Sunteți pe pagina 1din 31

MAKALAH KONSEP DASAR DAN ASKEP PASIEN PADA PENYAKIT

KARSINOMA NASOFARING

OLEH

KELOMPOK II

ANWAR FIRMANSYAH
PENDI MAIBOWO
MUHAMMAD TAUFIK
ASEP SAEPUR ROHMAN
RIKA SARTIKA
PUTU SUYATI NINGSIH

PESERTA PELATIHAN KEMOTERAPI

RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA

TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang
disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu
bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT,
kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker
nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga,
kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring
rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya
dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker ini. Di Indonesia
kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan) merupakan kanker terganas
nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan kulit. Sayangnya, banyak orang yang
tidak menyadari gejala kanker ini, karena gejalanya hanya seperti gejala flu biasa.
Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang ras mongoloid, yaitu penduduk
Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah
India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker
nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik. Pelayanan
keperawatan sangat bermanfaat bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhan
bio,psiko,sosial, dan spiritual. Namun, hal tersebut belum terwujud sepenuhnya karena
masih tingginya jumlah penderita penyakit pada saluran pernapasan, salah satunya
penderita karsinoma nasofaring. Sesuai dengan undang-undang kesehatan No. 23
tahun 1992, dijelaskan bahwa keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang mempunyai otonomi dan kewenangan dalam melaksanakan proses
keperawatan sebagai metode pemecahan masalah di bidang kesehatan.
B. Tujuan Penulisan

A. Tujuan Umum

Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan ca nasofaring

B. Tujuan Khusus

a. Memahami definisi Ca nasofaring.

b. Mengetahui etiologi dari Ca nasofaring.

c. Mengetahui manifestasi klinis dari Ca nasofaring

d. Mengetahui patofisiologi Ca nasofaring.

e. Mengtahui WOC Ca Nasofaring

f. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Ca nasofaring.

g. Mengetahui penatalaksaan Ca nasofaring

h. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Ca nasofaring.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan
tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty &
Nurbaiti, 2001 hal 146) Karsinoma nasofaring merupakan sebuah kanker yang bermula
tumbuh pada sel epitelial-batas permukaan badan internal dan external sel di daerah
nasofaring. (American Cancer Society, 2011) Karsinoma nasofaring merupakan penyakit
keganasan (kanker) sel yang terbentuk di jaringan nasofaring, yang merupakan bagian atas
pharynx(tengorokan), di belakang hidung. Pharynx merupakan sebuah lembah yang
berbentuk tabung dengan panjang 5 inchi dimulai dari belakang hidung dan berakhir di
atas trakea dan esofagus. Udara dan makanan melawati pharynx. Karsinoma nasofaring
paling sering bermula pada sel skuamos yang melapisi nasofaring.(National Cancer
Institute, 2011). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas karsinoma berasal dari epitel
nasofaring. Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari fossa rosenmuller dan dapat meluas ke
hidung, tenggorok, serta dasar tengkorak. (Munir, 2010)

B. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, KNF merupakan keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker payudara, kanker
leher rahim, dan kanker paru.
Berdasarkan GLOBOCAN 2012.
 87.000 kasus baru nasofaring muncul setiap tahunnya (dengan 61.000 kasus baru
terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus baru pada perempuan)
 51.000 kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan 15.000 pada perempuan)
KNF terutama ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan pasien pria dan wanita
adalah 2,18:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga 60 tahun.
Angka kejadian tertinggi di dunia terdapat di propinsi Cina Tenggara yakni sebesar 40 -50
kasus kanker nasofaring diantara 100.000 penduduk. Kanker nasofaring sangat jarang
ditemukan didaerah Eropa dan Amerika Utara dengan angka kejadian sekitar <1/100.000
penduduk.
C. Etiologi Ca Nasofaring
Terjadinya Ca Nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin
mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker
nasofaring adalah:

1. Kerentanan Genetik

Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap


Ca Nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki
fenomena agrregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA ( Human
luekocyte antigen ) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1)
kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap Ca Nasofaring, mereka berkaitan
dengan timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring . Penelitian menunjukkan bahwa
kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan ketidakstabilan , sehingga lebih
rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari lingkungan dan timbul
penyakit.

