Sunteți pe pagina 1din 33

Bagian Obstetri dan Ginekologi Refleksi Kasus

CA CERVIX

Disusun Oleh :

Riselena Alyssa Amadea

N 111 16 004

Pembimbing Klinik :

dr. Abdul Faris, Sp.OG (K)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

Kanker serviks merupakan penyakit ginekologik yang memiliki tingkat


keganasan yang cukup tinggi dan menjadi penyebab kematian utama dan
terbanyak akibat penyakit kanker pada wanita terutama di negara-negara
berkembang. Kanker serviks merupakan keganasan yang terjadi pada leher rahim
dan disebabkan oleh infeksi virus Human Papiloma Virus (HPV)dengan
manifestasi klinis yang tidak khas pada stadium dini sehingga sulit untuk
terdeteksi cepat pada stadium awal.
Di Indonesia, kanker serviks merupakan jenis kanker yang paling banyak
menyerang wanita usia produktif. Menurut kementerian kesehatan Republik
Indonesia dalam panduan penatalaksanaan kanker serviks, estimasi jumlah insiden
kanker serviks pada tahun 2010 adalah 454.000 kasus. Insiden dari kanker serviks
ini meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar
200.000 kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita
usia 15-49 tahun yang hidup di negara berkembang. Kanker serviks menduduki
urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke 10 pada negara maju atau
urutan ke 5 secara global. Di Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua
dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan
insidens sebesar 12,7%.
Kanker serviks disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV)
serotipe onkogenik 16, 18, 31, dan 45, terutama serotipe 16 dan 18. Human
Papiloma Virus (HPV) sebagai agen kausatif primer kanker servik akan
merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. Beberapa faktor resiko kanker
serviks yakni umur, merokok, sosial ekonomi, dan jumlah pasangan seksual.
Kanker serviks biasanya ditandai dengan fluor albus (keputihan) yang
berlebihan dari vagina. Keputihan selanjutnya akan berbau busuk oleh karena
infeksi dan nekrosis jaringan. Selain itu, akan terjadi post coital bleeding
(perdarahan setelah senggama) yang kemudian berlanjut ke perdarahan yang

2
abnormal. Selain itu, dapat terjadi perdarahan post menopause bila kanker serviks
terjadi pada usia tua. Adanya nyeri pada daerah panggul (pelvic) atau pada daerah
perut bagian bawah dapat terjadi bila disertai peradangan pada panggul. Pada
stadium lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi, edema pada kaki,
timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rectum),
terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul gejala-gejala lain yang
disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Serviks merupakan bagian 1/3 bawah dari uterus, berbentuk silindris,
dengan panjang 2,5 sampai 3 cm, terbagi menjadi pars vaginalis dan pars
kanalis serviks uteri. Ke arah atas dari serviks uteri berhubungan dengan
korpus uteri, dan ke arah bawah berhubungan dengan forniks vagina. Servik
uteri terbentuk dari jaringan ikat, pembuluh darah, otot polos, dengan
konsistensi kenyal. Permukaan pars vaginalis diselimuti oleh epitel berlapis
skuamosa, sedangkan mukosa kanalis servikalis terdiri dari epitel torak
tinggi, terdapat kelenjar musinosa yang menseksresi sedikit cairan alkalis
membentuk sumbat mukus yang menyumbat kanalis servikalis dan mencegah
masuknya kuman. Perbatasan antara epitel skuamosa dan torak terdapat di
ostium serviks, disebut pita peralihan, yang merupakan tempat predileksi
tumbuhnya tumor.
Pada neonatus dan masa reproduksi, terjadi peningkatan kadar estrogen
dan pita peralihan bergeser ke luar. Sedangkan pada masa pertumbuhan dan
pasca menopouse, pita peralihan menyusut ke dalam ostium eksternal serviks.
Serviks uteri difiksasi oleh dua ligamen kardinal di kedua sisi kanan dan kiri,
ligamen sakrouteri pada bagian belakang, dan ligamen vesikouterina pada
bagian depan yang memfiksasinya ke dalam kavum pelvis minor.

Gambar 1. Anatomi serviks

4
B. Definisi
Kanker serviks merupakan penyakit ginekologik yang memiliki tingkat
keganasan yang cukup tinggi dan menjadi penyebab kematian utama dan
terbanyak akibat penyakit kanker pada wanita terutama di negara
berkembang. Kanker serviks merupakan keganasan yang terjadi pada sel-sel
leher rahim / serviks uterus, yakni suatu daerah pada organ reproduksi wanita
yang berada pada sepertiga bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan
menghubungkan antara rahim dan vaginayang disebabkan HPV.

