Sunteți pe pagina 1din 17

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Saat ini, penyakit thalassemia merupakan penyakit genetika yang paling banyak di
Indonesia. Frekuensinya terus meningkat dengan penderita sekitar 2000 orang per
tahun. Walupun begitu, masyarkat tidak menaruh perhatian yang cukup besar
terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu penyakit genetika terbanyak ini. Hal
ini disebabkan karena gejala awal dari penyakit sangat umum seperti anemia dan
muntah-muntah. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak
ditangani secara akurat, cepat, dan tepat. Hemoglobin (Hb) terbentuk dari heme dan
globin yang terdiri dari 4 rabtal polipeptida (α β γ δ) atau biasa yang disebut
tentramen. Orang dewasa normal membentuk Hb A (Adult A) kadarnya mencapai
lebih kurang 95% dari seluruh Hemoglobin. Sisanya terdiri dari Hb A2 yang kadarnya
tidak lebih dari 2%. Sedangkan HbF (foetus) setelah lahir senantiasa kadar menurun
dan pada usia 6 bulan ke atas mencapai kadar seperti pada orang dewasa, yaitu tidak
lebih dari 4% pada keadaan normal. Tentramenglobin. Hb A1 terdiri atas rantal
polipeptida : 2 rantai α dan 2 rantai β, sedangkan polipeptida Hb A2 terdiri dari 2
rantai α dan 2 rantai δ (delta). Pada HbF terdiri atas 2 rantai α dan 2 rantai γ.
Kelompok kami mendapat tugas untuk memenuhi mata kuliah sistem imun dan
hematologi dengan judul Thalasemia. Dimana Thalasemia merupakan golongan anemia
hipokromix yang diwariskan dengan berbagai tingkat keparahan. Pada beberapa orang
kelainan dasar genetik termasu abnormalitas pemrosesan mesenger RNA serta
hilangnya materi genetik pada yang lain dan menyebabkan berkurangnya sintesis
rantai polipeptida hemoglobin berbagai tipe talasemia dengan berbagai manifestasi
klinis dan biokimia berkaitan dengan kelainan masing-masing polipeptida (α β γ δ).
Genetik paling umum dari talasemia melibatkan gangguan produksi rantai β
(talasemia β). Gen ini prevelen pada golongan etnis dari aerah sekeliling laut Tengah
terutama Itali, Yunani dan juga di temukan di India dan Asia Tenggara. Tiga-8%
orang Amerika keturunan Italia,Yunani dan 0,5% kulit hitam Amerika membawa gen
talasem. Insidens talasemia pada orang-orang yang bukan berasal dari laut tengah
sangat rendah tetapi kasus tipikal ditemukan pada berbagai golongan ras. Banyak
kasus dapat diklasifikasikan sebagai talisemia mayor atau minor yang umumnya
berkaitan dengan genotip homozigoot dan heterozigot.
Di negara maju seperti Italia, misalnya, diagnosa gen talasemia bukan hal baru.
Setiap pasangan yang akan menikah melakukan pemeriksaan kesehatan untuk
mengetahui apakah ia memiliki gen pembawa talasemia. Apapun hasilnya, setiap
pasangan diberi kebebasan untuk memilih apakah tetap ingin menikah atau tidak. Di
Indonesia, menurut Sangkot, belum sampai pada taraf ini.Belum Ada Obatnya
Sampai hari ini, talasemia merupakan penyakit yang belum bisa disembuhkan 100
persen. Penyakit ini ditandai dengan anemia atau kekurangan darah berat akibat
kerusakan sel darah merah. Padahal sel darah merah berfungsi mengalirkan oksigen
ke seluruh tubuh. Dengan kekurangan oksigen maka seluruh organ tubuh tidak
bekerja baik. Yang paling fatal tentu saja organ jantung.
Kondisi macam ini bisa ditanggulangi dengan cara tranfusi darah. Malangnya,
kendati terus melakukan tranfusi ditambah obat-obat lain, harapan hidup pasien
talasemia hanya bisa mencapai 30-40 tahun. Bahkan tanpa tranfusi, pasien cuma
bertahan di bawah 10 tahun pertama dalam hidupnya. Metode tranfusi sendiri,
menurut Iswari, memberi efek negatif kalau terus-menerus dilakukan dalam jangka
panjang. Bahan asing seperti besi yang seringkali masuk ke dalam tubuh memicu
penyumbatan nafas yang mampu berakhir dengan kematian.
Kendati orang Indonesia masih awam terhadap talasemia, sering ada anggapan
bahwa penyakit ini hanya diderita oleh kelas menengah ke atas. Itu anggapan yang
salah. ”Penyakit ini tidak membedakan kelas sosial atau jenis kelamin. Yang
membedakan adalah frekuensi penderita pada etnis tertentu,” ungkap Iswari
Di Indonesia jumlah penderita penyakit ini telah mencapai ribuan tanpa
pengobatan optimal. Untuk mengetahui lebih awal apakah janin yang dikandung
mengandung gen talasemia, bisa dilakukan prenatal diagnosa. Setelah usia 10 minggu,
jaringan bakal plasenta diambil untuk diperiksa direct nucleus acid (DNA)-nya. Pada
usia kehamilan lebih tua pemeriksaan DNA bisa melalui cairan ketuban.
Sampai hari ini, peneliti di Lembaga Eijkman berhasil menyibak misteri kelainan
molekul talasemia beta pada etnis Batak-Sumatera Utara, Melayu-Sumatera Selatan,
Jawa Tengah, juga Toraja, Bugis Makasar dan Mandar di Sulawesi Selatan. Obsesi
mereka adalah mengurai genom manusia seluruh ras yang ada di Indonesia yang
ditujukan bukan hanya untuk pengobatan talasemia. Gen terapi talasemia sendiri
masih dalam tahap perampungan mencapai hasil optimal.
1.2 TUJUAN
1. Tujuan umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan talasemia
2. Tujuan khusus
a. Dapat mengetahui definisi talasemia
b. Dapat mengetahui etiologi talasemia
c. Dapat menjelaskan tanda dan gejalatalasemia
d. Dapat menjelaskan patofisiologi talasemia
e. Dapat menjelaskan penalalaksanaan medis pada kasus talasemia
f. Dapat memberikan asuhan keperawatan

