Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
PENDAHULUAN
1. 1. Pendahuluan
Total Plate Count merupakan cara penghitungan jumlah mikroba yang
terdapat dalam suatu produk yang tumbuh pada media agar pada suhu dan waktu
inkubasi yang ditetapkan. Prinsip kerja dari Total Plate Count (TPC)
dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu
produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media
agar (SNI, 2008).
Menurut SNI 01-3818-1995, TPC daging ayam pada SNI 3924-2009
maks. 1 x106 dan TPC Susu steril dan UHT (tawar atau berperisa) , 10 koloni/0,1
ml.
1.2.2. Metode
a. Persiapan Sampel
- Untuk sampel daging ayam
Sebanyak 25 gram sampel ditambahkan dengan 225ml BPW 0,1% lalu
dimasukkan dalam plastik stomacher yang kemudian dimasukkan ke
dalam alat stomacher selama 1-2 menit (suspensi 10-1).
- Untuk sampel susu
Sebanyak 25 ml sampel ditambahkan dengan 225 ml BPW 0,1% lalu
dimasukkan dalam plastic stomacher dan kemudian dihomogenkan
(suspensi 10-1)
- Kemudian dilakukan pengenceran bertingkat dengan cara
- Sebanyak 1 ml suspensi 10-1 diambil menggunakan pipet volumetrik ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 9 ml BPW 0,1%
kemudian dihomogenkan (suspensi 10-2)
- Buatkan suspensi hingga 10-6 dengan cara yang sama.
b. Prosedur Pengujian
- Ambil sampel suspensi 10-1-10-6 masing-masing ke dalam plate secara
duplo sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet volumetric
- Tuang media PCA hingga memenuhi plate (15-20 ml) lalu
dihomogenkan dengan menggoyangkan membentuk angka 8.
- Inkubasi pada suhu 35oC selama 24-48 jam.
- Hitung koloni menggunakan colony counter dan lakukan interpretasi
hasil sesuai dengan SNI yaitu :
Tabel 1.1. Petunjuk Penghitungan TPC
TPC per ml
No 10-2 10-3 10-4 Keterangan
atau gram
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 === 175 16 190.000 bila hanya satu pengenceran
=== 208 17 yang berada dalam batas yang
sesuai, hitung jumlah rerata
dari pengenceran tersebut.
2 === 224 25 250.000 bila ada dua pengenceran yang
=== 225 30 berada dalam batas yang
sesuai, hitung jumlah masing-
masing dari pengenceran
sebelum merata-ratakan jumlah
yang sebenarnya.
3 18 2 0 1.600* Jumlah koloni kurang dari 25
14 0 0 koloni pada pengenceran
terendah, hitung jumlahnya dan
kalikan dengan faktor
pengencerannya dan beri tanda
* (diluar jumlah koloni 25
sampai dengan 250).
4 === ==== 523 5.100.000 Jumlah koloni lebih dari 250
=== ==== 487 koloni, hitung koloni yang
dapat dihitung atau yang
mewakili beri tanda* (diluar
jumlah koloni 25 sampai
dengan 250).
5 === 245 35 290.000 Bila ada dua pengenceran
=== 230 spreader diantara jumlah koloni 25
sampai dengan 250, tetapi ada
spreader, hitung jumlahnya
dan kalikan dengan faktor
pengenceran, namun untuk
spreader tidak dihitung.
1.3.2. Pembahasan
Pada hari Senin, 5 Februari 2018 dilakukan pengujian TPC pada sampel
susu UHT. Hasil uji didapatkan setelah media TPC diinkubasi selama 48 jam
yaitu hari Rabu, 7 Januari 2018 dimana nilai TPC dari sampel susu tersebut adalah
850* cfu/ml yang artinya sampel susu tersebut berada dibawah BMCM yaitu <10
koloni/0,1 ml (SNI 2009).
Pada Senin, 12 Februari 2018 dilakukan pengujian TPC pada sampel daging
ayam segar yang diambil dari pasar gowa. Hasil uji didapatkan setelah media TPC
diinkubasi selama 48 jam yaitu pada hari Rabu, 14 Februari 2018 dimana nilai
TPC dari sampel ayam tersebut adalah 1,4 x 108 yang artinya sampel ayam
melebihi BMCM yaitu maks 1 x 106cfu/g (SNI 1995 dan 2009). Hasil TPC ayam
yang sangat tinggi dapat disebabkan adanya kontaminasi baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap sumber pencemaran mikroba selama proses
pengolahan dan pemasaran seperti kontaminasi akibat peralatan yang digunakan,
kondisi lingkungan pasar, air yang digunakan dalam proses pembersihan dan
dapat pula terjadi kontaminasi silang akibat terjadinya kontak dengan produk
lainnya (Alum, et al., 2016). Selain itu, faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
kontaminasi terhadap daging ayam di pasar yakni kondisi ayam yang terbuka
sehingga memudahkan terjadinya kontaminasi mikroba yang ada disekitarnya
serta suhu pasar yang dapat mendukung terjadinya pertumbuhan dan penyebaran
mikroba dengan cepat.
