Sunteți pe pagina 1din 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Seiring meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta era globalisasi
dan arus informasi yang sangat pesat, serta lingkungan yang padat
menimbulkan perubahan kesehatan pada manusia baik fisik, mental, spiritual
dan sosial. Individu yang tidak dapat beradaptasi terhadap perubahan yang
terjadi, maka akan menimbulkan gangguan kesehatan baik fisik maupun
psikologi (Depkes RI, 2000).

Kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan


sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan perasaan
bahagia, sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Sampai saat ini
sering diidentikan dengan raga yang prima, sementara, kondisi jiwa yang
stabil tak terlalu banyak diperhatikan, kesehatan jiwa masih dipandang sebelah
mata. Pasalnya, selain tak terlihat kasat mata pada awal gejalanya, belum
banyak masyarakat yang menyadari pentingnya menjaga kesehatan jiwa.
Akibatnya, penyakit jiwa seringkali dideteksi terlambat sehingga baru
ditangani setelah kondisinya terlanjur parah, sebagian besar masyarakat belum
menyadari bahwa kesehatan mental adalah suatu kondisi yang harus
diperhatikan seperti halnya kesehatan fisik, psikis seseorang pun memiliki
kesinambungan antara sakit dan sehat, indikator sehatnya kondisi psikis
seseorang adalah hidup yang produktif dan berkualitas. (www.pdpersi.co.id).

Menurut WHO potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang


tinggi. Setiap saat, 450 juta orang diseluruh Dunia terkena dampak
permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku. Di Amerika Serikat prevalensi
skizoprenia dilaporkan bervariasi dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka
insiden 1 per 10.000 orang per tahun. Sedangkan di Indonesia jumlah
penduduk yang mengalami gangguan jiwa diperkirakan terus meningkat,
bahkan khusus untuk gangguan jiwa berat, jumlahnya bisa mencapai 6 juta

1
2

orang, data tersebut berdasar riset kesehatan dasar, menurut riset itu, jumlah
penduduk Indonesia yang terkena gangguan jiwa berat mencapai 1-3 persen
diantara total penduduk, jika penduduk indonesia diasumsikan sekitar 200
juta, 3 persen dari jumlah itu adalah 6 juta orang. Sementara di DKI Jakarta
angka kecenderungan kejadian gangguan kejiwaan adalah 1 persen dari
jumlah penduduknya, sehingga jika jumlah penduduk Jakarta 9 juta orang
maka terdapat 9.000 orang yang menderita gangguan jiwa
(www.pdpersi.co.id).

Skizofrenia merupakan penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi


klien, cara pikir, bahasa, emosi dan perilaku sosialnya. Perubahan atau
pergantian semua sensasi akan secara khusus mencolok pada tahap awal
skizofrenia. Orang diliputi oleh membanjirnya sensasi-sensasi yang mereka
rasakan, sebagaimana hal jika penyaringan alamiah di otak tidak lagi bekerja.
Bagi banyak orang perubahan persepsi ini berkembang menjadi full-blown
hallucination (ledakan halusinasi) (Wiramihardja,2007). Menurut Yosep
(2011) diperkirakan lebih dari 90% klien dengan skizofrenia mengalami
halusinasi.

Halusinasi merupakan ketidak mampuan klien menilai dan berespon pada


realita dan merespon pada realitas, klien tidak dapat membedakan keadaan
dengan kenyataan. Sadangkan dampak yang akan terjadi adalah klien sering
menyendiri, melamun dan menjadi pendiam. Derajat bahaya halusinasi
tergantung pada isi, frekuensi, dan intensitas halusinasi yang dapat
mengakibatkn ancaman baik terhadap diri sendiri, orang lain dan
lingkungan sampai menimbullkan kematian.

Dilihat dari permasalahan di atas, maka peran perawat dalam menanggulangi


halusinasi sangat penting dilihat dari aspek prepentif yaitu upaya pencegahan
dengan mengajarkan upaya cara mengatasi masalah individu dan keluarga,
aspek promotif yaitu peningkatan kesehatan dengan memberikan pendidikan
kesehan kepada klien dan keluarga, aspek kuratif yaitu merencanakan dan
3

implementasikan rencana tindakan keperawatan dan pemberian pengobatan


sesuai indikasi dan aspek rehabilitatif.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil Asuhan


keperawatan sebagai bentuk aplikasi langsung pada klien. Oleh karena itu,
makalah ilmiah ini berjudul “Asuhan keperawatan pada Tn D dengan
gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran di ruang Sipiso-piso Rumah
Sakit Jiwa Prof Dr. Muhammad Ildrem”. Lalu yang menjadi permasalahan
sekarang, bagaimana asuhan keperawatn pada klien gangguan sensori persepsi
halusinasi pendengaran dengan Tn D yang di laksanakan di Rumah Sakit jiwa
Prof Dr. Muhammad Ildrem.

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan proses keperawatan
pada klien Tn D dengan halusinasi pendengaran di ruang sipiso-piso
Rumah Sakit JiwaProf Dr. Muhammad Ildrem.

2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian analisa data, merumuskan masalah
keperawatan, membuat pohon masalah, menetapkan pohon masalah,
menetapkan diagnosa keperawatan pada Tn Ddengan halusinasi
pendengaran di ruang sipiso-piso Rumah Sakit Jiwa Prof Dr.
Muhammad Ildrem.
b. Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan untuk memenuhi
kebutuhan klien dan mengatasi masalah klien.
c. Dapat mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang
nyata sesuai dengan diagnosa yang telah ditegakkan.
d. Dapat menilai hasil (mengevaluasi) tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
e. Dapat melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.
4

C. Ruang lingkup
Pada makalah ini hanya akan membahas tentang Asuhan keperawatan dengan
gangguan persepsi halusinasi pendengaran.

D. Metode penulisan
Dalam punulisan makalah ilmiah, penuli menggunakan metode deskriptif
yaitu metode ilmiah yang bersifat mengumpulkan data, menganalisa serta
menarik kesimpulan yang selanjutnya akan di sajikan dalam bentuk narasi dan
tabel yang akan menjadi bahan pembahasan.

E. Sistematika penulisan
Adapun sestematika penulisan makalah ilmiah ini adalah terdiri dari : BAB I
pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup,
metode penilisan dan sistematika penulisan, BAB II Tinjauan teori yang
meliputi pengertian, psikodinamika (etiologi, jenis-jenis,tahap-
tahap,komplikasi),rentang responn dan askep yang meliputi
(pengkajian,diagnose,perencanaan, pelaksanaan, evaluasi), BAB III Tinjauan
kasus yang membahas tentang pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, tindakan keperawatan dan evaluasi. BAB IV kesimpulan dan
saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Halusinasi adalah merupakan ketidakmampuan individu dalam
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus sesuai dengan yang di
terima melalui panca indra ( Dep. Kes. RI 2000 ). Halusinasi adalah gangguan
persepsi tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang saling terjadi
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system
pengindraan. Menurut ( Ermawati Dalami , S.Kp 2009).

