Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
a. Pengertian Berbicara
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan gagasan, pikiran dan perasaan. Secara lebih luas,
berbicara dapat dikatakan sebagai suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan dapat
dilihat (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan
tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu
bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik dan
linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling
penting bagi kontrol sosial.
Dengan demikian, berbicara itu lebih dari sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara
adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara
efektif, seyogianyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Dia
harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengarnya dan harus mengetahui prinsi-
prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.
Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu :
1. memberitahukan dan melaporkan ( to inform )
2. menjamu dan menghibur ( to entertain )
3. membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan ( to persuade )
Gabungan atau campuran dari maksud-maksud itupun mungkin saja terjadi. Suatu pembicaraan
misalnya mungkin saja merupakan gabungan dari melaporkan dan menjamu begitu pula mungkin
sekaligus menghibur dan meyakinkan ( Ochs and Winker, 1979:9 )
Beberapa prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara antara lain:
1. Membutuhkan paling sedikit dua orang.
2. Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama.
3. Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum.
4. Merupakan suatu pertukaran antara partisipan.
5. Menghubungkan setiap pembicaraan dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera.
6. Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini.
7. Hanya melibatkan aparant atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara/bunyi bahasa dan
pendengaran.
8. Secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima
sebagai dalil.
Seorang pembicara yang baik membuat ia menjadi penyimak yang baik pula.
Keberhasilan seseorang berkomunikasi dalam masyarakat menunjukkan kematangan atau
kedewasaaan pribadinya. Ada empat ketrampilan utama yang merupakan ciri pribadi dewasa yaitu:
1. Keterampilan sosial, kemampuan berpartisipasi secara efektif dalam hubungan-hubungan masyarakat.
ketrampilan ini menuntut agar kita mengetahui apa yang harus dibicarakan, bagaimana cara
mengatakannya, apabila mengatakannya, kapan tidak mengatakannya.
2. Keterampilan semantik, kemampuan mempergunakan kata-kata dengan tepat arti.
3. keterampilan fonetik, kemampuan membentuk unsur-unsur fonemik bahasa kita secara tepat.
4. Keterampilan vokal, kemampuan menciptakan efek emosional yang diinginkan dengan suara.
b. Ragam Berbicara
Secara garis besar, berbicara dapat dibagi atas :
1. Berbicara di muka umum ( public speaking ) mencakup 4 jenis, yaitu :
a. berbicara untuk melaporkan ;
b. berbicara secara kekeluargaan ;
c. berbicara untuk meyakinkan ;
d. berbicara untuk merundingkan.
2. Berbicara pada konferensi, yang meliputi :
a. Diskusi kelompok, yang dapat dibedakan atas :
1) Tidak resmi, dan masih dapat diperinci lagi atas :
- kelompok studi.
- kelompok pembuat kebijaksanaan.
- Komite.
2) Resmi, yang mencakup pula :
- Konferensi.
- Diskusi panel.
- Simposium
b. Prosedur parlementer
c. Debat
d. Aspek Berbicara
Dalam berbicara ada faktor yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) pembicara, dan (2) pendengar. Kedua faktor
tersebut akan menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan berbicara. Di bawah ini kedua faktor tersebut
akan dibahas satu-persatu.
a. Pembicara
Pembicara adalah salah satu faktor yang menimbulkan terjadinya kegiatan berbicara. Dan, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk melakukan kegiatannya, yaitu:
1) Pokok Pembicaraan
Isi atau pesan yang menjadi pokok pembicaraan hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini.
(a) Pokok pembicaraan bermanfaat bagi pendengar baik berupa informasi maupun pengetahuan.
(b) Pokok pembicaraan hendaknya serba sedikit sudah diketahui dan bahan untuk memperluas pembicaraan
yang sudah diketahui itu lebih mudah diperoleh.
