Sunteți pe pagina 1din 38

LAPORAN ILMU PENYAKIT DALAM DAN PATOLOGI KLINIK

Studi Kasus Sinusitis, Keratitis dan Iris Melanosis pada Kucing


Tanggal 30 Januari – 10 Februari Tahun 2018

OLEH
ANITAWATI UMAR, S.KH
C 034 171 018

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KOASISTENSI ILMU PENYAKIT DALAM DAN PATOLOGI
KLINIK

Nama kegiatan : Koas Ilmu Penyakit Dalam Dan Patologi Klinik


Tempat : Klinik Hewan Pendidikan Universitas Hasanuddin
Peserta : Anitawati Umar, S.KH

Makassar, 26 Februari 2018

Menyetujui,
Pembimbing Koordinator Bagian Interna

Drh. Dini Kurnia I, M.Sc Drh. Dini Kurnia I, M.Sc


(NIP. 19850513 201404 2 001) (NIP. 19850513 201404 2 001)

Mengetahui,
Ketua Program PPDH FK Unhas

Dr. drh. Dwi Kesuma Sari


NIP. 19730216 199903 2 001

Tanggal Pengesahan :
Tanggal Ujian : 23 Februari 2018

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Studi Kasus “Sinusitis, Keratitis dan Iris Melanosis pada Kucing” ini
tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk mengetahui penyakit yang
diderita oleh hewan melalui pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang guna
mendapatkan causa yang tepat sehingga dapat diberikan terapi yang sesuai.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu, penulis dengan segala
kerendahan hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul
guna penyempurnaan makalah kasus ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan teman-teman sekalian khususnya para calon dokter hewan.

Penulis

iii
ABSTRAK
Anitawati Umar. C034171018, Studi Kasus Sinusitis, Keratitis dan Iris Melanoma
pada Kucing. Co-Assistensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam dan Patologi Klinik,
Pendidikan Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin.
Pembimbing : Drh. Dini Kurnia I, M.Sc.

Kucing merupakan salah satu hewan yang disenangi oleh manusia namun
rentan terserang berbagai jenis penyakit diantaranya penyakit yang berhubungan
dengan mata dan sistem pernafasan. Penyakit-penyakit tersebut antara lain
sinusitis yang menyerang sistem pernafasan, keratitis dan iris melanosis yang
menyerang organ mata pada kucing. Identifikasi ketiga penyakit tersebut
bertujuan untuk mengetahui dan memahami jenis pemeriksaan yang dapat
dilakukan dalam mendiagnosa kasus. Hasil pemeriksaan fisik pada hidung
ditemukan adanya nasal discharge purulent ; pada mata ditemukan adanya ocular
discharge, kabut pada kornea serta spot cokelat yang menyebar pada iris. Sampel
darah (RBC, PCV, ulas darah), diffquick pada nasal dan ocular discharge
diambil untuk membantu mengarahkan diagnosa. Hasil laboratorium
menunjukkan adanya kenaikan RBC, uji diff-quick menunjukkan banyak infiltrasi
sel radang dan sel-sel bakteri coccus. Antibiotik diberikan untuk mengobati
infeksi sekunder yang muncul (nasal dan ocular discharge purulent) serta
antihistamin untuk mengurangi bersin akibat sinusitis.

Kata Kunci: iris melanosis, keratitis, sinusitis

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii


KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
1.3. Tujuan ........................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Sinusitis
Etiologi ................................................................................................. 3
Patofisiologi .......................................................................................... 3
Gejala Klinis.......................................................................................... 4
Diagnosa ............................................................................................... 4
Pengobatan ............................................................................................ 4
Prognosis ............................................................................................... 5
II.2 Keratitis
Etiologi ................................................................................................. 5
Patofisiologi .......................................................................................... 6
Gejala Klinis.......................................................................................... 6
Diagnosa ............................................................................................... 6
Pengobatan ............................................................................................ 7
Prognosis ............................................................................................... 7
II.3 Iris melanosis
Etiologi ................................................................................................. 8
Patofisiologi .......................................................................................... 9
Gejala Klinis.......................................................................................... 9
Diagnosa ............................................................................................... 9
Pengobatan ............................................................................................ 10
Prognosis ............................................................................................... 10
III. MATERI DAN METODE
III.1 Metode Pemeriksaan Anamnesa dan Sinyalemen ........................ 11
III.2 Metode Pemeriksaan Keadan Umum ........................................... 11
III.3 Metode Pemeriksaan Keadaan Fisik ............................................ 11
III.4 Metode Pemeriksaan Laboratorium ............................................. 12
III.5 Metode Pengobatan ...................................................................... 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil ............................................................................................. 18
IV.2 Pembahasan .................................................................................. 24
IV.3 Resep ............................................................................................ 27

v
V. PENUTUP
V.1 Kesimpulan ................................................................................... 28
V.2 Saran .............................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 29
LAMPIRAN ................................................................................................... 31

vi
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kucing merupakan salah satu hewan yang sangat disenangi oleh manusia
namun rentan terserang berbagai jenis penyakit. Kucing yang berumur tua biasanya
akan dibawa ke klinik dengan keluhan bersin terus menerus dan ditemukan adanya
leleran yang telah berubah menjadi purulent. Kelainan pada sistem pernafasan
tersebut sering juga diiringi dengan gangguan pada mata yakni ditemukan pula
leleran yang bersifat purulen disatu atau kedua matanya serta terlihat kornea yang
keruh. Kelainan lain yang mungkin muncul (jarang terjadi) namun luput untuk
diamati dengan seksama yaitu adanya perubahan pada iris kucing dimana pada iris
dapat muncul spot-spot kecokelatan sampai hitam dengan berbagai jenis bentuk yang
disebut iris melanosis.

Sinusitis merupakan keradangan pada satu atau lebih nukosa sinus paranasal
dengan gejala bersin, rasa nyeri pada daerah wajah dan adanya leleran hidung yang
kental (purulent) (Kentjono, 2004). Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Lamb,
Richbell dan Mantis (2003), diketahui adanya struktur hidung yang abnormal setelah
dilakukan x-ray akibat sinusitis dengan presentase 27% (19/27 ekor kucing). Kronik
sinusitis merupakan keadaan yang menyerang sejumlah besar kucing yang ada di
dunia. Tingkat kejadian lebih banyak menyerang kucing muda walaupun penyakit ini
dapat menyerang segala umur. Banyaknya faktor antara lain adanya infeksi
mikroorganisme (bakteri, jamur, virus), sistem imun yang menurun, adanya trauma,
infeksi gigi, serta beberapa tipe kanker dapat mendukung munculnya penyakit ini.
Sedangkan keratitis dan Iris melanosis merupakan gangguan pada mata yang
biasanya menyerang hewan dewasa-tua. Dalam studi yang dilakukan oleh Patnaik dan
Money (1988), rata-rata umur kucing yang terserang penyakit tersebut yaitu 11 tahun
(rentang 5 sampai 18 tahun) dengan tingkat kejadian tertinggi menyerang kucing
domestic short hair.