1. 4. Kesimpulan dan Saran
1.4.1. Kesimpulan
Hasil TPC pada sampel susu UHT berada dibawah batas maksimal
cemaran mikroba sedangkan nilai TPC dari sampel daging yang dibeli di pasar
yakni 1,4 x 108 cfu/g yang artinya melebihi batas maksimal cemaran mikroba
yang telah ditetapkan SNI. Tingginya angka cemaran mikroba dapat disebabkan
oleh banyak faktor diantaranya kebersihan peralatan dan proses penanganan
pedagang di pasar maupun kondisi lingkungan pasar yang dapat mempermudah
terjadinya kontaminasi mikroba terhadap daging ayam tersebut.
1.4.2. Saran
Hal yang perlu diperhatikan guna mencegah ataupun mengurangi
terjadinya kontaminasi mikroba terhadap bahan pangan yakni menjaga kebersihan
selama proses penanganan dan pengolahan bahan pangan, tempat penyimpanan,
peralatan yang digunakan serta kondisi lingkungan tempat pemasaran bahan
pangan. sehingga dapat mencegah terjadinya kontaminasi mikroba terhadap bahan
pangan dan dapat mengurangi tingkat cemaran mikroba pada bahan pangan
tersebut.
2. Metode Pengujian MPN Escherichia coli pada Daging Ayam dan
Bakso
2. 1. Pendahuluan
Daging memiliki manfaat yang begitu besar tetapi daging juga merupakan
bahan pangan asal hewan yang mudah rusak jika penanganannya tidak tepat
karena daging merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman khususnya
bakteri. Kerusakan daging umumnya disebabkan oleh adanya kontaminasi
kuman. Salah satu kuman khususnya bakteri yang mencemari daging baik yang
mentah atau daging dengan proses pematangan yang kurang sempurna adalah
Escherichia coli. Keberadaan bakteri ini dalam daging menunjukkan bahwa bahan
pangan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia ataupun hewan, sehingga
dalam mikrobiologi pangan Escherichia coli disebut sebagai bakteri indikator
sanitasi (Bontong, 2012).
b. Bahan
Daging Ayam
Bakso
BPW 0.1%
LTB (Lauryl Tryptose Broth)
ECB (Eschericia coli broth)
L-EMBA (Levine Eosin Methylene Blue Agar)
2.2.2. Metode
a. Persiapan sampel
- Sebanyak 25 gram sampel dicampurkan dengan 225 ml BPW 0,1%
lalu dimasukkan dalam plastik stomacher yang kemudian
dimasukkan ke dalam alat stomacher selama 1-2 menit (suspensi
10-1).
b. Prosedur Pengujian
Pengujian yang dilakukan menggunakan seri 3 tabung
- Uji pendugaan
Sebanyak 1 ml suspensi 10-1 diambil menggunakan pipet
volumetrik ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 9
ml BPW 0,1% kemudian dihomogenkan (suspensi 10-2). Buat
pengenceran 10-3 dengan cara yang sama.
Pipet masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran ke dalam 3
seri tabung LTB yang berisi tabung Durham.
Inkubasi pada temperatur 35℃ selama 24 jam sampai dengan
48 jam.
Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung
Durham. Hasil uji dinyatakan positif apabila terbentuk gas.
- Uji peneguhan
Pindahkan biakan positif dari hasil uji pendugaan dengan
menggunakan pipet volumetric sebanyak 1 ml dari setiap
tabung LTB ke dalam tabung ECB yang berisi tabung Durham.
Inkubasikan ECB pada temperatur 45,5 ℃ selama 24 jam ± 2
jam, jika hasilnya negatif inkubasikan kembali selama 48 jam ±
2 jam.
Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung durham.
Hasil uji dinyatakan positif apabila terbentuk gas.
Selanjutnya gunakan tabel Most Probable Number (MPN)
untuk menentukan nilai MPN berdasarkan jumlah tabung ECB
yang positif mengandung gas di dalam tabung Durham sebagai
jumlah E.coli per mililiter atau per gram.