Halusinasi adalah persepsi yang salah atau yang palsu tetapi tidak ada
rangsangan yang menimbulkan atau tidak ada objek. (Drs. Sunardi 2005
dalam Ermawati Dalami , S.Kp 2009 hal 18). Halusinasi merupakan suatu
kelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu,
termasuk berpikir dan berkomunikasi menerima dan menginterpretasikan
realita merasakan dan mewujudkan emosi, dan berprilaku dengan sikap yang
dapat di terima secara sosial (Ann Isaacs 2004 hal 15).

B. Etiologi
Menurut stuart ( 2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon
neorologis yang maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian sebagai berikut:
1) penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia
2) beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang
berlebihan.
3) pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.

5
6

b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :
kemiskinan, perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang
terisolasi

2. Faktor Presipitasi
secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor
dan maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan kekambuhan
(kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a. Biologi
dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
akibat ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
7

C. Tanda dan gejala


Tandadan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi
pendengaran:
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2. Mengatakan mendengar suara.
3. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
5. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.
6. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
7. Sikap curiga dan bermusuhan.
8. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
9. Sulit membuat keputusan.
10. Ketakutan.
11. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
12. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.
13. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.
14. Muka merah kadang pucat.
15. Ekspresi wajah tegang
16. Tekanan sdarah meningkat.
17. Nadi cepat.
18. Banyak keringat.

D. Psikodinamika
1. Etiologi
Gambaran otak karena keracunan, obat halusinogeni, gangguan jiwa
seperti emosi tertentu dapat mengakibatkan ilusi, psikosis yang dapat
menimbulkan persepsi berbeda atu orang yang berasal dari sosial budaya
yang berbeda.

2. Proses
Halusinasi terjadi apabila yang bersangkutan mempunyai kesan tertentu
tentang sesuatu, padahal kenyataan tidak terdapat rangsangan apapun atau
8

tidak terjadi sesuatu apapun atau bentuk kesalahan pengamatan tanpa


objetivitas pengindraan tidak di sertai stimulus fisik yang adekuat.

3. Jenis–jenis halusinasi
Jenis- jenis halusinasi menurut Stuart and Sundeen dalam Ermawati
Dalami, S.Kp 2009 hal 19 adalah :
a. Halusinasipendengaran (Auditori )
Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara
orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara
orang yang berbicara mengenai klien, klien mendengar orang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien dan memerintah
untuk melakukan suatudan kadang-kang melakukan yang yang bahaya.
b. Halusinasi penglihatan (Visual )
Halusinasi yang merupakan stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometris, gambar kartun dan atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa seseatu
yang menyenagkan.
c. Halusinasi penghidu ( Alfaktori )
Halusinasi yang seolah-olah mencium bau busuk, amis atau bau yang
menjijikan seperti darah, urin atau feses. Halusinasi penghidu
khususnya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dimensial.
d. Halusinasi pengecap ( gustatori )
Halusinasi yang seolah-olah merasakan suatu yang busuk, amis dan
menjijikan seperti, darah, urin feses.
e. Halusinasi peraba ( tartil )
Halusinasi yang seolah-olah mengalami rasa sakit atau tidak enak
secara stimulus yang terlihat. Merasakan sensasi listrikdatang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
9

4. Fase Halusinasi
Menurut tim kesehatan jiwa fakultas kedoktreran universitas Indonesia
fase-fase halusinasi tahun (2009 hal 20), karakteristik dan perilaku yang di
tampilkan oleh klien yang mengalami halusinasi adalah :
a. Fase I
Memberi nyaman tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi
merupakan suatu kesenangan.
Karakteristik (non verbal )
1) Mengalami ansietas,kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
ansietas.
3) Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol
kesadaran.

Perilaku klien
1) Tersenyum atau tertawa sendiri
2) Menggerakkan bibir tanpa suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal yang lambat
5) Diam dan berkonsentrasi

b. Fase II
1) Menyalahkan
2) Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan
rasa antipasti

Karakteristik ( non verbal )


1) Pengalaman sensori menakutkan
2) Merasa di lecahkan oleh pengalaman sensoritersebut
3) Mulai merasa kehilangan kontrol
4) Menarik diri dari orang lain
10

Perilaku klien
1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
2) Perhatian dengan lingkungan berkurang
3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya
4) Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas

c. fase III
1) Mengontrol
2) Tingkat kecemasan berat
3) Pengalaman sensori ( halusinasi ) tidak dapat di tolak

Karakteristik (psikotik )
1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi)
2) Isi halusinasi menjadi atraktik
3) Kesepian bila pengalaman social berakhir

Perilaku klien
1) Perintah halusinasi di tandai
2) Sulit berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian dengan lingkungan kurang atau hanya beberapa detik
4) Tidak tau mengikuti perintah dari perawa, tampak tremor dan
berkeringat

d. Fase IV
Menguasai tingkat kecerdasan, panik secara umum, diatur dan di
pengaruhi oleh halusinasi.

Karakteristik (psikotik)
1) Pengalaman sensori menjadi mengancam
2) Halusinasi dapat menjadi beberapa jam atau beberapa hari
11

Perilaku klien
1) Perilaku panik
2) Potensial untuk bunuh diri atau membunuh
3) Tindak kekerasan agitasi, menarik atau katatonik

5. Komplikasi
a. Muncul perilaku untuk mencederai diri sendiri dan lingkungan, yang di
akibatkan dari persapsi sensori palsu tanpa adanya stimulis eksternal.
b. Klien dengan halusinasi mengisolasi dirinya dengan orang lain karena
tidak peka terhadap sesuatu yang nyata dan tidak nyata.

E. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologi.
1. Pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra
yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang
sesuatu yang ada di dalam maupun diluar dirinya.
3. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek
keluar di sertai banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya
berlangsung tidak lama.
4. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya umum yang belaku.
5. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam
bentuk kerja sama.
6. Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi
implus eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran
sensorik pada area tertentu diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan
kejadian yang telah dialami sebelumnya.
12

7. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek


keluar berlebihan atau kurang.
8. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa
tindakan nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh
norma-norma sesial atau berbudaya umum yang berlaku.
9. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma
sosial atau budaya umum yang berlaku.
10. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
11. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.

Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon


persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui panca indra (pendengaran,
penglihatan,penghidu,pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulul panca indra walaupun sebenarnya
stimulas itu tidak ada.

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan pada pasien halusinasi dengan cara:
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan klien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan
secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa
pasien disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara
fisik atau emosianoal. Setiap perawat masuk kekamar atau mendekati
klien, bicara dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannnya
hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan
dilakukan. Diruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat
13

merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan


dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding,
majalah dan permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang
diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.
c. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi permasalahan
yang ada
Setelah pasien lebih kooeratif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah klien yang merupakkan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga klien atau orang lain
yang deket dengan klien.
d. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolahraga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan klien kekehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan
dan memilih kegiatan jadwal yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses keperawatan
Kelurga klien dan petugas lain sebaiknya diberitahu tentang data klien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki laki yang mngejek tapi bila
ada orang lain didekatnya suara suara itu tidak terdengar jelas.

Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan menyibukkan


diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya diberitahukan kepada keluarga klien dan petugas lain agar
14

tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak


bertentangan.