C. Epidemiologi
Kanker serviks cenderung terjadi pada usia pertengahan. Di Indonesia,
kanker serviks merupakan jenis kanker yang paling banyak menyerang wanita
usia produktif. Pada usia 30-50 tahun perempuan yang sudah kontak seksual
akan beresiko tinggi terkena kanker serviks. Usia tersebut merupakan puncak
usia produktif perempuan sehingga akan meyebabkan gangguan kualitas
hidup secara fisik, kejiwaan dan kesehatan seksual.
Menurut kementerian kesehatan Republik Indonesia dalam panduan
penatalaksanaan kanker serviks, estimasi jumlah insiden kanker serviks pada
tahun 2010 adalah 454.000 kasus. Insiden dari kanker serviks ini meningkat
3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000
kematian terkait kanker serviks, dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia
15-49 tahun yang hidup di negara berkembang.
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke-7
secara global dalam segi angka kejadian (urutan ke-6 di negara kurang
berkembang) dan urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan
3,2% mortalitas, sama dengan angka mortalitas akibat leukemia). Kanker
serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke 10
pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia kanker serviks
menduduki urutan ke 2 dari 10 kanker terbanyak berdasar data dari Patologi
Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%.

5
D. Etiologi
Kanker serviks merupakan keganasan yang terjadi pada leher rahim
yang disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV) serotipe
onkogenik 16, 18, 31, dan 45, terutama serotipe 16 dan 18. Human Papiloma
Virus (HPV) sebagai agen kausatif primer kanker servik akan merangsang
perubahan perilaku sel epitel serviks.

E. Faktor Resiko
Faktor resiko yang berhubungan dengan kanker serviks yaitu :
1. Umur
Aktifitas seksual yang dimulai pada usia dini (usia muda) juga
dapat dijadikan sebagai faktor resiko terjadinya kanker serviks. Hal ini
diuga ada hubungannya dengan belum matannya daerah transformas
pada usia tesebut bila sering terekspos. Pernikahan pada usia < 20 tahun
dianggap masih terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual.
2. Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara
merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan
variabel konfounding seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain
memperkuatkan temuan nikotin pada cairan serviks wanita perokok
bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan
karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah
kanker.
3. Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan
yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi
yang rendah. Hal ini mungkin oleh karena faktor sosial ekonomi erat
kaitannya degan gizi, imunitas, dan kebersihan genitasl perorangan. Pada
golongan sosial ekonomi rendah, umumnya kuantitas dan kualitas
makanan yang masih kurang. Hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.

6
4. Pasangan seksual
Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor resiko
terjadinya kanker serviks. Wanita yang sering melakukan hubungan
seksual dan berganti-ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang
sangat besar terhadap kanker serviks.

F. Patogenesis
Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat
dikontrol sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel
yang terdiri dari 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik.
Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel
atau mitosis.Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S (Sintesis) dan
fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana
p53memilikikemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki
kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi
jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel
basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel
bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang
menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6 dan E7.
mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan
kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan
retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen
supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan
apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu
gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses
proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko
tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb,
jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah.Protein virus
pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti
deferensiasi sel.

7
Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi
memerlukan waktu sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks
biasanya ditemukan pada wanita yang sudah berusia sekitar 40 tahun.

G. Manifestasi klinis
Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini,
sehingga pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala ataupun
tanda-tanda yang khas. Biasanya sering ditandai sebagai fluor albus
(keputihan) agak berlebihan dengan sedikit darah. Gejala umum yang sering
terjadi dapat berupa :
1) Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan
nekrosis jaringan.
2) Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian
berlanjut ke perdarahan yang abnormal.
3) Timbulnya perdarah setelah masa menopause
4) Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan,
berbau dan dapat bercampur dengan darah
5) Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
6) Timbul nyeri pada daerah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian
bawah bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari
daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu
masih mungkin terjadi nyeri pada tempat-tempat lainnya.
7) Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi,
edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar
bagian bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal,
atau timbul gejala-gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari
kanker serviks itu sendiri.