- Isolasi dan identifikasi Bakteri
Buat goresan pada media L-EMBA dari tabung ECB yang
positif, inkubasi pada temperatur 35 °C selama 18 jam sampai
dengan 24 jam.
Koloni yang diduga E. coli berdiameter 2 mm sampai dengan 3
mm, warna hitam atau gelap pada bagian pusat koloni, dengan
atau tanpa metalik kehijauan yang mengkilat pada media L-
EMBA.
Pengenceran
Sampel Lauryl Tryptose Broth E. coli Broth
MPN MPN
10-1 10-2 10-3 10-1 10-2 10-3
ayam 1 3 3 3 >1.100 3 3 3 >1.100
Ayam 2 3 3 3 >1.100 3 3 3 >1.100
Bakso 0 0 0 < 3,6 - - - -
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑃𝑁 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
𝑀𝑃𝑁 = x faktor pengenceran yang di tengah
100
1100
𝑀𝑃𝑁 𝑎𝑦𝑎𝑚 1 = 𝑥 102
100
= 1,1 x 103
1100,
𝑀𝑃𝑁 𝐴𝑦𝑎𝑚 2 = 𝑥 102
100
= 1,1 x 103
3,6
𝑀𝑃𝑁 𝐵𝑎𝑘𝑠𝑜 = 𝑥 102
100
= 3,6
2.3.2. Pembahasan
Pengujian MPN Escherichia coli pada daging ayam dan bakso yang
dilakukan di Laboratorium Kesmavet Balai Besar Veteriner (BBVet) Maros
menggunakan media yang terdiri dari LTB (Lauryl Tryptose Broth) dan ECB (E.
Coli Broth). Metode Most Probable Number (MPN) terdiri dari uji pendugaan dan
uji peneguhan. Interpretasi hasil dilihat dari timbulnya gas pada tabung durham
yang ada dalam tabung reaksi.
Uji pendugaan dilakukan menggunakan media LTB dalam sediaan cair
dengan pengujian 3 seri tabung pada masing-masing pengenceran. dimana dalam
setiap tabung reaksi didalamnya terdapat tabung durham. Sampel pada tiap
pengenceran yang telah dimasukkan kedalam 3 seri tabung reaksi dengan media
LTB diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35oC. Setelah itu dilakukan interpretasi
hasil dengan melihat adanya gas yang terdapat dalam tabung durham.
terbentuknya gas pada tabung durham pada media LTB menunjukkan bahwa
sampel pada media tersebut mengandung bakteri koliform. Gas yang terbentuk
merupakan hasil dari fermentasi laktosa oleh bakteri koliform, dimana hasil
fermentasi laktosa bakteri koliform membentuk asam dan gas pada suhu 35oC
(32-37oC) (Departement of Food Science, 2007).
Hasil positif dari media LTB selanjutnya dilakukan uji peneguhan dengan
menggunakan media ECB dengan cara memindahkan masing-masing suspensi
positif dari media LTB sebanyak 1 ml kedalam media ECB, kemudian di inkubasi
di dalam waterbath dengan suhu 45,5℃ selama 24 jam. Setelah itu dilakukan
interpretasi hasil. hasil postif menunjukkan adanya gelumbung gas pada tabung
durham. menurut Filho (2015), bakteri E. coli yang memfermentasi laktosa akan
akan memproduksi asam dan gas apabila di inkubasi pada suhu 440C.
Sampel daging bakso tidak dilanjutkan dengan uji peneguhan dikarenakan
pada uji pendugaan tidak ditemukan adanya sampel yang positif yang ditandai
dengan tidak terbentuknya gas pada tabung durham pada 3 seri tabung reaksi di
tiap pengenceran.
Setelah itu dilakukan perhitungan nilai MPN dari hasil yang diperoleh dari
interpretasi media ECB sesuai dengan yang ditetapkan dalam SNI. Adapun Nilai
MPN dari sampel daging ayam 1 dan 2 pada media ECB yang di uji adalah >
1100, dan diperoleh hasil perhitungan MPN sampel daging ayam tersebut adalah
1,1 x 103 sedangkan menurut SNI 2009, batas maksimum cemaran mikroba E.
coli pada daging ayam segar adalah 1,1 x 101 koloni/gram. Hasil ini menunjukkan
bahwa daging ayam yang di uji melebihi batas maksimum cemaran mikroba E.
coli.
Hasil positif pada media ECB selanjutnya diisolasi pada media L-EMBA.
