Sunteți pe pagina 1din 12

LAPORAN KASUS

TETRALOGY OF FALLOT

OLEH:

Reina Romauli Tarihoran (140100015)


Andra Pratama (140100134)

PEMBIMBING:

dr. Karina Sugih Arto, M.Ked(Ped), Sp.A (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

1
Laporan Kasus
Kepada Yth:
dr. Karina Sugih Arto, M.Ked(Ped), Sp.A (K)

TETRALOGY OF FALLOT

Penyaji : Reina Romauli Tarihoran (140100015)


Andra Pratama (140100134)

Hari/Tanggal : Senin, 9 April 2018


Pembimbing : dr. Karina Sugih Arto, M.Ked(Ped), Sp.A (K)

PENDAHULUAN
Tetralogy of Fallot (TOF) merupakan penyakit jantung bawaan (PJB) sianotik yang
banyak ditemukan. Insidens TOF adalah 3 diantara 10.000 kelahiran hidup dan terjadi
pada 7–10% kasus PBJ.1,2 Angka kejadian PBJ pada laki-laki lebih besar
dibandingkan perempuan.3 Pada TOF terdapat 4 gambaran anatomi abnormal yaitu
defek septum ventrikel (DSV), overriding aorta, stenosis pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.1,2,4,5

Tatalaksana TOF berupa perawatan medis dan tindakan operasi. 2 Sebelum masa
operasi, sebanyak 50% pasien TOF meninggal dalam 1 tahun awal kehidupan. 4
Tindakan operasi koreksi diperkenalkan pertama kali pada tahun 1950-an melalui
bedah jantung terbuka.4,6 Pada awal metode pintasan jantung-paru (PJP)
diperkenalkan, didapatkan angka kematian yang sangat tinggi. 7 Namun, dalam 2
dekade terakhir, teknik operasi dan perawatan perioperatif mengalami kemajuan pesat
sehingga meningkatkan hasil pasien pasca-operasi sebesar 90%. Studi lain
menyatakan angka survival jangka panjang pasien TOF pasca-operasi sebesar 90%. 8
Studi lain menyatakan angka survival 5 tahun pasca-operasi sebesar 95% dan 85%
pada usia 30 tahun pasca-operasi.9

Usia koreksi total terbaik untuk pasien dengan TOF masih menjadi perdebatan.
Beberapa pusat pelayanan kesehatan jantung memiliki kebijakan melakukan koreksi

2
total pada usia neonatus dengan angka mortalitas yang rendah. Pusat kesehatan lain
melakukan tindakan paliatif pada masa neonatus dan melakukan koreksi total pada
saat pasien berusia 4-6 bulan.1 Studi di Toronto, Kanada menyebutkan usia terbaik
untuk dilakukan koreksi total adalah antara 3-6 bulan.4 Murphy dkk dalam
penelitiannya menyebutkan usia yang lebih tua menjadi prediktor kuat terhadap
penurunan angka survival jangka panjang.5 Hal ini dikaitkan dengan hipoksemia
kronik yang terjadi pada pasien PJB sianotik sehingga semakin tua usia pasien
menjalani operasi koreksi, semakin parah hipoksemia kronik yang dialami. Dampak
yang ditimbulkan adalah peningkatan risiko hasil neurodevelopmental yang lebih
buruk terutama di usia sekolah.

STATUS ORANG SAKIT


Nama : UAH
Umur : 4 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jati Luhur
No. MR : 041233
Tanggal Masuk : 24 Maret 2018

Keluhan Utama : Biru pada ekstremitas


Telaah
- Hal ini disadari orang tua pasien sejak usia pasien 2 bulan, dijumpai semakin
membiru dalam 1 hari ini. Riwayat tersedak disangkal orang tua pasien.
Dijumpai biru terutama pada saat pasien menangis dan menyusu.
- Riwayat menyusu terputus dialami pasien sejak usia 2 bulan.
- Sesak napas tidak dijumpai, namun menurut pengakuan orang tua pasien
mempunyai riwayat sesak napas sebelumnya. Tidak dijumpai batuk pada
pasien.
- Dijumpai tangisan kuat dan gerak aktif pada pasien saat ini.
- Tidak dijumpai demam pada pasien.
- Tidak dijumpai muntah dan mencret pada pasien.
- Riwayat buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal.
- Riwayat kehamilan: usia ibu saat mengandung 27 tahun, tidak dijumpai
demam, tidak dijumpai hipertensi, tidak dijumpai diabetes melitus, tidak
mempunyai riwayat penggunaan obat.

