Sunteți pe pagina 1din 10

Pendahuluan

Mebel atau furniture dapat didefinisikan yaitu perlengkapan rumah yang mencakup
semua barang seperti kursi, meja, dan lemari. Mebel berasal dari kata movable, yang artinya bias
bergerak. Pada zaman dahulu meja kursi dan lemari relatif mudah digerakkan dari batu besar,
tembok, dan atap. Sedangkan kata furniture berasal dari bahasa Prancis fourniture (1520-30
Masehi). Fourniture mempunyai asal kata fournir yang artinya furnish atau perabot rumah atau
ruangan. Walaupun mebel dan furniture punya arti yang beda, tetapi yang ditunjuk sama yaitu
meja, kursi, lemari, dan seterusnya. Dalam kata lain, mebel atau furniture adalah semua benda
yang ada di rumah dan digunakan oleh penghuninya untuk duduk, berbaring, ataupun
menyimpan benda kecil seperti pakaian atau cangkir. Mebel terbuat dari kayu, papan, kulit,
sekrup, dll.
Mebel bukan hanya bermanfaat untuk kenyamanan dan kerapian rumah saja tetapi juga
mengusung makna-makna sosial yang menegaskan status sosial. Memang ada kursi yang
berfungsi sebagai tempat duduk semata, tetapi ada kursi yang menegaskan kekuasaan. Karena itu
dikenal kursi raja, kursi direktur, tahta. Dalam Bahasa Indonesia juga dikenal istilah "berebut
kursi" yang artinya "berebut kekuasaan". Karena kursi juga mempunyai arti kekuasaan, maka
kursi kekuasaan berlainan dengan kursi yang hanya sebagai tempat duduk. Kursi Raja penuh
dengan ukir-ukiran yang rumit. Dan di istana, kursi raja paling bagus dan paling besar. Kursi
bawahan raja, harus lebih sederhana dan kecil, walaupun secara finansial mampu menyediakan
kursi yang lebih bagus.
Bagaimana makna mebel pada zaman sekarang, dimana sudah jarang ada status raja.
Kursi bisa dijadikan sarana menyampaikan status ekonomi seseorang. Seseorang tidak nampak
kaya sampai dia menampakkannya dalam bentuk mebel yang mewah. Biasanya mebel mewah itu
adalah mebel klasik. Mebel minimalis juga bisa mewah jika bahannya mahal, misalnya dari kayu
jati berdiameter besar dan berukuran besar. Tanpa berbicara secara verbal, kursi sudah berbicara
bahwa pemilik mebel ini adalah orang kaya. Furniture dari segi modenya telah menjadi bagian
daripada pengalaman hidup manusia sejak adanya perkembangan dari kebudayaan non-nomadis.
Bukti dari adanya furniture adalah ada sejak jaman Neolitik dan terakhir dari antiquity di bentuk-
bentuk dari lukisan-lukisan primitif di dinding gua. Bahkan ada di lukisan mural di dinding yang
diketemukan di Pompeii, seni bentuk atau skulptur dan pada contoh-contoh yang diangkat dari
Mesir dan diketemukan di kuburankuburan di Ghiordes di Turki sekarang.
Sejarah furniture sama tuanya dengan arsitektur karena keduanya memang saling
berhubungan. Dalam tiap jaman,kedua bidang ini bisa dikatakan tak bisa dilepaskan karena
sebuah karya arsitektur seringkali mempergunakan furniture yang sesuai dan biasanya harus
sesuai, dengan kata lain yang memiliki gaya yang sama.Pada jaman dulu seorang arsitek tak
jarang juga mendesain furniture untuk bangunan karyanya.
Perkembangan gaya dan periodisasi arsitektur memang berjalan beriringan dengan
furniture. Misalnya ketika di arsitektur sedang marak gaya art deco maka furniture-furniture
yang muncul pun yang bergaya sama agar bisa sesuai.Namun ini tidak berarti bahwa furniture
selalu berpedoman pada arsitektur karena yang sering terjadi adalah karena keduanya harus
mengikuti jaman. Desain Furniture pada abad 20 banyak mengaplikasikan metode inovasi
teknologi dan proses manufaktur baru yang sejalan dengan makin berkembangnya penciptaan
dan pengenalan terhadap bahan2x material dan konstruksi baru dengan pilihan gaya/style,
material & bahan serta inovasi desain yang sangat luas, beragam dan global.
Hal ini telah menjadikan Desain Furniture Abad 20 menjadi sebuah desain yang memiliki
perkembangan dan perubahan yang sangat cepat dengan memunculkan Desainer dan Arsitek
Terkenal dengan berbagai karyanya yang dikagumi oleh dunia. Adapun periode Desain Furniture
abad 20 ini juga dikenal sebagai periode furniture klasik, furniture modern dan furniture
kontemporer. Awal mula adanya Mebel di Asia agak berbeda dengan mebel Barat. Mebel Asia
mengembangkan gayanya tersendiri, walaupun kadang dipengaruhi oleh Barat karena interaksi
warga Asia dengan warga Barat melalui kolonialisme, pendidikan dan informasi. Mebel Asia
dengan gayanya sendiri, lahir dari Indonesia (terutama Jepara, Bali), China, Jepang, Pakistan,
India, Burma, Korea, Monggolia.

