Sunteți pe pagina 1din 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang
saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang.
Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan
dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda
dengan masa yang sebelumnya.
Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara
Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu
pancasila. Pancasila dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber
kaidah hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya
seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat.
Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai arti yaitu mengatur
penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan pancasila sebagai dasar
Negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua
peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia bersumber pada
Pancasila.
Lima dasar atau sila yang terdapat di pancasila yaitu nilai-nilai esensial
yang terkandung dalam pancasila, yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan serta keadilan, dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh
bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum mendirikan negara.
Mengingat pentingnya pancasila yang menjadi dasar negara kita ini maka
dalam makalah ini saya akan membahas mengenai “Pancasila Dalam Sejarah
Bangsa Indonesia”.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pancasila pada era pra kemerdekaan ?
2. Bagaimana pancasila pada era kemerdekaan ?
3. Bagaimana pancasila pada era orde lama ?
4. Bagaimana pancasila pada era orde baru ?
5. Bagaimana pancasila pada era reformasi ?.

C. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas semester pendek (SP) mata kuliah
Kewarganegaraan.

D. Tujuan Khusus
1. Mengetahui bagaimana pancasila pada era pra kemerdekaan
2. Mengetahui bagaimana pancasila pada era kemerdekaan
3. Mengetahui bagaimana pancasila pada era orde lama
4. Mengetahui Bagaimana pancasila pada era orde baru
5. Mengetahui Bagaimana pancasila pada era reformasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pancasila Era Pra Kemerdekaan


1. Asal mula Pancasila secara budaya
Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasila,
menyatakan bahwa unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia
sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara
Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum
tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila
dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan merdeka. Sejarah bangsa
Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat
istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan
pada umumnya. (Sunoto, 1984: 1). Dengan rinci Sunoto menunjukkan
fakta historis, diantaranya adalah :
a. Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada
putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal
ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
c. Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya
guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada
dalam masyarakat kita.
e. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa Indonesia
dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social dan
berlaku adil terhadap sesama.

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan


pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai
kehidupan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan sejak saat itu
haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun pada kenyataannya, nilai-

3
nilai yang ada dalam Pancasila telah dipraktekkan oleh nenek moyang
bangsa Indonesia dan kita praktekkan hingga sekarang. Hal ini berarti
bahwa semua nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada dalam
kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek moyang.
2. Teori nilai budaya
Bangsa Indonesia mengakui bahwa Pancasila telah ada dan
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari sejak bangsa Indonesia itu ada.
Keberadaan Pancasila masih belum terumuskan secara sistematis seperti
sekarang yang dapat kita lihat. Pancasila pada masa tersebut identik
dengan nilai-nilai luhur yang dianut bangsa Indonesia sebagai nilai
budaya. Nilai budaya merupakan pedoman hidup bersama yang tidak
tertulis dan merupakan kesepakatan bersama yang diikuti secara suka rela.
Nilai budaya merupakan suatu upaya untuk menjawab persoalan-
persoalan yang cukup vital dalam kehidupan manusia. Nilai budaya
merupakan cara manusia menjawab baik secara pribadi atau masyarakat
terhadap masalah-masalah yang mendasar di dalam hidupnya. Nilai
tersebut merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari konsepsi-
konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat,
mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.
(Koentjaraningrat, 1974: 32). Nilai budaya akan mempengaruhi
pandangan hidup, sistem normatif moral dan seterusnya hingga akhirnya
pengaruh itu sampai pada hasil tindakan manusia.
Nilai budaya dengan masing-masing orientasinya akan
mempengaruhi pandangan hidup. Pandangan hidup adalah sesuatu yang
dipakai oleh masyarakat dalam menentukan nilai kehidupan. Pandangan
hidup sebenarnya meliputi bagaimana masyarakat memandang aspek
hubungan dalam hidup dan kehidupan yakni hubungan manusia dengan
yang transenden, hubungan dengan diri sendiri, dan hubungan manusia
dengan sesama makhluk lain. Dalam bahasa Notonagoro dikenal istilah-
istilah kedudukan kodrat, susunan kodrat, sifat kodrat manusia. Dari sini
dapat disimpulkan bahwa manusia mempunyai tiga kecenderungan
mendasar yaitu theo-genetis, bio-genetis, dan sosio-genetis.

