Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN GANGGUAN ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI
Oleh
Tika Permatasari Sputri
1201300001
***
LAPORAN PENDAHULUAN
I. PENGERTIAN
Darah mengandung beberapa jenis sel yang berbeda. Yang paling banyak adalah sel darah
merah, yang menyerap oksigen dalam paru dan menyebarkannya ke seluruh tubuh. Sel ini
mengandung hemoglobin, suatu pigmen merah yang membawa oksigen ke jaringan-jaringan dan
membuang bahan tidak berguna, karbondioksida. Saat terjadi penurunan jumlah hemoglobin
dalam sel darah merah, darah akan kurang dapat membawa jumlah oksigen yang diperlukan oleh
semua sel dalam tubuh guna berfungsi dan tumbuh. Kondisi ini disebut anemia.
Anemia adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah dan/atau konsentrasi hemoglobin
turun di bawah normal.
II. ETIOLOGI
1. Asupan susu sapi yang berlebihan.
2. Asupan yang tidak adekuat dari bahan-bahan makanan yang banyak mengandung besi.
3. Ketidakcukupan jumlah hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah.
4. Kehilangan darah yang kronis.
5. Lahir dengan persediaan zat besi yang terlalu sedikit.
6. Defisiensi folat (vitamin B12).
III. PATOFISIOLOGI
Anak kecil paling sering menjadi anemik saat mereka gagal mendapat cukup zat besi dalam
makanannya. Besi diperlukan untuk produksi hemoglobin. Kekurangan zat besi menyebabkan
penurunan jumlah hemoglobin dalam sel darah merah. Seorang bayi akan mengalami anemia
defisiensi zat besi jika dia mulai meminum susu sapi terlalu dini, terutama jika dia tidak diberi
tambahan zat besi atau makanan yang mengandung zat besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi
dengan perdarahan perinatal yang berlebihan, atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat
besi, juga tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini resiko lebih tinggi menderita
anemia defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan. Defisiensi besi pada ibu dapat mengakibatkan
berat badan lahir rendah dan kelahiran kurang bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan darah yang kronis. Pada bayi,
hal ini terjadi karena perdarahan usus kronis yang disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang
tidak tahan panas. Pada anak semua usia, kehilangan darah sebanyak 1—7 ml dari saluran cerna
setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi.
Manifestasi umum:
1. Kelemahan otot
2. Mudah lelah
3. Sering beristirahat.
4. Napas pendek.
5. Proses menghisap yang buruk (bayi)
6. Kulit pucat (pucat lilin terlihat pada anemia berat).
7. Konjungtiva pucat (Hb 6 sampai 10 g/dl).
8. Telapak tangan pucat (Hb dibawah 8 g/dl).
9. Iritabilitas dan anoreksia (Hb 5 g/dl atau lebih rendah).
10. Takikardia, murmur sistolik.
11. Pika.
12. Letargi, kebutuhan tidur meningkat.
13. Kehilangan minat terhadap mainan atau aktivitas bermain.
Manifestasi sistem saraf pusat:
1. Sakit kepala.
2. Pusing.
3. Kunang-kunang.
4. Peka rangsang.
5. Proses berpikir lambat.
6. Penurunan lapang pandang.
7. Apatis.
8. Depresi/cemas.
V. PENATALAKSANAAN
1. KEPERAWATAN
Terapi untuk mengatasi anemia defisiensi zat besi terdiri dari program pengobatan sebagai
berikut.
Di usia 6 bulan, bayi yang mendapat ASI harus menerima 1 mg/kg tetesan zat besi per hari.
Untuk bayi yang mendapatkan ASI yang lahir prematur atau mengalami berat badan lahir rendah,
direkomendasikan mendapat tetesan zat besi 2—4 mg/kg (maksimum 15 mg) setiap hari yang
dimulai sejak usia 1 sampai 12 bulan.
Sampai usia 12 bulan, hanya ASI atau formula bayi yang diperkaya zat besi yang harus diberikan.
Antara usia 1 sampai 5 tahun, anak-anak tidak boleh mengonsumsi susu kedelai, kambing atau
sapi lebih dari 680 gr per hari.
Antara usia 4 dan 6 bulan, bayi harus mendapatkan sereal yang diperkaya zat besi sebanyak dua
kali atau lebih.
Pada usia 6 bulan, anak harus mendapatkan makanan sehari-hari yang kaya vitamin C untuk
meningkatkan absorpsi besi.