BAB II
KONSEP DASAR
2.1 DEFINISI
Talasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara
autosomal, berdasarkan kelainan hemoglobin, yaitu : satu atau lebih rantai polipeptida
hemglobin kurang atau tidak berbentuk, dengan akibat terjadi anemia hemolitik (
Pedoman Diagnosis dan Terapi : RSUD Dr. Soetomo Surabaya,1994).

Talasemia secara relatif merupakan anemia yang umum pada orang keturunan
Laut Tengah, terutama mereka dari Italia, Sisilia, Siprus an Yunani. Talasemia
merupakan tipe anemia hemolitik cacat primer pada sintesis hemoglobin, di mana
eritrosit secara abnormal cenderung mengalami hemolisis ( Prinsip Keperawatan
Pediatrik Edisi 2,1994).
Talasemia merupakan sindrom kelainan yag diwariskan dan masuk dalam
kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan gangguan sintesis Hb
akibat mutasi didalam ataudekat gen globin.(Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Aru
W. Sudoyo.dkk.2009)
Talasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai oleh
penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori mayor
adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan
kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin.(Kamus Dorlan,2000 )
Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang
diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid
yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin. (www.pediarik.com)

2.2 Macam-macam Talasemia


a) Thalasemia digolongkan berdasarkan rantai asam amino yang terkena 2jenis yang
utama adalah :
i. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa – Thalasemia paling sering
ditemukan pada orang kulit hitam (25%minimal membawa 1 gen).
ii. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta – Thalasemia pada orang di daerah
Mediterania dan Asia Tenggara.
b) Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
i. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot), karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia
mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam
darah (memberikan gejala klinis yang jelas).
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia.
Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat
pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang
hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia
3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul
gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah
ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidungmasuk ke dalam dan tulang
pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi
kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan
perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus
menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik,
hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa
sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya
penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus
menjalani transfusi darah.
ii. Thalasemia Minor (biasanya tidak memberikan gejala klinis), si individu hanya
membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda
penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun
bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan
25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini
akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak
menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor
sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak
memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
(Ilmu Kesehatan Anak, FKUI.2007)
2.3 ETIOLOGI
Adapun etiologi dari thalasemia adalah
faktor genetik (herediter). Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik
dimana terjadi kerusakan sel darah merah
didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100
hari). Penyebab kerusakan tersebut karena
hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia ) dan kelainan
hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukan yang disebabkan
oleh Gangguan struktural pembentukan
hemoglobin (hemoglobin abnormal)
(Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)