2. Farmako :
a. Anti Psikotik
1) Cholorpromazine (Promaticle, Largactile)
2) Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
3) Stelazine
4) Clozapine (Clorazil)
5) Risperidone (Rispeldal)

b. Anti Parkinson
1) Trihexyphenidile
2) Arthan
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. pengkajian
Tn.D berusia 29 tahun sudah berulang kali masuk Rumah Sakit Jiwa Prof.
Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara. Keluhan utama sebelum masuk
rumah sakit yaitu klien sering mendengar suara bisikan yang tidak jelas seperti
“Suara-suara ingin mengambil nyawanya dan bisikan bisikan lain”, sehingga
klien mengamuk, marah, gelisa dan mencederai dirinya sendiri. Klien
mengatakan suara itu datang setiap klien setiap saat dan melamun, terkadang 5
x/hari suara itu datang.Pengkajian dilakukan pada agustus 2017 jam 10.30
WIB penulis melakukan studi kasus dengan gangguan persepsi : sensori
halusinasi pendengaran pada Tn. Sdi ruangan sipiso-piso Rumah Sakit Jiwa
Prof Muhamammad Ildrem Sumatra Utara, di dapatkan data sebagai berikut.
1. Identitas
Identitas klien
Nama : Tn. D
Umur : 29Tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Kristen
Pendidikan : SMP
Alamat : Lumban Ratus Kec. Tano Tombangan Angkola
Tapanuli Selatan
Tanggal masuk : 02 April 2017 Jam : 00.10 WIB
No RM : 03.51.87
Diagnosa medik : Skizofrenia paranoid

B. Alasan Masuk
Klien bicara sendiri, menyendiri, marah-marah, sering menangis, dan menjerit
.

C. Faktor Predisposisi

15
16

Faktorpredisposisikliensebelumnyapernahmengalamigangguanjiwadan tahun
ini adalah kelima kalinya kali di rawat di RumahSakitJiwa Prof, Dr.
Muhammad IldremProvinsi Sumatera Utara,
pengobatankurangberhasilkarenaklientidakteratur minumobat,
Keluargaklientidakada yang
pernahmengalamigangguanjiwadanklientidakmempunyaipengalaman yang
tidakmenyenangkan.

D. Pemeriksaan Fisik
Klientidakmemilikikeluhanfisik, saatdilakukanpemeriksaantanda-tanda vital,
didapatkanhasilTD : 120/70 mmHg ; N : 80x/i ; S : 36oC ; P : 18 x/i.
Klienmemiliki TB: 160 cm dan BB: 46 kg.

E. Psikososial
Padapsikososialkhususnya genogram
klienmerupakankeempatdari5bersaudaradanklientinggalserumahdengankedua
orangtuanya.Klien belum menikahdanmemiliki1 orang saudara perempuan
dan 3 saudara laki-laki.
Genogram
17

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Garis perkawinan
: Tinggal dalam satu rumah
: Laki laki meninggal
: Perempuan meninggal

1. Konsep diri
a. Gambaran diri : Klien mengatakan biasa saja tentang tubuhnya .
b. Identitas Diri : klien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera
berkumpul dengan keluarganya
c. Peran Diri: klien merupakan seorang anak dalam keluarga.
d. Ideal diri: Klien berharap lekas sembuh dan dapat berkumpul
dengan anggota keluarga nya
e. Harga diri: Klien merasa kurang berarti di keluarganya karena
dirawat di rumah sakit jiwa
Masalah Keperawatan: Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah

2. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti: orang tua
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : Sebelum
dirawat jarang ikut kegiatan-kegaitan di masyarakat, dan jarang
mengikuti kegiatan ibadah
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: Klien malu
karena diejek dirawat di rumah sakit jiwa dan dikucilkan oleh orang
lain
Masalah keperawatan: Isolasi Sosial
18

3. Spiritual
Nilai dan keyakinan : Klien menganut agama Kristen dan percaya pada
tuhannya
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah

F. Status Mental
1. Klien berpenampilan rapi, rambut rapi, mandi dan berganti pakaian bisa
sendiri
Masalah Keperawatan: Tak ada masalah
2. Klien bicara lambat dan bicara ngawur
Masalah Keperawatan: Perubahan komunikasi verbal
3. Klien tampak lesu dan tidak bersemangat
Masalah keperawatan: Intoleransi aktivitas
4. Klien merasa sedih dan merasa diasingkan oleh keluarga
Masalah Keperawatan: Harga diri rendah
5. Klien mampu bereaksi sesuai dengan stimulus yang terjadi
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
6. Selama proses interaksi, klien cukup kooperatif serta kontak mata baik
antara perawat-klien
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
7. Klien mengalami halusinasi penglihatan yaitu melihat bayang-bayangan
yang tidak bisa di jelaskan klien.
Masalah Keperawatan:Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Penglihatan
8. Klien mengutarakan pendapat dengan baik
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah
9. Klien menyampaikan isi pikir sesuai dengan pertanyaan
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah
10. Klien dalam keadaan sadar (Composmentis) serta memiliki orientasi yang
baik terkait orang, tempat, waktu.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
19

11. Klien mampu mengingat hal-hal yang terjadi di masa lalu seperti pernah
dirawat di rumah sakit jiwa
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
12. Klien masih dapat berkonsentrasi dalam hitungan sederhana
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
13. Klien belum mampu mengambil keputusan mandiri
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
14. Daya tilik diri yakni klien menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan
jiwa halusinasi dan ingin segera sembuh
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

G. Mekanisme Koping
Klien masih ingin berbicara dengan orang lain
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

H. Salah Psikososial Dan Lingkungan


Klien tidak memiliki masalah dalam berhubungan dengan lingkungan
terhadap dirinya yang dirawat di RSJ.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

I. Pengetahuan Kurang Tentang


Klien mengetahui bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah

J. Kebutuhan Persiapan Pulang


1. Makan
Klien makan 3 kali sehari (pagi, siang, sore) habis seporsi dengan menu
yang berbeda yang disediakan di rumah sakit, klien makan sendiri tanpa
bantuan.
2. Minum
Klien minum 8 gelas perhari, selama klien dirawat di rumah sakit. Klien
minum sesuai yang disediakan.
20

3. BAB / BAK
Klien BAB 2 kali sehari dan BAK 4-6 kali sehari. Klien melakukan sendiri
tanpa bantuan.
4. Mandi
Klien mandi 2 kali sehari tiap pagi dan sore dengan memakai sabun,
menggosok gigi setiap mandi dan dua hari sekali keramas.
5. Berpakaian
Klien mampu memakai pakaian sendiri tanpa bantuan, klien berpakaian
cukup rapi.
6. Istirahat / Tidur
Klien dapat istirahat cukup dan tidur selama kurang lebih 8 jam tiap
harinya, pada siang hari Tn.D tidur kurang lebih 1 jam dan tidur malam
dari jam 21.00 wib sampai 05.25 wib, saat tidur malam terkadang Tn.D
terbangun karena mendengar suara-suara.
7. Penggunaan Obat
Klien minum obat 2 kali sehari (pagi dan sore). Klien minum obat sesuai
dosis dan anjuran yang telah ditentukan oleh dokter secara rutin dan
teratur.