4
3. Asal mula pancasila secara formal
A.T. Soegito (1999: 32) dengan mengutip beberapa sumber bacaan
menjelaskan bahwa mengenal diri sendiri berarti mengetahui apa yang
dapat dilakukannya, dan tak seorang pun akan tahu apa yang dapat
dilakukannya sebelum dia mencoba, satu-satunya petunjuk yang dapat
ditemukan untuk mengetahui sesuatu yang dapat dilakukan manusia
adalah dengan mengetahui kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh
manusia yang terdahulu. Oleh karena itu, nilai sejarah terletak pada
kenyataan bahwa ia mengajarkan apa yang telah dilakukan oleh manusia
dan dengan demikian apa sesungguhnya manusia. Tanpa mengetahui
sejarah, seseorang tidak dapat memperoleh pengertian kualitatif dari
gejala-gejala sosial yang ada. Secara rinci Sartono Kartodirdjo
menjelaskan bahwa fungsi pengajaran sejarah nasional Indonesia meliputi:
1. Membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah airnya; 2.
Mendapatkan inspirasi dari cerita sejarah; 3. Memupuk alam pikiran ke
arah kesadaran sejarah; 4. Memberi pola pikiran ke arah kesadaran sejarah;
5. Mengembangkan pikiran penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam memahami sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang
terkait dengan Pancasila, Dardji Darmodihardjo mengajukan kesimpulan
bahwa nilai-nilai Pancasila telah menjiwai tonggak-tonggak sejarah
nasional Indonesia yaitu 1. Cita- cita luhur bangsa Indonesia yang
diperjuangkan untuk menjadi kenyataan; 2. Perjuangan bangsa Indonesia
tersebut berlangsung berabad-abad, bertahap dan menggunakan cara yang
bermacam-macam; 3. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945
merupakan titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang
dijiwai oleh pancasila; 4. Pembukaan UUD 1945 merupakan uraian
terperinci dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945; 5. Empat
pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945; paham negara persatuan,
negara bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, negara berdasarkan kedaulatan rakyat, negara berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab; 6. Pasal-pasal UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari

5
pokok-pokok yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 yang
berjiwakan Pancasila; 7. Maka penafsiran sila-sila pancasila harus
bersumber, berpedoman dan berdasar kepada Pembukaan dan Batang
Tubuh UUD 1945. (Dardji Darmodihardjo, 1978: 40).
Secara historis rumusan- rumusan Pancasila dapat dibedakan
dalam tiga kelompok (Bakry, 1998: 20) :
a. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang
merupakan tahap pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia,
termasuk Piagam Djakarta.
b. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang
sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.
c. Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama
belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945.
4. Masa Pengusulan
Dalam sidang Teiku Gikoi (Parlemen Jepang) pada tanggal 7
September 1944, perdana menteri Jepang Jendral Kuniaki Koisi, atas nama
pemerintah Jepang mengeluarkan janji kemerdekaan Indonesia yang akan
diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945, sebagai janji politik. Sebagai
realisasi janji ini, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan akan
dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai). Badan ini baru terbentuk pada
tanggal 29 April 1945.
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan
bala tentara Jepang di Jawa), dengan susunan sebagai berikut Ketua Dr.
KRT. Radjiman Wedyodiningrat, ketua muda Ichibangase Yosio (anggota
luar biasa, bangsa Jepang), Ketua Muda R. Panji Soeroso (merangkap Tata
Usaha), sedangkan anggotanya berjumlah 60 orang tidak termasuk ketua
dan ketua muda.

