Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan di Indonesia, khususnya pelayanan keperawatan saat ini
dihadapkan pada situasi yang menuntut peningkatan pelayanan mutu. Untuk menjawab
tuntutan ini perlu adanya upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan.
Berbicara tentang mutu pelayanan keperawatan tidak lepas dari proses
manajemen keperawatan. Sebagai suatu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan maka diterapkan dan diuji coba berbagai metode pemberian asuhan
keperawatan. Praktek klinik manajemen keperawatan merupakan penerapan konsep–
konsep manajemen keperawatan yang berhubungan dengan pengelolaan efektif
manajemen operasional dan asuhan keperawatan di ruang perawatan, sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan atau asuhan keperawatan.
Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses mewujudkan
keperawatan sebagai profesi, maka akan terjadi beberapa perubahaan dalam aspek
keperawatan yaitu: penataan pendidikan tinggi keperawatan, pelayanan dan asuhan
keperawatan, pembinaan dan kehidupan keprofesian, dan penataan lingkungan untuk
perkembangan keperawatan. Oleh karena itu manajemen keperawatan di Indonesia di
masa depan perlu mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan Keperawatan di
masa depan (FIK UI, 2011).
Perubahan yang terjadi terus menerus dalam system pelayanan kesehatan,
menuntut adanya pembaharuan dalam keperawatan terutama dalam pengelolaan asuhan
keperawatan. Pengelolaan asuhan keperawatan yang terfragmentasi menyebabkan kurang
adanya tanggung jawab perawat yang menyeluruh terhadap asuhan klien. Hal ini sangat
bertentangan dengan nilai–nilai professional dalam praktek keperawatan professional.
Pengelolaan asuhan keperawatan merupakan inti dari praktek keperawatan professional.
Dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka
diperlukan suatu metode baru dalam penerapan pemberian asuhan keperawatan yaitu
salah satu diantaranya adalah model asuhan keperawatan prima, tatanan pelayan
kesehatan jiwa di masyarakat telah dikembangkan dengan baik. Tahap berikutnya adalah
mengembangkan pelayanan prima (excellen service) yang professional di Rumah Sakit
Jiwa. Untuk itu dikembangkan Model Praktek Keperawatan Professional (MPKP). Hal
ini dimaksudkan agar Rumah Sakit Jiwa sebagai rujukan tertinggi (top refferal) pelayanan
kesehatan jiwa (Nursing and Ward Management, 2012).
Upaya pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan bersifat saling
berhubungan, saling tergantung, saling mempengaruhi yang satu dengan yang lain, oleh
karena itu inovasi dalam pendidikan keperawatan dan pengembangan praktek
keperawatan, ilmu keperawatan adalah merupakan fokus utama keperawatan Indonesia
dalam proses profesionalisasi. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
perawat adalah kemampuan untuk mengelola (manajemen) baik dalam bidang
keperawatan maupun dalam bekerja sama atau melaksanakan fungsi koordinasi dengan
bidang-bidang yang lain sebagai bagian dari pelayanan kesehatan yang terintegrasi.
praktek keperawatan profesional yang diterapkan di rumah sakit diharapkan dapat
memperbaiki asuhan keperawatan yang diberikan untuk pasien dimana lebih diutamakan
pelayanan yang bersifat interaksi antar individu. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan
ciri-ciri dari pelayanan keperawatan profesional yaitu memiliki otonomi, bertanggung
jawab dan bertanggung gugat (accountability), menggunakan metode ilmiah, berdasarkan
standar praktik dan kode etik profesi, dan mempunyai aspek legal. MPKP merupakan
suatu praktek keperawatan yang sesuai dengan kaidah ilmu menejemen modern dimana
kaidah yang dianut dalam pengelolaan pelayanan keperawatan di ruang MPKP adalah
pendekatan yang dimulai dengan perencanaan. Perencanaan di ruang MPKP adalah
kegiatan perencanaan yang melibatkan seluruh personil (perawat) ruang MPKP mulai
dari kepala ruang, ketua tim dan anggota tim (perawat asosiet). Dalam menerapkan
praktek keperawatan profesional karena bisa memberikan asuhan keperawatan yang
terbaik kepada klien namun karena berbagai kendala terutama reward yang belum
didapatkan dan dirasakan oleh perawat MPKP maka menjadikan motivasi dari perawat
menurun dan tidak bersemangat dalam menerapkan MPKP.
Pelayanan keperawatan yang diberikan di ruang MPKP memiliki pedoman dan
dasar yang dapat dipertanggungjawabkan bukan atas dasar kehendak perawat sendiri
dimana pelayanan yang diberikan disesuaikan dengan masalah pasien sehingga asuhan
keperawatan yang diberikan dapat efektif dan efisien sesuai sasaran masalah yang terjadi
pada pasien. Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien yaitu meliputi pelayanan
bio-psiko-sosial-spiritual jadi meliputi segala aspek kehidupan dari pasien tersebut baik
dari kesehatan fisik/jasmaninya, pikirannya, interaksi sosialnya maupun keagamaannya.