K. Mekanisme Koping
Jika klien mendapatkan masalah klien lebih memilih untuk memendamnya
sendiri (menyendiri) dengan alasan malu menceritakan masalahnya kepada
orang lain.

L. Masalah Psikologis Dan Lingkungan


Klien mengatakan “Saya lebih suka menyendiri dikamar dari pada berkumpul
dengan teman-teman saya yang ada diruangan”
21

M. Analisa Data
NO. DATA MASALAH
1 DS : Perubahan Persepsi Sensori
- Klien mengatakan “Saya suka Halusinasi Pendengaran
mendengar suara-suara, kadang-
kadang suara orang yang menyuruh
saya untuk mati. Suara-suara itu
muncul kadang-kadang 2 – 3 kali
dalam 1 minggu biasanya muncul
kalo saya lagi menyendiri dan
melamun, lama suara itu ± 7 menit“.
DO:
- Klien tampak bingung.
- Mulut komat-kamit.
- Klien kadang bicara sendiri.
- Klien mondar-mandir.
- Koping maladaptif.
2 DS : Isolasi sosial : Menarik diri
- Klien mengatakan tidak suka
berkumpul dengan teman-temannya
maupun perawat yang ada ruangan.
- DO :
- Klien terlihat acuh dengan
lingkungan sekitar
- Klien terlihat lebih suka
menyendiri di kamarnya dan
melamun.
- Kontak mata kurang.
3 DS : Resiko mencederai diri, orang lain
dan lingkungan
- Klien mengatakan “Saya merasa
terganggu jika mendengar suara-suara
itu, saya juga jengkel dan rasanya
ingin melempar barang-barang kalau
suara-suara itu muncul “.
- Klien mengatakan sebelum
dibawa kesini klien marah-marah dan
melempar gelas dan piring.
DO:
- Klien bicara kacau
- Klien marah-marah tanpa sebab.
- Pandangan mata tajam, tidak
fokus, kontak mata kurang.
- Nada suara cepat dan tinggi
22

N. ASPEK MEDIS
1. Diagnosa Medik :Skizofrenia paranoid
2. Terapi Medis :Terapi farmakologi

Nama Obat Dosis Warna Indikasi Efek Samping


Triheksilfenidil 2x2 mg/hari Putih Parkinson rileks. Mengantuk
Lemas
Chlorpromazine 2x100 mg/hari orange Penenang dosis Mengantuk
tinggi. Mata kabur
Haloperidol 2x1,5 mg/hari pink Obat halusinasi. Tremor

3. Terapi Non-farmakologi : Klien pernah mendapatkan terapi ECT (Elektro


convulsion therapy).

O. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Persepsi : Sensori Halusinasi
2. Isolasi Sosial : Menarik diri
3. Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain Dan Lingkungan.

P. PohonMasalah
ResikoPerilakuKekerasan

Regiment TerapiInefektif Halusinasi Pendengaran Defisitperawatandiri

Isolasisosial

KopingKeluargaInefektif

HargaDiriRendah
23

Q. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Ganggu setelah dilakukan Sp I sebagai data
an tindakan keperawatan - Bina hubungan saling dasar intervensi
sensori selama proses percaya selajutnya
prepsi keperawatan masalah - Bantu pasien mengenal - Latihan
halusin klien dapat teratasi halusinasi (isi,waktu dilakukan
asi dengan kriteria hasil : frekuensi, situasi pencetus , disaat tanda
penden - Klien mampu persaaan saat terjadi dan gejala
garan mengenal halusinasi muncul
halusinasi yang - -latih klien dengan cara sehingga
dialamimnya menghardik, tahapan dengan cara
- Mampu mengotrol tindakan meliputi . ini klien
halusinasinya 1. Jelaskan cara menghardik. dapat
2. Peragakan cara mengotrol
meneghardik halusinasi.
a. Minta klien pergerakan - Mengetahui
tulang hasil sp I
b. Pantau penerapan cara lain
berikan motivasi
c. Masukan dalam kegiatan
klien
Setelah petemuan SP II - menegetahui
pasien klien mampu : - evaluasi kegiatan yang lalu hasi SP I
- menyebutkan (SP I) -
kegiatan yang - latihan berbicara atau
telah dilakukan bercakap cakap dengan
- memperankan cara orang lain saat halusinasi
bercakap- capak muncul
dengan orang lain - masukan dalam jadwal
kegiatan klien
setelah pertemuan SP III - Menegenal
pasien mampu : - evaluasi kegiatan yang SP I dan II
- Meneyebutkan lalu ( SP I sp II ) - Membantu
kegitan yang - latihan kegiatan agar dalam
dilakukan halusinasi tidak muncul mengeetrol
- Mampu tahapan : halusinasi
menjadwal 1. jelaskan pentingnya sehari hari
kegiatan sehari- aktivitas yang teratur melalui
hari dan mampu untuk mengatasi aktivitas
memeperagakan. halusinasi rutin
2. diskusi akitivitas yang - Melatih
dilakukan klien klien untuk
3. latih klien melakukan menyusun
aktivitas jadwal
4. susun jadwal aktivitas aktivitas
sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah
24

dilatih (dari bagun tidur


sampai tidur lagi)
5. pantau pelaksaan
kegiatan, berikan
penguatan atau motivasi
terhadap perilaku klien
yang positif.
setelah dilakukan SP IV -mengetahui SI
peretemuaan klien -evaluasi kegiatan yaang lalu I,II dan III
mampu : (sp I, II dan III) Minum obat
-Menyebutkan -tanyakan pada klien tentang secara
kegiataan yang telah program pengobatan yang teraturvdengan
dilakukan sedang dijalani prinsip 5B yang
Menjebutkan manfaat - jelaskan pentingnya akan
dari program kegiatan penggunaan obat pada klien mempercepat
gangguan jiwa penyembuhan
- jelaskan akibat obat bila tidak dengan tepat.
digunakan sesuai program
- jelaskan akibat jika putus
obat
– Jelaskan cara mendapatkan
obat
Jelaskan penggunaan obat
dengan teknik 5B
Latih klien minum obat obat
Masukan jadwal kegiatan
harian