Adanya kompleks gangguan pada mata dan sistem pernafasan yang telah
bersifat kronik pada kucing akan sangat mengganggu dan dapat mengancam
kehidupan apabila tidak diberikan tindakan secepatnya. Oleh karena iu, makalah ini
dibuat untuk mempelajari kasus Sinusitis, Keratitis dan Iris melanosis pada kucing
sehingga bisa dilakukan tindakan pengendalian sedini mungkin.

1
I.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:


1. Bagaimana melakukan pemeriksaan klinis pada kasus Sinusitis, Keratitis dan
Iris Melanosis pada kucing?
2. Jenis pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan dalam mendiagnosa kasus
Sinusitis, Keratitis dan Iris Melanosis pada kucing?
3. Jenis pengobatan apa yang dapat dilakukan untuk kasus Sinusitis, Keratitis dan
Iris Melanosis pada kucing?

I.3 Tujuan

Tujuan penyusunan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:


1. Menjelaskan pemeriksaan klinis pada kasus Sinusitis, Keratitis dan Iris
Melanosis pada kucing

2. Mengetahui dan memahami jenis pemeriksaan dapat dilakukan dalam


mendiagnosa kasus Sinusitis, Keratitis dan Iris Melanosis pada kucing?

3. Mengetahui dan memahami jenis-jenis pengobatan yang dapat dilakukan untuk


kasus Sinusitis, Keratitis dan Iris Melanosis pada kucing?

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sinusitis

II.1.1 Etiologi

Kronik sinusitis merupakan suatu keadaan yang menyerang banyak kucing di


dunia yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sinus. Kucing memiliki dua sinus
frontal dan dua sinus sphenoid. Sinus sphenoid kecil jarang menyebabkan masalah
pada kucing. Tetapi karena adanya penyakit sistem respirasi yang umum mennyerang
kucing, infeksi sekunder dari sinus frontal muncul dengan berbagai frekuensi
(Eldregde, et.al. 2008). Infeksi virus merupakan penyebab umum terjadinya akut
rhinitis atau sinusitis pada kucing terutama Feline herpesvirus rhinotracheitis dan
Feline calicivirus. Pada kucing, kronik nasal dan inflamasi pada sinus secara frekuen
akan muncul mengikuti adaya infeksi virus pada nasal dan mukosa membrane sinus.
Jamur dan inflamasi sinus dapat pula disebabkan oleh jamur Cryptococcus
neoformans atau Aspergillus (Kuehn, et.al. 2018). Selain itu menurut Bright (2011),
trauma pada rongga hidung atau tulang dahi di atas sinus dapat menjadi penyebab
potensial. Adanya penyakit pada gigi atau gusi juga dapat berasosiasi dengan infeksi
nasal. Terkadang, sumber inflamasi juga tidak dapat terdientifikasi (idiopatik).

Gambar cavum nasal kucing

II.1.2 Patofisiologi

Infeksi virus, bakteri ataupun adanya trauma akan menyebabkan terjadinya


edema pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan
pada ostium sinus dan berpengaruh pada mekanisme drainase di dalam sinus. Hal ini
menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi

3
kental yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri
pathogen (Kentjono, 2004).

II.1.3 Gejala Klinis

Gejala paling umum pada sinusitis yaitu bersin dan nasal discharge.
Discharge dapat terlihat dari satu atau dua sisi dari hidung. Tipe discharge dapat
membantu mengetahui penyebab sinusitis. Discharge yang berwarna kuning-hijau
biasanya disebabkan oleh virus, bakteri atau infeksi jamur, sedangkan discharge yang
berisi darah disebabkan oleh trauma, benda asing atau gangguan perdarahan.
Kelainan bentuk pada wajah dapat dilihat dengan adanya tumor, trauma atau infeksi
sekunder. Adanya kebengkakan pada salah satu mata dapat mengindikasikan adanya
abses pada akar gigi yang telah meluas ke rongga hidung. Terkadang, dapat pula
ditemukan adanya leleran pada satu atau kedua mata. Bernafas dengan mulut terbuka
dapat muncul apabila satu atau kedua rongga hidung mengalami kerusakan (Bright,
2011).

II.1.4. Diagnosa

Pemeriksaan fisik menjadi dasar awal untuk mendiagnosa terutama pada


pemeriksaan hidung dan rongga hidung, mata, mulut dan telinga. Ketika terdapat
perubahan pada organ-organ tersebut, dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti
pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah untuk mengetahui penyebab infeksi
virus, bakteri atau jamur. Feline Leukemia virus dan Feline immunodeficiency virus
merupakan penyebab umum sinusitis dan dapat dideteksi dengan tes darah (Turner,
2018). X-rays juga dapat membantu untuk mendeteksi kelainan pada rongga hidung
dan sinus frontal seperti adanya peningkatan densitas cairan atau kerusakan pada
tulang atau jaringan. Kemajuan pencitraan dengan computed tomography (CT scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) dianggap unggul dibandingkan xrays untuk
menentukan tingkat keterlibatan rongga hidung, sinus, gigi dan keseluruhan
kesehatan tulang (Bright, 2011). Rhinoscopy atau nasal biopsy dapat dilakukan untuk
pemeriksaan lanjutan. Rhinoscopy akan membantu untuk mengidentifikasi gangguan
kongenital dan biopsy dari rongga hidung akan membantu mengetahui adanya infeksi
bakteri atau jamur (Turner, 2018).

II.1.5 Pengobatan

Meskipun tidak ada penyembuhan untuk rhinitis dan sinusitis, pemberian


antibiotik topical dan sistemik serta antihistamin dan anti inflamasi seperti
glukokortikoid dan NSAIDS akan membantu mengurangi gejala penyakit. Lamanya
pengobatan tergantung pada respon dari kucing. Kondisi kronik ditangani secara

4
simptomatis (Turner, 2018). Selain itu, infeksi kronik dari rongga hidung biasanya
meluas ke sinus frontal. Karena sinus frontal terkadang tidak merespon baik pada
terapi obat, maka operasi pengangkatan lapisan sinus frontal, diikuti dengan
penyisipan lemak ke dalam sinus mungkin diperlukan. Viral rhinitis terkadang akan
sembuh tanpa pengobatan dalam beberapa minggu, kecuali infeksi oleh herpesvirus
yang dapat berlanjut menjadi kronik atau kambuh sepanjang sebagian besar
kehidupan kucing. Obat antiviral dapat diberikan pada kasus ini. Sinusitis yang
disebabka oleh jamur (cryptococcis) diobati dengan obat anti jamur sistemik. Adanya
benda asing dapat dikeluarkan dengan rhinoscopy dan pemberian antibiotik
setelahnya (Bright, 2011).

II.1.6 Prognosis

Infeksi kronis dapat sulit untuk ditangani secara menyeluruh dan


membutuhkan pengobatan secara berkelanjutan dalam pemberian antibiotik atau
antiviral. Apabila terjadi kerusakan secara signifikan pada jaringan, nasal discharge
akan bertahan tanpa batas waktu (Bright, 2011).