Isolasi dilakukan dengan membuat goresan pada media L-EMBA dari tabung ECB
yang positif dengan menggunakan ose, selanjutnya di inkubasi pada temperatur 35
°C selama 24 jam. Koloni yang diduga E. coli berdiameter 2 mm sampai dengan 3
mm, warna hitam atau gelap pada bagian pusat koloni, dengan atau tanpa metalik
kehijauan yang mengkilat pada media L-EMBA.
2. 4. Kesimpulan dan Saran
2.4.1. Kesimpulan
Pada pengujian MPN E. coli diperoleh sampel yang positif yaitu sampel
daging ayam 1 dan 2 dengan hasil perhitungan MPN sebesar 1,1 x 103
koloni/gram, hasil tersebut melebihi dari batas maksimum cemaran mikroba,
dimana menurut SNI 2009, batas maksimum cemaran mikroba daging ayam segar
adalah 1,1 x 101 koloni/gram.
2.4.2 Saran
3. 1. Pendahuluan
Metode Most Probable Number (MPN) terdiri dari uji presumtif (penduga)
dan uji konfirmasi (peneguhan), dengan menggunakan media cair di dalam tabung
reaksi dan dilakukan berdasarkan jumlah tabung positif. Pengamatan tabung
positif dapat dilihat dengan timbulnya gas di dalam tabung Durham (SNI, 2008).
Coliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indicator
adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu
dan produk-produk susu. Coliform sebagai suatu kelompok dicirikan sebagai
kelompok bakteri berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora,
aerobilik fakultatif yang memfermentasi lactose dengan menghasilkan asam dan
gas dalam waktu 48 jam suhu 37oC. adanya bakteri coliform dalam makanan dan
minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroba enteropatogenik dan
toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan (Juwintarum, 2017). Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. 7388:2009 merekomendasikan batas maksimal cemaran
bakteri Coliform pada daging segar yaitu 1 X 102 CFU/gram.
3.2.2 Metode
a. Persiapan sampel
- Sebanyak 25 gram sampel dicampurkan dengan 225 ml BPW 0,1%
lalu dimasukkan dalam plastik stomacher yang kemudian
dimasukkan ke dalam alat stomacher selama 1-2 menit (suspensi
10-1).
b. Prosedur Pengujian
Pengujian yang dilakukan menggunakan seri 3 tabung
- Uji pendugaan
sebanyak 1 ml suspensi 10-1 diambil menggunakan pipet
volumetrik ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 9
ml BPW 0,1% kemudian dihomogenkan (suspensi 10-2). Buat
pengenceran 10-3 dengan cara yang sama.
Pipet masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran ke dalam 3
seri tabung LTB yang berisi tabung Durham.
Inkubasi pada temperatur 35℃ selama 24 jam sampai dengan
48 jam.
Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung
Durham. Hasil uji dinyatakan positif apabila terbentuk gas.
- Uji peneguhan
Pindahkan biakan positif dari hasil uji pendugaan dengan
menggunakan pipet volumetric sebanyak 1 ml dari setiap
tabung LTB ke dalam tabung BGLBB yang berisi tabung
Durham.
Inkubasikan BGLBB pada temperatur 35 °C selama 48 jam ± 2
jam.
Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung durham.
Hasil uji dinyatakan positif apabila terbentuk gas.
Selanjutnya gunakan tabel Most Probable Number (MPN)
untuk menentukan nilai MPN berdasarkan jumlah tabung
BGLBB yang positif sebagai jumlah koliform per mililiter atau
per gram.
Pengenceran
Sampel Lauryl Tryptose Broth BGLBB
MPN MPN
10-1 10-2 10-3 10-1 10-2 10-3
ayam 1 3 3 3 >1.100 3 3 3 >1.100
ayam 1 3 3 3 >1.100 3 3 3 >1.100
1100
𝑀𝑃𝑁 𝐷𝑎𝑔𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑦𝑎𝑚 = 𝑥 102 =1,1 x 103 koloni/g
100
3.3.2. Pembahasan
Pengujian MPN coliform pada daging ayam yang dilakukan di
Laboratorium Kesmavet Balai Besar Veteriner (BBVet) Maros menggunakan
media yang terdiri dari LTB (Lauryl Tryptose Broth) dan BGLBB (Brilliant
Green Lactose Bile Broth). Metode Most Probable Number (MPN) terdiri dari uji
pendugaan dan uji peneguhan. Interpretasi hasil dilihat dari timbulnya gas pada
tabung durham yang ada dalam tabung reaksi.