3
- Riwayat Kelahiran: bayi lahir segera menangis, tidak dijumpai biru pada saat
lahir, lahir cukup bulan, dengan berat bdan lahir 2800 gram, panjang badan 50
cm, persalinan normal dan ditolong oleh bidan.
- Riwayat imunisasi: DPT 2x, Hep B, Polio 2x

Status Presens
Sens: CM T : 36.9°C PB : 54 cm BB : 5 kg
FJ : 148x/’ BB/U : -3< Z Score<-2 PB : -2<Z Score<0
FP : 42x/’ BB/PB: 1<Z Score<2

Status Lokalisata
Kepala : Mata: Refleks Cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva palpebra
inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
T/H/M : dbn/terpasang nasal kanul/sianosis (+)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Toraks : Simetris Fusiformis, Retraksi (-)
FJ: 148x/’ reguler, desah sistolik ICR II-III parasternal sinistra
Grade II/6; pansistolik ICR IV-V midclavicula (S) Grade IV/6
Abdomen: Soepel, Peristaltik (+) N, Hepar/Limpa: tidak teraba/tidak teraba
Ekstremitas: Nadi: 148x/’, reguler, t/v cukup, akral sianosis (+), Clubbing finger
(+)
Genitalia : dbn, anus (+)

Laboratorium: Hb: 13.1; Ht: 43%; Leu: 10.890; Eri: 6.73; Trombosit: 228
MCV: 63.9 fL; MCH: 19.5 pg; MCHC: 30.50g%
RDW-SD: 53.5 fL; RDW-CV:24.3%; Neu: 53; Lim: 43
Mono: 3; Eo: 1; Baso: 0; Ca: 8.8; Na: 136; K: 6.18; Cl: 101
pH: 7.14; pCO2: 23.6; pO2:49; HCO3: 8.1; BE: -21
SpO2: 74%; KGDS: 27 mg/dL

4
Diagnosa Banding : Cyanotic CHD ec. dd/- TOF
- Pulmonal Atresia
- VSD
- TGA
Diagnosa Kerja : Cyanotic CHD ec.TOF
Tatalaksana : - O2 nasal kanul ½ lpm
- pasang NGT
- IVFD D5% 4cc/jam
R/ - Cek DL, KGD, elektrolit, AGDA
- Foto Thorax
- Echocardiografi

Pemantauan tanggal 25/3/18


S : Biru (+), sesak jika menangis (+)
O : Sens: CM, T: 36.8°C, anemis (-), sklera ikterik (-), sianosis (+)
Kepala : Mata : Refleks Cahaya (+/+), pupil isokor, conj. palp. inf. pucat (-/-)
T/H/M: dbn/O2 nasal kanul/sianosis (+)
Dada : Simetris Fusiformis, Retraksi (-), FJ: 144x/’, reguler, desah sistolik
ICR II-III parasternal sinistra grade IV/6; pansistolik ICR IV-V
midclavicula (S) grade III/6, FP: 43x/’, reguler, ronchi (-/-)
Perut : Soepel, Peristaltik (+) N, H/L: ttb/ttb
Ekstremitas : Nadi 144/’, reg , t/v cukup, akral sianosis (+)
A : Cyanotic CHD ec. dd/- TOF
- PA-VSD
- TGA
P : - O2 nasal kanul ½ lpm
- IVFD D5% 4 cc/jam
- diet ASI/PASI 60 cc/3 jam
R/- Koreksi Asidosis – Rencana pemasangan CVC
- Pantau KGD/6 jam

5
Pemantauan tanggal 26/3/18
S : Sianosis (+), Sesak napas (-), demam (-)
O : Sens: CM, T: 37°C
Kepala : Mata : Refleks Cahaya (+/+), pupil isokor, conj. palp. inf. pucat (-/-)
T/H/M: dbn/O2 nasal kanul/sianosis (+)
Dada : Simetris Fusiformis, Retraksi (-), FJ: 130x/’, reguler, desah sistolik
ICR II-III parasternal sinistra grade IV/6; pansistolik ICR IV-V
midclavicula (S) grade III/6, FP: 42x/’, reguler, ronchi (-/-)
Perut : Soepel, Peristaltik (+) N, H/L: ttb/ttb
Ekstremitas : Nadi 130x/’, reg , t/v cukup, akral sianosis (+)
A : CHD ec.PA-VSD + ASD secundum kecil + PDA kecil
P : - O2 nasal kanul ½ lpm
- IVFD D5% 4 cc/jam
- Inj. Paracetamol 50 mg/8 jam/IV
- Propanolol 2x5mg
- Diet ASI/PASI 60 cc/3 jam
R/ Susul AGDA, elektrolit post koreksi

Pemantauan tanggal 27/3/18


S : Kebiruan keempat ekstremitas berkurang, sesak napas (-)
O : Sens: CM, T: 36.9°C, BB: 5 kg
Kepala : Mata : Refleks Cahaya (+/+), pupil isokor, conj. palp. inf. pucat (-/-)
T/H/M: dbn/O2 nasal kanul/sianosis (+)
Dada : Simetris Fusiformis, Retraksi (-), FJ: 110x/’, reguler, desah sistolik
ICR II-III parasternal sinistra grade IV/6; pansistolik ICR IV-V
midclavicula (S) grade III/6, FP: 40x/’, reguler, ronchi (-/-)
Perut : Soepel, Peristaltik (+) N, H/L: ttb/ttb
Ekstremitas : Nadi 110x/’, reg , t/v cukup, akral sianosis (+), CRT<2”
A : CHD ec. PA-VSD + ASD secundum + PDA kecil