II.2 Keratitis

II.2.1 Etiologi

Kornea dan konjunctiva merupakan bagian mata yang sering terpapar tidak
hanya material berbahaya seperti angin, debu, mikroorganisme, tetapi juga akibat
iritasi seperti rambut kucing itu sendiri (trichiasis, entropioom, distichiasis). Masalah
tersebut sering menjadi jalan masuk untuk faktor lain seperti bakteri dan jamur untuk
membuat koloni dan menyebabkan terjadinya penyakit. Masalah iatrogenic juga
dapat berkembang sebagai hasil dari trauma operasi atau penggunaan obat-obatan
yang salah. Penyebab terpenting terjadinya keratitis non ulcerativ yaitu adanya agen
etiologi dari penyakit sistem pernafasan atas yang kompleks. Keratitis dapat
berkembang tidak hanya dari korneal primer atau masalah pada kornea-konjunctiva,
tetapi sering juga terjadi akibat rambut, benda asing, produksi air mata yang tidak
cukup, glaucoma atau iritis (Wyman, et.al. 2007).

5
Gambar 1. keratitis

II.2.2 Patofisiologi

Adanya lesi pada kornea akan menyebabkan mikroorganisme pathogen


menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea. Setelah menginvasi, antibodi akan
menginfiltrasi lokasi dari invasi pathogen. Hasilnya akan tampak gambaran opasitas
pada kornea dan titik imvasi pathogen akan membuka lebih luas dan memberikan
gamvaran infiltrasi kornea. Adanya infiltrasi akan menyebabkan iritasi dari bilik mata
depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang berakumulasi pada bagian bawah
bilik mata depan). Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane
descement terjadi dan humor aquos akan keluar yang dapat menyebabkan terjadinya
ulkus kornea (Ilyas S, 2005).

II.2.3 Gejala Klinis

Gejala yang sering muncul pada kucing yang menderita keratitis yaitu adanya
warna film pink, putih atau abu-abu pada kornea bagian atas ataupun bawah, di
belakang kelopak mata ketiga. Film tersebut secara perlahan akan menyebar melewati
kornea, berpasir, plak kalsium dapat berkembang pada permukaannya. Apabila
kondisi tidak segera ditangani, kornea akan menebal, ireguler dan opak, sehingga
dapat menyebabkan ulkus kornea. Bagian kelopak mata akan menjadi merah dan
menebal. Reflex menutup mata dan rasa sakit pada mata dapat muncul dari kelopak
mata yang berpasir atau dari ulkus kornea. Walaupun air mata dapat terlihat, tapi
biasanya leleran tebal dapat terlihat pada permukaan mata. Pada kasus yang parah,
kornea akan terinfeksi dan penglihatan akan berkurang (Morgan, 2011).

II.2.4. Diagnosa

Selain dari riwayat penyakit dan gejala klinis, beberapa tes diagnostik dapat
dilakukan untuk mengetahui penyebab dan derajat keparahan dari keratitis. Ketika
penyebabnya telah diketahui, terapi khusus dapat diberikan untuk mempercepat
persembuhan. Tes diagnostik tersebut antara lain :

6
- Sitologi konjunktiva. Evaluasi secara mikroskopik dari permukaan mata dapat
membantu dalam mengetahui kesehatan kornea. Lebih lanjut, tes ini dapat
membantu dalam mengidentifikasi penyebab utama dan sekunder yang
terlibat didalamnya. Untuk dugaan infeksi virus, sampel dapat dikirim untuk
isolasi virus, Fluorescent antibody (FA), atau polymerase chain reaction
(PCR).
- Kultur. Kultur bakteri dilakukan untuk mengkonfirmasi dugaan infeksi
bakteri. Hal ini bertujuan untuk mengetahui antibiotik yang cocok untuk
diberikan pada kasus infeksi akibat bakteri.
- Tes Darah. Penyakit mata dapat disebabkan oleh kondisi internal atau
sistemik. Ketika sistem imun pasien menurun atau tidak berfungsi penuh,
infeksi dapat dengan mudah untuk muncul. Tes spesifik untuk melihat status
kesehatan pasien yaitu complete blood count (CBC), profil kimia darah, tes
untuk Feline leukemia virus (FeLV), feline immunodeficiency virus (FIV),
serta feline herpes virus (FHV) (Merideth, 2018).

II.2.5 Pengobatan

Keratitis biasanya merespon pada obat-obatan steroid topikal. Pada kasus


yang parah, suntikan steroid dapat diberikan pada konjunctiva mata, atau steroid oral
juga dapat diberikan. Terapi steroid harus ditunda apabila terdapat ulkus kornea,
karena steroid dapat membuat ulkus semakin parah. Pada kasus ini, mata dapat
diobati dengan antibiotik topikal dan/atau antiviral sampai ulkus telah sembuh. Terapi
tambahan untuk FHV juga dapat diberikan, antara lain oral lysine dan obat antiherpes
seperti famciclovir. Ketika film kornea telah membaik, pemberian medikasi secara
berangsur diturunkan ke dosis terendah untuk menjaga kondisi tetap stabil (Morgan,
2011). Pendekatan dengan operasi juga telah dijelaskan untuk menghilangan jaringan
abnormal pada kornea dengan tingkat keparahan yang tinggi, tetapi belum ada studi
terbaru secara klinis yang mendukung prosedur ini.

II.2.6 Prognosis

Keratitis dapat dengan mudah atau sulit untuk dikontrol. Penyakit ini sulit
disembuhkan ketika infeksi herpesvirus masih aktif dan munculnya ulkus kornea.
Medikasi juga harus diberikan secara konsisten untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan untuk memberikan kondisi yang baik. Kondisi dapat dikontrol namun
tidak menyembuhkan. Ketika hanya satu mata yang terinfeksi, mata kedua juga dapat
terkena beberapa lama kemudian. Keratitis yang tidak terlalu parah dapat kembali ke
normal. Pada kasus moderat sampai parah, keabu-abuan pada kornea atau deposit

7
kristal lemak akan tinggal di dalam kornea. Penglihatan yang baik akan terjaga pada
pengobatan mata secara adequate (Morgan, 2011).

II.3 Iris Melanosis

II.3.1 Etiologi

Iris melanosis merupakan keadaan dimana iris menjadi lebih gelap akibat
munculnya proliferasi dari sel yang memproduksi pigmen cokelat yang disebut
melanin. Iris melanosis dapat muncul sebagai spot fokal, spot hitam atau beberapa
spot. Spot tunggal yang datar, pigmentasi yang ireguler dapat disebut sebagai
freckles. Apabila spot menjadi lebih hitam dan lebih terlihat maka disebut nevus. Baik
freckels atau nevus mengganggu kontur permukaan dari iris atau berefek buruk pada
mata. Kondisi ini dapat muncul pada kucing dengan warna mata dan umur berapapun.
Pada kebanyakan kucing, perkembangan dari melanosis sangat lambat (beberapa
tahun). Melanosis pada kucing muda berlangsung lebih cepat. Dengan perkembangan
melanosis, pigmen dapat perkembang pada permukaan iris atau menyebar sampai ke
belakang mata. Ukuran dan bentuk pupil juga dapat berubah abnormal dan tidak
jarang pula terbentuk glaukoma akibat iris melanosis (Morgan, 2011).