Perkembangan Industri Furniture Di Indonesia


Indonesia mempunyai gaya mebel yang unik dengan aneka ragam hias ukir yang
beragam. Ornamen yang beraneka. Pusat mebel ukir di Indonesia adalah Jepara. Pada tahun
2004, Kabupaten Jepara memiliki 3.539 unit produksi usaha mebel yang terdaftar di Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Penanaman Modal. Usaha skala kecil yang belum
terdaftar diperkirakan 15.000 unit usaha. Keseluruhannya menyerap kira-kira 85.000 tenaga
kerja.
Dalam pengembangan industri di Indonesia, industri furniture dan kerajinan merupakan
salah satu industri prioritas yang didukung oleh sumber bahan baku berupa kayu, rotan maupun
bambu dan melimpahnya ketersediaan tenaga kerja. Apalagi dengan didukungnya industri
furniture Indonesia dalam hal ekspor ke negara lain, membuat industri furniture merupakan salah
satu industri yang berpotensial dan diutamakan dalam eskpor yang dilakukan Indonesia.
Produk mebel Indonesia semakin diakui pasar dunia. Pertumbuhan industri mebel dan
kayu mencapai angka tujuh persen. Khusus di Asia, permintaan terhadap produk kerajinan dan
mebel buatan pengrajin asal Indonesia meningkat pesat. Kondisi ini didorong peningkatan
kualitas dan sosialisasi para pengrajin di pameran regional dan internasional.

