Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
Saat ini, penyakit thalassemia merupakan penyakit genetika yang paling banyak di
Indonesia. Frekuensinya terus meningkat dengan penderita sekitar 2000 orang per
tahun. Walupun begitu, masyarkat tidak menaruh perhatian yang cukup besar
terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu penyakit genetika terbanyak ini. Hal
ini disebabkan karena gejala awal dari penyakit sangat umum seperti anemia dan
muntah-muntah. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak
ditangani secara akurat, cepat, dan tepat. Hemoglobin (Hb) terbentuk dari heme dan
globin yang terdiri dari 4 rabtal polipeptida (α β γ δ) atau biasa yang disebut
tentramen. Orang dewasa normal membentuk Hb A (Adult A) kadarnya mencapai
lebih kurang 95% dari seluruh Hemoglobin. Sisanya terdiri dari Hb A2 yang kadarnya
tidak lebih dari 2%. Sedangkan HbF (foetus) setelah lahir senantiasa kadar menurun
dan pada usia 6 bulan ke atas mencapai kadar seperti pada orang dewasa, yaitu tidak
lebih dari 4% pada keadaan normal. Tentramenglobin. Hb A1 terdiri atas rantal
polipeptida : 2 rantai α dan 2 rantai β, sedangkan polipeptida Hb A2 terdiri dari 2
rantai α dan 2 rantai δ (delta). Pada HbF terdiri atas 2 rantai α dan 2 rantai γ.
Kelompok kami mendapat tugas untuk memenuhi mata kuliah sistem imun dan
hematologi dengan judul Thalasemia. Dimana Thalasemia merupakan golongan anemia
hipokromix yang diwariskan dengan berbagai tingkat keparahan. Pada beberapa orang
kelainan dasar genetik termasu abnormalitas pemrosesan mesenger RNA serta
hilangnya materi genetik pada yang lain dan menyebabkan berkurangnya sintesis
rantai polipeptida hemoglobin berbagai tipe talasemia dengan berbagai manifestasi
klinis dan biokimia berkaitan dengan kelainan masing-masing polipeptida (α β γ δ).
Genetik paling umum dari talasemia melibatkan gangguan produksi rantai β
(talasemia β). Gen ini prevelen pada golongan etnis dari aerah sekeliling laut Tengah
terutama Itali, Yunani dan juga di temukan di India dan Asia Tenggara. Tiga-8%
orang Amerika keturunan Italia,Yunani dan 0,5% kulit hitam Amerika membawa gen
talasem. Insidens talasemia pada orang-orang yang bukan berasal dari laut tengah
sangat rendah tetapi kasus tipikal ditemukan pada berbagai golongan ras. Banyak
kasus dapat diklasifikasikan sebagai talisemia mayor atau minor yang umumnya
berkaitan dengan genotip homozigoot dan heterozigot.
Di negara maju seperti Italia, misalnya, diagnosa gen talasemia bukan hal baru.
Setiap pasangan yang akan menikah melakukan pemeriksaan kesehatan untuk
mengetahui apakah ia memiliki gen pembawa talasemia. Apapun hasilnya, setiap
pasangan diberi kebebasan untuk memilih apakah tetap ingin menikah atau tidak. Di
Indonesia, menurut Sangkot, belum sampai pada taraf ini.Belum Ada Obatnya
Sampai hari ini, talasemia merupakan penyakit yang belum bisa disembuhkan 100
persen. Penyakit ini ditandai dengan anemia atau kekurangan darah berat akibat
kerusakan sel darah merah. Padahal sel darah merah berfungsi mengalirkan oksigen
ke seluruh tubuh. Dengan kekurangan oksigen maka seluruh organ tubuh tidak
bekerja baik. Yang paling fatal tentu saja organ jantung.