Adanya freckels atau nevus juga dapat menyebabkan terjadinya iris


melanoma. Iris melanoma merupakan neoplasma intraocular primer yang sangat
umum terjadi pada kucing umumnya unilateral. Iris melanoma terjadi pada kucing
segala umur tanpa adanya predisposisi breed (Boydell and Enache, 2012).. Melanoma
secara klinis dikarakteriskan oleh pertumbuhan malignant dari melanosit. Iris
melanoma pada kucing, awalnya muncul dari depan permukaan iris, dengan
perluasan ke badan siliaris dan koroid (Gelat, 2007).

Gambar 2. Iris melanosis (kiri) dan iris melanoma (kanan) pada kucing

Sumber : Anonim, 2018

8
II.3.2 Patofisologi

Melanin pada mata berfungsi untuk memberikan warna pada iris sehingga iris
dapat terlihat berwarna kuning, biru atau cokelat pada kucing. Adanya proliferasi sel
yang memproduksi pigmen cokelat berlebihan pada iris dapat menyebabkan
terjadinya iris melanosis. Meskipun, patogenesa terjadinya proliferasi melanin
berlebih pada kucing belum diketahui secara pasti namun studi pada manusia
menyatakan bahwa tingginya level radiasi ultraviolet B (UV-B) memiliki peran
penting dalam patogenesa iris melanoma. Hilangnya kromosom 3 dan kromosomal
region 9p21 dapat memicu terjadinya iris melanoma (Kubaisi, 2016).

II.3.3 Gejala Klinis

Gejala yang dapat terlihat jelas yaitu berkembangnya spot berwarna


kecoklatan pada daerah iris yang awalnya berwarna kuning atau hijau. Awalnya, spot
berwarna cokelat terang tetapi seiring waktu berubah menjadi sangat gelap. Spot
dapat berbentuk melingkar, ireguler, atau bergaris-garis. Spot tunggal atau banyak
dapat terlihat pada iris yang sama. Apabila melanosis menyerang otot iris, pupil dapat
berbentuk ireguler dan berbeda ukuran dengan pupil pada mata yang lain. Apabila
glaukoma muncul, mata akan berwarna merah dan berawan (Morgan, 2011).

II.3.4. Diagnosa

Diagnosa iris melanosis dapat diketahui dari pemeriksaan mata tetapi sulit
untuk mengetahui melanosis benign atau malignant. Pemeriksaan mata dibawah
pembesaran dengan slit lamp biomicroscope akan sangat membantu untuk
mendeteksi tanda melanosis yang dapat berdampak serius. Pemeriksaan lab rutin dan
x-ray dada direkomendasikan untuk meyakinkan bahwa tidak ada tanda tumor. Satu-
satunya cara untuk mengetahui apakah melanosis dalam keadaan jinak atau ganas
yaitu pengangkatan mata untuk biopsy (Morgan, 2011).

Pemeriksaan profil darah juga dapat dilakukan termasuk kimia darah dan
complete blood count (CBC) serta panel elektrolit. Kejadian metastasis dapat terlihat
pada profil darah atau CBC dapat terlihat peningkatan dari sel darah putih dimana hal
tersebut mengindikasikan perlawananan sistem imun terhadap pertumbuhan sel
ganas. Ultrasound juga dapat membantu dalam menentukan metastasis pada mata.
Apabila terdapat sel melanoma pada sudut antara iris dan korna, dan jika terdapat sel
melanoma pada plexus venus ciliary (dimana vena dari badan siliaris mengalirkan
darah dari mata), maka metastatis telah menyebar ke seluruh badan. Namun,
metastasis ini mungkin tidak terlihat sampai beberapa tahun setelah pertumbuhan sel
awal (petMD, 2018).

9
II.3.5 Pengobatan

Terapi tidak dibutuhkan untuk kasus iris melanosis tanpa adanya perubahan
pada freckels dan nevi. Beberapa nevi dapat dihilangkan dengan laser, tetapi terapi
tersebut masih kontroversial pada kucing. Saat ini, satu-satunya terapi untuk iris
melanosis dan cara terbaik untuk mencegah melanosis menjadi bentuk ganas dan
menyebar ke seluruh tubuh yaitu dengan pengangkatan mata (enukleasi). Apabi;a
kondisi iris melanosis berubah secara lambat, maka enukelasi tidak diperlukan untuk
beberapa tahun (Morgan, 2011).

II.3.6 Prognosis

Prognosis untuk semua bentuk jinak dari iris melanosis adalah baik. Beberapa
mata tidak perlu untuk dilakukan enukleasi dan enucleasi merupakan tindakan
kurativ. Apabila biopsy menunjukkan melanoma ganas, maka prognosis jangka
panjang sulit ditentukan. Tipe melanoma ini biasanya lambat untuk bermetastasis
(12-24 bulan) dan enukleasi dapat mencegah metastasis pada beberapa kucing
(Morgan, 2011).

10
III. MATERI DAN METODE

III.1 Metode Pemeriksaan Anamnesa dan Signalemen

Alat dan bahan yang digunakan :

a. Kertas form physical examination


b. Pulpen

III.2 Metode Pemeriksaan Keadaan Umum

Alat dan bahan yang digunakan :

a. Timbangan
b. Termometer
c. Jam tangan
d. Handscoon
e. Masker
f. Form physical examination
g. Pulpen

III.3 Metode Pemeriksaan Keadaan Fisik

Alat dan bahan yang digunakan :


Inspeksi
a. Handscoon
b. Masker
c. Ophtalmoskop
Palpasi
a. Handscoon
b. Masker
Perkusi
a. Handscoon
b. Masker
c. Reflex hummer
Auskultasi
a. Handscoon
b. Masker
c. Stetoskop

11
 Pemeriksaan tanda vital dimulai dengan mengukur suhu tubuh hewan.
Termometer dimasukan ke dalam anus hewan. Menghitung nafas dengan
melihat kembang kempisnya bagian costal dan abdomen hewan. Pemeriksaan
pulsus dilakukan pada arteri femoralis.
 Inspeksi dilakukan per bagian tubuh dengan melihat setiap normal dan
abnormalitas bagian tubuh. Seperti wajah, bagian mata, mulut dan sinus,
bentuk thorak, ictus cordis, cara berdiri dan cara jalan hewan, kekompakan
tulang, serta koordinatif cara gerak.
 Palpasi dilakukan dengan meraba bagian tubuh. Menghitung turgor kulit
dengan mengangkat kulit bagian dorsal hewan. Menghitung capillary refill
time (CRT) dengan menekan mukosa gusi hewan lalu dilepaskan. Meraba
bagian abdomen dan thoraks dengan cara ditekan. Meraba bagian struktur
pertulangan, persendian ataupun deformasi tulang. Selain itu, palpasi juga
dlakukan dengan meraba bagian limfoglandula.
 Perkusi dikakukan dengan cara memukulkan hummer pada punggung jari
yang telah ditempelkan pada bagian tubuh. Seperti pada bagian lateral
thoraks 1/3 bawah, 1/3 tengah, dan 1/3 atas.
 Auskultasi dilakukan dengan cara menempelkan stetoskop pada bagian luar
tubuh yang berbatasan dengan organ. Seperti dengan menempelkan stetoskop
pada 1/3 bawah lateral thoraks untuk mendengarkan jantung dan
menempelkan stetoskop pada abdomen untuk mendengarkan peristatik usus.
 Catat semua hasil pemeriksaan pada ambulator pemeriksan fisik.