2.4 PATOFISIOLOGI
Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-a dan sepasang rantai lain yang
menentukan jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan
> 96% dari Hb total, tersusun dari 2 rantai-a dan 2 rantai-b = a2b2), Hb F (< 2% =
a2g2) dan HbA2 (< 3% = a2d2). Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta-a (a-
thalassemia), rantai-b (b-thalassemia), rantai-g(g-thalassemia), rantai-d (d-
thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai-d dan rantai-b (bd-thalassemia).
Pada thalassemia-b, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan kekurangan
pembentukan a2b2 (Hb A); kelebihan rantai-a akan berikatan dengan rantai-g yang
secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada
membran eritrosit sebagai Heinz bodiesdengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffective
erythropoesis).
(www.pediatrik.com)

2.5 PNP

2.6 TANDA DAN GEJALA


Anemia berat dengan limpa besar dan hepar yang membesar. Pada anak yng besar
bisanya disertai keadaan gizi yang jelek dan mukanya memperlihatakan fasies
Mongoloid. Jumlah retikulosit dalam darah meningkat. Pada hapusan darah tepi akan
didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi, poikilositsis. Kadar besi dalam serum
meninggi dan daya ikat serum terhadap besi menjadi rendah dapat mencapai nol.
Gambaran Radiologis tulang akan memperlihatakan medula yng lebar, korteks tipis
dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan dploe dan pada anak besar
kadag-kadang terlihat brush appearance. Sering pula ditemukan gangguan
pneumatisasi rongga sinus paranasalis. Pada keadaan lebih lanjut dapat terlihat
kelainan tulang, fraktura, dan warna kulit yang kelabu akibat penimbunan besi
(apabila melakukan tranfusi). Anak dengan kelainan ini biasana meninggal pada umur
muda sebelum dewasa akibat gagal jantung dan infeksi. (Ilmu Kesehatan
Anak.2007.FKUI)
Tanda dan gejala secara umum dapat dilihat :
Face Mongoloid
Hepatosplenomegali
Ikterus atau sub-ikterus
Tulang : osteoporosis, tampak struktur mozaik. Tengkorak : tampak struktur “hairs
on end”
Jantung membesar karena anemia kronik
Pertumbuhan terhambat, bahkan mungkin tidak dapat mencapai adolensensi karena
adanya anemia kronik
Kelainan hormonal, seperti DM, hipotiroid, disfungsi gonid
Gizi buruk

(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.1994.LAB/UPF.RSUD


Dr.Soetomo Surabaya)

2.7 KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama menyebabkan hemolis serta sering terjadi gagal
jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan
kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditibun dalam berbagai jaringan tubuh
seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dll. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi
alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yng besar mudah ruptur akibat trauma yang
ringan. Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia
dan trombopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. (Ilmu
Kesehatan Anak.2007.FKUI)
Komplikasi Talasemia yang dapat terjadi antara lain:
 Hemosiderosis
 Hipersplenisme
 Patah tulang
 Payah Jantung
 Infark tulang
 Nekrosis
 Hematuria sering berulang-ulang
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.1994.LAB/UPF.RSUD
Dr.Soetomo Surabaya)
2.8 PENATALAKSANAAN
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Namun terdapat
cara penanganan yang secara umum untuk menangani penyakit Talasemia,
diantaranya :
I. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin
serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20
kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan
melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut
setiap selesai transfusi darah.Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi,
untuk meningkatkan efek kelasi besi. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi
kebutuhan yang meningkat.Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
II. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupturHipersplenisme
ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi
eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
III. Suportif
Transfusi darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl.
Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan
perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red
cell), 10 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl. Ada beberapa cara transfusi :
A. Low Transfusion : transfusi bila Hb < 6 g/dl.
B. High Transfusion : Hb dipertahankan pada 10 g/dl.
C. Super Transfusion : Hb dipertahankan pada 12 g/dl.
IV. Pencegahan
a. Menjalani penyaringan bagi mereka yang mempunyai sejarah keluarga menghidap
Talasemia.
b. Nasihat perkawinan dan diagnosis pra kelahiran sangat penting untuk mencegah
lahirnya talasemia mayor. Sedapt mungkin hindari perkawinan antara dua insan
heterozigot, agar tidak terjadi bayi homozigot.
V. Pemantauan
I. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan
besi sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal,
sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
II.Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya
diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.