Profesionalisme keperawatan pada hakekatnya menekankna pada peningkatan
mutu pelayanan keperawatan sebagai suatu kewajiban moral profesi untuk melindungi
masyarakat terhadap praktek yang tidak profesional. Pelayanan keperawatan yang
profsioanl merupakan praktik keperawatan yang dilandasi oleh nilai-nilai professional,
yaitu nilai intelektual, komitmen moral terhadap diri sendiri, tanggung jawab pada profesi
dan masyarakat, otonomi, pengendalian tanggung jawab dan tanggung gugat. Sehingga
dalam pemberian asuhan keperawatan yang professional diperlukan sebuah pendekatan
manajemen.
Manajemen keperawatan harus dapat diaplikasikan dalam tatanan pelayanan nyata
yaitu di rumah sakit dan komunitas, sehingga perawat perlu memahami konsep dan
aplikasinya. Konsep yang harus dikuasai adalah konsep tentang pengelolaan perubahan,
konsep manajemen keperawatan, perencanaan, yang berupa rencana strategic melalui
pendekatan: pengumpulan data, analisis SWOT, dan menyusun langkah-langkah
perencanaan, pelaksanaan secara operasional, khususnya dalam pelaksanaan Model
Praktik Keperawatan Professional (MPKP) dan melakukan pengawasan dan
pengendalian. Penguasaan manajemen keperawatan tersebut tidak haya terbatas pada
perawat praktisi, namun juga harus ditanamkan sedari awal pada proses pembelajaran
mahasiswa keperawatan.
Tenaga perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi
pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan.Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, seorang perawat harus
mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu dari mulai pengkajian
sampai dengan evaluasi dan yang sangat penting adalah disertai dengan sistem
pendokumentasian yang baik. Namun pada realitanya di lapangan, asuhan keperawatan
yang dilakukan belum disertai dengan sistem pendokumentasian yang baik dan belum
sesuai standar operasional prosedur, sehingga perawat mempunyai potensi yang besar
terhadap proses terjadinya kelalaian dan kesalahan dalam melakukan tindakan dalam
praktek.
Program pendidikan ners pada stase manajemen keperawatan merupakan suatu
kegiatan belajar yang memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk mengaplikasikan
konsep atau teori yang telah didapat di pendidikan formal dalam praktik di lapangan,
mahasiswa profesi ners juga diharapkan dapat memberikan perubahan yang membangun
dalam pola pemberian pelayanan keperawatan sesuai dengan perkembangan saat ini.
Mahasiswa ners juga perlu memperoleh pengalaman manajemen pengelolaan ruangan
yang ada di lapangan saat ini sehingga mahasiswa ners pada akhirnya dapat belajar
mengatasi konflik dan masalah yang timbul selama pengelolaan ruangan berlangsung.
Berdasarkan latar belakang diatas maka mahasiswa tertarik untuk melakukan
praktek manajemen keperawatan di ruang Arjuna RSJ dr. Arif Zainudin Surakarta.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan prektek manajemen keperawatan selama 4 minggu mahasiswa
dapat melakukan pengelolaan pelayanan keperawatan dan pengelolaan ruangan
dengan pendekatan Model Praktik Keperawatan Profesional berdasarkan langkah-
langkah penyelesaian masalah (problem solving cycle) secara teknis operasional.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan praktek manajemen keperawatan di Arjuna RSJ dr. Arif
Zainudin Surakarta, diharapkan mahasiswa dapat:
a. Untuk mengetahui fungsi pengendalian dalam manajemen
keperawatan
b. Untuk mengetahui indikator yang ada di ruangan
c. Untuk mengetahui kegiatan mutu yang ada diruangan
d. Untuk mengetahui bagaimana survey kepuasan dan masalah keperawatan yang
ada diruangan
e. Untuk mengetahui pelaksanaan Standar dan Ketersediaan SOP
f. Mampu melakukan analisa situasi dan identifikasi masalah
manajemen keperawatan yang meliputi :
C. Manfaat
1. Institusi pendidikan
Membantu dalam proses belajar mengajar terutama penerapan manajemen
keperawatan di ruang perawatan dan memberikan informasi bagi mahasiswa maupun
guru terutatama mengenai pelaksanaan manajemen asuhan dan manajemen pelayanan
dalam melakukan pengelolaan ruangan.
2. Mahasiswa
Mahasiswa dapat memperoleh pengalaman dengan menerapkan teori manajemen
keperawatan secara langsung dan dapat mencari alternatif pemecahan masalah ketika
menghadapi hambatan dan kesulitan selama penerapan manajemen asuhan dan
pelayanan di ruang perawatan.
3. Rumah Sakit
Memberikan konstribusi terhadap pengembangan mutu pelayanan dan mutu asuhan
keperawatan. Sebagai bahan masukan untuk perencanaan pengembangan MPKP dan
sebagai bahan informasi untuk melakukan evaluasi terhadap Pelaksanaan Standar
Operasional Prosedur yang sudah ada dan mengadakan Standar Operasional Prosedur
yang belum ada sehingga dapat melakukan perbaikan kualitas mutu pelayanan
keperawatan secara bertahap.