6
Adanya badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat
mempersiapkan kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-
syarat apa yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka. Oleh karena
itu, peristiwa ini dijadikan sebagai suatu tonggak sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang
pertama pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan
sidang kedua pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
5. Masa Sidang Pertama BPUPKI
Pada sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 M. Yamin
mengemukakan usul yang disampaikan dalam pidatonya yang berjudul
asas dan dasar negara Kebangsaan Indonesia di hadapan sidang lengkap
BPUPKI. Beliau mengusulkan dasar negara bagi Indonesia Merdeka yang
akan dibentuk meliputi Peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri
Ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Selain usulan dalam bentuk pidato, usulan M. Yamin juga
disampaikan dalam bentuk tertulis tentang lima asas dasar negara dalam
rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang
berbeda rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan isi pidatonya.
Rumusannya yang tertulis adalah sebagai berikut :
a. Ketuhanan Yang Maha Esa,
b. Kebangsaan Persatuan Indonesia,
c. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan,
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tangaal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan perihal yang pada
dasarnya bukan dasar negara merdeka, akan tetapi tentang paham
negaranya yaitu negara yang berpaham integralistik. Soepomo
mengusulkan tentang dasar pemikiran negara nasional bersatu yang akan
didirikan harus berdasarkan atas pemikiran integralistik tersebut yang
sesuai dengan struktur sosial Indonesia sebagai ciptaan budaya bangsa

7
Indonesia yaitu: struktur kerohanian dengan cita-cita untuk persatuan
hidup, persatuan kawulo gusti, persatuan dunia luar dan dunia batin, antara
mikrokosmos dan makrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-
pemimpinnya.
Syarat mutlak bagi adanya negara menurut Soepomo adalah
adanya daerah, rakyat, dan pemerintahan. Mengenai dasar dari negara
Indonesia yang akan didirikan, ada tiga persoalan yaitu:
1. Persatuan negara, negara serikat, persekutuan negara,
2. Hubungan antara negara dan agama,
3. Republik atau monarchie.
Pada hari berikutnya, tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno juga
mengusulkan lima dasar bagi negara Indonesia yang disampaikan melalui
pidatonya mengenai Dasar Indonesia merdeka. Lima dasar itu atas
petunjuk seseorang ahli bahasa yaitu Mr. M. Yamin. Lima dasar yang
diajukan Bung Karno ialah Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau
perikemanusiaa, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, Ketuhanan
yang berkebudayaan. Lima rumusan tersebut menurutnya dapat diringkas
menjadi tiga rumusan yang diberi nama Tri-Sila yaitu dasar pertama,
kebangsaan dan perikemanusiaan (nasionalisme dan internasionalisme)
diringkas menjadi satu diberi nama sosio-nasionalisme. Dasar kedua,
demokrasi dan kesejahteraan diringkas menjadi menjadi satu dan biberi
nama sosio-demokrasi. Sedangkan dasar yang ketiga, ketuhanan yang
berkebudayaan yang menghormati satu sama lain disingkat menjadi
ketuhanan.
Setelah selesai masa sidang pertama, dengan usulan dasar negara
baik dari M. Yamin dan Soekarno, dan paham negara integralistik dari
Soepomo maka untuk menampung perumusan-perumusan yang bersifat
perorangan, dibentuklah panitia kecil penyelidik usul-usul yang terddiri
atas Sembilan orang yang diketuai oleh Soekarno, yang kemudian disebut
dengan panitia Sembilan.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan
Rancangan pembukaan Hukum Dasar, yang oleh Mr. M. Yamin

8
dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Di dalam rancangan
pembukaan alinea keempat terdapat rumusan Pancasila yang tata
urutannya tersusun secara sistematis:
a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab
c. Persatuan Indonesia
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat
rumusan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka
rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”. Kalimat ini
merupakan cetusan hati nurani bangsa Indonesia yang diungkapkan
sebelum Proklamasi kemerdekaan, sehingga dapat disebut sebagai
declaration of Indonesian Independence.
6. Masa Sidang Kedua BPUPKI
Masa sidang kedua BPUPKI yaitu pada tanggal 10 Juli sampai
dengan 17 Juli 1945, merupakan masa sidang penentuan perumusan dasar
negara yang akan merdeka sebagai hasil kesepakatan bersama. Anggota
BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam orang anggota baru.
Sidang lengkap BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia
kecil atau panitia Sembilan yang disebut dengan piagam Jakarta.
Disamping menerima hasil rumusan Panitia Sembilan dibentuk juga
panitia-panitia Hukum Dasar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok
panitia perancang Hukum Dasar yaitu:
 Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan
anggota yang berjumlah 19 orang
 Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso
beranggotakan 23 orang,