(c) Pokok pembicaraan menarik untuk dibahas baik oleh pembicara maupun bagi pendengar. Pokok
pembicaraan yang menarik biasanya pokok pembicaraan seperti berikut:
merupakan masalah yang menyangkut kepentingan bersama;
merupakan jalan keluar dari suatu persoalan yang tengah dihadapi;
merupakan persoalan yang ramai dibicarakan dalam masyarakat atau persoalan yang jarang terjadi;
mengandung konflik atau pertentangan pendapat.
(d) Pokok pembicaraan hendaknya sesuai dengan daya tangkap pendengar; tidak melebihi daya intelektual
pendengar atau sebaliknya, lebih mudah.
2) Bahasa
Bagi pembicara, bahasa merupakan suatu alat untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Oleh
karena itu, pembicara mutlak harus menguasai faktor kebahasaan. Di samping itu, pembicara juga harus
menguasai faktor nonkebahasaan. Faktor-faktor tersebut akan dibahas berikut ini.
a. Faktor Kebahasaan
Faktor kebahasaan yang terkait dengan keterampilan berbicara antara lain sebagai berikut.
(1) Ketepatan pengucapan atau pelafalan bunyi
Pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Hal ini dapat
dilakukan dengan berlatih mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang
tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Memang pola ucapan dan artikulasi yang kita gunakan
tidak selalu sama, masing-masing kita mempunyai ciri tersendiri. Selain itu ucapan kita juga sering
dipengaruhi oleh bahasa ibu. Akan tetapi, jika perbedaan itu terlalu mencolok sehingga menjadi suatu
penyimpangan, maka keefekvifan komunikasi akan terganggu.
Sampai saat ini lafal bahasa Indonesia belum dibakukan, namun usaha kearah itu sudah lama
dikemukakan adalah bahwa ucapan atau lafal yang baku dalam bahasa Indonesia adalah ucapan yang
bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau ciri-ciri lafal daerah.
Di bawah ini disajikan pelafalan huruf, suku kata dan kata yang belum sesuai dengan pelafalan bunyi
bahasa Indonesia.
(a) Pelafalan /c/ dengan /se/
WC dilafalkan /we –se/ seharusnya we-ce
AC dilafalkan /a-se/ seharusnya /a-ce/
TC dilafalkan /te-se/ seharusnya /te-ce/
(b) Pelafalan /q/ dengan /kiu/
MTQ dilafalkan / em-te-kiu/ seharusnya /em-te-ki
PQR dilafalkan /pe-kiu-er/ seharusnya /pe-ki-er/
(c) Pelafalan /e/ sebagai /e’/ taling
E dengan dilafalkan dengan / dengan /seharusnya / dengan
ke mana dilafalkan ke mana/ kE mana /seharusnya /kemana/
berapa dilafalkan berapa /bErapa / seharusnya / b rapa /
esa dilafalkan esa / Esa / seharusnya / sa /
ruwet dilafalkan /ruwEt / seharusnya / ruw t /
peka dilafalkan / pe – ka / seharusnya peka
lengah dilafalkan / l nah / seharusnya lengah /lEngah/
(d) Pelafalan diftong /au/ dengan /o/
kalau dilafalkan / kalo / seharusnya / kalaw/
saudara dilafalkan / sodara / seharusnya / sawdara /
(e) Pelafalan diftong /ai / sebagai /e /
Pakai dilafalkan / pake/ seharusnya / pakay /
balai dilafalkan / bale / seharusnya / balay /
(f) Pelafalan / k / dengan bunyi tahan glotal (hamzah)
pendidikan dialafalkan / pendidi an / seharusnya /pendidikan/
kemasukan dilafalkan / kemasu an / seharusnya / kemasukan /
Tahun dilafalkan / taun / seharusnya / tahun /
Lihat dilafalkan / liat / seharusnya / lihat /
Pahit dilafalkan / pait / seharusnya / pahit /
b. Faktor Nonkebahasaan
Faktor-faktor nonkebahasaan mencakup
a) Sikap yang Wajar, Tenang, dan Tidak Kaku
Dalam berbicara, kita harus bersikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Bersikap wajar, berarti berbuat biasa
sebagaimana adanya tidak mengada-ada. Sikap yang yang tenang adalah sikap dengan perasaan hati
yang tidak gelisah, tidak gugup, dan tidak tergesa-gesa. Sikap tenang dapat menjadikan jalan pikiran dan
pembicaraan menjadi lebih lancar. Dalam berbicara tidak boleh bersikap kaku, tetapi harus bersikap luwes
dan fleksibel.