III.4 Metode Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Discharge Mata dan Hidung dengan Diff-Quick

Alat dan bahan yang digunakan :

a. Handscoon
b. Mikroskop
c. Objek glass
d. Cutton bud
e. Pipet tetes

12
f. Bunsen
g. Koreak api
h. Metanol
i. Eosin
j. Methylen blue

Metode Diff-Quick
- Spesimen diletakkan pada objek glass. Dibuat ulasan yang tipis
- Dilakukan fiksasi dengan menggunakan api bunsen
- Beri tetesan methanol selama 5 detik kemudian keringkan
- Celupkan ke dalam eosin selama 5 detik kemudian dibilas
- Celupkan ke dalam methylene blue selama 5 detik dan dibilas
- Lakukan pengamatan dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x dan 40x

Pemeriksaan Hematologi

Eritrosit

Alat dan bahan yang digunakan :

a. Handscoon
b. Mikroskop
c. Hemasitometer lengkap (pipet eritrosit, selang penghisap, kamar hitung IN
dan Deck glass)
d. Selang penghisap
e. Larutan hayem
f. Darah + anti koagulan EDTA

Metode Kerja :
- Hisap darah sampai tanda 0,5
- Dengan pipet yang sama hisaplah larutan Hayem sampai tanda 101
- Lepaskan karet penghisap lalu tutup kedua ujuang pipet dengan kedua ujung
jari
- Kocok selama 15-30 detik (homogenkan)
- Buang 3-4 tetes cairan lalu masukkan ke dalam kamar hitung
- Amati penyebaran eritrosit dengan lensa objektif 10x dan dihitung jumlah
eritrosit pada lensa objektif

13
Gambar 3. kamar hitung

Hematokrit

Alat dan bahan yang digunakan :

a. Handscoon
b. Sentrifuge hematokrit
c. Tabung mikro hematokrit
d. Grafik hematokrit
e. Darah EDTA
f. Plastisin

Metode Kerja :
- Isi tabung mikro kapiler dengan darah sampel
- Ditutup salah satu ujung tabung dengan plastisin
- Tabung kapiler dimasukkan ke dalam sentrifuge hematokrit dengan bagian
yang ditutup mengarah keluar, diputar pada kecepatan 16.000 rpm selama 5
menit
- Bacalah nilai hematokrit dengan menggunakan grafik hematokrit

Pemeriksaan Ulas Darah

Alat dan bahan yang digunakan :

a. Handscoon
b. Objek glass
c. Mikroskop
d. Pipet tetes
e. Methanol

14
f. Giemsa
g. Sampel darah

Metode Kerja :
- Buat ulas darah pada objek glass
- Teteskan methanol lalu didiamkan selama 5 menit kemudian dibilas dengan
air mengalir
- Teteskan larutan giemsa lalu didiamkan selama 30 menit kemudian dibilas
dengan air mengalir
- Keringkan sampel lalu lakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan
perbesaran 40x

III.5 Metode Pengobatan


a. Pemberian Amoxiclav
Farmakokinetik
Penyerapan : Kombinasi dari kedua obat baik diserap melalui saluran
pencernaan, asupan makanan tidak mempengaruhi tingkat absorpsi.
Distribusi : Kombinasi obat didistribusi dengan baik ditandai dengan
distribusi volume yang baik dalam cairan tubuh dan jaringan. Obat memiliki
konsentrasi tinggi dalam urin namun kemungkinan hanya 1/5 dari dosis pemberian.
Obat dapat menembus plasenta namun belum ditemukan adanya teratogenic.
Metabolisme : Amoksisilin sebagian dimetabolisme sedangkan asam
klavulanat secara ekstensif dimetabolisme
Ekskresi : Obat di eksresikan pada urin melalui filtrasi glomerulus. Pada
anjing, 34-52% dosis dieksresikan pada urin, 25-27% dieliminasi pada feses dan 16-
33% melalui udara pernafasan.

Farmakodinamik
Amoksisilin berkeja dengan mengikat protein pensilin termasuk sintesis
dinding sel bakteri, sehingga mengurangi kekuatan dari dinding sel serta
mempengaruhi pembelahan dan pertumbuhan sel bakteri. Adanya penghambat beta-
lactamase pada clavulanat menyebabkan peningkatan spektrum antimikroba
melawan organisme yang memproduksi beta-lactamase seperti staphylococcus.

Indikasi
Aktif dalam melawan bakteri gram positif dan negatif aerobic dan obligat
anaerob.pemberian pada anjing dan kucing digunakan untuk terapi traktus urinary,
kulit serta infeksi jaringan lunak yang disebabkan oleh bakteri.

15
Kontraindikasi
Obat ini tidak dianjurkan diberikan secara sistemik pada pasien dengan
septicemia, shock, serta gangguan gastrointestinal. Tidak dianjurkan pula diberikan
pada pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap golongan beta laktam seperti
cephalosporin, cefamycins, dan carbapenem.

Interaksi Obat
Hindari pemberian amoksisilin dnegan antibiotik bakteriostatik seperti
tetrasiklin dan eritromisin. Pemberian obat tidak boleh dicampur dalam satu syringe
dengan golongan obat aminiglikosid.

Dosis
Dosis pemberian untuk kucing dengan infeksi yang rentan :
a. 62,5 mg PO q12h
b. Untuk infeksi gram positif : 10mg/kg PO q12h
Untuk infeksi gram negatif : 20mg/kg PO q8h
c. Untuk infeksi jaringan lunak : 62,5 mg/ekor (total dosis) atau 10-20mg/kg
PO q12h untuk 5-7 hari

b. Pemberian Cetirizine
Farmakokinetik
Pada kucing setelah pemberian dosis 5mg secara oral, volume distribusi
mencapai 0,26L/kg dan pembersihan sekitar 0,3mL/L/menit. Waktu paruh obat
mecapai 11 jam. Pada manusia, setelah pemberian secara oral, cetirizine mencapai
puncak konsentrasi pada waktu satu jam. Pemberian makanan dapat menunda kerja
obat tetapi tidak berefek pada absorpsi. Ekskresi pada urin mencapai 80%.

Farmakodinamik
Cetirizine secara aktif menghambat reseptor peripheral H1. Cetirizine tidak
memiliki efek antikolinergik atau anti serotonergic yang signifikan. Diperkirakan
tidak terjadi toleransi terhadap efek antihistamin.

Indikasi
Cetirizine merupakan reseptor H1 sebagai agen antihistamin yang baik
diberikan sebagai terapi kondisi alergi pada anjiing dan kucing.