Uji pendugaan dilakukan menggunakan media LTB dalam sediaan cair
dengan pengujian 3 seri tabung pada masing-masing pengenceran. dimana dalam
setiap tabung reaksi didalamnya terdapat tabung durham. Sampel pada tiap
pengenceran yang telah dimasukkan kedalam 3 seri tabung reaksi dengan media
LTB diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35oC. Setelah itu dilakukan interpretasi
hasil dengan melihat adanya gas yang terdapat dalam tabung durham.
terbentuknya gas pada tabung durham pada media LTB menunjukkan bahwa
sampel pada media tersebut mengandung bakteri koliform. Gas yang terbentuk
merupakan hasil dari fermentasi laktosa oleh bakteri koliform, dimana hasil
fermentasi laktosa bakteri koliform membentuk asam dan gas pada suhu 35oC
(32-37oC) (Departement of Food Science, 2007).
Hasil positif dari media LTB selanjutnya dilakukan uji peneguhan dengan
menggunakan media BGLBB dengan cara memindahkan masing-masing suspensi
positif dari media LTB sebanyak 1 ml kedalam media BGLBB, kemudian di
inkubasi pada suhu 35℃ selama 24 jam. Setelah itu dilakukan interpretasi hasil.
hasil postif menunjukkan adanya gelumbung gas pada tabung durham.
Setelah itu dilakukan perhitungan nilai MPN dari hasil yang diperoleh dari
interpretasi media BGLBB sesuai dengan yang ditetapkan dalam SNI. Adapun
Nilai MPN dari sampel daging ayam pada media BGLBB yang di uji adalah >
1100, dan diperoleh hasil perhitungan MPN sampel daging ayam 1 dan 2 tersebut
adalah 1,1 x 103 sedangkan menurut SNI 2009, batas maksimum cemaran
coliform pada daging ayam adalah 1,1 x 102 koloni/gram. Hasil ini menunjukkan
bahwa daging ayam yang di uji melebihi batas maksimum cemaran Coliform.
Tingginya jumlah cemaran Coliform pada ayam tersebut dapat
disebabkan oleh terjadinya kontaminasi baik secara langsung maupun tidak
langsung selama prosesing, seperti penanganan, pengolahan, pengemasan dan
penyimpanan karkas oleh peralatan-peralatan yang digunakan maupun berasal
dari air yang digunakan dalam proses pencucian. Kejadian kontaminasi bakteri
pada daging ayam dapat terjadi pada saat dilakukannya pemotongan, pengepakan,
pendistribusian dan pengolahan produk asal hewan. Selain itu kontaminasi juga
dapat terjadi akibat kontak langsung dengan bahan yang sudah mengalami
kerusakan yang dapat meningkatkan cemaran mikroba yang tinggi, sanitasi yang
kurang baik di sekitar tempat pengolahan, serta dapat disebabkan oleh adanya
faktor suhu dimana pada suhu tertentu mikroba dapat berkembang dengan pesat
dan menyebabkan cemaran yang tinggi (Jay, et al., 2005, Rahardjo dan Santoso,
2005).
3.4.2. Saran
Salah satu upaya untuk mencegah ataupun mengurangi tingkat cemaran
yang melebihi batas maksimum cemaran yang telah ditetapkan yakni dengan lebih
memperhatikan dan menjaga kebersihan bahan pangan dari segala macam
kontaminasi.
4. Metode Pengujian Staphylococcus aureus pada Daging Ayam
4. 1. Pendahuluan
Staphylococcus adalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, non motil,
dan mampu memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu
menghasilkan enterotoksin dan Heat-Stable Endonuklease. Kejadian
Infeksi/Keracunan dan pencemaran Kejadian keracunan makanan oleh
Staphylococcus pada umumnya berasal dari makanan yang disiapkan secara
konvesional Bahan makanan sumber pencemaran Staphylococcus yang
menimbulkan wabah gastroenteritis adalah daging babi, produk roti, daging sapi,
kalkun, ayam dan telur. Cemaran pada daging ayam dapat terjadi pada berbagai
tahap pemrosesan. Sebelum ayam disembelih, maka mikroba (Staphylococcus)
terdapat pada permukaan kaki, bulum dan kulit yang merupakan bagian tubuh
yang kontak dengan tanah, debu, dan feses. Namun bakteri tersebut dapat juga
ditemukan pada berbagai lokasi di saluran pernafasan ayam hidup. Tahap-tahap
yang berpotensi terjadinya pencemaran silang mikroba pada pemrosesan karkas
ayam di RPA dapat terjadi pada saat penerimaan dan penggantungan ayam,
penyembelihan, scalding dan pencabutan bulu, pengeluaran jerohan, pendinginan,
grading, es, pemotongan (Nugroho, 2008).
