi jika ada keluhan klien tentang
cara yang dipilih.
Rasional :
1. Mengetahui cara – cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun yang negatif.
5. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan kemampuannya.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat halusinasi terjadi setelah dua kali
pertemuan.
Intervensi :
2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien minum obat sesuai program dokter.
Rasional :
1. Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan klien tentang efek obat terhadap
halusinasinya.
Evaluasi :
Intervensi :
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan keluarga dalam merawat
klien.
3. Beri penguatan positif atas upaya yang baik dalam merawat klien.
4. Diskusikan dan ajarkan dengan keluarga tentang : halusinasi, tanda – tanda dan cara merawat
halusinasi.
Rasional :
4. Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang halusinasi dan cara merawat klien.
Evaluasi :
Diagnosa keperawatan 2 Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga
diri rendah.
Tujuan umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
Intervensi :
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutupi dengan kelebihan yang dimiliki klien.
Rasional :
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk mencapai
keberhasilan.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapan selama di RS, rencana klien setelah pulang dan apa
cita – cita yang ingin dicapai.
Rasional :
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 kali
pertemuan.
Intervensi :
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan.
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasinya.
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan
yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional :
5. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali pertemuan.
Intervensi :
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
Rasional :
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali pertemuan.
Intervensi :
2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai klien tidak mengejek, tidak
menjauhi.
Rasional :
Evaluasi :
2. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien secara tepat setelah 2 kali pertemuan.
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan ( Townsend, 1998 ).
Menurut Schult & Videbeck ( 1998 ), gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang
terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara
langsung dan tak langsung.hal ini ditandai dengan adanya upaya menarik diri dari lingkungannya,yang
disebabkan dari harga diri rendah yaitu berduka disfungsional.
B. Saran
Bermutu atau tidaknya pelayanan Keperawatan di suatu Rumah Sakit sangat bergantung pada kerjasama
antar Perawat itu sendiri. Apabila tidak adanya suatu hubungan yang baik antara sesama anggota dan
klien maka akan sulit membangun kepercayaan masyarakat dalam Asuhan Keperawatan yang diberikan.
Agar kinerja dalam keperawatan berjalan dengan efektif maka seorang perawat juga perlu memahami
setiap karakter yang berbeda dari setiap klien. Selain dapat memberikan hasil kerja yang terbaik, dalam
memberikan Asuhan Keperawatan juga dapat dilakukan dengan lancar.