Kontraindikasi
Belum ada informasi spesifik terhadap pasien veteriner. Pada manusia,
cetirizine dikontraindikasikan terhadap pasien yang hipersensitif terhadap

16
hydroxyxine. Pemberian kombinasi dengan produk yang mengandung
pseudoephedrine tidak dianjurkan untuk diberikan pada anjing dan kucing.

Dosis
Dosis pemberian untuk kucing yaitu :
a. Untuk pengobatan tambahan pada kasus rhinosinusitis kronik non
responsive : 5 mg (total dosis) PO q12h
b. Untuk pengobatan tambahan terapi eosinophilic dermatopathies : 5 mg
(total dosis) PO q12h
c. Untuk pengobatan tambahan terpai pruritus : 2,5-5mg (total dosis PO q24h)

17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

Sinyalemen
Nama : Atuk
Jenis Hewan/Breed : Kucing/ Domestik
Warna Bulu : White
Jenis Kelamin : Jantan
Umur : 5 tahun
Berat Badan : 2,7 kg

Tanda Khusus : Sunken eye

Anamnesa
Kucing liar yang ditemukan di jalan.

Pemeriksaan Umum
Gizi : Sedang
Pertumbuhan badan : Sedang
Suhu Tubuh : 38 0C
Frekuensi nadi : 108 x/menit
Frekuensi nafas : 33 x/menit

Kepala dan Leher


Inspeksi
Ekspresi wajah : Lesu
Pertulangan kepala : Simetris
Posisi tegak telinga : Tegak pada keduanya
Posisi kepala : Merunduk
Palpasi
Turgor kulit : >3

Mata dan orbita kiri dan kanan


Palpebrae : Membuka dan menutup sempurna
Cilia : Melengkung keluar dan kotor
Conjuctiva : anemik, terdapat discharge mukopurulent
Membrana nictitans : Normal (kiri), Menutup ¼ mata (kanan)

18
Bola mata kanan
Sclera : Putih
Cornea : Keruh
Iris : Berwarna kuning dengan spot kecoklatan
Limbus : Rata
Pupil :Tidak ada kelainan
Refleks pupil : Ada tetapi respon lambat
Vasa injectio : ada

Mulut dan rongga mulut


Rusak/luka bibir : Tidak ada luka
Mucosa : Anemik
Gigi geligi : Ada karang gigi
Lidah : Berwarna pink dan tidak ada lesi

Hidung dan Sinus-sinus : Discharge purulent dan sesekali bersin

Leher
Perototan Leher : Teraba kompak
Trachea : Teraba,dan tidak ada batuk
Esophagus : Ada reflex menelan

Telinga
Posisi : Tegak keduanya
Bau : Tidak berbau
Permukaan daun telinga : Ditemukan scale
Krepitasi :Tidak Ada
Refleks panggilan : Ada

Thorak Sistem Pernafasan


Inspeksi
Bentuk rongga thorax : Simetris
Tipe pernafasan : Abdominalis
Ritme : Ritmis
Intensitas : Dangkal
Frekuensi : 32 kali/menit
Palpasi
Penekanan rongga thorak : Tidak ada respon sakit

19
Palpasi intercostals : Tidak ada respon sakit

Perkusi
Lapangan Paru-paru : Tidak ada kelainan
Gema perkusi : Resonan
Auskultasi
Suara pernafasan : Vesicular
Suara ikutan : Ada setelah inspirasi (tidak selalu
terdengar)
Antara in dan ekspirasi : Jelas

Thorak: Sistem Peredaran Darah


Inspeksi
Ictus cordis : Tidak terlihat
Perkusi
Lapangan jantung : Pekak

Auskultasi
Frekuensi : 120 kali/menit
Intensitas : dangkal
Ritme : Ritmis
Sinkron pulsus dan jantung : Sinkron

Abdomen dan Organ Pencernaan


Palpasi
Epigastricus : Tidak ada respon sakit dan perbesaran
Mesogastricus : Tidak ada respon sakit dan perbesaran
Hypogastricus : Tidak ada respon sakit dan perbesaran
Isi usus besar : Terasa seperti ada massa padat
Isi usus kecil : Terasa seperti ada massa padat

Alat perkemihan dan Kelamin (Urogenitalis)Jantan


Perhatikan preputium : Bersih
Keluarkan glans penis
- Besar : Normal
- Bentuk : Normal
- Sensitivitas : Sensitif
- Warna : Pink
- Kebersihan : Bersih

20
- Scrotum : Tidak ada pembengkakan
Alat Gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : Kompak
Perototan kaki belakang : Kompak
Spasmus otot : Tidak ada
Tremor : Tidak ada
Sudut persendian : Tidak ada kelainan
Cara bergerak-berjalan : Koordinatif
Cara bergerak-berlari : Koordinatif
Palpasi
Struktur pertulangan
Kaki kiri depan :Kompak (Tidak ada kelainan)
Kaki kanan depan :Kompak (Tidak ada kelainan)
Kaki kiri belakang :Kompak, kuku rusak
Kaki kanan belakang :Kompak (Tidak ada kelainan
Konsistensi pertulangan : Kompak
Reaksi saat palpasi : Sakit pada kuku yang rusak
Panjang kaki depan : Simetris
Panjang kaki belakang : Simetris
Palpasi
Limfoglandula poplitea :Tidak teraba
Ukuran :-
Konsistensi :-
Lobulasi :-
Perlekatan :-
Panas :-
Kesimetrisan :-
Kestabilan pelvis
Konformasi : Kuat / kompak
Kesimetrisan : Simetris
Tuber ischii : Tidak terlihat, teraba
Tuber coxae : Tidak terlihat, teraba

Temuan Klinis
Dari pemeriksaan klinis ditemukan kelainan pada daerah mata yaitu adanya discharge
purulent pada kedua mata namun lebih banyak pada mata kanan, kornea yang
berkabut, dan spot-spot kecoklatan pada daerah iris. Ditemukan pula adanya
discharge purulent pada hidung

21
Gambar 4. Spot kecokelatan pada daerah iris

Pemeriksaan Lanjutan
- Pemeriksaan dengan Ophtalmoskop
Ditemukan adanya penyebaran spot kecokelatan pada iris mata sebelah kanan

- Pemeriksaan Hematologi
SDM : 13,61 x 106
PCV : 29%

- Preparat Ulas Darah


Ditemukan banyak leukosit neutrophil dan beberapa limfosit

Gambar 5. preparat ulas darah

- Diff-quick
Swab discharge mata : Ditemukan sel radang, sel bakteri coccus (dominan)
dan basil

22
Gambar 6. swab discharge mata

Swab discharge hidung : Ditemukan sel bakteri coccus

Gambar 7. swab discharge hidung

Diagnosis
Berdasarkan data pemeriksaan klinis dan pemeriksaan lanjutan maka kucing
bernama Atuk didiagnosa Sinusitis, Keratitis dan Iris melanosis.