4. Ruang Arjuna
Sebagai wacana baru untuk pengembangan asuhan keperawatan bagi pegawai atau
staff wisma Arjuna dan Mempermudah dalam proses pencapaian model MPKP yang
baik.
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
a. Pelayanan medis.
b. Pelayanan dan asuhan keperawatan.
c. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis.
d. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan.
e. Pendidikan, penelitian dan pengembangan.
f. Administrasi umum dan keuangan.
Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi
rumah sakit adalah:
c. Pengunjung
1) Pengunjung tidak diperkenankan membawa barang- barang yang dapat
membahayakan dirinya ,petugas maupun pasien.
2) Pengunjung diperkenankan mengajak pasien diluar perawatan namun masih
dilingkungan rumah sakit jiwa daerah surakarta atas seizin petugas
3) Pengnjung harus menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan rumah sakit
4) Waktu berkunjung:
PAGI : 09.00-12.00
SORE: 15.00-17.00
5) Pengunjung bertanggung jawab atas keamanan barang-barang pribadi selama
di ruamh sakit
6) Anak-anak berusia di bawah 10 tahun dilarang mengunjungi pasien
d. Penunggu
1. Pasien yang harus di tunggu adalah yang kondisi sakitnya perlu di dampingi
oleh keluarga dan sesuai dengan indikasi medis
2. Pasien yang boleh di tunggu adalah pasien kelas I dan VIP
3. Penunggu yang di ijinkan hanya satu orang
4. Penunggu harus memiliki kartu tunggu yang dapat diminta pada kepala ruang
atau perawat di ruangan
5. Penunggu harus memakai pakaian yang rapi , bersih , dan sopan.
6. Pergantian penunggu dianjurkan pada waktu jam berkunjung dan memberitahu
perawat ruangan
7. Penunggu ikut menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan rumah sakit
I. Pengkajian perencanaan
A. Struktur Organisasi
1. Struktur Organisasi Rumah Sakit
Dari hasil wawancara dengan kepala ruang Ruang Arjuna, Karu mengatakan bahwa
ruangan sudah mempunyai struktur organisasi rumah sakit dan sudah terpasang.
Dalam struktur organisasi tidak ada kendala, struktur organisasi sudah berjalan sesuai
dengan kemampuan masing-masing petugas.
2. Struktur Organisai Keperawatan
Setiap tim bertanggung jawab terhadap sejumlah pasien. Pengorganisasian di Ruang
Arjuna dengan MPKP terdiri dari :
Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen dalam suatu
organisasi. Pada pengertian struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja
dan menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda
diintegrasikan atau dikoordinasikan. Struktur organisasi juga menunjukkan
spesialisasi pekerjaan. Struktur organisasi ruang MPKP menggunakan sistem
penugasan metode tim. Ruang MPKP dipimpin oleh kepala ruang yang membawahi
dua ketua tim. Ketua tim berperan sebagai perawat primer membawahi beberapa
perawat pelaksana yang memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh kepada
sekelompok pasien.
Dari hasil wawancara Karu mengatakan di Ruang Arjuna organisasi dalam
Ruang Arjuna sudah dibentuk, dari hasil observasi struktur organisasi belum
terpasang di dinding ruangan.
Struktur organisasi tersebut dapat digambarkan dalam bagan:
KEPALA RUANG
Sa’adah, S.Kep
KATIM I KATIM II
Joni Raharjo, S.Kep.Ns Luluk P, S.Kep.Ns
C. Uraian Tugas
1) Uraian Tugas (Job Deskripstion) personil di MPKP
a) Kepala Ruang
Management Approach :
Perencanaan : Dalam perencanaan kepala ruang rencana jangka
pendek; harian, bulanan. Namun, untuk visi, misi, filosofi, dan tahunan
kepala ruang mengikuti kebijakan dari rumah sakit.
Pengorganisasian : Kepala ruang menyusun struktur organisasi, jadwal
dinas, dan membuat daftar alokasi pasien.
Pengarahan : Kepala ruang jarang memimpin operan, dan menciptakan
motivasi, dan mengatur pendelegasian serta jarang melakukan
supervisi.
Pengendalian : Kepala ruang mengevaluasi indikator mutu, tidak
melakukan audit dokumentasi, jarang melakukan survei kepuasan;
pasien, keluarga, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya, melakukan
survei masalah kesehatan / keperawatan.
Compensatory reward
Kepala ruang melakukan penilaian kinerja ketua tim dan perawat
pelaksana, dan merencanakan atau melaksanakan pengembangan staf.
Profesional relationship
Kepala ruang memimpin rapat keperawatan, memimpin DRK 1 x sebulan
dan melakukan rapat tim kesehatan, serta melakukan kolaborasi dengan
dokter.