Kondisi macam ini bisa ditanggulangi dengan cara tranfusi darah. Malangnya,
kendati terus melakukan tranfusi ditambah obat-obat lain, harapan hidup pasien
talasemia hanya bisa mencapai 30-40 tahun. Bahkan tanpa tranfusi, pasien cuma
bertahan di bawah 10 tahun pertama dalam hidupnya. Metode tranfusi sendiri,
menurut Iswari, memberi efek negatif kalau terus-menerus dilakukan dalam jangka
panjang. Bahan asing seperti besi yang seringkali masuk ke dalam tubuh memicu
penyumbatan nafas yang mampu berakhir dengan kematian.
Kendati orang Indonesia masih awam terhadap talasemia, sering ada anggapan
bahwa penyakit ini hanya diderita oleh kelas menengah ke atas. Itu anggapan yang
salah. ”Penyakit ini tidak membedakan kelas sosial atau jenis kelamin. Yang
membedakan adalah frekuensi penderita pada etnis tertentu,” ungkap Iswari
Di Indonesia jumlah penderita penyakit ini telah mencapai ribuan tanpa
pengobatan optimal. Untuk mengetahui lebih awal apakah janin yang dikandung
mengandung gen talasemia, bisa dilakukan prenatal diagnosa. Setelah usia 10 minggu,
jaringan bakal plasenta diambil untuk diperiksa direct nucleus acid (DNA)-nya. Pada
usia kehamilan lebih tua pemeriksaan DNA bisa melalui cairan ketuban.
Sampai hari ini, peneliti di Lembaga Eijkman berhasil menyibak misteri kelainan
molekul talasemia beta pada etnis Batak-Sumatera Utara, Melayu-Sumatera Selatan,
Jawa Tengah, juga Toraja, Bugis Makasar dan Mandar di Sulawesi Selatan. Obsesi
mereka adalah mengurai genom manusia seluruh ras yang ada di Indonesia yang
ditujukan bukan hanya untuk pengobatan talasemia. Gen terapi talasemia sendiri
masih dalam tahap perampungan mencapai hasil optimal.
1.2 TUJUAN
1. Tujuan umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan talasemia
2. Tujuan khusus
a. Dapat mengetahui definisi talasemia
b. Dapat mengetahui etiologi talasemia
c. Dapat menjelaskan tanda dan gejalatalasemia
d. Dapat menjelaskan patofisiologi talasemia
e. Dapat menjelaskan penalalaksanaan medis pada kasus talasemia
f. Dapat memberikan asuhan keperawatan
BAB II
KONSEP DASAR
2.1 DEFINISI
Talasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara
autosomal, berdasarkan kelainan hemoglobin, yaitu : satu atau lebih rantai polipeptida
hemglobin kurang atau tidak berbentuk, dengan akibat terjadi anemia hemolitik (
Pedoman Diagnosis dan Terapi : RSUD Dr. Soetomo Surabaya,1994).
Talasemia secara relatif merupakan anemia yang umum pada orang keturunan
Laut Tengah, terutama mereka dari Italia, Sisilia, Siprus an Yunani. Talasemia
merupakan tipe anemia hemolitik cacat primer pada sintesis hemoglobin, di mana
eritrosit secara abnormal cenderung mengalami hemolisis ( Prinsip Keperawatan
Pediatrik Edisi 2,1994).
Talasemia merupakan sindrom kelainan yag diwariskan dan masuk dalam
kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan gangguan sintesis Hb
akibat mutasi didalam ataudekat gen globin.(Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Aru
W. Sudoyo.dkk.2009)
Talasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai oleh
penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori mayor
adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan
kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin.(Kamus Dorlan,2000 )
Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik kongenital herediter yang
diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh kekurangan sintesis rantai polipeptid
yang menyusun molekul globin dalam hemoglobin. (www.pediarik.com)
2.4 PATOFISIOLOGI
Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-a dan sepasang rantai lain yang
menentukan jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan
> 96% dari Hb total, tersusun dari 2 rantai-a dan 2 rantai-b = a2b2), Hb F (< 2% =
a2g2) dan HbA2 (< 3% = a2d2). Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta-a (a-
thalassemia), rantai-b (b-thalassemia), rantai-g(g-thalassemia), rantai-d (d-
thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai-d dan rantai-b (bd-thalassemia).