9
 Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua Moh. Hatta bersama 23
orang anggota.
Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia
kecil. Perancang Hukum Dasar yang dipimpin oleh Soepomo. Panitia-
panitia kecil itu dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah
menyelesaikan tugasnya menyusun Rancangan Hukum Dasar. Selanjutnya
pada tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan
panitia Sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan
Pembukaan Hukum Dasar, dan pada tanggal 16 Juli 1945 menerima
seluruh Rancangan Hukum Dasar yang sudah selesai dirumuskan dan di
dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai pembukaan.
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, hanya
merupakan sidang penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia secara resmi. Dengan berakhirnya sidang ini
maka selesailah tugas badan tersebut, yang hasilnya akan dijadikan dasar
bagi negara Indonesia yang akan dibentuk sesuai dengan janji Jepang.
Sampai akhir sidang BPUPKI ini rumusan Pancasila dalam sejarah
perumusannya ada empat macam:
a. Rumusan pertama Pancasila adalah usul dari Muh. Yamin pada
tanggal 29 Mei 1945, yaitu usul pribadi dalam bentuk pidato,
b. Rumusan kedua Pancasila adalah usul Muh. Yamin tanggal 29 Mei
1945, yakni usul pribadi dalam bentuk tertulis,
c. Rumusan ketiga Pancasila usul bung Karno tanggal 1 Juni 1945, usul
pribadi dengan nama Pancasila,
d. Rumusan keempat Pancasila dalam piagam Jakarta tanggal 22 Juni
1945, hasil kesepakatan bersama pertama kali.
Meskipun Pancasila secara formal belum menjadi dasar negara
Indonesia, namun unsur-unsur sila-sila Pancasila yang dimiliki bangsa
Indonesia telah menjadi dorongan perjuangan bangsa Indonesia pada masa
silam. Pada saat proklamasi, semua kekuatan dari berbagai lapisan
masyarakat bersatu dan siap mempertahankan serta mengisi kemerdekaan

10
yang telah diproklamasikan. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah revolusi Pancasila.
Sehari setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya
tanggal 18 Agustus 1945, diadakan sidang pleno PPKI untuk membahas
Naskah Rancangan Hukum Dasar yang akan ditetapkan sebagai Undang-
Undang Dasar (1945). Tugas PPKI semula hanya memeriksa hasi sidang
BPUPKI, kemudian anggotanya disempurnakan. Penambahan
keanggotaan ini menyempurnakan kedudukan dan fungsi yang sangat
penting sebagai wakil bangsa Indonesia dalam membentuk negara
Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Dalam sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil
mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan
menetapkan (Kaelan, 1993: 43-45) :
a. Piagam Jakarta yang telah diterima sebagai rancangan Mukaddimah
Hukum Dasar oleh BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945 dengan
beberapa perubahan, disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia.
b. Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada
tanggal 16 Juli 1945 setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan
sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
c. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yaitu Ir.
Soekarno sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
d. Menetapkan berdirinya Komite Nasional sebagai Badan Musyawarah
darurat.
Dengan disahkan dan ditetapkan Piagam Jakarta sebagai
Pembukaan UUD 1945, maka lima dasar yang diberi nama Pancasila tetap
tercantum di dalamnya. Hanya saja sila Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, diubah menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa, atas prakarsa Drs. Moh. Hatta. Rumusan
Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai rumusan kelima dalam
sejarah perumusan Pancasila, dan merupakan rumusan pertama yang
diakui sebagai dasar filsafat negara secara formal.