III. Gangguan jantung, hepar dan endokrin


Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung
(gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus,
hipoparatiroid) dan fraktur patologis.
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.1994.LAB/UPF.RSUD
Dr.Soetomo Surabaya, Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI dan www.pediatrik.com)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas
 Usia : anak 1 S/d 5 tahun
 Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan
b. Keadaan Umum
 Pasien tampak pucat, lemah, anoreksia dan sesak nafas
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Bahwa thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan dari kedua
orang tua kepada anak-anaknya secara resesif.
d. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : - Konjungtiva terlihat anemis
- Pertumbuhan gigi yang buruk
- Sinusitis
Auskultasi : - Sesak nafas
e. Aktivitas / Istirahat
Kelesuan, kelelahan, kelemahan, malaise umum
Hilangnya produktivitas, penurunan toleransi latihan, kebutuhan yang lebih
besar untuk tidur dan istirahat
Mungkin menunjukkan: Kelesuan, kelemahan parah
dan pucatmeningkat (krisis aplastik),kiprah gangguan (nyeri, kyphosis,lordosis), ketida
kmampuan untuk berjalan (nyeri), dan postur tubuh yang
buruk (merosot dari bahu penunjukkan kelelahan)
f. Sirkulasi
Dapat melaporkan: Palpitasi atau nyeri dada angina (penyakit
arterikoroner bersamaan [CAD] iskemia / miokard, sindrom dada akut)
g. Makanan / Cairan
Anorexia, mual / muntah
Mungkin menunjukkan: Tinggi / berat badan biasanya di bawah persentil
Kulit buruk turgor dengan tenting terlihat (krisis, infeksi, dan dehidrasi)
Kulit kering / membran mukosa
h. Pemeriksaan persistem
 Respirasi : Frekuensi nafas, bunyi nafas.
 Muskuloskeletal : Tonus otot, pergerakan, kekakuan
 Neurologi : Tingkat kesadaran, reflek pupil
 Kardiovaskuler : Frekuensi, kualitas dan irama denyut jantung, pengisian kapiler,
sirkulasi.
 Gastrointestinal : Bising usus, pola defekasi, distensi
 Perkemihan : Produksi urine

i. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi.
Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
j. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).

k. Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan
trabekula tegak lurus pada korteks.
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


1) Perubahan perfusi jaringan b/d berkurangnya komponen seluler yang penting untuk
menghantar O2/zat nutrisi ke sel (berkurangnya kapasitas darah).
Tujuan : Tidak terjadinya gangguan perfusi jaringan
Kriteria hasil : Menunjukkan perfusi jaringan adequat dengan ditandai tanda-tanda syok tidak ada,
TTV normal, dll.
Intervensi Rasional
1. Monitor TTV - Adanya perubahan perfusi jaringan
otak dapat menyebabkan terjadinya
perubahan tanda-tanda vital : TD↓, RR↑
2. Tinggikan posisi kepala di tempat - Meningkatnya ekspansi paru dan
tidur sesuai toleransi memaksimalkan oksigenasi paru untuk
kebutuhan seluler.
3. Awasi upaya pernafasan, auskultasi - Dispnea, gemericik menunjukkan GJK
bunyi nafas : perhatikan bunyi nafas karena regangan jantung
adventisius. lama/peningkatan kompensasi curah
4. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi. jantung.
5. Catat keluhan rasa dingin, - Iskemia seluler mempengaruhi jaringan
pertahankan suhu lingkungan dan mio kardal /potensial resiko inflan.
tubuh hangat sesuai dengan indikasi. - Kenyaman pasien/kebutuhan rasa
6. Ajarkan untuk menghindari hangat harus seimbang dengan
penggunaan bantalan kebutuhan untuk menghindari panas
penghangat/botol air panas. berlebiha pencetus vasodilatasi.
7. Kolaborasikan untuk pemberian - Termoreseptor jaringan deral dangkal
PRC.Awasi ketat untuk komplikasi karena gangguan oksigen.
transfusi.
8. Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi
-Meningkatkan jumlah sel pembawa
oksigen:memperbaiki difisiensi untuk
menurunkan resiko perdarahan.
-Memaksimalkan transport oksigen ke
jaringan.

2) Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurangnya selera makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan BB naik, tidak terjadi malnutrisi.
No Intervensi Rasional
1 Kaji riwayat nutrisi, termasuk - Mengidentifikasi defisiensi,
makanan yang disukai. menduga kemungkinan intervensi
2 Observasi dan catat masukan - Mengawasi masukan kalori atau
makanan Px kualitas kekurangan konsumsi
makanan
3 Timbang BB tiap hari - Mengawasi penurunan BB atau
efektifitas intervensi nutrisi
4 Observasi dan mencatat kejadian - Gejala GI menunjukkan efek
mual / muntah, flatus dan gejala anemia (Hipoksia) pada organ
lain yang berhubungan

5 Berikan dan bantu higiene mulut - Meningkatkan nafsu makan dan


yang baik pemasukan oral, menurunkan
pertumbuhan bakteri
meminimalkan kemungkinan
infeksi

6 Konsul pada Ahli Gizi - Membantu dalam membuat


rencana diet untuk memenuhi
kebutuhan individual.

3) Intoleransi Aktivitasi b/d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan supali oksigen
(O2)
Tujuan : Intoleransi terhadap aktivitas akan teratasi
Kriteria hasil : Menujukkan peningkatan toleransi aktivitas
No Intervensi Rasional
1 Kaji kemampuan Px untuk - Mempengaruhi pilihan
melakukan tugas intervensi / bantuan
2 Kaji kehilangan / gangguan - Menunjukkan perubahan
keseimbangan gaya jalan, hemolegi karena defisiensi Vit
kelemahan otot B12 mempengaruhi keamanan
Px / resiko cidera
3 Monitor TTV - Manifestasi kardiopulmonal
dari upaya jantung dan paru
untuk membawa jumlah
O2adekuat ke jaringan
4 Ubah posisi Px dengan perlahan -Hipotensi postural / hipoksio
dan pantau terhadap pusing serebral dapat menyebabkan
pusing, berdenyut dan
peningkatan resiko cidera
5 Beri bantuan dalam ambulasi -Membantu meningkatkan
harga diri ditingkatkan bila
pasien melakukan sesuatu
sendiri
6 Mengajukan Px untuk -Regangan / stress
menghentikan aktivitas bila kardiopulmonal berlebihan /
polipitas nyeri dada, nafas stress dapat menimbulkan
peridek kelemahan atau pusing dekonsasi / kegagalan.
terjadi

4) Resiko Tinggi Infeksi b/d transfusi darah


Tujuan : Infeksi teratasi
Kriteria Hasil : Menunjukkan TTV normal, tidak ada tanda-tanda infeksi
No Intervensi Rasional
1 Tingkatkan cuci tangan yang - Mencegah kontaminasi silang /
baik oleh pemberi-pemberi kolonisasi bakterial
perawatan dan pasien
2 Observasi TTV - Adanya proses informasi /
infeksi membutuhkan evaluasi
/ pengobatan
3 Kaji semua sistem (misal : kulit, - Pengenaian dini dan interensi
pernafasan) terhadap tanda / segera dapat mencegah progesi
gejala infeksi secara kontinu pada situasi / sepsis yang lebih
serius.
4 Kaji dengan tanda-tanda gejala - Tanda dan gejala
reaksi pirogenik seperti : menunjukkan adanya infeksi
demam, mual dan muntah, sakit dan membutuhkan intervensi
kepala. segera.
5 Periksa tempat dilakukannya - Identifikasi / perawatan awal
prosedur infasif terhadap tanda- dari infeksi sekunder dapat
tanda radang mencegah terjadinya sepsis.
6 Pertahankan teknik aseptik - Menurunkan resiko
ketat pada prosedur/perawatan kolonisasi/infeksi bakteri.
luka.
7 Kolaborasikan dengan petugas - Membedakan adanya infeksi,
lab untuk pengambilan mengidentifikasi patogen
spesimen khusus dan mempengaruhi
pilihan pengobatan.