2. Virus EB (Virus Eipstein Barr) Metode imunologi membuktikan virus EB


membawa antigen yang spesifik seperti antigen kapsid virus ( VCA ), antigen
membran ( MA ), antigen dini ( EA ), antigen nuklir ( EBNA ) , dll. Virus EB
memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring , alasannya adalah : a. Di dalam serum
pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus EB ( termasuk VCA-IgA,
EA-IgA, EBNA, dll ) , dengan frekuensi positif maupun rata-rata titer
geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal dan penderita jenis
kanker lain, dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor . Selain itu titer
antibodi dapat menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan
kembali meningkat bila penyakitnya rekuren atau memburuk. b. Di dalam sel Ca
Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti DNA virus dan EBNA. c.
Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung virus
EB, ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran
pembelahan inti juga banyak. d. Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat
karsinogen tertentu dapat menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi pada
jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.
3. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir
ini menemukan zat berikut berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :

a. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker nasofaring ,


kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas
lebih tinggi dari keluarga di area insiden rendah.

b. Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada proses
timbulnya kanker nasofaring .

c. Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait dengan
kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi nitrosamin
volatil yang berefek mutagenik.

D. Manifestasi Klinis Ca Nasofaring

Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :

1. Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 % pasien
datang berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan kuat sekret
dari rongga hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum mole bergesekan
dengan permukaan tumor , sehingga pembuluh darah di permukaan tumor robek
dan menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul epiktasis, yang berat dapat
timbul hemoragi nasal masif.

2. Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah hebat.
Ini disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.

3. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus


faringeus dan di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba
eustaki, menyebabkan tekana negatif di dalam kavum timpani , hingga terjadi
otitis media transudatif . Bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan dilatasi tuba
eustaki dapat meredakan sementara. Menurunnya kemmpuan pendengaran
karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa penuh di dalam telinga.

4. Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo parietal


atau oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor, infiltrasi saraf
kranial atau os basis kranial, juga mungkin karena infeksi lokal atau iriasi
pembuluh darah yang menyebabkan sefalgia reflektif.

5. Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi direk ke


superior , dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui saluran atau
celah alami kranial masuk ke area petrosfenoid dari fosa media intrakanial
(temasuk foramen sfenotik, apeks petrosis os temporal, foramen ovale, dan area
sinus spongiosus ) membuat saraf kranial III, IV, V dn VI rudapaksa,
manifestasinya berupa ptosis wajah bagian atas, paralisis otot mata ( temasuk
paralisis saraf abduksi tersendiri ), neuralgia trigeminal atau nyeri area temporal
akibat iritasi meningen ( sindrom fisura sfenoidal ), bila terdapat juga rudapaksa
saraf kranial II, disebut sindrom apeks orbital atau petrosfenoid.

6. Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah kelenjar


limfe kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok kelenjar limfe
tersebut permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid, dan benjolan tidak
nyeri , maka pada mulanya sulit diketahui. Ada sebagian pasien yang metastasis
kelenjar limfenya perama kali muncul di regio untaian nervi aksesorius di
segitiga koli posterior.

7. Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati .
metastasi tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas.
Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan setempat,
lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap bertambah hebat. Pada
fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada foto sinar X, bone-scan seluruh
tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis hati , paru dapat sangat
tersembunyi , kadang ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin dengan
rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan CT atau USG

E. Patofisiologi Ca Nasofaring

Infeksi virus Epstein Barr dapat menginfeksi sel epitel dan berhubungan dengan
transformasi ganas yangdapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat
dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada
penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang teerinfeksi oleh EBV
akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses poliferasi dan
mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein laten ini dapat
dipakai sebagai pertanda dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring. Karsinoma
nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal dari sel-sel
epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai pada
salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan
jaringan sekitarnya. Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya
kemudian terjadi perlahan. Jika terjadi Penyebarannya keatas tumor meluas ke
intracranial menjalar sepanjang fossa medialis disebut penjalaran petrosfenoid,
biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke sinus kavernosus dan fossa
kraniimedia dan fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior (N.I-
N.VI) kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat
metastasis tumor ini disebut sindrom petrosfenoid. Yang paling sering terjadi
adalah diplopia dan neuralgia trigeminal. Jika penyebaran ke belakang tumor
meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia pharyngobasilaris yaitu
sepanjang fossa posterior dimana di dalamnya terdapat nervus cranial IX-XII
disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf
otak yaitu N.VII-N.XII.

Penggolongan Ca Nasofaring :

1. T1: Kanker terbatas di rongga nasofaring.

2. T2: Kanker menginfiltrasi kavum nasal, orofaring atau di celah parafaring


di anterior dari garis SO ( garis penghubung prosesus stiloideus dan margo
posterior garis tengah foramen magnum os oksipital ).

3. T3: Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau mengenai basis


kranial, fosa pterigopalatinum atau terdapat rudapaksa tunggal syaraf
kranial kelompok anterior atau posterior.

4. T4: Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena serentak, atau
kanker mengenai sinus paranasal, sinus spongiosus, orbita, fosa infra-
temporal.