Patien care delivery ( PCD )
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan;
konsep diri dan harga diri rendah, perilaku kekerasan, halusinasi, waham,
risiko bunuh diri, dan defisit perawatan diri. Metode tim belum berjalan
dengan baik seperti tidak terlaksananya pembagian tugas pada perawat
terhadap pasien yang dikelola oleh setiap tim/perawat di Ruang Arjuna.
b) Ketua Tim
Management Approach
Perencanaan : Dalam perencanaan ketua tim menyusun rencana jangka
pendek, seperti harian dan bulanan yaitu mengajukan permintaan
kebutuhan operasional seperti kebutuhan ruangan dan kebutuhan
operasional pasien sehari-hari.
Pengorganisasian : Ketua tim menyusun jadwal dinas bersama kepala
ruang, dan membagi alokasi pasien kepada perawat pelaksana.
Pengarahan: belum berjalanya pre dan post conference secara
terstruktur, dan ketua tim sudah melakukan supervise namun belum
optimal/kadang-kadang dalam 1 bulan terakhir kepada anggota timnya.
Dari hasil observasi didapatkan Ketua tim belum terlaksananya dalam
memimpin pre post conference.
Pengendalian: Ketua tim mengobservasi pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien yang dilakukan perawat pelaksana, dan
memberikan umpan balik pada perawat pelaksana.
Compensatory reward
Diklat melakukan penilaian kinerja perawat pelaksana yang dibantu oleh
karu.
Profesional relationship
Ketua tim melaksanakan DRK dan melakukan kolaborasi dengan dokter.
Pasien care delivery
Jumlah pasien di Ruang Arjuna sebanyak 16 pasien (minimal care) pada
tanggal 20 November 2017 dan jumlah bad sebanyak 23. Ketua Tim
mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan;
konsep diri dan harga diri rendah, perilaku kekerasan, halusinasi, waham,
risiko bunuh diri, dan defisit perawatan diri.
c) Perawat pelaksana
Dalam perencanaan perawat pelaksana sudah terlihat menyusun
rencana jangka pendek (rencana harian) hal ini tercatat dalam buku harian dan
asuhan keperawatan. Dan dari hasil observasi terlihat bahwa kurang
maksimalnya buku rencana harian tersebut.
d) Daftar Dinas Ruangan
Daftar yang berisi jadwal dinas, perawat yang bertugas, penanggung
jawab dinas/shift. Daftar dinas disusun berdasarkan tim, dibuat dalam satu
bulan sehingga perawat sudah mengetahui dan mempersiapkan dirinya untuk
melakukan dinas. Pembuatan jadwal dinas perawat dilakukan oleh kepala
ruang pada minggu terakhir tersebut untuk jadwal dinas pada bulan yang
selanjutnya bekerjasama dengan ketua tim. Setiap tim mempunyai anggota
yang berdinas pada pagi, sore, dan malam, dan yang lepas dari dinas (libur)
terutama yang telah berdinas pada malam hari.
e) Daftar pasien
Daftar pasien adalah daftar yang berisi nama pasien, nama dokter,
nama perawat dalam, penanggung jawab pasien, dan alokasi perawat dalam
menjalankan dinas di tiap shift. Daftar pasien menjadi tanggung jawab tiap
tim selama 24 jam. Setiap pasien mempunyai perawat yang bertanggung
jawab secara total selama dirawat dan juga setiap shift dinas. Dalam daftar
pasien tidak perlu mencantumkan diagnose dan alamat agar kerahasiaan
pasien terjaga. Daftar pasien juga menggambarkan tanggung jawab dan
tanggung gugat perawat atas asuhan keperawatan pasien sehingga
terwujudlah keperawatan pasien yang holistik. Daftar pasien juga memberi
informasi bagi kolega kesehatan lain dan keluarga untuk berkolaborasi
tentang perkembangan dan perawatan pasien. Daftar pasien di ruangn diisi
oleh ketua tim sebelum operan dengan dinas berikutnya dan dapat
dimodifikasi sesuai kebutuhan.
D. Klasifikasi Pasien
1. Tingkat Klasifikasi/Kategori Pasien
Berdasarkan hasil observasi di Ruang Arjuna didapatkan bahwa pasien
yang self care sebanyak 16 pasien ruangan sudah memiliki klasifikasi pasien
dimana klasifikasi tersebut berupa nomor, nama pasien, registrasi/kelas,
umur/pendidikan, alamat, tanggal masuk RS, tanggal masuk bangsal, program
pengobatan, pasien kelolaan.
2. Uraian Setiap Kategori
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan di Ruang Arjuna
didapatkan bahwa yang self care sebanyak 16. Uraian setiap katagori sudah
ada, namun masih ada kekurangan dalam uraian setiap kategori tersebut dimana
setiap pasien mempunyai jadwal masing-masing yang telah ditentukan oleh
perawat untuk di rehabilitas atau diberikan pelatihan.
3. Format Perencanaan
Hasil wawancara dengan perawat pelaksana perencanaan perawatan
tindakan umum berdasarkan SOP rumah sakit dan melanjutkan rencana dari hari
sebelumnya, tidak dibuat sendiri oleh perawat, tetapi sudah berupa SOP dan
dilaksanakan sesuai format SP yang telah ditentukan.