Sumber: Kemenperin.go.id

Pasar Asia dikenal selektif dalam memilih produk. Ciri khas produk mebel asal Indonesia
dinilai memiliki daya saing di antara produk sejenis di negara lain se-Asia. Sentuhan seni dan
budaya berpadu dengan kualitas internasional. "Kita tetap harus waspada dengan manuver yang
dilakukan negara tetangga," ujar Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan
Indonesia (Asimindo) Ambar Tjahyono di sela pameran International Furniture and Craft Fair
Indonesia (IFFINA). Tahun 2017 Indonesia kembali menggelar IFFINA untuk kali keempat.
Tercatat, sebanyak 4.000 pembeli dari 150 negara hadir dalam pameran f urnitur dan kerajinan
terbesar di Indonesia itu.
Jumlah tersebut meningkat sebesar 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Asimindo
menargetkan total transaksi sebesar 400 juta dolar AS dalam IFFINA ini. Tahun lalu total
transaksi mencapai 300 juta dolar AS. Setengah dari total pembeli menjadi target kelanjutan
perdagangan furnitur dan kerajinan dalam negeri. Usai pameran, biasanya para pembeli akan
langsung datang ke sentra-sentra industri, termasuk di daerah. Mereka akan meninjau kondisi
perusahaan atau bengkel pengrajin. Proses ini pun diakhiri dengan order pembelian.
Industri furnitur kini menjadi salah satu andalan pemerintah. Kementerian Perindustrian
(Kemenperin) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tengah menyiapkan.program hilirisasi
untuk pengembangan kayu olahan. "Kayu dan rotan memberikan nilai tambah setelah diolah,"
ujar Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat pada pembukan IFFINA. Selain itu, nilai
ekspor furnitur menunjukkan neraca positif. Produk kayu olahan cukup laris diekspor ke AS,
Francis, Jepang, Inggris, dan Belanda.
Pada Tahun 2012 nilai ekspor produk kayu olahan sebesar 1,41 miliar dolar AS. Angka
ini tumbuh dari tahun 2011, yakni 1,34 miliar dolar AS, ditopang turunnya daya beli di negara
tujuan ekspor. Pemerintah berkomitmen mengembangkan industri olahan agar dikenal pasar
dunia. Daya saing industri furniture dan kerajinan Indonesia di pasar global terletak pada sumber
bahan baku alami yang melimpah dan berkelanjutan serta didukung oleh keragaman corak dan
desain yang berciri khas lokal serta ditunjang oleh SDM yang cukup kompeten. Menperin
(Airlangga Hartarto) menuturkan, perkembangan industri furnituree di Indonesia mengalami
kemajuan yang signifikan beberapa tahun terakhir ini. Nilai ekspor furniture kayu dan rotan
Indonesia pada tahun 2013 mencapai USD 1,8 miliar, pada tahun 2014 meningkat menjadi USD
1,9 miliar dan pada tahun 2015 meningkat lagi menjadi USD 2 miliar.
Diharapkan nilai ekspor furniture kayu dan rotan olahan dalam lima tahun ke depan akan
mencapai USD 5 miliar. Komposisi ekspor furniture Indonesia dilihat dari segi bahan baku masih
didominasi oleh bahan baku kayu (59,5%), metal (8,1%), rotan (7,8%), plastik (2,3%), bambu
(0,5%), dan lain-lain (21,3%). Guna meningkatkan SDM di bidang furnitur, Kementerian
Perindustrian telah menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Bidang Ukiran Kayu (12 unit
kompetensi) dan akan terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan. Merujuk
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, arah kebijakan sektor
industri turut menyasar penumbuhan populasi industri dengan menambah paling tidak sekitar 9
ribu usaha industri berskala besar dan sedang dimana 50 persen tumbuh di luar Jawa, serta
tumbuhnya Industri Kecil sekitar 20 ribu unit usaha.
Begitu pula pengembangan perwilayahan industri di luar Pulau Jawa didorong yaitu pada
wilayah pusat pertumbuhan industri terutama yang berada dalam koridor ekonomi; kawasan
peruntukan industri; kawasan industri; dan sentra industri kecil dan menengah (IKM).
Kemenperin juga membangun 22 sentra industri kecil dan menengah (SIKIM) yang terdiri dari
11 di kawasan timur Indonesia (khususnya Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Barat,
dan Nusa Tenggara Timur), dan 11 di kawasan barat Indonesia.