8
H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas atas dasar anamnesis dan pemeriksaan klinik.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah
menjadi kanker invasif, gejala yang paling umum adalah perdarahan saat
berhubungan intim(contact bleeding), perdarahan diluar jadwal haid,
perdarahan post menopause dan keputihan. Pada stadium lanjut, gejala dapat
berkembang mejadi nyeri pinggang atau perut bagian bawah karena desakan
tumor di daerah pelvik ke arah lateral sampai obstruksi ureter, bahkan sampai
oligouria atau anuria. Gejala lanjutan bisa terjadi sesuai dengan infiltrasi
tumor ke organ yang terkena, misalnya: fistula vesikovaginal, fistula
rektovaginal, edema tungkai.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan klinik yang dianjurkan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan mengetahui penyebaran kanker serviks meliputi palpasi,
inspeksi, kolposkopi, kuretasi (biopsi)endoserviks, histeroskopi, sistoskopi,
rektoskopi, dan pemeriksaan USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan, CT
scan atau MRI, PET scan. Kecurigaan infiltasi atau metastasis ke kandung
kemih atau rektum dan saluran pencernaan harus dikonfirmasi dengan biopsi
dan histologik.
Stadium kanker serviks didasarkan atas pemeriksaan klinik oleh karena
itu pemeriksaan harus cermat kalau perlu dilakukan dalam narkose.Stadium
klinik ini tidak berubah bila kemudian ada penemuan baru.Kalau ada
keraguan dalam penentuan maka dipilih stadium yang lebih rendah.

9
Gambar 2.Kanker serviks invasive pada endoseviks.

Evaluasi lengkap dan pemeriksaan pap smear tes yang positif harus
meminta biopsi dengan pemeriksaan lebih lanjut, jika evaluasi patologis
menunjukkan kanker yang invasif pasien harus dirujuk ke ahli onkologi dan
ginekologi. Pasien dengan lesi serviks yang mencurigakan atau abnormal
pada pemeriksaan fisik harus menjalani biopsy.Biopsi pada area yang
ulseratif kadang tidak berguna atau sulit untuk dilakukan interpretasi, oleh
karena itu melakukan biopsi harus pada bagian tepi lesi antara jaringan yang
normal dan abnormal.
Periksaan pap smear dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal
pada pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada
sekret yang diambil dari portio serviks. Pemeriksaan ini harus mulai
dilakukan padawanita usia 18 tahun atau kurang apabila telah melakukan
aktivitas seksual sebelumnya. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear
setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi
sampai sampai 90% kasus kankerserviks secara akurat dan dengan biaya yang
tidak mahal, sehinggaangka kematian akibat kanker serviks pun menurun
sampai > 50%. Setiap waanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya
menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun.

10
Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar) dilakukan
untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia. Pemeriksaan ini kurang
efisien dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi memerlukan
keterampilan dan kemampuan kolposkopi dalam mengetes daerah yang
abnormal.
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk
melengkapi hasil pap smear. Tehnik yang biasa dilakukan adalah punch
biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan tehnik cone biopsy yang
menggunakan anestesi. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal
servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif
atau hanya tumor saja.

I. Gambaran histopatologis
Karsinoma serviks tersering adalah karsinoma sel gepeng (squamous
cell carcinoma) (75%), diikuti oleh adenokarsinoma (10%), dan
adeonosquamous, sel jernih, sel kecil , sel verukosa dll. (20%).
Penilaian yang dilakukan didasarkan pada (1) ukuran dari sel-sel tumor
dimana semakin peomorfik sel-sel tersebut berarti derajatnya makin jelek, (2)
pembentukan keratinisasi per sel, (3) pembentukan mutiara tanduk, semakin
banyak sel yang mengalami keratinisasi dan membentuk mutiara tanduk
semakin baik differensiasinya, (4) jumlah sel yang mengalami mitosis, (5)
invasi ke pembuluh darah maupun pembuluh limfe, dan (6) batas tumor,
semakin jelas batasan sel-sel ganasnya memiliki derajat differensiasi yang
lebih baik.
Nomenklatur derajat differensiasi karsinoma skuamosa serviks yang
digunakan untuk kanker serviks jenis SCC sesuai kriteria American Joint
Comission on Cancer. Grade I untuk kanker dengan diferensiasi baik (well
differentiated)di mana sel kanker masih mirip dengan sel asalnya, sel ukuran
besar, terdapat granul keratin yang jelas, tampak jembatan antar sel,

11
heterotipia sel kanker relatif ringan, mitosis relatif sedikit; Grade II untuk
kanker dengan differensiasi sedang (moderately/intermediate differentiated)
dimana sel besar, heterotipia sel menonjol, mitosis relatif banyak, inti
hiperkromatosis dan bentuk tidak teratur, jembatan antar sel tidak menojol,
tanpa granul keratin; Grade III untuk kanker dengan differensiasi jelek
(poorly differentiated) dimana sel besar atau sel kecil, tidak ada granul
keratin, tidak ada jembatan antar sel, bentuk sel abnormal dan mitosis
banyak; dan Grade IV untuk kanker anaplastik atau undifferentiated.
Umumnya Grade III dan Grade IV digabung menjadi satu dan dikategorikan
sebagai high grade.