Diagnosa Banding
Clamydiosis

Terapi Yang Dilakukan Sebelum Datang ke KHP FK Unhas


Belum pernah dilakukan terapi sebelumnya

23
Terapi Selama di KHP FK Unhas
Terapi yang diberikan yaitu pemberian antibiotik untuk mengurangi efek
infeksi sekunder dari nasal dan ocular discharge serta penambahan anti histamine
untuk mengurangi bersin akibit sinusitis. Untuk iris melanosis tidak dilakukan
tindakan terapi, hanya dilakukan pemantauan penyebaran spot pada irisnya.
Pemberian diet pakan home made daging dan hati ayam untuk menjaga kekebalan
tubuh dan menjaga fungsi normal tubuh

Perhitungan Dosis

Amoxiclav (Co Amoxiclav 625mg)


Berat badan : 2,7 kg
Dosis anjuran : 62,5mg
Dosis Sediaan : Tiap tablet mengandung Amoxicillin trihidrat setara
dengan Amoxicillin anhidrat 500 mg dan kalium
klavulanat setara dengan asam klavulanat 125 mg
Dosis pemberian : 62,5 mg PO q12h

Cetirizine 10mg
Berat badan : 2,7 kg
Dosis anjuran : 5 mg
Dosis Sediaan : Tiap tablet selaput mengandung cetirizine
dihidroklorida 10 mg
Dosis pemberian : 5 mg PO q12h

IV.2 Pembahasan
Pada hari Selasa, 30 Januari 2018 telah dilakukan pemeriksaan klinis terhadap
seekor kucing domestik berusia kurang lebih 5 tahun yang diberi nama Atuk. Atuk
merupakan kucing liar yang ditemukan di sekitar Bumi Tamalanrea Permai (BTP)
Makassar, dengan berat badan 2,7 kg berwarna putih. Saat ditemukan, Atuk dalam
kondisi lemas dengan discharge pada mata dan hidungnya.
Berdasarkan pemeriksaan umum yang dilakukan (status present terlampir),
suhu Atuk 38oC, frekuensi pulsus 108x/menit, frekuensi jantung 120x/menit dan
frekuensi nafas 32x/menit. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya gangguan
pada mata dan sistem pernafasan dimana pada mata ditemukan adanya discharge
purulen di kedua mata namun lebih dominan pada mata sebelah kanan. Terdapat pula
kekeruhan pada bagian kornea serta adanya beberapa spot kecokelatan yang diduga
berada pada daerah iris. Pemeriksaan pada bagian mata ini dilanjutkan dengan

24
menggunakan alat bantu ophthalmoskop untuk melihat bagian dalam mata secara
lebih jelas. Hasil penggunaan ophthalmoskop menunjukkan bahwa daerah spot
kecokelatan tersebut berada pada iris. Gangguan sistem pernafasan yang menyerang
Atuk diketahui dari gejala yang ditimbulkan yaitu Atuk sering bersin dan keluar
discharge purulent pada hidung. Tipe pernafasan yang dilakukan yaitu abdominalis,
dengan auskultasi paru-paru terkadang terdengar suara ikutan setelah inspirasi.
Namun, pada saat palpasi intercostal dan penekanan rongga thorax tidak ditemukan
adanya rasa sakit.
Uji laboratorium yang dilakukan yaitu pengambilan swab pada mata dan
hidung yang terdapat discharge purulen yang kemudian dilakukan uji Diff-quick.
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya sel-sel radang serta sel bakteri dominan
coccus pada swab discharge mata serta ditemukan sel bakteri dominan coccus pada
swab discharge hidung. Pada ulas darah juga ditemukan adanya inflitrasi sel radang
yaitu neutrofil dan limfosit. Menurut Atmadja, Radius dan Freddi. (2016),
peningkatan neutrofil dapat terjadi akibat stress fisik, trauma, infeksi bakterial akut,
ataupun kelainan metabolik. Sedangkan peningkatan limfosit dapat terjadi akibat
infeksi bakteri kronis, infeksi virus, mieloma multiple atau karena terpapar radiasi.
Pada hasil pemeriksaan hematologi perhitungan sel darah merah yakni 13,6 x 106 µL
dimana hasil tersebut diatas nilai normal eritrosit pada kucing yakni 5.0-10.0 x 106
µL (Jain, 1993). Hal ini mungkin terjadi akibat Atuk yang mengalami anemia dilihat
dari membrana mukosa yang tampak anemik. Hal ini sesuai dengan penyataan Salasia
dan Bambang (2010) bahwa peningkatan jumlah dapat eritrosit terjadi pada keadaan
anemia, hipoksia, pemberian CO, pemberian hormon. Sedangkan nilai PCV yaitu
29% dimana hasil tersebut masih dalam rentang nilai normal hematokrit kucing yaitu
29.0 - 45.0 % (Jain, 1993). Adanya peningkatan PCV dapat mengarah pada
dehidrasi, sedangkan penurunan PCV mengarah pada anemia (Anonim, 2013).
Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium maka kucing tersebut
didiagnosa Sinusitis, Keratitis dan Iris melanosis yang ditunjang dengan pemeriksaan
dengan menggunakan optalmoskop pada mata. Atuk merupakan kucing liar yang
selalu berkeliaran di jalan dan ditemukan pada musim hujan dimana pada musim
hujan daya tahan tubuh mudah menurun memungkinan infeksi virus maupun bakteri
mudah masuk ke dalam tubuh, serta kemungkinan adanya trauma pada wajah.
Menurut Bright (2011) trauma pada rongga sinus atau tulang dahi dapat menjadi
penyebab potensial terjadinya sinusitis. Keratitis dan iris melanosis kemungkinan
terjadi akibat faktor umur dimana Atuk telah berusia kurang lebih 5 tahun. Keratitis
dan Iris melanosis merupakan salah satu penyakit yang menyerang kucing dengan
rata-rata umur 11 tahun dengan rentang umur 5 sampai 18 tahun (Patnaik dan
Mooney, 1988). Sinusitis dan keratitis yang diderita Atuk kemungkinan memiliki
korelasi akibat anatomi mata dan hidung yang dihubungkan oleh ductus lacrimalis