Peran Serta Pengusaha


Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meminta pengusaha furnitur dan mebel luar
negeri untuk membangun industrinya di dalam negeri. Pasalnya, selama ini Indonesia yang
dikenal memiliki stok bahan baku yang melimpah selalu mengekspor bahan baku mentah serta
bahan baku illegal, sehingga hanya menguntungkan negara tujuan ekspor tetapi tidak membawa
keuntungan apapun terhadap devisa negara. Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto
menyampaikan, bila itu terus terjadi maka dampaknya akan semakin buruk. Oleh karena itu perlu
ada upaya khusus untuk menekan praktik bisnis semacam itu. “Pelaku usaha dari luar harus
membawa industrinya ke Indonesia agar ada efek domino terhadap pertumbuhan
ekonomi,”ungkapnya.
Airlangga Hartanto menyampaikan, kedatangan sejumlah investor asal Tiongkok tersebut
bertujuan untuk menjajaki kerjasama dengan Indonesia dalam bisnis furnitur dan mebel. Hal itu
mengingat Indonesia kaya akan pasokan bahan baku seperti rotan. Pemerintah Indonesia
tentunya membuka diri untuk bekerjasama yang dikonkretkan dengan kesiapannya untuk
menyediakan fasilitas insentif baik berupa fiskal maupun non fiskal.
Di samping untuk menekan ekspor mentah dan illegal, permintaan agar investor asing
membawa industrinya ke Indonesia juga bertujuan untuk menggenjot pertumbuhan nilai ekspor
Indonesia. Selama ini nilai ekspor dari industri furnitur dan mebel Indonesia sekitar 1,9 miliar
dolar AS, diharapkan dengan pembangunan industri itu maka target peningkatan nilai ekspor
mencapai 5 miliar dolar AS pada 2019 bisa terealisasi.
Sebagaimana diketahui, pertemuan antara Menperin dengan investor asal Tiongkok
tersebut difasilitasi oleh pelaku usaha furnitur dan mebel di dalam negeri. Ketua Umum Asosiasi
Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Rudi Halim menjelaskan, investor asal Tiongkok
akhir-akhir ini gencar melakukan realokasi pabriknya ke negara-negara lain, seperti halnya
Taiwan.
Hal itu terjadi lantaran upah pekerja di Tiongkok sangat tinggi dan terus meningkat setiap
tahunnya. Kondisi itulah yang membuat pelaku usaha tersebut terpaksa mencari negara lain yang
dianggap cocok untuk relokasi industri. “Indonesia merupakan negara yang dianggap sesuai
karena pasokan bahan baku yang melimpah serta upah tenaga kerja yang tidak setinggi
Tiongkok,”paparnya. Dia menjelaskan, bisnis furnitur dan mebel ke depannya akan terus
berkembang. Bila itu tidak diimbangi dengan menarik investor dari luar maka buyer tidak akan
banyak yang datang ke Indonesia. Kesuksesan Vietnam sehingga nilai ekspornya bisa mencapai
6,9 miliar dolar AS atau sekitar tiga kali nilai ekspor Indonesia karena sukses mendatangkan
investor dari Taiwan.

Resource Based View (RBV)


Wernerfelt (1984), resource based view adalah sumber daya perusahaan merupakan
pemicu di balik keunggulan bersaing dan kinerja. Menurut Pearce dan Robison (2007), juga
menyebutkan menjelaskan bahwa RBV adalah Metode untuk menganalisis dan
mengidentifikasikan keunggulan strategi suatu perusahaan yang didasarkan pada tinjauan
terhadap kombinasi dari aset, keahlian, kapabilitas dan aset tak berwujud yang spesial sebagai
suatu organisasi.
Dari penjelasan diatas maka RBV yaitu bagaimana perusahaan dapat bersaing dengan
perusahaan lain untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dengan mengelola sumber daya yang
dimilikinya sesuai dengan kemampuan perusahaan. Sumber daya harus memenuhi kriteria
“VRIN” agardapat memberikan keunggulan kompetitif dan kinerja yang berkelanjutan(Madhani,
2009)
1. Valuable (V) : Sumber daya akan menjadi berharga jika dapat memberikannilai strategis
pada perusahaan. Sumber daya memberikan nilai jika sumberdaya tersebut membantu
perusahaan dalam mengeksploitasi peluang pasaratau membantu mengurangi
ancamanpasar. Tidak ada keuntunganmemiliki sumber daya jika sumber daya tersebut
tidak menambah ataumenaikkan nilai perusahaan.
2. Rare (R): Sumber daya harus sulit ditemukan diantara para pesaing yang adamaupun
pesaing potensial. Oleh karena itu sumber daya harus langka atauunik agar memberikan
keunggulan kompetitif. Sumber daya yang dimilikioleh beberapa perusahaan di pasar
tidak dapat memberikan keunggulankompetitif, karena mereka tidak dapat mendesain dan
melaksanakan strategibisnis yang unik dibandingkan dengan kompetitor yang lain.
3. Imperfect Imitability (I): berarti tidakdimungkinkannya untuk memperbanyak atau
membuat imitasi sumber dayatersebut. Hambatan-hambatannya dapat bermacam-macam,
seperti: kesulitanmengakuisisi sumber daya tersebut, hubungan yang tidak jelas
antarakemampuan dengan keunggulan kompetitif, dan kompleksitas sumberdayanya.
4. Non-Substitution (N): berarti bahwa sumber daya tidakdapat disubstitusikan oleh sumber
daya alternatif lainnya. Disini, para pesaingtidak dapat mencapai kinerja yang sama
dengan menggantikan sumber dayadengan sumber daya alternatif lainnya.
Intinya adalah bahwa dalam menerapkan analisis RBV, sseorang harus memusatkan
perhatian pada identifikasi sumber – sumber daya yang mengandung seluruh nilai yang
diidentifikasikan dalam empat kriteria tersebut. Semakin banyak sumber daya memenuhi kriteria
tersebut, maka semakin kuat keunggulan kompetitif perusahaan dan semakin lama bertahannya.