5. N0: Belum teraba pembesaran kelenjar limfe .

6. N1: Kelenjar limfe koli superior berdiameter <4 cm,.


7. N2: Kelenjar koli inferior membesar atau berdiameter 4-7 cm .

8. N3: Kelenjar limfe supraklavikular membesar atau berdiameter >7 cm

9. M0: Tak ada metastasis jauh.

10. M1: Ada metastasis jauh.

Penggolongan stadium klinis, antara lain :

1. Stadium I: T1N0M0

2. Stadium II: T2N0 – 1M0, T0 – 2N1M0

3. Stadium III: T3N0 - 2M0, T0 – 3N2M0

4. Stadium IVa: T4N0 – 3M0, T0 – 4N3M0

5. Stadium IVb:T apapun, N Apapun, M1


PATOFLOW
D. Pemeriksaan Diagnostik

1. Nasofaringoskopi Tanpa menggunakan kateter Menggunakan kaca dan lampu


khusus untuk menilai nasofaring dan area yang dekat sekitarnya. Pada pasien
dewasa yang tidak sensitif, pemeriksaan ini dapat dilakukan.Tumor yang
tumbuh eksofitik dan sudah agakbesar akan dapat tampak dengan mudah. b.
Menggunakan kateter Menggunakan sebuah fibreoptic scope (lentur,
menerangi, tabung sempit yang dimasukkan ke rongga hidung atau mulut)
untuk menilai secara langsung lapisan nasofaring. Dua buah kateter
dimasukkan masing-masing kedalam rongga hidung kanan dan kiri, setelah
tampak di orofaring, ujung katater tersebut dijepit dengan pinset dan ditarik
keluar selanjutnya disatukan dengan masing-masing ujung kateter yang lainnya.
2. Biopsi nasofaring yaitu Penghapusan sel atau jaringan sehingga dapat dilihat
dibawah mikroskop oleh patologi untuk memastikan tanda-tanda kanker

3. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan


tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
Memastikan luas lesi,memonitor kondisi remisi tumor pasca terapi dan
pemeriksaan tindak lanjut.

4. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui
infeksi virus EB.

G. Penatalaksanaan

1. Radioterapi

Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut, bila ada
infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi
leher (benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali
setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan
radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,
seroterapi, vaksin dan antivirus.

2. Kemoterapi

Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan kemoradioterapi


konkomitan.
3. Terapi Rehabiltatif Pasien kanker secara faal dan psikis menderita gangguan fungsi
dengan derajat bervariasi. Oleh karena itu diupayakan secara maksimal meningkatkan dan
memperbaiki kualitas hidupnya.

a. Rehabilitas Psikis Pasien kanker nasofaring harus diberi pengertian bahwa penyakitnya
berpeluang untuk disembuhkan, uapayakan agar pasien secepatnya pulih dari situasi emosi
depresi.

b. Rehabilitas Fisik Setelah menjalani radioterapi, kemoterpi dan terapi lain, pasien
biasanya merasakan kekuatan fisiknya menurun, mudah letih, daya ingat menurun. Harus
memperhatikan suplementasi nutrisi , berolahraga fisik ringan terutama yang statis, agar
tubuh dan ketahanan meningkat secara bertahap.

4. Operasi pembedahan Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika
masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat
bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih.

H. Pencegahan Kanker Nasofaring

1. Memperhatikan perubahan cuaca iklim, mencegah masuk angin, menjaga kesehatan


hidung dan tenggorokan, mencegah infeksi virus.

    2. Hindari polusi udara yang tercemar. Kanker nasofaring disebabkan oleh udara
tercemar yang masuk ke paru-paru, sebelum masuk ke paru-paru, udara tersebut
pertama-tama aakan merusak bagian hidung dan tenggorokan terlebih dahulu.
Usahakan untuk tidak menghirup asap berbahaya, seperti lampu minyak tanah dan
pestisida, disarankan untuk berhenti merokok dan mengkonsumsi minuman
beralkohol.

    3. Struktur pola makan. Jangan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat,


perbanyak konsumsi buah, sayur dan makanan kaya vitamin lainnya. Kurangi
konsumsi ikan asin dan daging merah.

  4. Jika anda terkena penyakit nasofaring, disarankan segera menjalani pemeriksaan,
aktif melakukan pengobatan peradangan kelenjar yang parah dan infeksi
nasofaring. Jika anda mengalami mimisan atau batuk berdarah setelah mengusap
hidung, pembengkakan kelenjar getah bening dan efusi di telinga tengah tanpa
sebab yang jelas, segeralah menjalani pemeriksaan lanjut pada bagian nasofaring.

I Prognosis

· Prognosis secara umum tergantung pada pertumbuhan lokal dan metastasenya.

· Prognosis buruk jika dijumpai limfadenopati, stadium lanjut,tipe


histolkarsinoma skuamus berkretinasi.