2. MEDIS
zat besi diberikan po dalam dosis 2—3 mg/kg unsur besi. Semua bentuk zat besi sama efektifnya
(fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero glukonat).
vitamin C harus diberikan bersama besi (vitamin C meningkatkan absorpsi besi).
zat besi paling baik diserap bila diminum 1 jam sebelum makan.
terapi diberikan sekurang-kurangnya selama 6 minggu setelah anemia dikoreksi untuk mengisi
kembali cadangan besi.
zat besi yang disuntikkan jarang dipakai lagi kecuali terdapat penyakit malabsorpsi usus halus.
Lakukan transfusi darah jika memang diperlukan.
VI. PENCEGAHAN
- Menganjurkan ibu-ibu untuk memberikan ASI antara usia 0 sampai 6 bulan.
- Jangan berikan susu sapi pada bayi Anda sampai usia 6 bulan atau setahun.
- Jika anak Anda meminum ASI, berikan dia makanan yang mengandung zat besi seperti sereal
saat mengenalkan makanan padat.
- Jika bayi Anda meminum susu formula, berikan dia formula yang ditambah zat besi.
- Minum vitamin pranatal yang mengandung besi (suplementasi dengan perkiraan 1 mg/kg besi
per hari).
- Suplementasi besi harus dimulai ketika bayi akan diberikan susu pengganti.
- Pastikan anak Anda mendapat makanan yang seimbang dan memakan makanan yang
mengandung zat besi.
VII. KOMPLIKASI
1. Keterlambatan pertumbuhan (sejak lahir sampai usia 5 tahun)
2. Perkembangan otot buruk (jangka panjang).
3. Daya konsentrasi menurun.
4. Interaksi sosial menurun.
5. Penurunan prestasi pada uji perkembangan.
6. Hasil uji perkembangan menurun.
7. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun.
8. Memperberat keracunan timbale (penurunan besi memungkinkan saluran gastrointestinal
mengabsorpsi logam berat lebih mudah).
9. Peningkatan insidens stroke pada bayi dan anak-anak.
8) Pemeriksaan fisik
) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan yang nampak pada klien.
) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria
atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
) Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan sakit
kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.
d) Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di rasakan klien. Serta
riwayat penyakit mata lainya.
e) Hidung
Lakukan inspeksi bentuk hidung, adanya kelainan dan fungsi olfaktori.
Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit pada
tenggorok.
) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta adanya pembesaran
vena jugularis.
) Thorak
Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
pernafasan.
Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar
dan rendah.
Auskultasi.
Kaji bagaimana suara nafas, adakah bunyi-bunyi tambahan nafas.
i) Kardiovaskuler.
Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, dan hyperinflasi suara jantung melemah.
Tekanan darah dan nadi yang meningkat atau tidak.
j) Abdomen dan genitalia.
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta adanya tanda-tanda kelainan yang lain. Inspeksi
genitalia dan kaji adanya kelainan yang timbul.
k) Ekstrimitas.
Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan adanya tanda-tanda sianosis.
Pemeriksaan penunjang.
Lakukan pemeriksaan penunjang kadar Hb, hematokrit, MCV, MCHC, konsentrasi protoporfirin
eritrosit serta Saturasi transferin dan konsentrasi feritin.
Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang untuk analisa elemen darah pada penderita anemia
biasanya akan menunjukkan hasil sebagai berikut.
o Konsentrasi Hb menurun.
o Hematokrit menurun.
o MCV dan MCHC menurun.
o Keluasan distribusi sel darah merah (kadar: 14%)
o Konsentrasi protoporfirin eritrosit, 1—2 tahun: 80 µg/dl sel darah merah
o Saturasi transferin , lebih muda dari 6 bulan: 15 µg/L atau kurang.
o Konsentrasi feritin serum kurang dari 16%.
2. ANALISA DATA
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data
merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan
dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok
data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan.
Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan. Contoh:
DATA PENUNJANG MASALAH KEMUNGKINAN
PENYEBAB
Data Subyektif: - Intoleransi aktivitas - Penurunan pengiriman
-Anak mengeluh sering - Ansietas. oksigen ke jaringan.
merasa lelah dan merasa - Perubahan nutrisi: - Prosedur diagnostic/
lemas kurang dari kebutuhan transfusi.
tubuh - Kelemahan umum
Data Obyektif: - Gangguan perfusi - Penurunan pengiriman
-Anak tampak pucat jaringan oksigen ke jaringan
-Konjungtiva anemis - Ketidakadekuatan
-Dari hasil pemeriksaan masukan besi.
lab konsentrasi Hb - kurang pengetahuan
menurun mengenai makanan yang
-Konjungtiva anemis diperkaya dengan besi.
-Pika - penurunan konsentrasi
hemoglobin dalam darah
3. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan diambil dari NANDA. Diagnosa untuk penderita anemia yang biasanya
muncul adalah:
1. Ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan.
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan
besi.
5. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang pengetahuan
mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
6. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam
darah.