11
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merupakan suatu asas
kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum,
sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah baik moral
maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis
atau UUD, maupun yang tidak tertulis atau konvensi. Oleh karena itu,
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini memiliki kekuatan yang
mengikat secara hukum. Seluruh bangsa Indonesia tak terkecuali dengan
demikian wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Indonesia, ia
tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945 yang
diwujudkan lebih lanjut di dalam pokok pikiran, yang meliputi suasana
kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikonkrietisasikan dalam
pasal-pasal UUD 1945 maupun dalam hukum positif lainnya. Konsekuensi
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini lebih lanjut dapat dirinci
sebagai berikut: Pertama; Pancasila sebagai dasar negara merupakan
sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia.
Kedua; Pancasila sebagai dasar negara meliputi suasana kebatinan dari
UUD 1945. Ketiga; Pancasila sebagai dasar negara mewujudkan cita-cita
hukum bagi hukum dasar negara Indonesia. Keempat; Pancasila sebagai
dasar negara mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung
isi yang mewajibkan pemerintah maupun para penyelenggara negara untuk
memelihara budi pekerti yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur.

B. Pancasila Era Kemerdekaan


Dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia pasca kemerdekaan,
Pancasila mengalami banyak perkembangan. Sesaat setelah kemerdekaan
Indonesia pada 1945, Pancasila melewati masa-masa percobaan demokrasi.
Pada waktu itu, Indonesia masuk ke dalam era percobaan demokrasi multi-
partai dengan sistem kabinet parlementer. Partai-partai politik pada masa itu
tumbuh sangat subur, dan proses politik yang ada cenderung selalu berhasil
dalam mengusung kelima sila sebagai dasar negara (Somantri, 2006). Pancasila

12
pada masa ini mengalami masa kejayaannya. Selanjutnya, pada akhir tahun
1959, Pancasila melewati masa kelamnya dimana Presiden Soekarno
menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Pada masa itu, presiden dalam rangka
tetap memegang kendali politik terhadap berbagai kekuatan mencoba untuk
memerankan politik integrasi paternalistik (Somantri, 2006). Pada akhirnya,
sistem ini seakan mengkhianati nilai-nilai yang ada dalam Pancasila itu sendiri,
salah satunya adalah sila permusyawaratan. Kemudian, pada 1965 terjadi
sebuah peristiwa bersejarah di Indonesia dimana partai komunis berusaha
melakukan pemberontakan. Pada 11 Maret 1965, Presiden Soekarno
memberikan wewenang kepada Jenderal Suharto atas Indonesia. Ini merupakan
era awal orde baru dimana kemudian Pancasila mengalami mistifikasi.
Pancasila pada masa itu menjadi kaku dan mutlak pemaknaannya. Pancasila
pada masa pemerintahan presiden Soeharto kemudia menjadi core-values
(Somantri, 2006), yang pada akhirnya kembali menodai nilai-nilai dasar yang
sesungguhnya terkandung dalam Pancasila itu sendiri. Pada 1998,
pemerintahan presiden Suharto berakhir dan Pancasila kemudian masuk ke
dalam era baru yaitu era demokrasi, hingga hari ini.

C. Pancasila Era Orde Lama


Kedudukan pancasila sebagai idiologi Negara dan falsafah bangsa yang
pernah dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar untuk
pertama kalinya pada akhir dua dasa warsa setelah proklamasi kemerdekaan.
Meredupnya sinar api pancasila sebagai tuntunan hidup berbangsa dan
bernegara bagi jutaan orang diawali oleh kahendak seorang kepala
pemerintahan yang terlalu gandrung pada persatuan dan kesatuan.
Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam bentuk membangun kekuasaan yang
terpusat, agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang dapat menyelesaikan
sebuah revolusi perjuangan melawan penjajah (nekolim, neokolonialisme) serta
ikut menata dunia agar bebas dari penghisapan bangsa atas bangsa dan
penghisapan manusia dengan manusia.
Orde lama berlangsung dari tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku
demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD 1945,

13
Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan
demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin
dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya dan
bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan-
kepentingan tertetu.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah
sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang
bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD1945
pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi
karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang
presiden dan lemahnya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap
kebijakan-kebijakan.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang
berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi
makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya
pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa
dan Negara.
Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI
memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret
1969 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi
terjaminnya keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan jalannya
pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde
Baru.