R. Implementasi Dan Evaluasi


Hari Pertama
N Tanggal/Jam IMPLEMENTASI EVALUASI
o.
Dx
1. 29/08/2017 SP1Halusinasi S:
10.30 WIB 1. Melakukan BHSP dengan - Klien mengatakan senang
klien. berkenalan dengan penulis.
2. Menanyakan tentang - Klien mengatakan “Saya suka
perasaan klien. mendengar suara-suara, kadang-
3. Mengidentifikasi halusinasi kadang suara orang yang
yang dialami klien (jenis, isi, menyuruh saya untuk mati.
frekuensi, waktu, situasi, dan Suara-suara itu muncul kadang-
respon). kadang 2 kali dalam 1 hari
4. Menjelaskan kepada klien biasanya muncul kalau saya lagi
cara-cara untuk mengontrol menyendiri dan melamun, lama
halusinasi. suara itu ± 7 menit, saya merasa
5. Melatih klien cara cemas dan takut kalau suara-
25

mengontrol halusinasi suara itu muncul rasanya ingin


dengan cara yang pertama melempar barang-barang“.
yaitu menghardik halusinasi. - Klien mengatakan bersedia
6. Memberikan kesempatan memasukan cara yang telah
kepada klien untuk dilatih kedalam jadwal harian.
melakukan cara yang sudah O:
diajarkan. - klien kooperatif saat diajak
7. Memberikan reirforcement interaksi.
positif kepada klien. - Klien mau membina
8. Melakukan Evaluasi terhadap hubungan saling percaya dengan
perasaan klien setelah latihan penulis.
mengontrol halusinasi - Kontak mata klien ada saat
dengan cara menghardik. interaksi.
9. Memasukan latihan - Klien mau menjawab
menghardik halusinasi dalam pertanyaan yang diberikan oleh
jadwal kegiatan harian klien. penulis.
- Klien mau menceritakan
masalahnya .
- Klien mau memperhatikan
cara menghardik yang diajarkan
dan mau mempraktekkannya
dengan benar.
A:
- SP1P Halusinasi tercapai.
P:
Klien :
- Motivasi klien utuk
melakukan menghardik halusinasi
secara mandiri sesuai jadwal
yaitu setiap pagi jam 09.00 , siang
jam 13.00 dan sore jam 16.00.
Perawat :
- Evaluasi SP1P Halusinasi
- Monitor klien latihan
menghardik sesuai dengan jadwal
yang telah disusun.
- Lanjutkan SP2P Halusinasi
26

Hari Kedua
No. Tanggal/Jam IMPLEMENTASI EVALUASI
Dx
1. 04/09/2017 SP 2 Halusinasi S:
10.00 WIB 1. Melakukan BHSP dengan
klien dan mengingatkan - Klien mengatakan
kembali nama penulis. perasaanya hari ini senang
2. Menanyakan tentang bertemu lagi dengan
perasaan klien. perawat.
3. Menanyakan pada klien - Klien mengatakan “Saya
apakah halusinasinya suka mendengar suara-
masih muncul. suara, kadang-kadang suara
4. Validasi jenis, isi, waktu, orang yang menyuruh saya
frekuensi, situasi dan untuk mati. Suara-suara itu
respon klien terkait muncul kadang-kadang 2
halusinasinya. kali dalam 1 hari biasanya
5. Mengevaluasi cara muncul kalau saya lagi
mengontrol halusinasi menyendiri dan melamun,
dengan cara pertama lama suara itu ± 7 menit“.
yang sudah diajarkan dan - Klien mengatakan kalau
mengevaluasi jadwal kemarin sudah diajarkan
kegiatan harian klien. bagaimana cara untuk
6. Melatih klien mengontrol menghardik halusinasi.
halusinasi dengan cara - Klien mengatakan setelah
yang kedua yaitu menghardik suara-suara
bercakap-cakap bersama yang didengarnya itu
orang lain. hilang.
7. Memberi kesempatan - Klien mengatakan mau
kepada klien untuk diajari cara mengontrol
mempraktekan cara halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan menemui orang lain untuk
orang lain. bercakap-cakap dan mau
8. Memberikan mempraktekanya.
reirforcement positif O:
kepada klien.
9. Melakukan evaluasi - Klien kooperatif
terhadap perasaan klien - Klien mau melakukan
setelah latihan kontak mata dengan
mengontrol halusinasi perawat.
dengan cara yang kedua - Klien mampu mengajak
yang telah diajarkan. bercakap-cakap dengan
10. Memasukan latihan cara perawat meskipun hanya
mengontrol halusinasi sebentar.
dengan cara menemui - Klien mau memasukan
orang lain untuk diajak kedalam jadwal harian.
bercakap-cakap kedalam A:
jadwal kegiatan harian - SP 2 halusinasi tercapai.
klien. P:
27

Klien :
- Motivasi klien utuk
segera menemui perawat
atau klien lain dan
bercakap-cakap jika
halusinasinya muncul.
Perawat :
- Evaluasi SP2P
Halusinasi
- Perawat selalu siap
ketika klien mengajak
bercakap-cakap saat
halusinasinya muncul.
- Lanjut SP3P Halusinasi
28

BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan asuhan keperawatan pada Ny.N dengan Gangguan Persepsi : Sensori
Halusinasi
pendengaran yang dilaksanakan di Ruang Sipiso-piso Rumah Sakit jiwa daerah
medan selama 5 hari dari tanggal 30 agustus – 04 september 2017, pada bab ini
penulis akan membahas seluruh tahapan proses keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, diagnosa, keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi
keperawatan.
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan
yang terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah
klien. Pengumpulan data pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan
masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososial, status mental, kebutuhan
persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial lingkungan,
pengetahuan, dan aspek medik (Keliat, 2006). Dalam pengumpulan data
penulis menggunakan metode wawancara dengan Tn.W, observasi langsung
terhadap kemampuan dan perilaku Tn. Sserta dari status Tn.W. Selain itu
keluarga juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam
memberikan asuhan keperawatan pada Tn.W, namun pada saat pengkajian
tidak ada anggota keluarga Tn. Syang menjenguknya, sehingga penulis tidak
memperoleh informasi dari pihak keluarga.

Dari hasil pengkajian pada Tn. Sdidapatkan data Tn. Ssuka bicara sendiri,
menyendiri, dan sering melamun. Dalam pengkajian pola fungsional
difokuskan pada pola persepsi Tn.W, didapatkan data bahwa
Tn.Wmengalami halusinasi pendengaran. Tn. S mendengar Saya suka
mendengar suara-suara. kadang-kadang suara orang yang menyuruh saya
untuk mati. suara-suara itu muncul kadang-kadang 2 sampai 3 kali sehari,
klien mendengar suara itu saat dia melamun, sendirian dan malam hari. Lama
suara-suara itu kurang lebih 7 menit. Saat klien mendengar suara-suara itu
klien merasa takut, cemas dan sangat mengganggu. Keluarga klien
29

mengatakan klien sudah 3 kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa, klien merupakan
orang yang mudah tersinggung, klien mempunyai beberapa masalah yang
kurang menyenangkan.

menurut Yosep, (2011) faktor predisposisi adalah faktor resiko yang


mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh
individu untuk mengatasi stress. Faktor predisposisi dapat meliputi faktor
perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, genetik dan pola asuh.

Dari perbandingan data menurut teori dan data yang ditemukan pada klien
tidak muncul adanya kesenjangan dimana seperti yang dijelaskan dalam teori
bahwa gangguan halusinasi dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman
psikologis seseorang.

Faktor pendukung yang didapatkan penulis selama melakukan pengkajian


adalah klien cukup kooperatif dan hubungan saling percaya antara perawat
dengan klien terbina dengan baik. Faktor penghambat yang didapatkan
penulis tidak dapat melakukan pengkajian dengan maksimal karena keluarga
klien pada saat pengkajian belum ada yang menjenguk.