5) Konstipasi atau diare b/d penurunan pemasukan diet


Tujuan : membuat kembali pola normal dari fungsi usus
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup
No Intervensi Rasional
1 Observasi,warna Membantu mengidentifikasi
feses,konsistensi, frekwensi,dan penyebab/factor pemberat dan
jumlah intervensi yan tepat.

2 Awasi masukan dan haluaran Dapat


dengan perhatian khusus pada mengidentifikasidehidrasi,kehilangan
makanan/cairan berlebihan/alat dalam
mengidentifikasi defisiensi diet.

3 Dorong asupan cairan 2500- Membantu


3000 ml/hari dalam toleransi dalam memperbaikikonsistensi feses
jantung. bila konstipasi.

4 Hindari makanan yang Menurunkan distress


membentuk gas gastric dandistensi abdomen.
5 Konsul dengan ahli gizi untuk
memberikan diet seimbang Serat menahan enzim pencernaan
dengan tinggi serat dan mengabsorpsi air dalam
alirannya sepanjang traktus
intestinal.
6 Berikan pelembek fese,stimulan Mempermudah defekasi bila
ringan konstipasi terjadi.

7 Kolaborasikan dengan dokter Menurunkan motilitas usus bila


untuk pemberian obat antidiare terjadi diare.
(metamucil)

6) Kerusakan Integritas kulit b/d perubahan fungsi dermal


Tujuan : mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil : Mempetahankan integritas kulit
No Intervensi Rasional
1 Kaji integritas kulit,catat -Kondisi kulit dipengaruhi oleh
perubahan pada turgor, sirkulasi,nutrisidanimobilisasi.
gangguan warna,hangat
local,eritema,ekskoriasi

2 Ubah posisi secara periodic dan -Meningkatkan sirkulasi ke semua


pijat permukaan tulang bila area kulit membatasi iskemia/atau
pasien tidak bergerak atau di mempengaruhi hipoksia seluler.
tempat tidur

3 Bantu bererak pasif atau aktif -Meningkatkan sirkulasi jaringan,


mencegah stasis.

4 Ajarkan permukaan kulit kering -Sabun dapat mengeringkan kuliat


dan bersih.Batasi pengunaan secara berlebihan dan
sabun mengakibatkan iritasi.

5 Gunakan alat pelindung, mis. -Menghindari kerusakan kulit


Kasur tekanan udara/air. dengan mencegah/menurunkan
tekanan terhadap permukaan kulit.

7) Nyeri (akut) b/d agen fisikal;pembesaran organ/nodus limfe


Tujuan : nyeri hilang/terkontrol
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang
No Intervensi Rasional
1 Selidiki keluhan nyeri Membantu mengkaji
kebutuhan untuk intervensi
2 Awasi tanda verbal, pantau
petunjuk non verbal, mis; Dapat membantu
tegangan otot gelisah mengevaluasi pernyataan
verbal dan keefektifan
3 Berikan lingkungan tenang dan intervensi.
kurangi rangsangan penuh
stress Meningkatkan istirahat dan
4 meningkatkan kemampuan
Tempatkan pada posisi nyaman koping.
5 dan sokong sendi, dan
ekstrimitas dengan Dapat menurunkan ketidak
bantal/bantalan nyamanan tulang/sendi.
Kolaborasikan dengan dokter
untuk pemberian obat Menurunkan tegangan otot
analgesik. dan kontrol nyeri adekuat.

8) Defisit Pengetahuan b/d ketidaktahuan pasien dan keluarga tentang penyakit yang di
derita
Tujuan : keluarga mengerti dan memahami
riteria Hasil : - Memulai perilaku yang diperlukan / perubahan gaya hidupuntuk
mencegah komplikasi.
- Berpartisipasi dalam medis untuk tindak lanjut, genetikkonseling / pelayanan KB
- Orang tua dapat mengetahui tentang penyakit anaknya tanda dan pengobatan
- Orang tua dapat kooperatif dan mampu merawat anak dirumah
No Intervensi Rasional
1 Berikan informasi tentang- Memberikan dasar
penyakit pasien. pengetahuan sehingga pasien
dapat membuat pilihan yang
tepat.