· Prognosis juga diperburuk dengan beberapa faktor seperti stadium yg lebih


lanjut,usia > 40 tahun dan jenis kelamin laki-laki (arima, 2006) .
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas pasien

a. Nama

Terdapat nama lengkap dari pasien penderita penyakit tumor nasofaring.

b. Jenis Kelamin

Penyakit tumor nasofaring ini lebih banyak di derita oleh laki-laki daripada
perempuan.

c. Usia

Tumor nasofaring dapat terjadi pada semua usia dan usia terbanyak antara 45-54
tahun.

d. Alamat

Lingkungan tempat tinggal dengan udara yang penuh asap dengan ventilasi rumah
yang kurang baik akan meningkatkan resiko terjadinya tumor nasofaring serta
lingkungan yang sering terpajan oleh gas kimia, asap industry, asap kayu, dan
beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan.

e. Agama

Agama tidak mempengaruhi seseorang terkena penyakit tumor nasofaring.

f. Suku Bangsa

Karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika, ataupun


Oseania.Namun relatif sering ditemukan di berbagai Asia Tenggara dan China.

g. Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di pabrik industry akan beresiko terkena tumor nasofaring,
karena akan sering terpajan gas kimia, asap industry, dan asap kayu.

2. Status Kesehatan

a. Keluhan Utama

Biasanya di dapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan


terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar
dalam tenggorok.Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung
kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran.Terjadi pendarahan
dihidung yang terjadi berulang-ulang, berjumlah sedikit dan bercampur dengan
ingus, sehingga berwarna kemerahan.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS.


Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit
samapi timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan
keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah
terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST. Penderita tumor
nasofaring ini menunjukkan tanda dan gejala telinga kiri terasa buntu hingga
peradangan dan nyeri, timbul benjolan di daerah samping leher di bawah daun
telinga, gangguan pendengaran, perdarahan hidung, dan bisa juga menimbulkan
komplikasi apabila terjadi dalam tahap yang lebih lanjut

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada
hubungannya dengan penyait keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit tumor nasofaring maka
akan meningkatkan resiko seseorang untuk terjangkit tumor nasofaring pula.
3. Pemeriksaan Fisik

a. Sistem Penglihatan

Pada penderita karsinoma nasofaring terdapat posisi bola mata klien simetris,
kelompak mata klien normal, pergerakan bola mata klien normal namun konjungtiva klien
anemis, kornea normal, sclera anikterik, pupil mata klien isokor, otot mata klien tidak ada
kelainan, namun fungsi penglihatan kabur, tanda-tanda radang tidak ada, reaksi terhadap
cahaya baik (+/+). Hal ini terjadi karena pada karsinoma nasofaring, hanya bagian tertentu
yang mengalami beberapa gejala yang tidak normal seperti konjungtiva klien yang anemis
disebabkan klien memiliki kekurangan nutrisi dan fungsi penglihatan kabur.

b. Sistem pendengaran

Pada penderita karsinoma nasofaring, daun telinga kiri dan kanan pasien normal
dan simetris, terdapat cairan pada rongga telinga, ada nyeri tekan pada telinga. Hal ini
terjadi akibat adanya nyeri saat menelan makanan oleh pasien dengan tumor nasofaring
sehingga terdengar suara berdengung pada telinga.

c. Sistem pernafasan

Jalan nafas bersih tidak ada sumbatan, klien tampak sesak, tidak menggunakan otot
bantu nafas dengan frekuensi pernafasan 26 x/ menit, irama nafas klien teratur, jenis
pernafasan spontan, nafas dalam, klien mengalami batuk produktif dengan sputum kental
berwarna kuning, tidak terdapat darah, palpasi dada klien simetris, perkusi dada bunyi
sonor, suara nafas klien ronkhi, namun tidak mengalami nyeri dada dan menggunakan alat
bantu nafas. Pada sistem ini akan sangat terganggu karena akan mempengaruhi pernafasan,
jika dalam jalan nafas terdapat sputum maka pasien akan kesulitan dalam bernafas yang
bisa mengakibatkan pasien mengalami sesak nafas. Gangguan lain muncul seperti ronkhi
karena suara nafas ini menandakan adanya gangguan pada saat ekspirasi.

d. Sistem kardiovaskular

Pada sirkulasi perifer kecepatan nadi perifer klien 82 x/menit dengan irama teratur,
tidak mengalami distensi vena jugularis, temperature kulit hangat suhu tubuh klien 36 0C,
warna kulit tidak pucat, pengisian kapiler 2 detik, dan tidak ada edema. Sedangkan pada
sirkulasi jantung, kecepatan denyut apical 82 x/ menit dengan irama teratur tidak ada
kelainan bunyi jantung dan tidak ada nyeri dada. Tumor nasofaring tidak menyerang
peredaran darah pasien sehingga tidak akan mengganggu peredaran darah tersebut.