25
dan punctum lacrimalis. Setelah membasahi permukaan depan bola mata beserta
conjunctivanya, air mata dialirkan ke puncta lalu mengalir ke rongga hidung. Jika
aliran terganggu akan terlihat leleran yang menempel pada sudut mata. Air mata juga
secara aktif dan pasif melindungi kornea, sehingga apabila terdapat gangguan pada
alirannya maka dapat pula mengganggu kornea (Wyman, 2007). Sedangkan keratitis
dan iris melanosis tidak memiliki korelasi karena iris melanosis awalnya dimulai dari
permukaan depan iris dan akan menyebar ke badan siliaris dan koroid serta dapat pula
menyebabkan glaukoma (Gelatt, 2007).
Penemuan adanya suara ikutan saat dilakukan auskultasi paru-paru serta
terkadang kesulitan dalam bernafas dapat berkorelasi dengan iris melanosis. Iris
melanosis yang berkembang cepat dapat mengarah ke iris melanoma yaitu tumor
pada iris yang terjadi akibat pertumbuhan melanosit yang tidak terkendali dan
merupakan penyakit tumor mata yang paling umum terjadi pada kucing dengan
tingkat mortalitas dan metastasis lebih tinggi dibandingkan dengan tumor kulit dan
mulut (Pigatto et al., 2010). Menurut Jovanovic (2013), ketika telah berlanjut menjadi
iris melanoma, tumor dapat bermetastasis dengan presentasi tertinggi pada hati
(93%), diikuti paru-paru (24%) dan tulang (16%). Namun, dugaan tersebut belum
dapat dikonfirmasi tanpa adanya pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan x-ray
untuk melihat adanya penyebaran tumor sampai ke paru-paru atau organ lainnya
(Bright,2011).
Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, dilakukan langkah selanjutnya yaitu pemberian terapi. Terapi yang
diberikan pada Atuk yaitu pemberian gabungan Amoxiclav (antibiotik) untuk
mengobati nasal dan ocular discharge sebagai efek dari infeksi sekunder bakteri.
Amoxiclav aktif dalam melawan bakteri gram positif dan negatif dengan mekanisme
kerja menghambat enzim beta lactamase (Plumb, 2008). Cetirizine diberikan untuk
mengobati bersin akibat sinusitis dimana cetirizine secara aktif menghambat reseptor
peripheral H1 (Plumb, 2008). Setelah pemberian Antibiotik dan antihistamin selama
lima hari (diiter 1x), nasal discharge sesekali masih terlihat dengan warna bening
(serous) dan sudah tidak bersin lagi sedangkan ocular discharge purulent sudah
hilang. Pada hari ke-7 pengobatan dilakukan pengambilan swab discharge mata
untuk melihat perkembangan pengobatan. Hasil yang diperoleh yakni infeksi bakteri
pada discharge sudah berkurang. Sedangkan untuk kasus iris melanosis tidak
diberikan terapi apapun karena menurut Morgan (2011), terapi tidak dibutuhkan
untuk kasus iris melanosis tanpa adanya perubahan pada freckels dan nevi. Satu-
satunya cara untuk mencegah iris melanosis menjadi melanoma yaitu dengan
enukleasi (Pigatto, et.al. 2010).

26
IV.3 Resep

KLINIK PENDIDIKAN FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
Jalan Al Markas Al Islami, Kompleks Dosen Unhas
Sunu Baraya Blok IX Makassar

Tanggal : 30 Januari 2018


Drh :

R/ Amoxiclav 62,5 mg
Cetirizine 5mg
m.f. la pulv dtd No X
ʃ bdd pulv I
Iter 1x
[paraf]

Pro :Atuk (Kucin jantan, BB 2,7kg)


Umur : 5 tahun
Nama Pemilik : Kelompok 3.1
Alamat : KHP

27
V. KESIMPULAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan dan laboratorium kucing didiagnosa Sinusitis,


Keratitis dan Iris melanosis dengan prognosa fausta setelah pemberian terapi lalu
dilakukan pemeriksaan laboratorium kembali untuk melihat swab nasal dan ocular
discharge. Namun, untuk iris melanosis harus terus dipantau penyebaran spot pada
iris untuk melihat perkembangan kasus.

V.2 Saran
Khusus pada kasus iris melanosis yang dapat mengarah ke iris melanoma,
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti x-ray untuk melihat kemungkinan
adanya metastasis tumor pada organ-organ lain seperti hati dan paru-paru.

28
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. Eclinpath leave the text book. Cornell University College of
Veterinary Medicine

Anonim, 2018. Iris hyperpigmentation (melanosis) and melanoma in the cat. Par Dr
Franck OLLIVIER, Dipl. ACVO & ECVO. Centre vétérinaire DMV

Atmadja, Radius dan Freddy. 2016. Pemeriksaan Laboratorium untuk Membedakan


Infeksi Bakteri da Infeksi Virus. CDK-241/vol.43 no.6.

Boydell P., Enache A., 2012. Approach to feline iris melanoma. Veterinary practice,
8, 18-21.

Bright, Ronald M. 2011. Rhinitis and Sinusitis in Cats. Saunders of Elsevier Inc.

Eldredge, Debra et.al. 2008. Cat Owner’s Home Veterinary Handbook 3rd Ed. Wiley
Publishing, Inc.

Gelatt K. 2007. Veterinary Ophthalmology, Fourth Edition. Editura Blackwell


Publishing, Vol I-II, USA.

Ilyas S. 2005. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Jain NC. 1993. Essential of veterinary Hematology. Philadelphia : Lea & Febiger.

Jovanovic, Predrag et.al. 2013. Ocular melanoma : an overview of the occurent


status. Int J Clin Exp Pathol;6(7):1230-1244.

Kentjono, Widodo Ario. 2004. Rinosinusitis : Etiologi dan Patofisiologi. Surabaya

Kuehn, Ned et.al. 2018. Rhinitis and Sinusitis in Cats. Merck Sharp & Dohme Corp.,
a subsidiary of Merck & Co., Inc., Kenilworth, NJ, USA

Lamb CR, S Richbell, P Mantis. 2003. Radiographic sign in cats with nasal disease.
Published by Elsevier Ltd

Merideth, Reuben. 2018. Feline Conjunctivitis and Keratitis. Eye Care for Animals

Morgan, Rhea V. 2011. Feline Eosinophilic Keratitis. Saunders, an imprint of


Elsevier Inc.

Morgan, Rhea V. 2011. Iris Melanosis of Cats. Saunders, an imprint of Elsevier Inc.

29
Patnaik AK dan S Mooney. 1988. Ocular Melanoma : A Comparative Study of
Ocular, Oral and Dermal Neoplasms. Vet. Pathol. 25105-1 12

PetMD. 2018. 7 Common Eye Problems in Cats. A Pet360 Media Network Property.

Pigatto, Joao et.al. 2010. Dissue Iris Melanoma in a Cat. Acta Scientiae. 38(4): 429-
432. ISSN 1679-9216.

Plumb, Donald C. 2008. Plumb’s Veterinary Drug Handbook 6th Ed. Blackwell
Publishing.

Turner, Callum. 2018. Nose and Sinus Inflamation in Cats. Wag Labs, Inc

Kubaisi, Buraa. 2016. Iris Melanoma. WebMD LLC.

Wyman, Milton et.al. 2007. Ophthalmology for the Veterinary Practitioner.


Schlütersche Verlagsgesellschaft mbH & Co.

30
Lampiran

Kondisi Atuk pertama kali datang dengan Kondisi Atuk 9 hari setelah pengobatan
ocular dan nasal discharge purulen (mata mulai bersih, tidak ada discharge
purulent dan hidung tidak ada discharge)

Hasil diff-quick swab mata pada awal Hasil diff-quick swab mata pada hari ke 7
pemeriksaan pengobatan


Pigmen melanin dalam bentuk spot yang Kondisi mata yang kotor dengan
menyebar pada iris discharge serta kekeruhan pada kornea

31
Antibiotik amoxiclav Antihistamin cetirizine

32

S-ar putea să vă placă și