J. Klasifikasi dan stadium klinis


Berikut ini adalah sistem stadium kanker serviks yaitu klasifikasi TNM
menurut American Joint on Cancer (AJCC) dan menurut Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO).

Klasifikasi stadium TNM


Tumor primer (T)
Tis Karsinoma in situ ( karsinoma pre invasive
T1 Kanker terbatas pada serviks uteri
Invasi kanker melebihi uterus, tapi belum mencapai dinding pelvis
T2
atau belum menginvasi 1/3 bawah vagina
Kanker ekspansi ke dinding pelvis dan/atau mengenai 1/3 vagina
T3
dan/ atau menimbulkan hidronefrosis atau gagal ginjal
Kanker menginvasi mukosa bulu-buli atau rektum dan/ atau
T4
melebihi pelvis minor

12
Nodus limfatikus regional (N)
NX Nodus limfatikus regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis ke nodus limfaticus regional
N1 Terdapat metastasis ke nodus limfaticus regional

Metastasis jauh (M)


M0 Tidak ada metastasis jauh
Metastasis jauh (penyebaran ke peritoneum, nodus limfaticus
M1
supraklavikula, mediastinal, atau paraaorta, paru, hepar atau tulang)

Pengelompokan Stadium TNM


Stadium 0 : Tis N0M0
Stadium I : T1 N0M0
Stadium II : T2 N0M0
Stadium III : T3 N0M0, T1-3 N1M0
Stadium IV : T4 N-N10M0, T1-4 N0-1M1

Klasifikasi stadium menurut FIGO


Stadium
0 Karsinoma in situ atau karsinoma intraepitel
I Kanker terbatas pada serviks uteri
Kanker serviks uteri preklinis, diagnosisnya hanya di bawah
Ia
mikroskop
Di bawah mikroskop tampak invasi ringan interstisial , kedalaman
Ia1
invasi < 3 mm, lebar < 7 mm
Kanker mikroskopik, yang dapat diukur, kedalaman invasi
Ia2
interstisial 3-5 mm, lebar < 7 mm
Lingkup tumor lebih besar dari Ia2, tidak peduli apakah tampak
Ib
secara klinis. Invasi interstisial yang ada tidak mengubah stadium
Ib1 Lesi kanker tampak secara visual berukuran < 4 mm
Ib2 Lesi kanker tampak secara visual berukuran > 4 mm

13
Lesi kanker melebihi serviks uteri, tapi belum mengenai 1/3
II
bawah vagina, invasi parametrium belum mencapai dinding pelvis
Kanker mengenai 2/3 atas vagina, tidak ada invasi jelas
Iia
parametrium
Kanker jelas menginvasi parametrium, tapi belum mencapai
Iib
dinding pelvis
Kanker menginvasi 1/3 bawah vagina atau menginvasi
III parametrium sampai ke dinding pelvis, atau kanker menimbulkan
hidronefrosis atau insufisiensi ginjal
IIIa Kanker mengenai 1/3 bawah vagina
Kanker menginvasi parametrium sampai ke dinding pelvis, atau
IIIb
timbul hidronefrosis atau insufisiensi ginjal akibat kanker
Penyebaran kanker melewati pelvis minor atau kanker menginvasi
IV
mukosa buli-buli atau mukosa rectum
IV a Invasi kanker meluas ke organ di dekatnya
IV b Kanker menginvasi melebihi pelvis minor, ada metastasis jauh

Gambar 3. Stadium kanker serviks.

14
K. Penatalaksanaan
Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium
kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan (modalitas) dalam
tata laksana kanker serviks antara lain :
1. Terapi lesi pra kanker serviks
Tatalaksana lesi pra kanker serviks disesuaikan dengan fasilitas
pelayanan kesehatan, kemampuan sumber daya manusia dan sarana
prasarana yang ada.
Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana
terbatas dapat dilakukan skrining atau deteksi dini dengan tes IVA dan
tes pap smear. Bila didapatkan temuan IVA positif maka selanjutnya
dapat dilakukan pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh dokter
umum atau bidan yang sudah terlatih. Pada skrining dengan tes Pap
smear, bila temuan hasil abnormal direkomendasikan untuk konfirmasi
diagnostik dengan pemeriksaan kolposkopi. Bila diperlukan maka
dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision Electrocauter Procedure
(LEEP) atau Large Loop Excision of the Transformation Zone (LLETZ)
untuk kepentingan diagnostik maupun sekaligus terapeutik.
Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas sayatan, maka
bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau histerektomi total.
Beberapa temuan abnormal setelah dilakukan kolposkopi yakni
LSIL (low grade squamous intraepithelial lesion) danHSIL (high grade
squamous intraepithelial lesion). Pada lesi intraepitelial skuamosa
derajad rendah (LISDR) dapat dilakukan tindakan Loop Excision
Electrocauter Procedure (LEEP) dan observasi 1 tahun. Sedangkan pada
lesi intraepitelial skuamosa derajad tinggi (LISDR) dilakukan LEEP dan
observasi 6 bulan.