e. Sistem saraf pusat

Tidak ada keluhan sakit kepala, migran atau pertigo, tingkat kesadaran pasien
kompos mentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS) E: 4, M: 6, V: 5. Tidak ada tanda-
tanda peningkatan TIK, tidak ada gangguan sitem persyarafan dan pada pemeriksaan
refleks fisiologis klien normal. Tumor nasofaring juga bisa menyerang saraf otak karena
ada lubang penghubung di rongga tengkorak yang bisa menyebabkan beberapa gangguan
pada beberapa saraf otak. Jika terdapat gangguan pada otak tersebut maka pasien akan
memiliki prognosis yang buruk.

f. Sistem pencernaan

Keadaan mulut klien saat ini gigi caries, tidak ada stomatitis lidah klien tidak kotor,
saliva normal, tidak muntah, tidak ada nyeri perut, tidak ada diare, konsistensi feses lunak,
bising usus klien 8 x/menit, tidak terjadi konstipasi, hepar tidak teraba, abdomen lembek.
Tumor tidak menyerang di saluran pencernaan sehingga tidak ada gangguan dalam sistem
percernaan pasien.

g. Sistem endoktrin

Pada klien tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, nafas klien tidak berbau keton, dan
tidak ada luka ganggren. Hal ini terjadi karena tumor nasofaring tidak menyerang kalenjar
tiroid pasien sehingga tidak menganggu kerja sistem endoktrin.

h. Sistem urogenital

Balance cairan klien dengan intake 1300 ml, output 500 ml, tidak ada perubahan
pola kemih (retensi urgency, disuria, tidak lampias, nokturia, inkontinensia, anunia), warna
BAK klien kuning jernih, tidak ada distensi kandung kemih, tidak ada keluhan sakit
pinggang. Tumor nasofaring tidak sampai melebar sampai daerah urogenital sehingga tidak
mengganggu sistem tersebut.

i. Sistem integumen

Turgor kulit klien elastic, temperature kulit klien hangat, warna kulit pucat,
keadaan kulit baik, tidak ada luka, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah
pemasangan infuse baik, tekstur kulit baik, kebersihan rambut bersih. Warna pucat yang
terlihat pada pasien menunjukkan adanya sumbatan yang ada di dalam tenggorokan
sehingga pasien terlihat pucat.

j. Sistem musculoskeletal

Saat ini klien tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit pada tulang,
sendi dan kulit serta tidak ada fraktur. Tidak ada kelainan pada bentuk tulang sendi dan
tidak ada kelainan struktur tulang belakang, dan keadaan otot baik. Pada tumor ini tidak
menyerang otot rangka sehingga tidak ada kelainan yang mengganggu sistem
musculoskeletal.

4. Pola aktifitas sehari-hari

a. Pola Persepsi Kesehatan manajemen Kesehatan

Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang dideritanya


dan pentingnya kesehatan bagi klien? Biasanya klien yang datang ke rumah sakit sudah
mengalami gejala pada stadium lanjut, klien biasanya kurang mengetahui penyebab
terjadinya serta penanganannya dengan cepat.

b. Pola Nutrisi Metabolic

Kaji kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahan pengawet), anoreksia,
mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, perubahan
kelembaban/turgor kulit. Biasanya klien akan mengalami penurunan berat badan akibat
inflamasi penyakit dan proses pengobatan kanker.

c. Pola Eliminasi

Kaji bagaimana pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin,
perubahan bising usus, distensi abdomen. Biasanya klien tidak mengalami gangguan
eliminasi.
d. Pola aktivas latihan

Kaji bagaimana klien menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya klien mengalami


kelemahan atau keletihan akibat inflamasi penyakit.

e. Pola istirahat tidur

Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur
dalam sehari? Biasanya klien mengalami perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.

f. Pola kognitif persepsi

Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan


penglihatan,pendengaran, perabaan, penciuman,perabaan dan kaji bagaimana klien dalam
berkomunikasi? Biasanya klien mengalami gangguan pada indra penciuman.

g. Pola persepsi diri dan konsep diri

Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya?


Apakah klien merasa rendah diri? Biasanya klien akan merasa sedih dan rendah diri karena
penyakit yang dideritanya.

h. Pola peran hubungan

Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di
Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan masyarakat sekitarnya?
Biasanya klien lebih sering tidak mau berinteraksi dengan orang lain.

i. Pola reproduksi dan seksualitas

Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada perubahan
kepuasan pada klien?. Biasanya klien akan mengalami gangguan pada hubungan dengan
pasangan karena sakit yang diderita.

j. Pola koping dan toleransi stress


Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien menggunakan
obat-obatan untuk menghilangkan stres?. Biasanya klien akan sering bertanya tentang
pengobatan.

k. Pola nilai dan kepercayaan

Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya? Apakah


ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien? Biasanya klien lebih
mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.

l. pola kebersihan diri

Kaji bagaimana klien tentang tindakan dalam menjaga kebersihan diri.