4. Format Implementasi Tindakan
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua tim di Ruang Arjuna
didapatkan bahwa hasil pada aspek implementasi sudah sesuai dengan SP yang
direncanakan, namun kenyataannya masih ada 8 perawat yang belum
melaksanakan implementasi dengan maksimal seperti tidak pernah melakukan
interaksi dengan pasien.
5. Format Evaluasi
Dari hasil observasi pada tanggal 20-24 November 2017 beberapa
dokumentasi asuhan keperawatan didapatkan hasil bahwa evaluasi tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan didapatkan beberapa hasil evaluasi yang
masih kurang mengacu pada tujuan tindakan yang direncanakan, dan masih
jarang dilakukan validasi dari tindakan yang dilaksanakan. SOAP kurang relevan
seperti kurang lengkapnya isi dan rencana tindakan yang direkomendasikan
belum ada pada catatan keperawatan, dengan masalah keperawatan yang ada,
dan itu semua jarang dilakukan oleh perawat di Ruang Arjuna.
E. Sistem penghitungan tenaga kerja
Dalam penghitungan tenaga kerja, Ruang Arjuna menggunakan perumusan
Douglas (1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) untuk menetapkan jumlah
perawat yang dibutuhkan dalam satu unit perawatan berdasarkan klasifikasi klien,
dimana masing-masing ketagori mempunyai nilai standar per shifnya.
Berdasarkan rumus formulasi Douglass, cara penghitungan kebutuhan
tenaga keperawatan berdasarkan tingkat ketergantungan klien adalah sbb :
Parsial 0
Total 0
Total : 3 + 2 + 1 = 6 orang
Stuktural :
Ketua Tim = 2 orang
Kepala Ruangan = 1 orang +
Jumlah Struktural = 3 orang
Total jumah perawat = jumlah perawat + jumlah lepas + struktural
= 6 + 2 + 3 = 11 orang
Catatan :
a) Jumlah hari takkerja/ tahun
Hari minggu ( 52 hari) + cuti tahunan ( 12 hari ) + hari besar ( 12 hari ) +
cuti sakit/ izin (10hari) = 86 hari.
b) Jumlah hari kerja efektif/ tahun
Jumlah hari dalam 1tahun - jumlah hari takkerja = 365 - 86 = 279 hari.
c) Jumlah hari efektif/ minggu = 279 : 7 = 40 minggu
Jumlah jam kerja perminggu= 40 jam
d) Cuti hamil = 12 x 6 = 72 hari.
e) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di satu unit harus ditambah
20% (untuk antisipasi kekurangan / cadangan ).
f) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan persif, yaitu dengan
ketentuan. Proporsi dinas pagi 47%, sore 36% dan malam 17%.
Kombinasi jumlah tenaga menurut Abdellah dan Levinne adalah 55% tenaga
profsional dan 45% tenaga non professional.
Dari penghitungan diatas didapatkan hasil bahwa jumlah perawat dan pasien
masih seimbang dan masih bisa dicover oleh perawat segala kebutuhan dan asuhan
keperawatan yang ada di ruangan.
A. Motivasi
2) Sistem reward/punishmen
a.) Reward
Berdasarkan wawancara dengan ketua tim bahwa kegiatan reward
yang dilakukan di ruang Arjuna adalah apabila staf keperawatan
melakukan hal dengan baik, berdasarkan peraturan atau regulasi serta
SOP yang ada maka reward yang diberikan adalah dengan mengucapkan
“terimakasih”. Bentuk non-verbal dengan memberikan senyuman.
b.) Punishmen
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan kepala ruang
bahwa kegiatan punishmen yang dilakukan di ruang Arjuna adalah
apabila staf melakukan kesalahan atau pelaksanaan tidak sesuai SOP
maka bentuk punishmen yang dilakukan adalah dengan bentuk teguran.
Bentuk punishmen yang dilakukan diruangan adalah dengan bentuk
konstruktif atau membangun.
B. Komunikasi
1. Strategi komunikasi
a) Operan(timbang trima)
Berdasarkan wawancara tgl 20 November 2017 yang dilakukan
dengan katim 2 bahwa operan tidak dilakukan dengan cara formal,
namun setiap hari masih dilakukan secara tim. Katim mengatakan tidak
dilakukan operan karena kondisi pasien tidak mengalami perubahan atau
perkembangan
Berdasarkan observasi yang dilakukan selama empat hari kegiatan
operan menunjukkan bahwa tidak adanya operan . Pelaksanaan operan
dilakukan berdasarkan
b) Pre dan Post Konfrence
Berdasarkan wawancara dengan kepala ruang dan ketua tim kegiatan
pre dan post konfrence blm bisa optimal di lakukan di ruangan, karena
keterbatasan waktu. Kegiatan pre dan post confrence berdasarkan metode
MPKP yang sebenarnya belum pernah dilaksanakan. Berdasarkan
wawancara alasan belum pernah dilakukan pre dan post confrrence
adalah karena keterbatasan waktu dan perbandingan antara jumlah
perawat dan pasien yang kadang tidak seimbang. Biasanya Katim
merekap planning Asuhan keperawatan dan di setor ke PA yang bertugas
jaga sesuai pembagian shift. Pre dan post conference dilakukan
berbarengan saat operan adalah untuk mengefisienkan waktu karena saat
pagi hari, kesibukan perawat meningkat.