15
2. Terapi NIS dengan destruksi lokal
Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih
yang mengandung epitel abnormal yang kelak akan digantikan dengan
epitel skuamosa yang baru. Terapi dapat berupa konservatif ataupun
konisasi seperti krioterapi, elektrokauter, elektrokoagulasi, laser, dan
LEEP. Metode tersebut ditujukan untuk destruksi lokal lapisan epitel
serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian pada fase
penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel skuamosa yang
baru. Dengan konisasi LEEP dapat diperoleh spesimen untuk
pemeriksaan patologik, dapat menemukan karsinoma in situ atau
ikroinvasif yang belum ditemukan praterapi.
a. Krioterapi
Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan
metode pembekuan (freezing) hingga sekurang-kurangnya -20°C
selama 6 menit (teknik Freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan
gas N2O atau CO2. Kerusakan bioselular akan terjadi dengan
mekanisme: (1) sel‐ sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; (2)
konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok termal dan
denaturasi kompleks lipid protein; (4) status umum sistem
mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua alat menggunakan N20.
b. Elektrokauter
Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi
dengan melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi
prakanker pada zona transformasi. Jaringan spesimen akan
dikirimkan ke laboratorium patologi anatomi untuk konfirmasi
diagnostik secara histopatologik untuk menentukan tindakan cukup
atau perlu terapi lanjutan. Elektrokauter memungkinkan untuk
pemusnahan jaringan dengan kedalaman 2-3mm. Lesi NIS I yang
kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada umumnya dapat
disembuhkan dengan efektif.

16
c. Diatermi elektrokoagulasi
Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan serviks lebih
luas (sampai kedalaman 1 cm) dan efektif jika dibandingkan dengan
elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan anestesi umum.
Diatermi elektrokoagulasi dapat mempengaruhi fisiologi serviks
terutama jika lesi tersebut sangat luas.
d. Laser
Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation),
suatu muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi
campuran gas helium, gas nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan
menimbulkan sinar laser yang mempunyai panjang gelombang
10,6u. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat
dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan
paling luar dari mukosa serviks menguap karena cairan intraselular
mendidih, sedangkan jaringan yang mengalami nekrotik terletak di
bawahnya. Volume jaringan yang menguap atau sebanding dengan
kekuatan dan lama penyinaran.

3. Terapi NIS dengan eksisi


Pada NIS III terdapat hiperplasia atipik berat dan karsinoma in situ
sehingga perlu konisasi. Konisasi berupa biopsi, LEEP, trakelektomi,
maupun histerektomi.
a. Biopsi adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks
dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk
diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks. Punch Biopsi yaitu
menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil
jaringan serviks.
b. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP) menggunakan arus
listrik yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan
abnormal kanker serviks.

17
c. Trakelektomi radikal: Dokter bedah mengambil leher rahim, bagian
dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul. Pilihan ini
dilakukanuntuk wanita dengan tumor kecil yang ingin mencoba
untuk hamil di kemudian hari.
d. Histerektomi : suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya
(subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA-IIA
(klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause atau
bila keadaan umum baik, juga pada pasien yang berumur < 65 tahun.
Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti :
penyakit jantung, ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
- Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
- Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks,
indung telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di
dekatnya.

4. Terapi kanker serviks invasif


a. Pembedahan
b. Radioterapi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak
sel kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada
serviks sertamematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik.
Terapi radiasi dapat diberikan pada semua stadium, terutama kanker
serviks stadium IIB, III, sampai stadium IV atau bagi pasien pada
stadium lebih kecil tetapi tidak nerupakan kandidat untuk
pembedahan. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu
pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah
menjalar ke sekitarnya dan/ bermetastasis ke kelenjar getah bening
panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin
kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria,
usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan

18
diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar
rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang
diberikan secara selektif pada stadium IVA. Ada 2 macam
radioterapi, yaitu :
- Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran
biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
- Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan
selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit.
Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.