Five Forces Model

Dominasi analisis SWOT ditandai dengan penggunaan model five forces milik Porter.
Model yang dikembangkan Porter (1980) lebih terfokus pada kemampuan perusahaan
menganalisis kekuatan lingkungan eksternal perusahaan yang dapat memunculkan kesempatan
dan ancaman. Kelima kekuatan bersaing menurut Porter diatas dapat dikategorikan sebagai
faktor eksternal. Definisi dari faktor eksternal perusahaan itu sendiri adalah lingkungan bisnis
yang melengkapi operasi perusahaan yang memunculkan peluang dan ancaman. Ancaman adalah
suatu kondisi dalam lingkungan umum yang dapat menghambat usaha-usaha perusahaan untuk
mencapai daya saing strategis. Sedangkan peluang adalah kondisi dalam lingkungan umum yang
dapat membantu perusahaan mencapai daya saing strategis.
1. Persaingan antar Pesaing dalam Industri yang sama
Persaingan industri berarti intensitas kompetisi di antara para pesaing yang sudah
ada di pasar. Intensitas persaingan ini tergantung pada jumlah pesaing dan kapabilitas
atau kemampuan mereka. Persaingan industri itu tinggi, ketika:
 Ada banyak pesaing yang kecil dan kekuatannya merata. Persaingan akan rendah
ketika terdapat pemimpin pasar yang jelas.
 Konsumen menikmati biaya berpindah produk yang rendah (low switching costs).
 Industri itu sedang tumbuh.
 Hambatan keluar (exit barriers) itu tinggi dan para pesaing itu tetap bertahan di dalam
industri bersangkutan dan bersaing.
 Biaya tetap (fixed cost) itu tinggi, yang menyebabkan produksi yang sangat besar dan
pengurangan harga.
2. Ancaman Masuknya Pendatang Baru
Pendatang baru yang dimaksud di sini adalah perusahaan yang memasuki industri,
dengan membawa kapasitas baru dan ingin memperoleh pangsa pasar yang baik dan
keuntungan. Masuknya pesaing baru ke pasar juga akan melemahkan kekuatan kita.
Namun ancaman dari pendatang baru ini tergantung pada hambatan untuk masuk (entry
barriers) atau keluar (exit barriers) dari industri bersangkutan. Hambatan masuk itu,
misalnya, perizinan, hak paten, investasi yang mahal, teknologi yang canggih, sulitnya
memperoleh sumberdaya manusia yang andal, dan sebagainya. Ancaman dari pendatang
baru ini tinggi, ketika:
 Persyaratan modal untuk memulai bisnis itu rendah.
 Ekonomi skalanya (economies of scale) di industri tersebut sedikit. Economies of
scale adalah prinsip pengurangan biaya, di mana jika produk dihasilkan dengan
jumlah yang semakin besar, maka biaya per unit produknya semakin rendah.
 Konsumen dengan mudah bisa berpindah ke produk dari pendatang baru, tanpa perlu
mengeluarkan biaya yang besar (low switching cost).
 Teknologi kunci kita tidak sulit diperoleh atau tidak diproteksi dengan baik.
 Produk kita tidak terdiferensiasi (differentiated).
3. Ancaman Barang Substitusi
Produk pengganti secara fungsional mempunyai manfaat yang serupa dengan
produk utama (asli), namun memiliki kualitas produk dan harga yang lebih rendah.
Umumnya, produk pengganti disenangi oleh orang yang berpenghasilan rendah, tetapi
ingin tampil dengan status lebih tinggi dari keadaan sebenarnya. Ancaman dari produk-
produk pengganti yang dimaksud di sini adalah seberapa mudah pelanggan/konsumen
produk kita dapat berpindah ke produk pengganti. Ancaman produk pengganti itu tinggi,
ketika:
 Ada banyak tersedia produk pengganti.
 Konsumen dengan mudah dapat menemukan produk atau jasa seperti yang kita
tawarkan, dengan harga yang sama atau bahkan lebih murah.
 Kualitas dari produk pesaing kita lebih baik.
 Produk pengganti itu dikeluarkan oleh perusahaan yang meraih laba (profit) tinggi,
sehingga bisa menurunkan harga sampai ke tingkat terendah.
4. Daya Tawar Menawar Pembeli
Kekuatan tawar pihak pembeli berarti seberapa besar kekuatan kontrol yang
dimiliki pihak pembeli, untuk menekan harga produk kita sehingga jadi lebih murah.
Apakah mereka bisa bekerja bersama untuk memesan produk dalam jumlah besar. Pihak
pembeli memiliki kekuatan tawar yang besar, ketika:
 Jumlah pembeli sedikit, tetapi barang yang tersedia banyak.
 Pembeli membeli dalam kuantitas yang besar.
 Produk-produk tidak terdiferensiasi.
 Biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak pembeli untuk beralih ke produk kompetitor
adalah rendah.
 Biaya pembelanjaan (shopping cost) rendah.
 Pihak pembeli sensitif terhadap harga.
 Ada ancaman kredibel terjadinya integrasi.