D. Pancasila Era Orde Baru


Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan
yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling
stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya
keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi dengan maraknya pembangunan di
segala bidang. Era pembangunan, era penuh kestabilan, menimbulkan
romantisme dari banyak kalangan.

14
Di era Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak
lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk
semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-
agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada
rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang
mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri
terkesan “menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar
negara sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Disamping hal
tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi
dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian
antarwarga sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan
budaya gotong-royong sangat dijunjung tinggi. Selain penanaman nilai-nilai
tersebut dapat dilihat dari penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam
kehidupan berorganisasi, yang menyatakan bahwa semua organisasi, apapun
bentuknya, baik itu organisasi masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan
sebagainya haruslah mengunakan Pancasila sebagai asas utamanya.
Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman nilai-
nilai Pancasila, yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila, terdapat juga materi lain seperti
UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Wawasan Nusantara,
dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme dan
patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada seluruh komponen bangsa
sampai level bawah termasuk penataran P4 untuk siswa baru Sekolah Dasar
(SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan di
perguruan tinggi hingga di wilayah kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara
menyeluruh melalui Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi.
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan
negara, nasib Pancasila dan UUD 1945 menjadi semacam senjata bagi

15
pemerintahan Orde Baru dalam hal mengontrol perilaku masyarakat. Seakan-
akan ukurannya hanya satu: sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut sesuai
dengan keinginan penguasa, sebaliknya dianggap salah kalau bertentangan
dengan kehendaknya. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda
pendapat dengan negara dalam prakteknya malah dengan mudahnya
dikriminalisasi.
Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan
dengan fakta yang terjadi di masyarakat, berdasarkan perbuatan pemerintah.
Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan
masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab
setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai
dengan keteladanan serta tindakan yang nyata, sehingga banyak masyarakat
pun tidak menerima adanya penataran yang tidak dibarengi dengan perbuatan
pemerintah yang benar-benar pro-rakyat.
Pada era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila. Secara
pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya mengenai
keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian setinggi-
tingginya terhadap Pancasila. Ketika Soeharto memberikan pidato dalam
Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan
Pancasila sebagai suatu force yang dikemas dalam berbagai frase bernada
angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan
Pancasila sebagai “tuntunan hidup”, menjadi “sumber tertib sosial” dan
“sumber tertib seluruh perikehidupan”, serta merupakan “sumber tertib negara”
dan “sumber tertib hukum”. Kepada pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda
tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto menyatakan, “Pancasila janganlah
hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan dihayati!” Dapat
dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya selain Pancasila di Indonesia,
pada saat itu, dan dalam era Orde Baru.
Di dalam P4, melalui Ketetapan MPR (TAP MPR) No. II/MPR/1978
(sudah dicabut), adalah 36 butir Pancasila sebagai ciri-ciri manusia Pancasilais.
Pemerintah Orde Baru mengharapkan melalui 36 butir Pancasila, yang serta
merta “wajib hukumnya” untuk dihafal, akan terbentuk suatu tatanan rakyat

16
Indonesia yang mempraktikkan kesemuanya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, lalu terciptalah negara Indonesia yang adil dan makmur, di segala
bidang. Akan tetapi, justru penghafalan itu yang menjadi bumerangnya. Cita-
cita yang terkembang melalui P4 hanya keluar dari mulut saja, tanpa ada
pengamalan yang berarti untuk setiap butir yang terkandung di dalamnya,
meskipun tidak terjadi secara general.