Penambahan Cisplatin selama radioterapi whole pelvic dapat


memperbaiki kesintasan hidup 30%-50%. Komplikasi radiasi yang
paling sering adalah komplikasi gastrointestinal seperti kolitis,
traktus urinarius seperti sistitis, iritasi rektum, vagina, ovarium
berhenti berfungsi. Selama menjalani radioterapi penderita tidak
boleh melakukan hubungan seksual. Setelah radiasi internal, vagina
menjadi lebih sempit dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan
nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasinya,
penderita diajari menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan
dasar air. Selain itu juga bisa timbul diare dan sering berkemih.
Teleterapi dengan radioterapi whole pelvic diberikan dengan fraksi
180-200 cGy per hari selama 5 minggu (dosis total 4500-5000 cGy)
sebagai awal pengobatan. Tujuannya memberikan radiasi seluruh
rongga panggul, parametrium, kelenjar getah bening iliaka, dan para
aorta. Kemudian dilanjutkan dengan brakiterapi dengan menginsersi
tandem dan ovoid (dengan dosis total ke titik A 8500 cGy dan 6500
cGyke titik B) melalui 2 aplikasi. Tujuan brakiterapi adalah untuk
memberikan radiasi dosis tinggi ke uterus, serviks, vagina, dan
parametrium.

19
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian
obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler dengan tujuan untuk
membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya.
Kemoterapi terutama digunakan untuk terapi pada kasus stadium
sedang dan lanjut,pra-operasi, kasus rekuren, dan metastase. Pada
tumor dengan ukuran besar, massa tumor akan relatif sulit diangkat
secara operasi sehingga kemoterapi dapat mengecilkan tumor, dan
meningkatkan keberhasilan operasi. Selain itu, pada pasien yang
akan diradioterapi, adanya tambahan kemoterapi yang sesuai dapat
meningkatkan sensitivitas terhadap radiasi. Sedangkan bagi pasien
stadium lanjut yang tidak dapat dioperasi atau radioterapi, maka
kemoterapi dapat membawa efek paliatif yang baik. Kemoterapi
terutama diberikan sebagai gabungan radio-kemoterapi ajuvan atau
untuk terapi paliatif pada kasus residif. Kemoterapi yang paling aktif
adalah Cisplatin (CPT). Carboplatin juga mempunyai aktivitas yang
sama dengan Cisplatin. Jenis kemoterapi lainnya yang mempunyai
aktivitas yang dimanfaatkan dalam terapi adalah ifosfamid dan
paclitaxel.

L. Pencegahan
1. Pencegahan primer
a. Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas.
Misalnya tidak berhubungan seksual dengan lebih dari satu
pasangan, penggunaan kondom (untuk mencegah penularan infkesi
HPV), tidak merokok, selalu menjaga kebersihan, menjalani pola
hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan kimia (untuk
mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit
kanker ini).

20
b. Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling
aman bagi wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan
meningkatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali
dan menghancurkan virus ketika masuk ke dalam tubuh, sebelum
terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin
berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1
(viral capsid gene) yang mempunyai sifatimunogenik kuat. Dalam
hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:
- Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral
agar dapat terlindung dari infeksi HPV.
- Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler
agar sel yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.

Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut


diberikan sebelum individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai
dapat diberikan pada wanita usia 10 tahun. Berdasarkan pustaka
vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi
FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai
usia 55 tahun. Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga
kali, produk Cervarix diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan
Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan pemberian tidak melebihi
waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan), respon antibodi
pada pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas
vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi
rendah dan tidak mempunyai efek penangkalan maka diperlukan
pemberian Booster.Vaksin dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai
dan diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya
disuntikkan pada lengan (otot deltoid).

21
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini
dan skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-
kasus kanker serviks secara dini sehingga kemungkinan penyembuhan
dapat ditingkatkan.Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu
yang lama.Dari prainvasif ke invasif memerlukan waktu sekitar 10 tahun
atau lebih.Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan sensitif
untuk mendeteksi karsinoma prakanker.Bila diobati dengan baik,
karsinoma prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati
100%.Diagnosa kasus pada fase invasif hanya memiliki tingkat
ketahanan sekitar 35%.Program skrining dengan pemeriksaan sitologi
dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di negara-negara maju.
Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat
kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun.

a. Test Pap / Pap Smear


Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan
pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks
atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di
laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi,
radang, atau sel-sel abnormal.Menurut laporan sedunia, dengan
secara teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah
kematian akibat kanker serviks. Pap smear dapat digunakan sebagai
screening tools karena memiliki sensitivitas: sedang (51-88%) dan
spesifisitas: tinggi (95-98%)

22
b. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks
menggunakan asam asetat 3–5% dan kemudian diinspeksi secara
kasat mata oleh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas
dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang
dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau
abnormal.