5. Pemeriksaan penunjang

Hasil dari beberapa pemeriksaan diagnostik yang abnormal.

6. Penatalaksanaan

Pemberian terapi atau pengobatan untuk KNF,seperti radioterapi,kemoterapi serta obat-


obatan.

B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan presepsi sensori (verbal) berhubungan dengan gangguan status organ
sekunder metastase tumor.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
3. Nyeri berhubungan dengan benjolan massa pada leher.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya iritasi dan infeksi sel
laring

C. Intervensi keperawatan

1. Dx I

· Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori presepsi.

· KH : Mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan.

· Intervensi :
1) Tentukan

R/ mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasan klien.

2) Orientasikan terhadap lingkungan sekitar

R/ lingkungan yang nyaman membantu proses penyembuhan

3) Observasi TTV dan gejala disorientasi

R/ mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan komukasi verbal yang lain yang dialami
klien

4) dorong klien untuk berkomunikasi secara perlahan dan mengulangi permintaan

R/keluhan dan informasi dapat tersampaikan.

2. Dx II

· Tujuan : kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.

· KH : IMT sesuai dengan standart.

· Intervensi :

1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.

R/ mengetahui keadaan dan kebutuhan nutrisi sehingga dapat diberikan tindakan dan
pengaturan diit yang tepat.

2) Anjurkan klien untuk mematuhi diit yang telah ditentukan.

R/ kepatuhan terhadap diit dapat mencegah terjadinya komolikasi hipo/hiper glikemi.

3) Timbang berat badan seminggu sekali

R/ mengetahui perkembangan nutrisi klien

4) Anjurkan klien makan sedikit tapi sering

R/nutrisi dapat tersimpan dalam tubuh dengan lebih efektif.

5) Sajikan makanan selagi hangat


R/ menambah nafsu makan.

6) Kolaborasi dengan tim gizi dalam menentukan diit

R/untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

7) Kolaborasi pemberian antiemetik

R/mengurangi rasa mual muntah

3. Dx III

· Tujuan : rasa nyeri dapat teratasi/terkontrol.

· KH :klien tidak menunjukan tanda-tanda nyeri (grimace,gelisah,perubahan TD


dan RR).

· Intervensi :

1) Kaji riwayat nyeri.

R/ mengetahui sifat nyeri.

2) Berikan tindakan kenyamanan dan modifikasi lingkungan.

R/ meningkatkan relaksasi klien.

3) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

R/ dapat mengurangi rasa nyeri.

4) Kolaborasi pemberian analgetik

R/mengurangi rasa nyeri secara medikamentosa.

4. Dx IV

· Tujuan : klien dapat menunjukkan jalan nafas bersih

· KH :. Klien dapat menunjukkan jalan nafas yang paten

Klien mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan
nafas
· Intervensi : Monitor TTV, Klien dianjurkan untuk napas dalam sebelum dilakukan
tindakan ,Kaji kebutuhan oral Atur posisi klien dengan bagian kepala tempat tidur
ditinggikan

1) Untuk mengetahui TTV dan memudahkan tindakan


untuk mengetahui sumbatan

2) Memungkinkan untuk pengembangan maksimal rongga

3) Untuk memudahkan pengeluaran sekret

D. Evaluasi

1. Berhasil : perilaku klien sesuai dengan tujuan dan KH sesuai dengan waktu yang
ditetapkan dalam tujuan.

2. Tercapai sebagian : klien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam tujuan.

3. Belum tercapai : klien tidak mampu sama sekali menunjukan perilaku yang
diharapkan pada tujuan.

E. Persiapan pasien pulang

Tindakan keperawatan pada waktu perencanaan pulang menurut Youseft (1987) dan
kristina (2007) tindakan yang diberikan adalah :

1. Pendidikan (edukasi, redukasi, reorientasi)

Pendidikan kesehatan diharapkan bisa mengurangi angka kambuh dan


meningkatkan kesembuhan pasien. Preogram pendidikan yang dilakukan :

a. Keterampilan khusus : activity daily living, identifikasi masalah, gejala,


pemecahan masalah yang timbul kaitanna dengan perawatan dirumah
b. Keterampilan umum : komunikasi, pengelolaan emosi yang konstruktif,
relaksasi, manajemen stress.