Berdasarkan SNI No. 7388:2009 tentang batas maksimum cemaran
mikroba dalam pangan, batas maksimum Staphylococcus aureus pada daging
ayam segar/beku (karkas/ tanpa tulang/ cincang) adalah 1 x 102 koloni/gram.
b. Bahan
BPW 0,1 %
Akuades
Media BPA
egg yolk tellurite emulsion
4.2.2. Metode
- Sebanyak 25 gram sampel ditambahkan 225 ml larutan BPW 0,1 %
steril ke dalam kantong stomacher, lalu homogenkan dengan
stomacher selama 1 menit sampai dengan 2 menit. Ini merupakan
larutan dengan pengenceran 10-1.
- Tuang 15 ml sampai dengan 20 ml media BPA yang sudah ditambah
dengan egg yolk tellurite emulsion (5 ml ke dalam 95 ml media BPA)
pada masing-masing cawan yang akan digunakan dan biarkan sampai
memadat.
- Pipet 1 ml suspensi dari pengenceran 10-1, dan diinokulasikan masing-
masing 0,4 ml, 0,3 ml, dan 0,3 ml pada 3 cawan petri yang berisi
media BPA.
- Ratakan suspensi pada permukaan media BPA dengan menggunakan
batang gelas (hockey stick), dan biarkan sampai suspensi terserap.
- Inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 45 jam sampai dengan 48
jam pada posisi terbalik. (SNI, 2897:2008).
4. 3. Hasil dan Pembahasan
4.3.1. Hasil
4.3.2. Pembahasan
Hasil perhitungan koloni yang didapatkan dari pengenceran 10-1 yaitu pada
sampel ayam diperoleh hasil 1,0 x 101 (< 20 koloni) sedangkan batas maksimum
cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam segar/beku (karkas/ tanpa
tulang/ cincang) adalah 1 x 102 koloni/gram (SNI, 2009), sehingga hasil yang
diperoleh yaitu nilai cemaran sampel ayam tersebut tidak melebihi dari batas
maksimum cemaran yang telah ditetapkan. hasil pengujian sampel bakso tidak
ditemukan adanya koloni yang tumbuh.
4.4.2. Saran
Pengawasan terhadap bahan pangan terhadap cemaran mikroba perlu
ditingkatkan demi mencegah kemungkinan penyakit yang dapat ditimbulkan
akibat kontaminasi mikroba tersebut, sehingga pemeriksaan dan pengujian secara
rutin sangat penting dalam menjamin produk yang layak dan aman dikonsumsi
bagi kesehatan masyarakat.
5. Metode Pengujian Cemaran Salmonella dalam Daging Ayam dan
Telur
5. 1. Pendahuluan
Salmonella adalah bakteri berbentuk batang langsung tidak membentuk
spora, tidak berkapsul, bersifat motil kecuali S.pullorum dan S.gallinarum dan
bersifat gram negative (Pudjiatmoko. 2012).
Daging ayam dan olahannya merupakan media penyebaran penyakit
salmonellosis. Penularan berawal dari peternakan. Anak ayam yang dipelihara
dalam kondisi komersial sangat rentan terhadap infeksi Salmonella karena
mikroflora usus lambat berkembang sehingga kalah bersaing jika ada serangan
bakteri patogen enterik. Anak ayam ini jika tidak sakit akan bertindak sebagai
karier, dan menjadi sumber kontaminan pada rantai produksi makanan
(transportasi, rumah potong unggas, industri pengolahan makanan) dan pasar
terutama pasar tradisional. Keadaan pasar tradisional yang terbuka dan tidak
mempedulikan aspek kebersihan produk yang dijual akan menyebabkan daging
broiler terkontaminasi Salmonella sp (Etika, 2017).
b. Bahan
Sampel daging ayam 25gram dan telur
larutan LB (Lactose Broth)
larutan RV (RappaportVasilliadis)
media HE (Hektoen Enteric)
media XLD (Xylose Lysine Desoxycholate)
media BSA (Bismuth Sulfit Agar)
5. 3. Metode Pengujian
- Timbang sampel sebanyak 25g kemudian masukkan dalam wadah
steril.
- Tambahkan 225 ml larutan LB ke dalam kantong steril yang berisi
contoh, homogenkan dengan stomacher selama 1-2 menit.