2 Diskusikan pentinganya - Menurunkan ansietas dan


menjalani terapi pengobatan. dapat meningkatkan
kerjasama dalam program
terapi.
3 Mendorong latihan ROM dan - Mencegah demineralisasi
aktivitas fisik teratur tulang dan dapat mengurangi
dengankeseimbangan risiko patah tulang. Aids dalam
antara istirahat dan aktivitas. mempertahankan tingkat
resistensi dan mengurangi
kebutuhan oksigen.

4 Beritahu pasien serta keluarga - Screening DNA perlu ditingkat


untuk menghidari faktor untuk menghindari faktor
pencetus penyakitnya. pencetus.
5 Kolaborasi dengan psikolog - Berbagi perasaan kepada
untuk membantu orang terdekat mampu
mengeluarkan/dapat meminimalisir stress serta
mengekspresikan perasaan beban pikiran.
pasien.

9) Gangguan Citra Diri b/d adanya penyakit kronk


Tujuan : px dan keluarga menerima keadaan dirinya
Kriteria hasil: - menunjukkan adaptasi awal terhadap perubahan tubuh
- Mulai mengembangkan rencana untuk perubahan pola hidup
Intervensi Rasional
1. Diskusikan arti kehilangan - Alat dalam
/perubahan dengan pasien. mengidentifikas/mengartikan masalah
Identifikasi persepsi situasi/harapan untuk menfokuskan perhatian dari
yang akan datang. intervensi secara konstruktif.
2. Catat bahasa tubuh non-verbal, - Dapat mennjukkan
perilaku negative/bicara sendiri. Kaji depresi/keputusasaan, kebutuhan untuk
pengrusakan diri/ perilaku bunuh pengkajianlanjut/intervensi lebih
diri. intensif.
3. Pertahankan tindakan tenang, - Dapat membantu menghilangkan takut
meyakinkan. Akui dan terima px akan kematian, sulit bernapas,
pengungkapan perasaan kehilangan, ketidak mampuan berkomunikasi.
permusuhan.
4. Dorong px/ orang terdekat untuk - Semua yag terlibat dalam mengalami
saling komuniksai perasaan kesulitan dalam area ini, memerlukan
pemahaman bahwa mereka dapat
saling meningkatkan doronagn dan
bantuan.
5. Rujuk pasien/ orang terdekat ke - Menalarkan perasaan kepada orang
sumber pendukung, seperti ahli terapi terdekat dapat membantu atau
psikologis memberikan dorongan kepercayaan
dalam diri.