Upaya yang dilakukan penulis untuk mengatasi kendala diatas adalah penulis
melakukan validasi kepada perawat ruangan dan melihat buku status klien.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pengkajian pada Tn. Ssecara garis besar ditemukan data
subyektif dan data obyektif yang menunjukan karakteristik Tn. W dengan
diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran yang ditandai
dengan data subyektif Tn. Smengatakan mendengarSaya suka mendengar
suara-suara, kadang-kadang suara orang yang menyuruh saya untuk mati,
suara-suara itu muncul kadang-kadang 2 sampai 3 kali sehari, Tn.
Smendengar suara itu saat dia melamun, sendirian dan malam hari.
Sedangkan data obyektif yang didapatkan, Tn. Stampak bingung, mondar-
30

mandir, sering bicara sendiri dan koping maladaptif, dimana klien suka
menyendiri jika ada masalah. Hal ini yang menjadi dasar bagi penulis untuk
mengangkat diagnosa tersebut.

Menurut Videbeck, (2008) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda


dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon
klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah mempengaruhi fungsi
klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama dari diagnosa keperawatan.
Menurut Keliat, (2006) pada pohon masalah dijelaskan bahwa Halusinasi
terjadi karena isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri bisa menyebabkan
masalah utama/core problem gangguan persepsi sensori : halusinasi, dari
halusinasi bisa menyebabkan resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.

Pada studi kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012) pada Tn.Edidapatkan
diagnosa keperawatan yang muncul sebagai prioritas utama adalah gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran. Data yang memperkuat diagnosa
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran diperoleh data
subyektif yaitu klien mengatakan mendengar suara orang batuk yang
membuat klien susah tidur, suara itu muncul sehari 1 kali selama 3 menit.
suara itu muncul pada malam hari saat klien tidur dan klien merasa jengkel
jika mendengar suara tersebut. Sedangkan data obyektif yang didapatkan
yaitu klien tampak bingung, mondar-mandir, sering berbicara sendiri,
konsentrasi kurang, dan koping maladaptif, dimana klien suka menyendiri
atau menghindar jika ada masalah.

Pada pembahasan tentang pohon masalah, klien dengan koping yang


maladaptif dimana klien cenderung menyendiri jika ada masalah menjadi
pencetus klien mengalami halusinasi, dari halusinasi yang dialami klien
dengan respon merasa jengkel yang potensial akan dimanifestasikan dengan
perbuatan untuk mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Hal ini
ditemukan baik pada Tn. W dan Tn. E, dimana keduanya sama-sama
31

memiliki koping yang maladaptif yaitu cenderung menyendiri jika ada


masalah yang menyebabkan timbulnya halusinasi, dengan respon merasa
jengkel dan membanting barang-barang saat halusinasinya muncul. Sehingga
tidak ditemukan kesenjangan antara teori yang ada dengan fakta yang
ditemukan pada klien.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana keperawatan yang penulis lakukan pada Tn. Sdengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran yaitu dengan tujuan umum (TUM)
agar klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Dan dengan lima
tujuan khusus (TUK) gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran,
antara lain : tujuan khusus pertama (TUK 1), klien dapat membina hubungan
saling percaya. Rasional dari tindakan yang dilakukan yaitu hubungan saling
percaya sebagai dasar interaksi terapeutik antara perawat dan klien. Tujuan
khusus kedua (TUK 2), klien dapat mengenal halusinasinya dari situasi yang
menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi halusinasi, dan respon klien
terhadap halusinasinya. Rasional dari tujuan kedua adalah peran serta aktif
klien sangat menentukan efektifitas tindakan keperawatan yang dilakukan.
Tujuan khusus ketiga (TUK 3), klien dapat melatih mengontrol halusinasinya,
dengan berlatih cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang
lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan beraktivitas secara terjadwal.

Rasionalnya adalah tindakan yang biasa dilakukan klien merupakan upaya


mengatasi halusinasi. Tujuan khusus keempat (TUK 4), klien dapat
dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi dengan rasionalnya keluarga
mampu merawat klien dengan halusinasi saat berada di rumah. Tujuan
khusus kelima (TUK 5), klien dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol
halusinasi dengan rasionalnya yaitu dapat meningkatkan pengetahuan dan
motivasi klien untuk minum obat secara teratur. Setiap akhir tindakan strategi
32

pelaksanaan diberikan reinforcement positif yang rasionalnya untuk


memberikan penghargaan atas keberhasilan Tn.W.

Menurut Nurjannah, (2005) rencana tindakan keperawatan merupakan


serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus. Perencanaan
keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian
asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah
kesehatan dan keperawatan klien dapat teratasi. Menurut Akemat dan Keliat,
(2010) tujuan umum yaitu berfokus pada penyelesaian permasalahan dari
diagnosis keperawatan dan dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus
tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian penyebab dari diagnosis
keperawatan. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan klien yang
perlu dicapai atau dimiliki. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan
masalah dan kebutuhan klien. Kemampuan pada tujuan khusus terdiri atas
tiga aspek yaitu kemampuan kognitif, kemampuan psikomor, dan
kemampuan afektif yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan
masalahnya.

Menurut Ngadiran, (2010) Setiap akhir tindakan strategi pelaksanaan dapat


diberikan reinforcement positif yang rasionalnya untuk memberikan
penghargaan atas keberhasilan klien. Reinforcement positif adalah penguatan
berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti
dengan stimulus yang mendukung atau rewarding. Bentuk-bentuk penguatan
positif adalah berupa hadiah seperti permen, kado, atau makanan, perilaku
sepeti senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan,
mengacungkan jempol, atau penghargaan. Reinforcement positif memiliki
power atau kemampuan yang memungkinkan tindakan yang diberi
reinforcement positif akan dilakukan secara berulang oleh pelaku tindakan
tanpa adanya paksaan yaitu dengan kesadaran pelaku tindakan itu sendiri.

Pada study kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012) pada Tn. E intervensi yang
dilakukan yaitu dengan tujuan umum (TUM) agar klien dapat mengontrol
33

halusinasi yang dialaminya. Dan dengan lima tujuan khusus (TUK) gangguan
persepsi sensori halusinasi pendengaran, antara lain : tujuan khusus pertama
(TUK 1), klien dapat membina hubungan saling percaya. Tujuan khusus
kedua (TUK 2), klien dapat mengenal halusinasinya dari situasi yang
menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi halusinasi, dan respon klien
terhadap halusinasinya. Tujuan khusus ketiga (TUK 3), klien dapat melatih
mengontrol halusinasinya, dengan berlatih cara menghardik halusinasi,
bercakap-cakap dengan orang lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan
beraktivitas secara terjadwal. Tujuan khusus keempat (TUK 4), klien dapat
dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi. Tujuan khusus kelima
(TUK 5), klien dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasi.