b) Pandangan Diarahkan kepada Lawan Bicara
Pada waktu berbicara pandangan kita harus diarahkan lawan bicara, baik dalam pembicaraan
perseorangan maupun kelompok. Pandangan pembicara yang tidak diarahkan kepada lawan bicara akan
mengurangi keefektivan berbicara, di samping itu, juga kurang etis. Banyak pembicara yang tidak
mengarahkan pandangannya kepada lawan bicaranya, tetapi melihat ke bawah dan ke atas. Hal ini
mengakibatkan perhatian pendengar menjadi berkurang.
c) Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain
Menghargai pendapat orang lain berarti menghormati atau mengindahkan pikiran orang lain, baik pendapat
itu benar maupun salah. Jika pendapat itu benar maka pendapat itulah yang harus kita perhatikan dan jka
pendapat itu salah pendapat itu pun harus kita hargai karena memang itulah pengetahuan dan
pemahamannya.
d) Kesediaan Mengoreksi Diri Sendiri
Mengoreksi diri sendiri berarti memperbaiki kesalahan diri sendiri. Kesediaan memperbaiki diri sendiri
adalah sikap terpuji. Sikap seperti ini sangat diperlukan dalam kegiatan berbicara agar diperoleh
kebenaran atau kesepakatan. Sikap ini merupakan dasar bagi pembinaan jiwa yang demokratis.
e) Keberanian Mengemukakan dan Mempertahankan Pendapat
Dalam kegiatan berbicara terjadi proses lahirnya buah pikiran atau pendapat secara lisan. Untuk dapat
mengungkapkan pendapat tentang sesuatu diperlukan keberanian. Seseorang mengemukakan pendapat
di samping memiliki ide atau gagasan, juga harus memiliki keberanian untuk mengemukakannya. Ada
orang yang mempunyai banyak ide namun ia tidak dapat mengungkapkannya karena ia tidak memiliki
keberanian. Atau, sebaliknya ada orang yang berani mengungkapkan pendapat namun ia tidak atau
kurang idenya sehingga apa yang ia ungkapkan terkesan asal bunyi.
f) Gerak – gerik dan Mimik yang Tepat
Salah satu kelebihan dalam kegiatan bericara dibandingkan dengan kegiatan berbahasa yang lainnya
adalah adanya gerak-gerik dan mimik yang dapat memperjelas atau menghidupkan pembicaraan.
Gerakgerik dan mimik yang tepat akan menunjang keefektivan berbicara. Akan tetapi gerak-gerik yang
berlebihan akan mengganggu keefektivan berbicara.
g) Kenyaringan Suara
Kenyaringan suara perlu diperhatikan oleh pembicara untuk menunjang keefktivan berbicara. Tingkat
kenyaringan suara hendaknya disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik yang
ada. Jangan sampai suara terlalu nyaring atau berteriak-teriak di tempat atau akustik yang terlalu sempit;
atau sebaliknya, suara terlalu lemah pada ruangan yang luas, sehingga tidak dapat ditangkap oleh semua
pendengar.
h) Kelancaran
Kelancaran seseorang dalam berbicara akan memudahkan pendengar menagkap isi pembicaraannya.
Pembicaraan yang terputus-putus atau bahkan diselingi dengan bunyi-bunyi tertentu, misalnya, e…, em…,
apa itu.., dapat mengganggu penangkapan isi pembicaraan bagi pendengar. Di samping itu, juga jangan
berbicara terlalu cepat sehingga menyulitkan pendengar sukar menangkap isi atau pokok pembicaraan.
i) Penalaran dan Relevansi
Dalam berbicara, seorang pembicara hendaknya memperhatikan unsur penalaran yaitu cara berpikir yang
logis untuk sampai kepada kesimpulan. Hal itu menunjukkan bahwa dalam pembicaraan seorang
pembicara terdapat urutan pokok-pokok pikiran logis sehingga jelas arti atau makna pembicaraannya.