Implementasi
a. Perubahan Perfusi Jaringan
1. Memonitor TTV
2. Meninggikan posisi kepala dari tempat sesuai dengan toleransi
3. Mengawali upaya pernafasan, auskultasi bunyi nafas, memperhatikan bunyi nafas
adventius
4. Menyelidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
5. Mencatat keluhan rasa dingin, mempertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat
sesuai indikasi.
6. Mengajarkan untuk menghindari penggunaan bantalan penghangat/botol air panas.
7. Memberikan PRC dan mengawasi komplikasi transfusi
8. Memberikan oksigen tambahan
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1. Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
2. Mengobservasi dan mencatat masukan makanan
3. Menimbang BB tiap hari
4. Mengobservasi dan mencatat kejadian mual muntah, flatus dan gejala lain yang
berhubungan
5. Memberikan dan membantu higiene mulut dengan baik
6. Mengkonsulkan atau mendiskusikan dengan ahli gizi
c. Intoleransi Aktivitas
1. Mengkaji kemampuan px untuk melakukan tugas
2. Mengkaji kehilanngan / gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot
3. Memonitor dan mencatat perkembangan TTV
4. Mengubah posisi px dengan perlahan dan pemantau terhadap pusing
5. Memberi bantuan dalam ambulasi
6. Mengajukan px unttuk mengehentikan aktivitas bila palpitasi nyeri
dada, nafas pendek kelemahan atau pusing terjadi.
d. Resiko Tinggi infeksi
1. Meningkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien
2. Mengobservasi TTV
3. Mengkaji tanda dan gejala infeksi
4. Mengkaji tanda reaksi pirogenik
5. Memeriksa tempat dilakukannya prosedur infasif
6. Mengambil spesimen untuk kultur / sensitivitas sesuai indikasi
7. Mempertahankan teknik-teknik aseptik ketat pada prosedur / perawatan luka
8. Mengantar pasien ke laboratorium untuk pengambilan spesimen
e. Konstipasi atau diare
1. Melakukan observasi,warna feses,konsistensi, frekwensi,dan jumlah
2. Mengawasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan
3. Mendorong asupan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
4. Mengingatkan pasien untuk menghindari makanan yan membentuk gas
5. Mengkonsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang
6. Memberikan pelembek fese,stimulan ringan
7. Memberikan obat antidiare
f. Kerusakan Integritas kulit
1. Mengkaji integritas kulit,catat perubahan pada turgor, gangguan warna,hangat
local,eritema,ekskoriasi
2. Mengubah posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak
bergerak atau di tempat tidur
3. Membantu bergerak pasif atau aktif
4. Membetahukan kepada pasien untuk membatasi pengunaan sabun
5. Memberi saran kepada pasien untuk pengguunakan alat pelindung
g. Nyeri (akut)
1. Menyelidiki keluhan nyeri
2. Mengawasi tanda verbal, pantau petunjuk non verbal, mis;
tegangan otot
gelisah
3. Memberikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh
stress
4. Menempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, dan
ekstrimitas dengan bantal/bantalan
5. Memberikan analgesik
h. Deficit pengetahuan
1. Memberikan informasi tentang penyakit anaknya, pengertian, tanda dan gejala,
penyebab tau pengobatannya.
2. Memberikan kesempatan pada orang tua untuk megajukan pertanyaan dan
mengajukan masalah
3. Menganjurkan orang tua untuk memeriksakan Hb atau darahnyaMenunjukkan
indikator positif pengobatan
i. Gangguan Citra Diri
1. Mendiskusikan arti kehilangan /perubahan dengan pasien. Identifikasi persepsi
situasi/harapan yang akan datang.
2. Mencatat bahasa tubuh non-verbal, perilaku negative/bicara sendiri. Kaji
pengerusakan diri/ perilaku bunuh diri.
3. Mempertahankan tindakan tenang, meyakinkan. Akui dan terima pengungkapan
perasaan kehilangan, permusuhan.
4. Mendorong px/ orang terdekat untuk saling komuniksai perasaan
5. Merujuk pasien/ orang terdekat ke sumber pendukung, seperti ahli terapi psikologis

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan kata lain thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 120 hari) penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak
normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau
struktur Hb
Secara klinis thalasemia dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Talasemia minor
Talasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai kecacatan gen talasemia
tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda talasemia atau pembawa.
2. Talasemia major
Talasemia major merujuk kepada mereka yang mempunyai baka talasemia
sepenuhnya dan menunjukkan tanda-tanda talasemia.

DAFTAR PUSTAKA

At All.Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu Kesehatan


Anak.1994.Surabaya:RSUD Dr. Soetomo.
Doenges, Marilynn E.Rencana Asuhan Keperawatan.2000.Jakarta:EGC.
Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.
FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak buku I. Jakarta : FKUI.
Koolman jan. 2001, Biokimia. Jakarta: Hipotekrates.
Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson.1995.Patofisiologi.Jakarta:EGC.
Sudoyo, Aru W.dkk.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Jakarta Pusat:Internal
Publishing.
Sachrim, Rosa M.1994.PrinsipKeperawatan Pediatrik Edisi 2.Jakarta:EGC.
T. Heather H.2011.Nanda Internasional Diagnosa Keperawatan 2009-
2011.Jakarta:EGC.
Wilkinson, Judith M.dkk.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta:EGC.
_____________________.2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:EGC.

PUSTAKA DATA

Anonimus.22 September 2010.Talasemia.25 Oktober 2012.12.00


WIB.http://id.wikipedia.org/wiki/Talasemia
RS Dr. Soetomo Surabaya.Talasemia.25 Oktober 2012.12.00 WIB.www.pediatrik.com.

S-ar putea să vă placă și