2. Program pulang bertahap bertujuan melatih pasien kembali ke lingkungan


keluargadan masyarakat antara lain apa yang harus dilakukan keluarga

3. Rujukan

Integritas pelayanan kesehatan harus mempunyai hubungan langsung antara


perawat komunitas dengan rumah sakit, sehingga dapat mengetahui perkembangan
pasien dirumah

BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian
Identitas
1. Biodata klien
a. Nama : TN E
b. Tempat tanggal lahir : 10 April 1984
c. Umur : 34 tahun
d. Jenis Kelamin : Laki-laki
e. Suku Bangsa : Indonesia
f. Status Perkawinan : Belum menikah
g. Pendidikan : SMA
h. Pekerjaan : Tidak Bekerja
i Alamat :KP Sindang Karsa RT 3/10 Depok
j. Tanggal Masuk : 20 Pebruari 2018
k. No. Register : 293441

2. Status kesehatan saat ini


a. Alasan Kunjungan : pro kemoterapi
b. Keluhan utama :
Mual, nafsu makan menurun, makan habis 2-3 sdm,tidak muntah
Nyeri pada leher ada, nyeri dirasa seperti ditusuk-tusuk,nyeri hilang timbul dirasakan
saat merubah posisi dengan skala nyeri 2 (skala 0-10).
c. Diagnosa medis : Ca. Nasofaring

3. Riwayat Kesehatan
Pasien sebelumnya pernah dirawat karena dilakukan operasi biopsi, radiasi dan kemoterapi
sejak tahun 2016. Pasien tidak punya riwayat alergi dan belum pernah tranfusi darah.
Pasien mempunyai kebiasaan merokok dan menghabiskan rokok 1 bungkus perhari, pasien
tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obat lain
Keluarga tidak ada menderita penyakit yang sama dengan klien.

4. Pemeriksaan Fisik
Tingkat Kesadaran pasien Composmentis
Tanda-Tanda Vital
Suhu Tubuh : 36,5oC Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 94 x/men RR : 24 x/menit
BB :48 kg TB : 160cm
Ada penurunan berat badan dari berat sebelumnya 52kg.

5. Nutrisi
Pasien makan 3x sehari, habis 2-3 sdm nasi / bubur.
Diet pasien saat ini adalah nasi.
Pada rongga mulut pasien saat ini tidak ditemukan stomatitis, hanya mukosa mulut
tampak kering, gigi lengkap, reflek menelan ada hanya kadang-kadang terasa nyeri saat
menelan.
Asupan nutrisi pasien per oral.

6. Eleminasi
Tidak ada keluhan saat ber eleminasi
BAK lancar, warna kuning
BAB teratur 1-2x/hari dengan warna kuning, konsistensi lunak.

7. Aktivitas /istirahat
Pasien saat ini selalu dibantu untuk pemenuhan ADL nya karena sedang dalam proses
kemoterapi.
Untuk mobilisasi tidak ada kesulitan, hanya pasien merasa lemas pada kedua kakinya.

8. Sirkulasi
a. Hidung tidak ada benjolan, epistaksis dan luka
b. Dada normal
c. Jantung irama teratur
d. Paru-paru vesikuler
e. Turgor kulit baik
f. Oedema tidak ada
g. Limpa edema tidak ada

9. Kenyamanan
Pasien kadang merasa nyeri pada leher sebelah kiri terutama bila menelan makanan,
nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dengan skala nyeri 2 (skala 0-10).
Tidak ada tanda infeksi pada leher pasien.

10. Seksual /Reproduksi


Tidak ada keluhan
11. Psikososial
a. Suasana hati baik
b. Emosi stabil
c. Komunikasi baik
d. Pertahanan koping menggunakan komunikasi konstruktif
e. Agama pasien Islam
f. Respon terhadap penyakit menerima
g. Informasi yang dibutuhkan adalah tindakan peneriksaan dan perawatan dirumah
selanjutnya
h. Dukungan keluarga ada, pasien ditemani oleh pamannya.

12. Keselamatan dan proteksi


a. Orientasi baik
b. Gangguan panca indra.pada mata kiri tampak stabismus tapi pasien masih bisa
melihat dengan baik.
c. Skrening resiko jatuh ,tidak berisiko

13. Kebutuhan komunikasi/Pendidikan


a. Tingkat pendidikan SMA
b. Bahasa yang digunakan bahasa Indonesia
c. Kebutuhan pembelajaran pasien tentang diet/nutrisi, kemoterapi dan rehabilitasi
dan pasien bersedia menerima informasi

14. Data penunjang


Hasil laboratorium
Hemoglobin 11,5g/dl, leukosit 5,64, trombosit 505, hematokrit 34,0
Hasil patologi anatomi
Kesimpulan karsinoma undiferentiated nasofaring

15 Pengkajian simptom pada pasien kemoterapi


a. nyeri skala 2
b. tidak lelah
c. mual skala 2
d. Depresi tidak ada
e. Tidak cemas
f. Tidak mengantuk
g. Nafsu makan menurun skala 3
h. Merasa agak lemas skala 2
i. Tidak sesak
j. Tidak ada masalah berat
Tindakan perawatan terakhir adalah kemoterapi dengan keluhan mual, muntah, rambut
rontok dan stomatitis.