Berdasarkan wawancara dengan 1 katim ruangan bahwa alasan tidak
dilakukannya kegiatan pre dan post konfrence dikarenakan bahwa
kegiatan tersebut tidak ada bedanya dan merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi pasien.
Berdasarkan observasi yang dilakukan selama tiga hari kegiatan Pre
dan Post confrence belum pernah dilakukan.
c) Case Konfrence
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan ketua tim kegiatan
case confrence atau (DRK) diskusi refleksi kasus, termasuk kegiatan
interdisiplin belum pernah dilakukan karena terkendala dibutuhkan tim
medis lain yang seharusnya diikutkan dalam kegiatan tersebut, namun
karena tim medis lain tidak bisa hadir jadi belum pernah dilakukan.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan katim kegiatan case
confrence terkait masalah asuhan keperawatan sering dilakukan namun
tanpa terencana secara terstruktur sebelumnya, kegiatan case confrence
asuhan keperawatan pasien biasa dilakukan dalam kegiatan operan,
namun balum pernah di dokumentasikan.
Berdasarkan observasi kegiatan diskusi mengenai masalah dan
asuhan keperawatan pasien sering dilakukan namun dilakukan disela-sela
visit dokter.
2. Model komunikasi
Berdasarkan wawancara dengan ketua tim dan perawat pelaksana
bahwa model komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan
komunikasi SBAR (Situation, Background, Assasement,
Recommendation) dan TBUK (Tulis, Baca, Ulangi, Kembali).
Komunikasi yang dilakukan secara lisan atau via telephone.
Berdasarkan observasi komunikasi tidak dilakukan dengan model
komunikasi SBAR. Komunikasi SBAR tidak diterapkan di
pendokumentasian Asuhan keperawatan. Komunikasi SBAR diterapkan
setiap hari, diluar jam kerja atau jam jaga shift. Komunikasi SBAr
dilakukan untuk berkonsultasi dengan DPJP mengenai kondisi terkini dan
planning implementasi yang dapat dilakukan selanjutnya.
C. Sistem Supervisi terhadap asuhan keperawatan.
1. Supervisi kelengkapan atribut.
Berdasarkan wawancara dengan katim supervisi kelengkapan atribut
belum dilakukan oleh kepala ruang.
2. Supervisi rencana harian
Berdasarkan observasi pelaksana saat shift pagi bahwa kegiatan supervisi
rencana harian belum optimal dilakukan oleh kepala ruang.
3. Supervisi asuhan keperawatan
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan katim supervisi
dilakukan secara berjenjang yaitu kepala ruang mensupervisi ketua tim
kemudian ketua tim mensupervisi perawat pelaksana. Kegiatan supervisi
secara insidentil belum dilakukan. Dalam kegiatan supervisi terdapat
beberapa kendala yaitu pemahaman dan kesiapan yang akan disupervisi,
sehingga menyebabkan supervisi sulit untuk dilaksanakan.
Kegiatan yang sering dilakukan ketua tim adalah mengobservasi
kegiatan asuhan keperawatan secara tidak langsung, dan kadang ikut dan
menemani dalam melaksanakan asuhan keperawatan
D. Pendelegasian
1. Jenis pendelegasian
Jenis pendelegasian yang dilakukan di ruang Arjuna adalah
pendelegasiaan atau pelimpahan wewenang berdasarkan tingat jabatan. Baik
dalam mengambil keputusan, asuhan keperawatan.
2. Mekanisme pendelegasian
Mekanisme pendelegasian dilakukan secara terstruktur atau
berjenjang dan penerapannya dibagi menjadi dua yaitu pendelegasian
terencana dan insidentil biasanya di delegasikan ke ketua tim oleh kepala
ruang. Dimana pendelegasian secara terencana diterapkan sebagai
konsekuensi sistem penugasan yang diterapkan di ruang berdasarkan metode
MPKP yang diterapkan. Sedangkan pendelegasian secara insidentil adalah
dimana ketika salah satu personel/staff tidak bisa hadir maka pendelegasian
tugas ahrus dilakukan, dalam hal ini yang mengatur pendelegasian adalah
kepala ruang dan kepala ruang bisa berperan sebagai personel yang tidak
dapat hadir.
3. Prinsip pendelegasian
Prinsip pendelegasian yang dilakukan di ruang Arjuna adalah dengan
memperhitungkan siapa yang bisa hadir untuk bisa didelegasikan dan tidak
berperspektif pada pengalaman dan tingkat intelegensi.
4. Penetapan tugas yang akan didelegasikan
Penetapan tugas pendelegasian telah di dasarkan oleh SOP (Standar
Operasional Prosedur), tugas dan wewenang yang dilimpahkan telah
ditetapkan.Proses pendelegasian dilakukan berdasarkan SOP.