- Inkubasikan pada temperatur 35°C selama 24 jam ± 2 jam.
- Setelah diinkubasi, aduk perlahan biakan kemudian pindahkan 0,1 ml
ke dalam 10 ml RV.
- Kemudian, inkubasikan media RV pada temperatur 42°C selama 24
jam.
- Ambil sampel dengan jarum ose dari masing-masing media RV yang
telah diinkubasikan, diinokulasikan pada media HE, XLD dan BSA.
Diinkubasi pada temperatur 35°C selama 24 jam ± 2 jam. Untuk BSA
apabila belum jelas dapat dinkubasikan lagi selama 24 jam ± 2 jam.
Hasil pengamatan koloni pada media BSA, koloni berwarna hitam namun
daerah sekitar koloni tidak berwarna coklat. Gambaran koloni tersebut tidak
sesuai dengan karakteristik koloni Salmonella yang ditetapkan dalam SNI.
Xylose Lysine Dexoxycholate Agar (XLD) merupakan media selektif untuk
isolasi dan identifikasi bakteri Salmonella dan Shigella. Diferensiasi koloni pada
media XLD berdasarkan kemampuan untuk fermentasi Xylose, Lysine dan
produksi H2S. Koloni Salmonella pada media XLD dapat memfermentasi Xylose
dan Lysine sehingga mengubah pH menjadi basa (Thermo Scientific, 2018).
Gambar 5. 2 Hasil pengujian salmonella pada media XLD
Koloni yang terbentuk pada media XLD, berwarna kuning dan daerah
sekitar koloni juga berwarna kuning. Koloni yang berwarna kuning menandakan
bahwa bakteri yang tumbuh pada media merupakan bakteri yang tidak mampu
memfermentasi xylose dan tidak membentuk H2S. Hasil tersebut tidak sesuai
dengan karakteritik koloni Salmonella berdasarkan SNI. Berdasarkan SNI (2008),
pada media XLD koloni Salmonella terlihat berwarna merah muda dengan atau
tanpa titik mengkilat atau terlihat hampir seluruh koloni hitam.
Hektoen Enteric Agar (HE) merupakan media selektif dan diferensial
untuk isolasi dan identifikasi bakteri Salmonella dan Shigella. HE mengandung
pepton, laktosa dan sukrosa. Selain itu juga mengandung Sulfat untuk
memproduksi H2S (Thermo Scientific, 2018).
5.5.2. Saran
Kebersihan selama pengolahan daging atau produk hewan lainnya perlu
dijaga untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh cemaran mikroba patogen
yang ada pada produk asal hewan.
6. Metode Pengujian Boraks dalam Bakso
6. 1. Pendahuluan
Keamanan pangan merupakan salah satu hal yang penting dalam kaitannya
dengan kesehatan masyarakat. faktor utama yang mempengaruhi keamanan
pangan meliputi adanya cemaran mikroba pada pangan maupun adanya
kandungan kimia yang terdapat dalam bahan pangan maupun olahannya.
rendahnya pengetahuan dan rasa tanggung jawab produsen pangan dapat menjadi
penyebab utama maslah keamanan pangan. salah satu bentuk penyimpangan
produsen dalam industri kecil terhadap keamanan pangan yakni penambahan zat
kimia berbahaya dalam olahan pangan misalnya penambahan boraks (Amelia, et
al., 2014).
Boraks merupakan zat kimia berbahaya bagi kesehatan karena bersifat
toksik bagi sel. pengaruh boraks terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi
yang tercapai pada organ tubuh. dosis fatal boraks berkisar antara 0,1-0,5 g/BB.
penggunaan boraks apabila dikonsumsi secara terus menerus dapat mengganggu
peristaltik usus, kelainan pada susunan urat saraf, mempengaruhi rusaknya saluran
cerna, ginjal dan hati (Saparinto dan Hidayanti, 2006).
Salah satu olagan bahan pangan yang sering dijumapai mengandung
boraks yakni bakso. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) bakso yang
baik memiliki persyaratan sifat fisik meliputi bau normal khas daging, cita rasa
gurih, warna sesuai bahan baku, dan tekstur kenyal, serta sifat kimia meliputi:
kandungan air maksimal 70%, kadar protein minimal 9%, kadar lemak maksimal
2%, kadar mineral maksimal 3% dan tidak mengandung boraks.
Dalam menentukan kualitas dan kemanan suatu bahan pangan diperlukan
metode pengujian mutu bahan dan uji zat kimia salah satunya uji Boraks.