Pada thalassemia-b, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan kekurangan
pembentukan a2b2 (Hb A); kelebihan rantai-a akan berikatan dengan rantai-g yang
secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada
membran eritrosit sebagai Heinz bodiesdengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffective
erythropoesis).
(www.pediatrik.com)
2.5 PNP
2.7 KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama menyebabkan hemolis serta sering terjadi gagal
jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan
kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditibun dalam berbagai jaringan tubuh
seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dll. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi
alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yng besar mudah ruptur akibat trauma yang
ringan. Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia
dan trombopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. (Ilmu
Kesehatan Anak.2007.FKUI)
Komplikasi Talasemia yang dapat terjadi antara lain:
Hemosiderosis
Hipersplenisme
Patah tulang
Payah Jantung
Infark tulang
Nekrosis
Hematuria sering berulang-ulang
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.1994.LAB/UPF.RSUD
Dr.Soetomo Surabaya)
2.8 PENATALAKSANAAN
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Namun terdapat
cara penanganan yang secara umum untuk menangani penyakit Talasemia,
diantaranya :
I. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin
serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20
kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan
melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut
setiap selesai transfusi darah.Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi,
untuk meningkatkan efek kelasi besi. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi
kebutuhan yang meningkat.Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
II. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupturHipersplenisme
ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi
eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
III. Suportif
Transfusi darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl.
Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan
perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red
cell), 10 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl. Ada beberapa cara transfusi :
A. Low Transfusion : transfusi bila Hb < 6 g/dl.
B. High Transfusion : Hb dipertahankan pada 10 g/dl.
C. Super Transfusion : Hb dipertahankan pada 12 g/dl.
IV. Pencegahan
a. Menjalani penyaringan bagi mereka yang mempunyai sejarah keluarga menghidap
Talasemia.
b. Nasihat perkawinan dan diagnosis pra kelahiran sangat penting untuk mencegah
lahirnya talasemia mayor. Sedapt mungkin hindari perkawinan antara dua insan
heterozigot, agar tidak terjadi bayi homozigot.
V. Pemantauan
I. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan
besi sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal,
sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
II.Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya
diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas
Usia : anak 1 S/d 5 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan
b. Keadaan Umum
Pasien tampak pucat, lemah, anoreksia dan sesak nafas
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Bahwa thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan dari kedua
orang tua kepada anak-anaknya secara resesif.
d. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : - Konjungtiva terlihat anemis
- Pertumbuhan gigi yang buruk
- Sinusitis
Auskultasi : - Sesak nafas
e. Aktivitas / Istirahat
Kelesuan, kelelahan, kelemahan, malaise umum
Hilangnya produktivitas, penurunan toleransi latihan, kebutuhan yang lebih
besar untuk tidur dan istirahat
Mungkin menunjukkan: Kelesuan, kelemahan parah
dan pucatmeningkat (krisis aplastik),kiprah gangguan (nyeri, kyphosis,lordosis), ketida
kmampuan untuk berjalan (nyeri), dan postur tubuh yang
buruk (merosot dari bahu penunjukkan kelelahan)
f. Sirkulasi
Dapat melaporkan: Palpitasi atau nyeri dada angina (penyakit
arterikoroner bersamaan [CAD] iskemia / miokard, sindrom dada akut)
g. Makanan / Cairan
Anorexia, mual / muntah
Mungkin menunjukkan: Tinggi / berat badan biasanya di bawah persentil
Kulit buruk turgor dengan tenting terlihat (krisis, infeksi, dan dehidrasi)
Kulit kering / membran mukosa
h. Pemeriksaan persistem
Respirasi : Frekuensi nafas, bunyi nafas.