E. Pancasila Era Reformasi


Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar
setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya
memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan
fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi
kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar
negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai negara
hukum, setiap perbuatan baik dari warga masyarakat maupun dari pejabat-
pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus
menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak
boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Substansi produk hukumnya
tidak bertentangan dengan sila-sila pancasila.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik
mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia
merdeka di implementasikan sebagai berikut :
1. Penerapan dan pelaksanaan keadilaan sosial mencakup keadilan politik,
agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan
keputusan.
3. Melaksanakan keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan
berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan.

17
4. Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
5. Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke
Tuhanan Yang Maha Esa.
Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung
pengertian bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan
sistematis dalam kehidupan nyata.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan
mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan,
dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam
masyarakat majemuk. Oleh karena itu smeboyan Bhinneka Tunggal Ika dan
pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa
hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan
sebagai landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini
bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam,
maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa
TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya atau mengakhiri dwifungsinya
dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional.
Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki
kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang
diletakkan diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan
arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis.
Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak
mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan
kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh,
dalam dimensinya sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga
masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi,
observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan
kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui
proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud
fisik ataupun non fisik. Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai

18
yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan
dasar dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan yang parameter
kebenaran serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksilogis, yaitu bahwa dengan
menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek
pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan
Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal
Pancasila.
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar
setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya
memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan
fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945),
Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya
sejarah bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan
perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu :
1. Tahap 1945 – 1968 Sebagai Tahap Politis
Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and
Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa
Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam
maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat
dominan. Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya menurut Notonagoro
dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila
mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran
filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan
ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi
dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu imperatif dan suatu
philosophical concensus dengan komitmen transenden sebagai tali
pengikat kesatuan dan persatuan dalam menyongsong kehidupan masa
depan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro

19
menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan staatfundamental
Norm yang tidak dapat diubah secara hukum oleh siapapun. Sebagai
akibat dari keberhasilan mengatasi berbagai tantangan baik dari dalam
maupun dari luar negeri, masa ini ditandai oleh kebijakan nasional yaitu
menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal.
2. Tahap 1969 – 1994 Sebagai Tahap Pembangunan Ekonomi
Yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi.
Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi,
akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap ini
pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara spektakuler,
walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala ketidakmerataan dalam
pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena
yang dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu
dilaksanakan oleh pemerintah. keadaan ini semakin memprihatinkan
setelah terjadinya gejala KKN dan Kronisme yang bertentangan dengan
nilai-nilai Pancasila. Bersamaan dengan itu perkembangan perpolitikan
dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis, lahirnya tiga raksasa
kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Oleh karena
itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh supersifnya
komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang
aneksasinya kapitalisme, disamping menhadapi tantangan baru yaitu KKN
dan kronisme.
3. Tahap 1995 – 2020 Sebagai Tahap Repositioning Pancasila
Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara
cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang
melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini,
bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia.
Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka
semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara
dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan
kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak
menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya

20
reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang
mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya
dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi
yang melekat padanya.

Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya


dikonkritisasikan sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat “sein
im sollen dan sollen im sein”.
Idealitasnya bahwa idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah
sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja
untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna
melihat hari depan secara prospektif.
Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang
sudah selesai dan dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka
bagi tafsi-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus
berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya Pancasila
menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai penyangga bagi
kehidupan bangsa dan negara.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan
mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti
pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam
melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan
vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru
menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari
berdirinya bangsa ini, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah
pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten,
integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

21
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dapat saya simpulkan :
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang
bersama dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan
peristiwa yang saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang
berhubungan dengan kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada
masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada
masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan
masa depan yang berbeda dengan masa yang sebelumnya. Sejarah perjuangan
bangsa Indonesia berlalu dengan melewati suatu proses waktu yang sangat
panjang. Dalam proses waktu yang panjang itu dapat dicatat kejadian-
kejadian penting yang merupakan tonggak sejarah perjuangan.
Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara
Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu
pancasila. Pancasila dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan
sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Replubik Indonesia, termasuk
di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat.
Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan
penyelenggaraan Negara dan seluruh kehidupan Negara Replubik Indonesia.

22

S-ar putea să vă placă și