Relevansi berarti adanya hubungan atau kaitan antara pokok pembicaraan dengan urainnya.
j) Penguasaan Topik
Pengauasaan topik pembicaraan berarti pemahaman suatu pokok pembicaraan. Dengan pemahaman
tersebut seorang pembicara memiliki kesanggupan untuk mengemukakan topik itu kepada para
pendengar. Oleh karena itu, sebelum melakukan kegiatan berbicara di depan umum seharusnya seorang
pembicara harus menguasai topik terlebih dahulu. Sebab, dengan penguasaan topik akan membangkitkan
keberanian dan menunjang kelancaran
Pada aspek kognitif, pada dasarnya terdiri dari empat hal yang diperlukan dalam berbicara.
1) Pembicara merupakan suatu makud, suatu makna yang diinginkannya dimiliki oleh orang lain, yaitu :suatu
pikiran.
2) Sang pembicara adalah pemakai bahasa membentuk pikiran dan perasaan menjadi kata-kata.
3) Sang pembicara adalah suatu yang ingin disimak, ingin didengarkan, menyampaikan maksud dan kata-
katanya kepada orang lain melalui suara.
4) Sang pembicara adalah suatu yang harus dilihat, memperlihatkan suatu tindakan yang harus diperhatikan
dan dibaca melalui mata.
Menurut Mulgrave (1954:ix) berbicara dalam aspek kognitif dapat ditelaah menjadi:
1) mekanisme bicara dan mendengar
2) latihan dasar bagi ajaran dan suara
3) bunyi-bunyi bahasa
4) diftong
5) konsonan.
Pada aspek ketrampilan mengelola pembelajaran menurut Florez dalam Santrock (2008)
mengemukakan berapa strategi yang dapat digunakan oleh guru agar dapat berbicara secara jelas pada
saat proses pembelajaran berlangsung. Strategi yang dimaksud oleh Florez adalah harus dilakukan
dengan menggunakan tata bahasa yang benar, kosa kata yang dapat dipahami dan tepat pada
perkembangan anak, melakukan penekanan pada kata-kata kunci atau dengan mengulang penjelasan,
berbicara dengan tempo yang tepat, tidak menyampaikan hal-hal yang kabur, dan menggunakan
perencanaan dan pemikiran logis sebagai dasar berbicara secara jelas di kelas.
Salah satu faktor penting yang dapat memaksimalkan kesempatan pembelajaran bagi anak adalah
penciptaan lingkungan pembelajaran yang kondusif. Lingkungan pembelajaran dalam hal ini, adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Sedangkan kondusif berarti
kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung keberlangsungan proses pembelajaran. Proses
pembelajaran merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, sehingga pada diri anak terjadi
proses pengolahan informasi menjadi pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil dari proses
belajar.
Prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara, antara lain:
1) Membutuhkan paling sedikit dua orang
2) Mempergunakan suatu linguitik yang dipakai bersama
3) Mengakui atau menerima suatu daerah referensi umum
4) Merupakan suatu pertukaran antara partisipan.
TAHAP BERBICARA
1) Kurang dari 1 tahun
a) Belum dapat mengucapkan kata-kata.
b) Belum menggunakan bahasa dalam arti yang sebenarnya.
c) Dapat membedakan beberapa ucapan orang dewasa. (Eimas, lewat Gleason, 1985: 2,
dalam Zuchdi, 1996: 4)
2) Usia 1 tahun
a) Mulai mengoceh.
b) Bermain dengan bunyi (bermain dengan jari-jari tangan dan kakinya)
c) Perkembangan pada tahap ini disebut pralinguistik.
d) Ketika bayi dapat mengucapkan beberapa kata, mereka memiliki ciri-ciri perkembangan yang universal.
e) Bentuk ucapan hanya satu kata, sederhana, mudah diucapkan dan memiliki arti konkret (nama benda,
kejadian atau orang-orang di sekitar anak).