Muskuloskeletal : Tonus otot, pergerakan, kekakuan
Neurologi : Tingkat kesadaran, reflek pupil
Kardiovaskuler : Frekuensi, kualitas dan irama denyut jantung, pengisian kapiler,
sirkulasi.
Gastrointestinal : Bising usus, pola defekasi, distensi
Perkemihan : Produksi urine
i. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi.
Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
j. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
k. Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan
trabekula tegak lurus pada korteks.
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.
2) Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurangnya selera makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan BB naik, tidak terjadi malnutrisi.
No Intervensi Rasional
1 Kaji riwayat nutrisi, termasuk - Mengidentifikasi defisiensi,
makanan yang disukai. menduga kemungkinan intervensi
2 Observasi dan catat masukan - Mengawasi masukan kalori atau
makanan Px kualitas kekurangan konsumsi
makanan
3 Timbang BB tiap hari - Mengawasi penurunan BB atau
efektifitas intervensi nutrisi
4 Observasi dan mencatat kejadian - Gejala GI menunjukkan efek
mual / muntah, flatus dan gejala anemia (Hipoksia) pada organ
lain yang berhubungan
3) Intoleransi Aktivitasi b/d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan supali oksigen
(O2)
Tujuan : Intoleransi terhadap aktivitas akan teratasi
Kriteria hasil : Menujukkan peningkatan toleransi aktivitas
No Intervensi Rasional
1 Kaji kemampuan Px untuk - Mempengaruhi pilihan
melakukan tugas intervensi / bantuan
2 Kaji kehilangan / gangguan - Menunjukkan perubahan
keseimbangan gaya jalan, hemolegi karena defisiensi Vit
kelemahan otot B12 mempengaruhi keamanan
Px / resiko cidera
3 Monitor TTV - Manifestasi kardiopulmonal
dari upaya jantung dan paru
untuk membawa jumlah
O2adekuat ke jaringan
4 Ubah posisi Px dengan perlahan -Hipotensi postural / hipoksio
dan pantau terhadap pusing serebral dapat menyebabkan
pusing, berdenyut dan
peningkatan resiko cidera
5 Beri bantuan dalam ambulasi -Membantu meningkatkan
harga diri ditingkatkan bila
pasien melakukan sesuatu
sendiri
6 Mengajukan Px untuk -Regangan / stress
menghentikan aktivitas bila kardiopulmonal berlebihan /
polipitas nyeri dada, nafas stress dapat menimbulkan
peridek kelemahan atau pusing dekonsasi / kegagalan.
terjadi
8) Defisit Pengetahuan b/d ketidaktahuan pasien dan keluarga tentang penyakit yang di
derita
Tujuan : keluarga mengerti dan memahami
riteria Hasil : - Memulai perilaku yang diperlukan / perubahan gaya hidupuntuk
mencegah komplikasi.
- Berpartisipasi dalam medis untuk tindak lanjut, genetikkonseling / pelayanan KB
- Orang tua dapat mengetahui tentang penyakit anaknya tanda dan pengobatan
- Orang tua dapat kooperatif dan mampu merawat anak dirumah
No Intervensi Rasional
1 Berikan informasi tentang- Memberikan dasar
penyakit pasien. pengetahuan sehingga pasien
dapat membuat pilihan yang
tepat.
Implementasi
a. Perubahan Perfusi Jaringan
1. Memonitor TTV
2. Meninggikan posisi kepala dari tempat sesuai dengan toleransi
3. Mengawali upaya pernafasan, auskultasi bunyi nafas, memperhatikan bunyi nafas
adventius
4. Menyelidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
5. Mencatat keluhan rasa dingin, mempertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat
sesuai indikasi.