7. 1. Pendahuluan
Formalin merupakan salah satu zat kimia yang biasa dijumpai terkandung
dalam olahan bahan pangan. Formalin merupakan larutan yang tidak berwarna,
memiliki bau yang menyengat, dan mengandung 37% formaldehid dalam air.
Formalin tidak diperkenankan ada dalam makanan maupun minuman, karena
dalam jangka panjang dapat memicu perkembangan sel-sel kanker, iritasi pada
saluran pernafasan, reaksi alergi, dan luka bakar. Salah satu makanan yang sering
ditambahkan formalin adalah bakso dan daging ayam (Sikanna, 2016).
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara
umum ambang batas aman didalam tubuh adalah 1 miligram per liter. Bila
formalin masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut, maka dapat
mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat yang
ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek, dan
dalam jangka panjang, baik melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan
(Faradila, et al., 2014).
Masalah utama bagi pengusaha bakso ataupun makanan cepat saji yaitu
mencegah terjadinya pembusukan, karena makanan cepat saji harus habis terjual
sebelum mengalami pembusukan. Oleh karena hal tersebut membuat beberapa
oknum penjual makanan cepat saji berbuat curang. Salah satu yang mereka
lakukan adalah mengawetkan makanan cepat saji dengan menggunakan formalin.
Terutama bagi makanan yang umumnya mengandung protein dan lemak karena
formalin akan mengkoagulasi protein yang terdapat dalam protoplasma dan
nucleus sekaligus membunuh semua kuman bakteri pembusuk yang ada di bahan-
bahan makanan tersebut (Faradila, et al., 2014).
b. Bahan
7 sampel Bakso
Aquades
7.2.2. Metode
- Sebanyak ½ gram sampel dipotong menjadi bagian-bagian kecil
kemudian dihaluskan
- masukkan sampel kedalam tabung dan tambahkan aquades sebanyak 1
ml
- tambahkan pereaksi FO2-1 sebanyak 1 mg (1 microspoon)
- tambahkan pereaksi FO2-2 sebanyak 2 tetes
- tabung tersebut digoyangkan hingga homogeny, kemudian tunggu
kurang lebih 2-4 menit
- jika sampel mengandung formalin maka akan terbentuk perubahan
larutan menjadi warna violet.
Alum, E. Akanele, Urom, S.M.O. Chukwu, Ben, dan C.M. Ahudie. 2016.
Microbiological Contamination of Food: The Mechanisms, Impacts and
Prevention. International Journal Of Scientific and Technology Research.
Vol 5, Issue 03: 65-78
Amelia, Rizki, Endrinaldi dan Z. Edward. 2014. Identifikasi dan Penentuan Kadar
Boraks dalam Lontong yang Dijual di Pasra Raya Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. Vol 3 (3): 457-459
Badan Standarisasi Nasional-BSN. 2009. Mutu karkas dan daging ayam. No. SNI
3924:2009. Departemen Pertanian. Jakarta.
Etika, Tiara Nur. 2017. Kandungan Salmonella Sp. Daging Broiler di Pasar-
Pasar Tradisional Kabupaten Tanggamus (Skripsi). Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung
Faradilla, Yustini A, dan Elmatris. 2014. Identifikasi Formalin pada Bakso yang
Dijual pada Beberapa Tempat di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
Vol. 3(2): 156-158.
Jay, JM., Loessner, MJ., Golden, GA. 2005. Modern Food Microbiolog 7th
edition. Springer Science + Business Media. New York, NY.
Matulessy, DN. 2011. Analisis Mikrobiologis Karkas Ayam Broiler Beku yang
Beredar di Pasar Tradisional Halmahera Utara. Jurnal Agroforestri Vol.VI
No.1 Maret
Nugroho, Widagdo Sri. 2008. Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner
Staphylococcus, Bakteri Jahat yang Sering Disepelekan .Kesmavet FKH
UGM Fungsionaris Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia
Anggota Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang Yogyakarta
Nurhadi M. 2012. Higiene Bahan Pangan Asal Hewan dan Zoonosis. Kesehatan
Masysrakat Veteriner : Yogyakarta.
Rahardjo, AHD., Santoso, BS. 2005. Kajian terhadap Kualitas Karkas Broiler
yang Disimpan pada Suhu Kamar Setelah Perlakuan Pengukusan. JAP
7:1-5
Perhitungan jumlah
koloni
LAMPIRAN KEGIATAN
Metode Pengujian MPN Escherichia coli pada Daging Ayam dan Bakso
Interpretasi Hasil