5. Kekuatan Tawar Penyediaan Input (Pemasok)


Kekuatan tawar pihak pemasok berarti seberapa kuat posisi seorang penjual.
Seberapa besar pemasok Anda memiliki kontrol terhadap peningkatan harga pasokan.
Para pemasok akan lebih kuat, ketika:
 Para pemasok terkonsentrasi dan terorganisasi dengan baik
 Hanya sedikit pengganti yang tersedia terhadap pasokan
 Produk mereka adalah yang paling efektif atau unik
 Biaya untuk berpindah produk (switching cost), dari satu pemasok ke pemasok yang
lain adalah tinggi
 Anda bukanlah pelanggan penting bagi pemasok tersebut
Pembahasan Analisis Bisnis Industri Furniture
Tolong dilanjutkan RBV dan 5 Force Porter
Analisis Resource Based View (RBV)
1. Valuable (V) : Sumber daya akan menjadi berharga jika dapat memberikannilai strategis
pada perusahaan. Sumber daya memberikan nilai jika sumberdaya tersebut membantu
perusahaan dalam mengeksploitasi peluang pasaratau membantu mengurangi
ancamanpasar. Tidak ada keuntungan memiliki sumber daya jika sumber daya tersebut
tidak menambah ataumenaikkan nilai perusahaan.
2. Rare (R): Sumber daya harus sulit ditemukan diantara para pesaing yang adamaupun
pesaing potensial. Oleh karena itu sumber daya harus langka atauunik agar memberikan
keunggulan kompetitif. Sumber daya yang dimilikioleh beberapa perusahaan di pasar
tidak dapat memberikan keunggulankompetitif, karena mereka tidak dapat mendesain dan
melaksanakan strategibisnis yang unik dibandingkan dengan kompetitor yang lain.
3. Imperfect Imitability (I): berarti tidakdimungkinkannya untuk memperbanyak atau
membuat imitasi sumber dayatersebut. Hambatan-hambatannya dapat bermacam-macam,
seperti: kesulitanmengakuisisi sumber daya tersebut, hubungan yang tidak jelas
antarakemampuan dengan keunggulan kompetitif, dan kompleksitas sumberdayanya.
4. Non-Substitution (N): berarti bahwa sumber daya tidakdapat disubstitusikan oleh sumber
daya alternatif lainnya. Disini, para pesaingtidak dapat mencapai kinerja yang sama
dengan menggantikan sumber dayadengan sumber daya alternatif lainnya.

S-ar putea să vă placă și