6. Mengajarkan untuk menghindari penggunaan bantalan penghangat/botol air panas.
7. Memberikan PRC dan mengawasi komplikasi transfusi
8. Memberikan oksigen tambahan
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1. Mengkaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
2. Mengobservasi dan mencatat masukan makanan
3. Menimbang BB tiap hari
4. Mengobservasi dan mencatat kejadian mual muntah, flatus dan gejala lain yang
berhubungan
5. Memberikan dan membantu higiene mulut dengan baik
6. Mengkonsulkan atau mendiskusikan dengan ahli gizi
c. Intoleransi Aktivitas
1. Mengkaji kemampuan px untuk melakukan tugas
2. Mengkaji kehilanngan / gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot
3. Memonitor dan mencatat perkembangan TTV
4. Mengubah posisi px dengan perlahan dan pemantau terhadap pusing
5. Memberi bantuan dalam ambulasi
6. Mengajukan px unttuk mengehentikan aktivitas bila palpitasi nyeri
dada, nafas pendek kelemahan atau pusing terjadi.
d. Resiko Tinggi infeksi
1. Meningkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien
2. Mengobservasi TTV
3. Mengkaji tanda dan gejala infeksi
4. Mengkaji tanda reaksi pirogenik
5. Memeriksa tempat dilakukannya prosedur infasif
6. Mengambil spesimen untuk kultur / sensitivitas sesuai indikasi
7. Mempertahankan teknik-teknik aseptik ketat pada prosedur / perawatan luka
8. Mengantar pasien ke laboratorium untuk pengambilan spesimen
e. Konstipasi atau diare
1. Melakukan observasi,warna feses,konsistensi, frekwensi,dan jumlah
2. Mengawasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan
3. Mendorong asupan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
4. Mengingatkan pasien untuk menghindari makanan yan membentuk gas
5. Mengkonsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang
6. Memberikan pelembek fese,stimulan ringan
7. Memberikan obat antidiare
f. Kerusakan Integritas kulit
1. Mengkaji integritas kulit,catat perubahan pada turgor, gangguan warna,hangat
local,eritema,ekskoriasi
2. Mengubah posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak
bergerak atau di tempat tidur
3. Membantu bergerak pasif atau aktif
4. Membetahukan kepada pasien untuk membatasi pengunaan sabun
5. Memberi saran kepada pasien untuk pengguunakan alat pelindung
g. Nyeri (akut)
1. Menyelidiki keluhan nyeri
2. Mengawasi tanda verbal, pantau petunjuk non verbal, mis;
tegangan otot
gelisah
3. Memberikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh
stress
4. Menempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, dan
ekstrimitas dengan bantal/bantalan
5. Memberikan analgesik
h. Deficit pengetahuan
1. Memberikan informasi tentang penyakit anaknya, pengertian, tanda dan gejala,
penyebab tau pengobatannya.
2. Memberikan kesempatan pada orang tua untuk megajukan pertanyaan dan
mengajukan masalah
3. Menganjurkan orang tua untuk memeriksakan Hb atau darahnyaMenunjukkan
indikator positif pengobatan
i. Gangguan Citra Diri
1. Mendiskusikan arti kehilangan /perubahan dengan pasien. Identifikasi persepsi
situasi/harapan yang akan datang.
2. Mencatat bahasa tubuh non-verbal, perilaku negative/bicara sendiri. Kaji
pengerusakan diri/ perilaku bunuh diri.
3. Mempertahankan tindakan tenang, meyakinkan. Akui dan terima pengungkapan
perasaan kehilangan, permusuhan.
4. Mendorong px/ orang terdekat untuk saling komuniksai perasaan
5. Merujuk pasien/ orang terdekat ke sumber pendukung, seperti ahli terapi psikologis
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan kata lain thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 120 hari) penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak
normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau
struktur Hb
Secara klinis thalasemia dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Talasemia minor
Talasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai kecacatan gen talasemia
tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda talasemia atau pembawa.
2. Talasemia major
Talasemia major merujuk kepada mereka yang mempunyai baka talasemia
sepenuhnya dan menunjukkan tanda-tanda talasemia.
DAFTAR PUSTAKA
PUSTAKA DATA