4. INTERVENSI
Dx.1. ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.
Tujuan:
1. pasien (keluarga) mendapatkan pengetahuan tentang gangguan, tes diagnostik dan pengobatan.
2. Pasien mengalami stress emosional minimal.
3. Pasien menerima elemen darah yang tepat.
Kriteria waktu: 1x24 jam.
Kriteria hasil:
1. Anak dan keluarga menunjukkan ansietas yang minimal.
2. Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang gangguan, tes diagnostik dan
pengobatan.
3. Anak tetap tenang.
4. Anak menerima elemen darah yang tepat tanpa masalah.
Intervensi: siapkan anak untuk tes.
R/: untuk menghilangkan ansietas/rasa takut.
Intervensi: tetap bersama anak selama tes dan memulai transfusi
R/: untuk memberikan dukungan dan observasi pada kemungkinan komplikasi.
Intervensi: dorong orang tua untuk tetap bersama anak.
R/: untuk meminimalkan stress karena perpisahan.
Intervensi: berikan tindakan kenyamanan (mis., dot, menimang, musik).
R/: untuk meminimalkan stress.
Intervensi: dorong anak untuk mengekspresikan perasaan.
R/: untuk meminimalkan ansietas/rasa takut.
Intervensi: berikan darah, sel darah, trombosit sesuai ketentuan.
R/: agar tidak menimbulkan komplikasi.
Intervensi: berikan faktor pertumbuhan hematopoietik, sesuai ketentuan.
R/: untuk merangsang pembentukan sel darah.
Dx.5. perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang pengetahuan
mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi tercukupi.
Kriteria waktu: 2x24 jam.
Kriteria hasil:
1. Keluarga menghubungkan riwayat diet yang memperjelas kepatuhan anak terhadap anjuran ini.
2. Anak diberikan suplemen besi yang dibuktikan dengan feses yang berwarna hijau.
3. Anak meminum obat dengan tepat.
Intervensi: berikan preparat besi sesuai ketentuan. Instruksikan keluarga mengenai pemberian
preparat besi oral yang tepat: berikan dalam dosis terbagi.
R/: untuk absorpsi maksimum.
Intervensi: berikan di antara waktu makan.
R/: untuk meningkatkan absorpsi pada traktus gastrointestinal bagian atas.
Intervensi: berikan dengan jus buah atau preparat multivitamin.
R/: karena vitamin C memudahkan absorpsi besi.
Intervensi: jangan memberikannya bersama susu atau antasida.
R/: karena bahan ini akan menurunkan absorpsi besi.
Intervensi: berikan preparat cair dengan pipet,spuit atau sedotan.
R/: untuk menghindari kontak dengan gigi dan kemungkinan pewarnaan.
Intervensi: kaji karakteristik feses.
R/: karena dosis adekuat besi oral akan mengubah feses menjadi berwarna hijau gelap.
Dx.6. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam
darah.
Tujuan: menunjukkan perfusi adekuat.
Kriteria waktu: 2x24 jam
Kriteria hasil: TTV stabil, membrane mukosa berwarna merah muda, pengisian kapiler baik,
mental seperti biasa.
Intervensi: awasi TTV, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
R/: memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan.
Intervensi: tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
R/: meningkatkan ekspansi paru.
Intervensi: selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
R/: iskemia seluler memengaruhi jaringan miokardial/potensial risiko infark.
Intervensi: kaji untuk respon verbal melambat, gangguan memori, bingung.
R/: dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vit B12.
Intervensi: catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
R/: vasokontriksi menurunkan sirkulasi perifer.
Intervensi: awasi hasil pemeriksaan lab.
R/: mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
Intervensi: Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R/: meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen.
5.IMPLEMENTASI
Tindakan diberikan sesuai dengan intervensi dari masing-masing diagnosa yang ada.
6.EVALUASI
Evaluasi formatif dilakukan dengan format SOAP sesuai dengan perkembangan pasien.
DAFTAR RUJUKAN
Barkin, R. M. 1995. Diagnosis Pediatri yang Berorientasi pada Masalah.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Behrman, R. E., Kliegman, R. M. & Arvin, A. M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC.
Betz, C. L. & Sowden, L. A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta: EGC.
Betz, L. B. & Sowden, L. A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI-Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 1978.Perawat Anak di
Pusat Kesehatan Masyarakat.
Shelov, S. P. 2004. Panduan Lengkap Perawatan untuk bayi dan Balita.
Jakarta: Arcan.
Wong, D. L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Kowalak, J.P., Welsh, W. & Mayer, B. (Ed). 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mudayatiningsih, S., Lundy, F. & Mugianti, S. 2011. Modul Pemeriksaan Fisik dan Implikasinya dalam
Keperawatan.