5. Tugas pendelegasian dengan jelas
Uraian pendelegasian tugas di ruang Arjuna terkait pendelegasian
asuhan keperawatan sudah tertulis apa yang dilimpahkan, dan ada buku bukti
pendelegasian dan paraf dari pendelegasi. Bukti pendelgasian wewenang karu
sudah ada formatnya namun pelaksanaan belum pernah dilakukan.
Dokumentasi pendelegasian tugas di runang Arjuna sudah ada.
E. Manajemen konflik
1. Konflik yang sering terjadi
Berdasarkan wawancara dengan katim bahwa konflik yang sering
terjadi di ruang Arjuna adalah masalah dokter konsulan. Dimana seharusnya
yang melakukan konsul ke dokter spesialis adalah dokter jaga, namun disini
yang melakukan konsul ke dokter spesialis adalah perawat yang jaga sehingga
menyebabkan tumpang tindih terhadap tugas perawat. Masalah tersebut belum
pernah berefek pada pasien karena perawat tidak menunda proses konsulan.
2. Cara penyelesaian konflik
Cara penyelesaian konflik yang sudah dilakukan adalah dengan
melakukan konsultasi dengan pihak medis/dokter.
a. Kolaborasi dan koordinasi
1. Peran Independen
Kegiatan koordinasi keperawatan independen adalah kegiatan
dalam melakukan asuhan keperawatan secara mandiri dengan
keputusan sendiri sesuai ranah keperawatan seperti pemenuhan
kebutuhan dasar fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi,
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan
nutrisi, dll) yang biasa dilakukan perawat tiap jaga shift di ruang
Arjuna.
2. Peran Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan
asuhan keperawatan atas perintah atau instruksi dari perawat lain atau
dari perawat spesialis ke perawat general. Hal ini biasanya dilakukan
di ruang Arjuna adalah dari Karu ke Katim atau Katim ke perawat
pelaksana.
3. Peran Interdependen
Kegiatan koordinasi keperawatan interdependen adalah fungsi
ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan diantara tim yang satu dengan yang lainnya. Dalam
hal ini kegiatan yang biasa dilakukan di ruang Arjuna adalah kegiatan
anatara koordinasi Ketua Tim I dan Ketua Tim II. Berdasarkan
observasi dari tanggal 21 November didapatkan bahwa pelaksanaan
asuhan keperawatan dalam menegakkan rencana keperawatan belum
berdasarkan ONEC (Observation, Nursing Action, Education,
Collaboration) dan kegiatan yang biasa dilakukan adalah kolaborasi
pemberian terapi obat oleh dokter dan kolaborasi pemberikan makan
oleh ahli gizi.
F. Kolaborasi dan koordinasi
1. Kegiatan kolaborasi yang dilakukan adalah dengan melakukan kolaborasi
dengan tim medis seperti dokter, dokter spesialis, ahli gizi, ahli farmasi, dan
lain-lain dalam melakukan asuhan keperawatan agar tercapainya kesembuhan
pasien. Jenis kegiatan ini di ruang Arjuna adalah kegiatan kolaborasiu apabila
pasien di Unit pelayanan jiwa dan fisik ada yang mengeluh fisik maka
dikolaborasikan tentang terapinya ke pihak dokter spesialis yang mengurusi
fisik begitu juga dengan keluhan psikologi atau kejiwaan. Proses kolaborasi
secara delegatif dijelaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor
38 tahun 2014 tentang keperawatan Pasal 32 Ayat (4).
2. Jadwal pertemuan berkala
Kegiatan atau jadwal pertemuan berkala di ruang Arjuna dilakukan 1
bulan sekali dan direncanakan secara bersama.
Tujuan pertemuan berkala di ruang Arjuna adalah :
a) Berbagi informasi
b) Meningkatkan koordinasi dalam asuhan keperawatan
c) Mengevaluasi kinerja asuhan keperawatan
d) Membuat rencana bulanan
e) Studi kasus keperawatan dengan penyulit.
1. Indikator mutu
2. Kegiatan mutu
Wawancara :
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada tanggal 23 November 2017
didapatkan hasil bahwa :
Karu dan Katim mengatakan pelaksanaan pendokumentasian keperawataan sudah
dilakukan sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan sesuai dengan model
keperawatan yang sedang digunakan ruangan yaitu TIM-Primer dengan berpedoman dari
MPKP ruangan.
Pelaksana pendokumentasian sudah dilakukan oleh Katim maupun Perawat Asosiet yang
bertugas saat itu.
Katim dan Perawat Asosiet mengatakan kendala dalam melaksanakan pendokumentasian
keperawatan adalah format asuhan keperawatan yang kurang sistematis dan banyak form
yang harus doble pengisisannya seperti pada lembar asuhan keperawatan bagian atas
sudah tertera nama , alamat dan alamat pasien ,kemudian di bawah format tersebut juga
ditulis kembali nama, alamat dan tanggal lahir pasien.
Observasi :
berdasarkan hasil observasi didapatkan hasil bahwa penulisannya belum sesuai dengan
SAK.