B. Analisa data
Data subyektif : “mual dan nafsu makan menurun”
Data obyektif : pasien tampak lemas, makan habis 2-3 sdm
Ada penurunan BB dari 53 kg menjadi 48 kg
C. Prioritas Masalah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
kurang

D. Diagnosa Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
kurang.

E. Intervensi Keperawatan

No Tgl Tujuan dan kriteria hasil interveensi rasional ttd


1 22/2/ Setelah dilakukan tindakan O: Kaji dan hitung kadar  Untuk mengetahui 
2018 keperawatan selama 2 x 24 nutrisi pada klien tentang keadaan dan
jam klien diharapkan O: Kaji kemampuan klien kebutuhan nutrisi pasien
mendapatkan nutrisi yang untuk mendapatkan nutrisi sehingga dapat diberikan
seimbang. yang dibutuhkan tindakan dan pengaturan
KH : O: Monitor pertumbuhan nutrisi
K : Klien mengetahui dan perkembangan nutrisi  Untuk mencegah

penyebab kekurangan nutrisi N: Berikan makanan sedikit kekurangan nutrisi


 Untuk memenuhi
A : Klien dapat menutarakan dan sering dengan bahan
kebutuhan asupan kalori
ketidaknyamanan keadaan makanan yang tidak bersifat
yang adekuat
sekarang iritatif  Kebutuhan terhadap diet
P : Klien mampu mengatur N: Anjurkan pasien untuk dapat mencegah
pola makan dan kebutuhan mematuhi diet yang telah komplikasi
nutrisi diprogramkan  Mengetahui
P : Klien tidak mersakan N: Berikan substansi gula perkembangan berat
tubuh lemas, berat badan N: Timbang klien pada badan
 Untuk memudahkan klien
naik, dan nafsu makan interval yang tepat
menelan
bertambah N: Ubah posisi pasien semi
 Kebutuhan pasien teratasi
fowler atau fowler tinggi  Untuk memenuhi kebutan
A= BB : menurun E: Ajarkan klien bagaimana nutrisi
B= HB : turun membuat catatan makanan  Untuk memberikan

C= Klien biasanya tampak harian nutrisi maksimal dengan


lemas dan pucat, kulit kering E: Berikan informasi upaya minimal pasien /
D= Porsi makan berkurang tentang kebutuhan nutrisi penggunaan energi
biasanya 3 kali menjadi 1 kali E: Jelaskan bagaimana
tanda-tanda kekurangan
nutrisi
C: Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan klien
F. Implementasi dan evaluasi
Tgl/jam No. Dx Implementasi Respon Pasien TTD

Kamis Pemberian makanan yang DS : Klien


1
22/2/2018 lunak mengatakan mual tapi
11.10 Pemberian makanan sedikit berkurang
dan sering DO : Sedikit kuat
11.15 Menganjurkan klien untuk karena kebutuhan gizi
memperbanyak terpenuhi sesuai
11.30 mengkonsumsi buah dan kebutuhan
sayuran. BB : belum meningkat
11.45
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh pada ephitalial pelapis
ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang langit-langit rongga mulut dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Kanker ini lebih sering ditemukan
pada pria dibanding wanita dengan rasio 2-3-1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan
dengan pasti, mungkin ada hubugannya dengan faktor genetic, kebebasan hidup, pekerjaan
dan lain-lain. Karsinoma nasofaring menimbulkan sindrom penyumbatan tuba dengan tuli
konduktif sebagai keluhan. Perluasan infiltratif karsinoma nasofaring berikutnya
membangkitkan perdarahan dan penyumbatan jalan lintasan napas melalui hidung. Setelah
itu, pada tahap berikutnya dapat timbul gangguan menelan dan kelumpuhan otot mata luar
(paralisis okular). Untuk mencapai diagnosis harus melaksanakan Pemerksaan fisik
maupun Pemeriksaan Diagnostik diantaranya CT Scan, MRI, dll. Pada Karsinoma
nasofaring biasanya dilakukan pengobatan Radioterapi maupun Kemoterapi.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami tentang
Karsinoma Nasofaring yang sangat berbahaya. Lalu dapat mendeteksi awal terhadap gejala
karsinoma nasofaring karena seringkali penderita karsinoma nasofaring terdeteksi pada
stadium lanjut. Dan bagi pembaca yang berprofesi sebagai perawat atau tenaga medis
lainnya agar lebih memahami tentang Karsinoma Nasofaring sehingga dapat lebih
memahami kebutuhan klien, memberi motivasi, memberi pengetahuan, dan memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan baik.

S-ar putea să vă placă și