Berdasarkan intervensi yang penulis lakukan pada Tn.W, tidak terdapat


adanya kesenjangan antara konsep dasar teori dengan pembahasan pada
kasus, karena penulis mengacu pada teori yang ada, dimana tahapan –
tahapan perencanaan yang dilakukan pada Tn. Ssesuai dengan keadaan dan
kondisi klien, serta dalam rencana keperawatan penulis sudah memasukkan
tiga aspek dalam perencanaan, yang meliputi : tujuan umum, tujuan khusus,
dan rencana tindakan keperawatan.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi yang penulis lakukan pada Tn. Sdengan gangguan persepai
sensori : halusinasi pendengaran antara lain : pada tanggal 30 agustus 2017
pukul 10.30 WIB, penulis melakukan strategi pelaksanaan 1 yaitu mengenal
halusinasi pada Tn.W, menjelaskan cara mengontrol halusinasi, dan
mengajarkan cara pertama mengontrol halusinasi dengan menghardik
halusinasi. Tn. Sdilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang
muncul atau tidak memperdulikan halusinasi. Kemudian memberikan
reirforcement kepada Tn. Sapabila Tn. Sberhasil mempraktekan cara
menghardik halusinasi. Respon Tn. Smampu mengenal halusinasinya dan
mau menggunakan cara menghardik saat halusinasinya muncul.
34

Implementasi kedua dilaksanakan pada tanggal 31 agustus 2017, pukul


10.00 WIB. Penulis melakukan strategi pelaksanaan 2 yaitu mengajarkan
cara kedua mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain dan bercakap-
cakap. Penulis melakukan validasi dan evaluasi cara pertama yaitu
menghardik halusinasi. Penulis melatih cara mengontrol halusinasi dengan
menemui orang lain dan bercakap-cakap. Kemudian memberikan
reirforcement positif pada Tn. Sapabila Tn. Sberhasil mempraktekanya.
Respon dari Tn.W. Tn. Smampu menggunakan cara pertama dengan
menghardik dengan benar dan Tn. Smau untuk mengalihkan perhatian
dengan menemui orang lain dan bercakap-cakap.

Implementasi ketiga dilaksanakan pada tanggal 04 september 2017, pukul


10.30 WIB. Penulis melakukan strategi pelaksanaan 3 yaitu mengajarkan
cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas terjadwal. Penulis
melakukan validasi dan evaluasi strategi pelaksanaan 1 dan 2, kemudian
mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas
terjadwal. Penulis memberikan reirforcement positif kepada Tn. Sapabila
Tn. Sberhasil mempraktekanya dengan baik dan benar. Respon Tn.W. Tn.
Smampu menggunakan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
dan bercakap-cakap dengan orang lain. Tn. Sjuga mau semua aktivitas
sesuai jadwal.
Menurut Townsend, (2003) implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan
mandiri (independent), saling ketergantungan (dependent). Menurut
Rasmun, (2009) implementasi yang dilakukan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi yaitu dengan melakukan pendekatan SP, yaitu :
SP 1 (mengajarkan cara pertama mengontrol halusinasi dengan menghardik
halusinasi). Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang
muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan,
klien akan mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang
muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan kemampuan ini, klien
35

tidak akan larut untuk menuruti halusinasinya. SP 2 (mengajarkan cara


mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain untuk bercakap-cakap).
Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi adanya distraksi dan
fokus perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang
dilakukan dengan orang lain. SP 3 (mengajarkan cara mengontrol
halusinasi dengan melakukan aktivitas terjadwal). Dengan aktivitas secara
terjadwal, klien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang
sering kali mencetuskan halusinasi. SP 4 (mengajarkan cara minum obat
dengan benar). Hal ini dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi klien
untuk minum obat secara teratur.

Pada studi kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012) pada Tn. E implementasi
yang dilakukan pada pertemuan pertama melakukan SP 1 yaitu mengenal
halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi, dan mengajarkan cara
pertama mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi. Pertemuan
kedua melakukan SP 2 yaitu mengajarkan cara kedua mengontrol halusinasi
dengan menemui orang lain untuk bercakap-cakap. Pertemuan ketiga
melakukan SP 3 yaitu mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan aktivitas terjadwal. Pertemuan keempat melakukan SP 4 yaitu
mengajarkan cara minum obat dengan benar.

Dari implementasi yang dilakukan penulis pada Tn. Sdengan gangguan


persepsi sensori : halusinasi pendengaran penulis hanya dapat melakukan
SP 1 sampai SP 3, untuk SP 4 penulis mendelegasikan kepada perawat
ruangan. Sedangkan pada studi kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012) pada
Tn. E implementasi yang dilakukan yaitu SP 1 sampai SP Hal ini
dikarenakan keterbatasan waktu yang diberikan kepada penulis oleh instansi
pendidikan dalam mengelola kasus tersebut.

E. EVALUASI
Pada kasus Tn. Sevaluasi yang penulis dapatkan yaitu pada pelaksanaan
strategi pelaksanaan 1 tanggal 30 agustus 2017 pukul 11.00 WIB,
36

Tn.Wberhasil melakukan dengan baik dalam mengenal halusinasi dan klien


mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, sehingga dapat
dianalisis bahwa masalah teratasi. Pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 2
tanggal 31 agustus 2015 pukul 10.30 WIB Tn. Smampu mampu melakukan
cara mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain, untuk bercakap-
cakap sehingga dapat dianalisis bahwa masalah teratasi. Pada pelaksanaan
strategi pelaksanaan 3 tanggal 04 september 2017 pukul 11.30 WIB, Tn.
Sjuga mampu melakukan aktivitas secara terjadwal, sehingga dapat
dianalisis bahwa masalah teratasi.

Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai keadaan klien dan kekurangan


penulis tidak bisa mencapai batas maksimal pada rencana yang diharapkan.
Dalam melaksanakan strategi pelaksanaan 4, penulis mendelegasikan
kepada perawat yang sedang bertugas di ruangan sipiso-piso.

Menurut Townsend, (2006) evaluasi keperawatan adalah proses


berkesinambungan yang perlu dilakukan untuk menentukan seberapa baik
rencana keperawatan dilakukan. Menurut Nurjannah, (2005) evaluasi adalah
tahap berkelanjutan untuk menilai efek dan tindakan pada klien. Evaluasi
dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dengan tujuan khusus dan umum yang
telah ditentukan.

Pada studi kasus yang dilakukan oleh Aji, (2012) pada Tn. E evaluasi yang
dapatkan yaitu pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 1 sampai strategi
pelaksanaan 4. Klien berhasil melakukan dengan baik dalam mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik, bercakap-cakap, melakukan aktivitas
terjadwal, serta minum obat dengan benar.