Beberapa pendokumentasian masih ada yang tidak diisi seperti nomor RM pasien dan
identitas pasien
Studi Dok :
Masalah :
a. Pelaksanaan TAK
Wawancara :
Hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 23 dan 24 november 2017
didapatkan hasil :
Karu :
Hasil wawancara dengan kepala ruangan Pelakasanaan TAK dan interaksi dilakukan
oleh seluruh mahasiswa praktikan di ruangan beserta perawat yang melakukan TAK.
Karu mengatakan pelaksanaan TAK dilakukan berpedoman pada SPO yang telah
tertera di ruangan. Untuk interaksi sudah dilakukan secara langsung oleh perawat.
Karu mengatakan bahwa pelaksanaan TAK yang dibuat kadang masih ada perawat
yang belum melaksanakan TAK sesuai dengan jumlah target TAK yang harus dicapai.
Katim :
Dari hasil wawancara dengan katim didapatkan hasil bahwa pelaksanaan TAK sudah
terjadwal setiap bulannya, katim mengatakn saat memberikan TAK sudah berpedoman
pada SPO . Katim mengatakan Interaksi dilakukan saat pasien baru datang dan saat
pasien tidak ada kegiatan di ruangan. Katim mengatakn interaksi dilakukan tidak
terbatas oleh waktu kapan saja bias melakukan interaksi.
Katim mengatakan jarang membaca SPO sebelum melakukan tindakan Karena Katim
merasa itu memakan waktu yang lama sehingga nanti berdapat pada pasien yang
bosan menunggu lama dan cepat mengantuk. KAtim juga mengatakan SPO tidak
perlu terlalu sering dibaca, Jika sudah hafal dengan SPO dari TAK yang mau
dilaksanakan langsung saja pada penerapannya.
Katim mengatakan tidak ada kendala dalam melakukan TAK hanya saja saat TAK jika
pasiennya sedkit dan kurang konsentrasi TAK berjalan kurang bersemangat dan tidak
kooperatif.
Katim mengatakan sudah melakukan TAK sesuai dengan standar yang telah
ditentukan juga sudah melksankan sesuai urutannya.
Katim mengatakan belum pernah dilakukan supervisi terkait pelaksanan tindakan
apakah sudah sesuai SPO atau belum.
Perawat pelaksana :
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa:
Perawat mengatakan TAK dilakukan sudah sesuai SPO yang ada di ruangan, PP
mengatakan jarang membaca SPO terlebih dahulu sebelum kegiatan, PP mengatakan
kendala dalam melaksanakan TAK yaitu ketika pasien yang mengikuti kurang
kooperaif dalam mengikuti TAK, PP mengatakan sudah melakukan TAK sesuai urutan
prosedurnya namun kadang-kadang tidak sesuai karena lupa dan terlalu banyak yang
harus dihafalkan.
PP mengatakan interaksi sudah dilakukan setiap hari saat pasein tidak ada kegiatan
perawat mengatakan interaksi tidak terjadwal, jadi melihat situasi dan kondisi saat itu
baru interaksi dilakukan.
Observasi :
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 25 November 2017 didapatkan
hasil bahwa perawat belum membaca SPO sebelum melakukan TAK
Perawat dalam pelasanaan TAK kurang sistematis masih ada beberapa bagian yang belum
dilakukan seperi menjelaskan aturan dalam TAK atau mempersilahkan pasien untuk izin
atau minum dulu sebelum tidakan TAK dimulai pelaksanaannya juga belum sistematis saat
diminta menyebutkan langkah-langkahnya karena masih ada yang terlewat dan tidak
disebutkan.
Interaksi dilakukan belum sesuai urutan prosedur interaksi
o Katim dan Perawat lupa mengevaluasi dan memvalidasi cara mengtasu masalah
pasien.
o Interaksi dilakukan hanya pada saat pasien pertama kali datang ke ruangan dan
perawat PP belum pernah melakukan interaksi pada pasien kelolaannya.
Hanya katim saja yang melakukan interaksi.
Belum ada pedoman ceklist prosedur interaksi sesuai SPO.
Studi Dok :
Hasil TAK sudah ditulis sesuai dengan kondisi pasien saat melakukan TAK .
Pendokumentasian TAK beberapa ada yang belum memberi paraf siapa yang melaksanakan
TAK dan belum mengisi jam(waktu) pelaksanaan TAK.
Masalah : belum efektifnya kegiatan TAK pada pasien karena ketidaksesuaian pelaksanaannya
dengan SPO dan tidak tersedianya ceklist prosedur interaksi ke pasien.
Observasi :
Berdasarkan observasi ditemukan data bahwa semua kegiatan sudah dilakukan,
namun masih kurang optimal, Hasil observasi juga ditemukan bahwa tidak tersedia
media penkes seperti flip chart dan leaflet. Untuk pemberian interaksi belum terlihat
perawat melakukan interaksi selam jaga/sift. Interaksi hanya dilakukan ketika ada pasien
baru. Interaksi yang dilakukan belum sesuai urutan cara interaksi yang benar. Karena di
ruangan belum da form/ceklist interaksi sebagai panduan saat interaksi.