f) Mulai pengenalan semantik (pengenalan makna). (Gleason, 1985: 2)
3) Usia 2 tahun
a) Mengetahui kurang lebih memiliki 50 kata.
b) Kebanyakan mulai mencapai kombinasi dua kata yang dikombinasikan dalam ucapan-ucapan pendek
tanpa kata penunjuk, kata depan atau bentuk lain yang seharusnya digunakan.
c) Mulai mengenal berbagai makna kata tetapi tidak dapat menggunakan bentuk bahasa yang menunjukkan
jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa.
d) Mulai dapat membuat kalimat-kalimat pendek.
4) Usia Taman Kanak-kanak
a) Memiliki dan memahami sejumlah besar kosa kata.
b) Mampu membuat pertanyaan-pertanyaan, kalimat majemuk dan berbagai bentuk kalimat.
c) Dapat berbicara dengan sopan dengan orang tua dan guru.
5) Usia Sekolah Dasar
a) Peningkatan perkembangan bahasa, dari bahasa lisan ke bahasa tulis.
b) Peningkatan perkembangan penggunaan bahasa
6) Usia Remaja
a) Penggunaan bahasa yang khas sebagai bagian dari terbentuknya identitas diri .
b) Usia ini merupakan usia yang sensitif untuk belajar berbahasa (Gleason, 1985: 6).
7) Usia Dewasa
a) Terdapat perbedaan-perbedaan yang besar antara individu yang satu dengan yang lainnya dalam
perkembangan bahasa sesuai dengan tingkat pendidikan, peranan dalam masyarakat, dan jenis pekerjaan.
9 comments:
Anonymous said...
Anonymous said...
Devs said...
Post a Comment
Create a Link
Komentar Terkini
Blog Archive
► 2013 (4)
▼ 2012 (55)
o ► December (2)
o ► November (6)
o ▼ September (23)
MAKALAH PROFESI GURU
ANEHNYA COWOK N CEWEK, GA BACA NYESEL!
MOTIVASI MEMANJAT (BACA DARI BAWAH)
SURVEY PERMASALAHAN KE-SD-AN (STANDAR KOMPETENSI
L...
KRITERIA BANGSA INDONESIA, POSITIF DAN NEGATIFNYA
GANGGUAN BELAJAR MATEMATIKA KELAS I, KASUS
KESULIT...
PERMAINAN ANAK MATEMATIKA (KOMUNIKASI) : SUSUN
AKU...
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI "MOO" VISI MISI DAN PRO...
CONTOH RPP IPS (PASAR)
CONTOH RPP BAHASA INDONESIA
CONTOH PERMAINAN KREATIF UNTUK MENGEMBANGKAN 4
ASP...
CONTOH LAPORAN OBSERVASI KEMAMPUAN BERBAHASA
SISWA...
Contoh Laporan Hasil Uji Coba Tes (Asessmen Pembel...
Contoh Penilaian Portofolio
KETERAMPILAN BERBAHASA : ASPEK BERBICARA
KETERAMPILAN BERBAHASA ASPEK MENYIMAK
Perbedaan ID, EGO, dan SUPEREGO
VOLUME dan LUAS PERMUKAAN KUBUS
IMPLEMENTASI TEORI VAN HIELE (GEOMETRI)
TEORI KEPRIBADIAN LUDWIG KLAGES
PSIKOANALISIS KLASIK (Sigmund Freud)
PEMBELAJARAN NILAI TEMPAT MATEMATIKA DASAR
Kisah Uang Rp.1000 dan Rp.100.000
o ► July (2)
o ► June (2)
o ► May (6)
o ► April (2)
o ► March (2)
o ► February (8)
o ► January (2)
► 2011 (30)
► 2010 (6)
► 2009 (3)
► 2008 (1)
Search Our Site
Entri Populer
KETERAMPILAN BERBAHASA : ASPEK BERBICARA
Pengertian Menulis Menurut Tarigan (Hasani, 2005:1) menulis adalah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suat...