Program Skrining Oleh WHO :


1) Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
2) Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55
tahun
3) Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55
tahun
4) Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita
usia 25-60 tahun.
5) Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur
hidup memiliki dampak yang cukup signifikan.
6) Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+)
adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun.

c. HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar
dari tes Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou
menunjukkan sel skuamosa atipikal signifikansi ditentukan dan tes
HPV positif, maka pemeriksaan tambahan dengan kolposkopi adalah
merupakan indikasi. Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji
tambahan paling efektif cara mendeteksi keberadaan HPV sedini
mungkin.

23
Prognosis
Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut
dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium
invasif, stadium lanjut, bahkan stadium terminal. Selama ini, beberapa cara
dipakai menentukan faktor prognosis adalah berdasarkan klinis dan
histopatologis seperti keadaan umum, stadium, besar tumor primer, jenis sel,
derajat diferensiasi. Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium
penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%,
untuk stadium II 60-80%, stadium III 50%, dan untuk stadium IV kurang dari
30%.

Stadium Angka harapan hidup 5 tahun


Menurut AJCC tahun 2010
0 93%
I 93%
IA 80%
II A 63%
II B 58%
III A 35%
III B 32%
IV A 16%
IV B 15%

24
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. T Nama Suami : Tn. A
Umur : 40 tahun Umur : 50 tahun
Alamat : Jl. Jati lrg. siranindi Alamat : Jl. Jati lrg. siranindi
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SLTP Pendidikan : SLTA

Tanggal pemeriksaan : 23 Februari 2018


Tempat : RSU. Anutapura

B. ANAMNESIS
 Keluhan utama :
Keluar darah dari jalan lahir

 Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke IGD kebidaan Rumah Sakit Umum Anutapura Palu
dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir warna merah segar dan sering
keputihan berbau, yang dialami sejak kurang lebih 2 hari sebelum masuk
rumah sakit.Keluhan disertai dengan nyeri perut bagian bawah.Keluhan
serupa sudah beberapa kali dialami oleh pasien.Pasien juga mengaku bahwa
sering merasakan nyeri dan adanya darah dari vagina setelah berhubungan
dengan suaminya.Mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri kepala (-), nyeri
uluhati (-), BAK (+) lancar.Merokok (-).

25
 Riwayat penyakit dahulu :
Hipertensi (-), diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), asma (-), alergi (-).

 Riwayat penyakit keluarga :


Hipertensi (-), diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), asma (-), alergi (-).

 Riwayat menstrusasi :
Menstruasi pertama saat usia 13 tahun, siklus teratur tiap bulan, lama 5-7
hari, banyaknya 2 pembalut/hari.

 Riwayat pernikahan :
Pasien menikah 1 kali, dengan suami sekarang sudah 29 tahun.

 Riwayat Obstetri
Gravid : - partus : 2 abortus : -
Anak pertama : laki-laki, lahir tahun 2002, lahir spontan ditolong bidan,
BBL 2300 gram, hidup.
Anak kedua : laki-laki, lahir tahun 2007, lahir spontan ditolong bidan,
BBL 2300 gram, hidup.

 Riwayat Kontraspesi :
Suntik 3 bulan, tahun (lupa), lama penggunaan (lupa).

26
C. PEMERIKSAAN FISIK
 Pemeriksaan tanda vital
 Kesadaran : kompos mentis, GCS = 15 (E4, M6, V5)
 Tekanan darah : 120/90 mmHg Pernapasan : 18 kali/menit
 Nadi : 80 kali/menit Suhu : 36,6 °C

 Pemeriksaan fisik umum


 Kepala dan leher
- Kepala : normochepal
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), pupil
bulat, isokor diameter 2 mm/2mm, refleks cahaya
(+/+).
- Mulut : mukosa bibir kering (-), tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-).
- Leher : pembesaran KGB (-).
 Thorax
- Inspeksi : bentuk dada normal,pergerakan simetris kanan kiri
- Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), vokal fremitus
kanan dan kiri sama
- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V midline clavicula
sinistra
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni reguler, bising (-/-)

27
 Abdomen
- Inspeksi : tampak cembung, jejas (-/-).
- Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : timpani
- Palpasi : distensi (-), nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
- Atas : akral hangat (+/+), edema (-/-).
- Bawah : akral hangat (+/+), edema (-/-).

 Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan luar
- Inspeksi : pengeluaran darah dari dalam vagina (-), bercak
darah pada pembalut (+).
- Palpasi : uterus tidak teraba.
- Inspekulo : tidak dilakukan
Pemeriksaan dalam vagina
- Vaginal toucher : teraba massa (+) konsistensi padat, berbenjol
benjol, handscoon tampak darah (+) sedikit.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Darah Rutin (22 Februari 2018)
- Leukosit : 6,5 x103/mm3
- Eritrosit : 4,32 x106/mm3
- Hemoglobin : 12,4 gr/dl
- Platelet : 330 x103/mm3

28
 Kimia Darah
- HbsAg : non reaktif
- Anti HIV : non reaktif

 USG Transvaginal
- Massa di dalam vagina, diameter 9 cm

29
E. RESUME
Pasien wanita usia 40 tahun, mengeluh keluar darah dari jalan lahir
warna merah segar dan sering keputihan yang berbau, sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah. Keluhan
serupa sudah beberapa kali dialami oleh pasien. Pasien juga mengaku bahwa
sering merasakan nyeri dan adanya darah dari vagina setelah berhubungan
dengan suaminya.
Tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan luar : inspeksi tampak
bercak darah pada pembalut (+), pemeriksaan dalam teraba massa (+) dengan
konsistensi padat, berbenjol benjol, handscoon tampak darah (+) sedikit.
Pemeriksaan laboratorium hematologi dalam batas normal, USG trasvaginal
tampak massa di dalam vagina, diameter 9 cm

F. DIAGNOSIS
P2A0Carcinoma Cervix Stadium IIIB

G. PENATALAKSANAAN
- Rencana rujuk ke RS Wahidin, Makassar
- IVFD RL 28 tpm
- Injeksi asam tranexamat 1 amp 500 mg/8 jam/iv

30
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien wanita usia 40 tahun, mengeluh keluar darah dari jalan lahir warna
merah segar dan berbau, sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit yang disertai dengan
nyeri perut bagian bawah. Keluhan serupa sudah beberapa kali dialami oleh
pasien. Pasien juga mengaku bahwa sering merasakan nyeri dan adanya darah dari
vagina setelah berhubungan dengan suaminya. Tanda vital dalam batas normal,
pemeriksaan luar : inspeksi tampak bercak darah pada pembalut (+), pemeriksaan
dalam teraba massa (+) dengan konsistensi padat, berbenjol benjol, handscoon
tampak darah (+) sedikit. Pemeriksaan laboratorium hematologi dalam batas
normal, USG trasvaginal tampak massa di dalam vagina, diameter 9 cm.
Diagnosis carsinoma serviks ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya
perdarahan pervaginam disertai nyeri perut bagian bawah dan adanya perdarahan
post koitus, pemeriksaan fisik dilakukan vaginal toucher dan teraba adanya massa
dengan konsistensi padat berbenjol-benjol disertai adanya darah pada handscoon.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan USG transvaginal tampak
massa di dalam vagina dengan diameter 9 cm.
Kanker serviks merupakan suatu keganasan yang terjadi pada sel-sel leher
rahim atau serviks uterus, yakni suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang
berada pada sepertiga bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan
menghubungkan antara rahim dan vagina. Kanker serviks disebabkan oleh infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dengan serotipe onkogenik 16, 18, 31, dan 45,
terutama serotipe 16 dan 18.
Pada dasarnya carsinoma cervix merupakan penyakit yang sering
menyerang wanita yang aktif secara seksual, dan lebih sering muncul pada wanita
dengan status sosioekonomi rendah. Selain itu, carsinoma serviks juga
berhubungan dengan usia dini saat pertama kali melakukan hubungan seksual dan
memiliki banyak pasangan seksual.

31
Secara umum, terapi karsinoma cervix dilakukan berdasarkan stadium saat
kanker ditemukan.Secara umum pengobatan kanker servix dapat dilakukan
dengan operasi, radioterapi dan kemoterapi.
Pasien didiagnosis dalam stadium IIIB sehingga terapi yang dianjurkan
adalah dengan kemoterapi.Pada pasien diberikan injeksi asam tranexamat untuk
menghentikan perdarahan pada jalan lahir.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Desen Wann. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Fitriana N.A., Ambarini T.K. 2012. Kualitas Hidup Pada Penderita Kanker
Serviks Yang Menjalani Pengobatan Radioterapi. Surabaya : Universitas
Airlangga.
3. Anwar, Bazian, dan Prabowo. 2011. Ilmu Kandungan, Edisi ketiga. PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
4. Kemenkes RI. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. Komite
Penanggulangan Kanker Serviks. Diakses dari
http://www.kanker.kemkes.go.id.
5. Budiana Gede. 2014. Peranan Brachytherapy Sebagai Terapi Pada Kanker
Serviks. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNUD. Diakses dari
https://www.fk.unud.ac.id.
6. Kumar Vinay, Cotran Ramzi S.,and Robbins Stanley L., 2007. Buku Ajar
Patologi Robbins Edisi ke-7 Vol.2. EGC. Jakarta

33

S-ar putea să vă placă și