Berdasarkan evaluasi yang penulis lakukan, terdapat kesamaan antara


konsep dasar teori dengan kasus Tn.W, karena penulis mengacu pada teori
37

yang ada, dimana penulis menggunakan evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dengan tujuan
khusus dan umum yang telah ditentukan
BAB V
PENUTUP

a. KESIMPULAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 5 hari pada Tn. Sdengan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran di ruang cempaka
Rumah Sakit jiwa daerah medan, maka pada bab ini penulis dapat menarik
kesimpulan dan saran sebagai berikut :
1. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. Sdengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
Pada saat pengkajian pada tanggal 29 agustus 2017 pukul 10.00 WIB
di ruangan sipiso-pisoklien mengatakan mendengar suara-suara yang
muncul saat klien sendirian dan melamun. Saya suka mendengar suara-
suara, kadang-kadang suara orang yang menyuruh saya untuk mati,
suara-suara itu muncul kadang-kadang 2 sampai 3 kali sehari, lama
suara-suara itu kurang lebih 7 menit. Saat klien mendengar suara-suara
itu klien merasa takut, cemas dan sangat menggsnggu. Mekanisme
koping dan sumber koping yang digunakan oleh klien adalah
memecahkan masalah dengan memendamnya sendiri (menyendiri).
2. Penulis mampu menentukan masalah keperawatan pada Tn. Sdengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
Masalah keperawatan yang muncul pada Tn. Ssesuai dengan
pembahasan pada pohon masalah bahwa Halusinasi terjadi karena
isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri bisa menyebabkan masalah
utama/core problem gangguan persepsi sensori : halusinasi, dari
halusinasi bisa menyebabkan resiko mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.
3. Penulis mampu membuat diagnosa keperawatan pada Tn. Sdengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi Pendengaran.
38

Berdasarkan pengkajian pada Tn. Ssecara garis besar ditemukan data


subyektif dan data obyektif yang menunjukan karakteristik Tn.
Sdengan diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
yang ditandai dengan data subyektif Tn.Wmengatakan mendengar.
Saya suka mendengar suara-suara, kadang-kadang suara orang yang
menyuruh saya untuk mati dan suara suara mantan pacarnya, suara-
suara itu muncul kadang-kadang 2 sampai 3 kali sehari, Tn.
Smendengar suara itu saat dia melamun, sendirian dan malam hari.
Sedangkan data obyektif yang didapatkan, Tn. Stampak bingung,
mondar-mandir, sering bicara sendiri dan koping maladaptif, dimana
klien suka menyendiri jika ada masalah.
4. Penulis mampu membuat intervensi atau rencana keperawatan pada
Tn. Sdengan gangguan persepsi sensori : halusinasi Pendengaran.
Perencanaan yang dilakukan penulis pada Tn. Sdengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran ditujukan untuk membina
hubungan saling percaya, mengenal dan mengontrol halusinasinya, dan
dapat memanfaatkan obat dengan benar.
5. Penulis mampu membuat implementasi atau tindakan keperawatan
pada Tn. Sdengan gangguan persepsi sensori : halusinasi Pendengaran.
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis selama 3 hari kepada
Tn.W, Tn. Smampu melakukan strategi pelaksanaan 1 sampai 3 yaitu
Tn. Stelah mampu mengenal halusinasinya, Tn. Smampu mengontrol
halusinasinya dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang
lain, dan melakukan aktivitas secara terjadwal. Dalam melaksanakan
strategi pelaksanaan 4, penulis mendelegasikan kepada perawat yang
sedang bertugas di ruang Pavilliun Flamboyan.
6. Penulis mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada Tn. Sdengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi Pendengaran.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pada Tn. Sdengan diagnosa
utama yaitu : gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran yang
dilakukan selama tiga hari, evaluasi tindakan yang dilakukan penulis
sampai pada strategi pelaksanaan 3. Tn.Wberhasil dalam mengenal
39

halisinasinya dan berhasil mengontrol halusinasinya dengan


menghardik, bercakap-cakap bersama orang lain, dan melakukan
aktivitas terjadwal. Evaluasi sudah dilakukan penulis sesuai keadaan
klien dan kekurangan penulis tidak bisa mencapai batas maksimal pada
rencana yang diharapkan. Dalam melakukan strategi pelaksanaan 4,
penulis mendelegasikan kepada perawat yang sedang bertugas di
ruangan sipiso-piso.

b. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang bisa penulis berikan
untuk perbaikan dan peningkatan mutu asuhan keperawatan adalah :
i. Bagi perawat di ruang rawat inap jiwa RS jiwa daerah medan
Meningkatkan kemampuan dan kualitas dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien khususnya dengan masalah gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran.
ii. Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan SOP (Standar
Operasional Prosedur) yang ditetapkan dilanjutkan dengan SOAP
pada klien khususnya dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
1. Bagi instansi pendidikan
Diharapkan pihak instansi pendidikan memberikan waktu yang cukup
kepada mahasiswa dalam mengelola studi kasus.
2. Bagi klien
Klien diharapkan mengikuti program terapi yang telah direncanakan
oleh dokter dan perawat untuk mempercepat proses kesembuhan
klien.
3. Bagi keluarga
Keluarga diharapkan mampu memberi dukungan pada klien dalam
mengontrol halusinasi baik dirumah sakit maupun dirumah.
4. Bagi Penulis
40

Sebagai sarana memperoleh informasi dan pengetahuan serta


pengalaman dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa pada pasien
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

DAFTAR PUSTAKA
Aji, Wahyu Punto. 2012. “Asuhan Keperawatan Gangguan Keamanan Pada Tn.
E Dengan Halusinasi Pendengaran Di Bangsal Abimanyu Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta”http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/download.php?id=234.
(Diakses tanggal 30 Agustus 2017 jam 09.00 WIB)
Akemat dan Keliat, Budi Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional
Jiwa. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 2008. “Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Jiwa : Halusinasi”.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk/147/jtp-supriyadin-7339-1-bab1-pdf.
(Diakses tanggal 23 Februari 2014 jam 12.00 WIB).
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2012. “Buku Saku Kesehatan Tahun 2012”.
www.dinkesjateng.go.id. (Diakses tanggal 20 Februari 2014 jam 10.45 WIB).
Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika.
41

Febrida. 2007. “Pengaruh Terapi Aktifitas


Stimulasi”.http://http.yasir.com/2009/10/pengaruh-terapi-aktifitas-stimulasi.html.
(Diakses tanggal 20 Februari 2014 jam 10.30 WIB).
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta :
EGC.
Kusumawati, Farida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.
Ngadiran. 2010. “Studi Fenomena Pengalaman Keluarga Tentang Beban
Dan Sumber Dukungan Keluarga Dalam Merawat Klien Dengan
Halusinasi”. Tesis, FIK UI. www.proquest.com. (Diakses tanggal 15 Juni 2014
jam 13.15)
Nurjannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan Pada Diagnosa Resiko
Kekerasan Diarahkan Pada Orang Lain Dan Gangguan Sensori Persepsi.
Yogyakarta : Moco Medika.
Rasmun. 2009. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Jakarta : EGC.
Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007.
“AnalisisGejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia”.
http://www.google.data riskesda 2007 gangguan jiwa
indonesia.digitaljournals.org. (Diakses tanggal 22 Februari 2014 jam 11.15 WIB).
Stuart, G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Townsend, Mary C. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatri: Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan. Edisi 5. Jakarta :
EGC.
Townsend, Mary C. 2003. Pedoman Dalam Keperawatan Psikiatri. Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Volume
45, 2010-2011. Jakarta : ISFI.
WHO. 2006. “Laporan 26 juta warga Negara Indonesia gangguan jiwa”
http://dir.groups.yahoo.com/group/karismatik/message/615 (Diakses tanggal 20
Februari 2014 jam 10.15 WIB).
42

WHO. 2009. “Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Jiwa : Halusinasi”.


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk/147/jtp-supriyadin-7339-1-bab1-pdf.
(Diakses tanggal 23 Februari 2014 jam 12.00 WIB).
Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Edisi Re

S-ar putea să vă placă și