6
P : - O2 nasal kanul ½ lpm
- IVFD D5% 4 cc/jam
- Propanolol 2x5 mg
- Ferriz 1x0.5cc

DISKUSI
ANATOMI
Dasar embriologi lesi TOF adalah deviasi kraniokaudal anterior atau kraniosefal saat
pembentukan septum ventrikel atau kegagalan pembentukan septum infundibulum.
Untuk memberikan gambaran TOF, terjadi morfologi abnormal trabekulasi
septoparietal yang mengelilingi aliran subpulmonal. Kombinasi deviasi septum outlet
dan hipertrofi trabekulasi septoparietal menyebabkan obstruksi aliran keluar ventrikel
kanan. Deviasi septum muskulus mengakibatkan malalignment DSV dan overriding
aorta. Gambaran hipertrofi ventrikel kanan merupakan konsekuensi hemodinamik
akibat lesi anatomi yang ditimbulkan oleh deviasi septum outlet.1 Pada pasien ini
didapati 4 komponen TOF yaitu adanya stenosis pulmonal, DSV besar dengan
malalignment, overriding aorta dan hipertrofi ventrikel kanan.

DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada pasien TOF biasanya terdapat keluhan utama sianosis, pernafasan cepat.
Selanjutnya perlu ditanyakan kepada orang tua atau pengasuh pasien, kapan pertama
kali munculnya sianosis, apakah sianosis ditemukan sejak lahir, tempat sianosis
muncul, apakah munculnya tanda-tanda sianosis didahului oleh faktor pencetus, salah
satunya aktivitas berlebihan atau menangis.11 Riwayat serangan sianotik
(hypercyanotic spell) juga harus ditanyakan kepada orang tua pasien atau pengasuh
pasien. Jika anak sudah dapat berjalan apakah sering jongkok (squating) setelah
berjalan beberapa langkah sebelum melanjutkan kembali berjalan. Penting juga
ditanyakan faktor risiko yang mungkin mendukung diagnosis TOF seperti faktor
genetik, riwayat keluarga yang mempunyai penyakit jantung bawaan. 11 Riwayat
tumbuh kembang anak juga perlu ditanyakan, pemeriksaan tumbuh kembang dapat
digunakan juga untuk mengetahui apakah terjadi gagal tumbuh kembang akibat
perjalanan penyakit TOF.11 Pada pasien ini dijumpai keluhan utama berupa riwayat
biru seluruh tubuh yang dialami 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Biru bertambah
jelas saat pasien sedang menangis dan sesak nafas. Riwayat sesak nafas dijumpai dan
biasanya terjadi pada saat aktivitas ringan misalnya berjalan 5m dan menangis
sehingga os sering memilih posisi jongkok. Pada kasus ini dijumpai gangguan
tumbuh kembang, keluhan berat badan yang sulit naik dan mudah lelah sehingga

7
dikonsulkan ke bagian gizi. Riwayat demam dan batuk sering dijumpai sejak usia 2
tahun yang akan sembuh sendiri tanpa diberikan pengobatan. Riwayat keluarga
dengan keluhan yang sama disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kebanyakan pasien TOF memiliki postur tubuh yang lebih
kecil dibandingkan dengan anak pada usianya. Sianosis bibir dan kuku dapat terlihat
sejak lahir dan setelah usia 3-6 bulan tampak clubbing fingers. Bising ejeksi sistolik
kasar terdengar di daerah pulmonal dan garis parasternal kiri. 3 Pasien sering
ditemukan dalam posisi berjongkok. Impuls ventrikel kanan yang lebih kuat mungkin
didapatkan pada palpasi. Pada pemeriksaan auskultasi, murmur ejeksi sistolik
tergantung dari derajat obstruksi aliran darah di ventrikel kanan. Makin sianosis
berarti memiliki obstruksi lebih hebat dan murmur lebih halus. Pasien asianotik
dengan TOF (Pink Fallot) memiliki murmur sistolik yang panjang dan keras dengan
thrill sepanjang aliran darah ventrikel kanan. Selain itu bisa ditemukan klik ejeksi
aorta, S2 tunggal (penutupan katup pulmonal tidak terdengar). Sering pula pasien
TOF mengalami skoliosis dan retinal engorgement.4 Pada pemeriksaan fisik pasien
ini ditemukan frekuensi pernafasan meningkat yaitu 32 kali per menit, sianosis pada
bagian hidung dan jari-jari ekstremitas, clubbing fingers dan suara jantung abnormal
berupa murmur ejeksi sistolik grade 5/6 yang terdengar jelas di linea midclavicularis
sinistra ICR III-IV.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium,
rontgen toraks, elektrokardiografi (EKG) dan ekhokardiografi. Kadar Hemoglobin
dan Hematokrit pada pasien TOF biasanya meningkat sesuai dengan derajat sianotik.
Sianosis berkepanjangan akan menyebabkan polisitemia reaktif yang bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas bawaan oksigen. Pada Rontgen toraks, ukuran jantung
normal. Apeks jantung kecil dan terangkat, segmen pulmonal cekung, dan terjadi
penurunan corak bronkovaskular. Secara keseluruhan, gambaran ini disebut dengan
bentuk sepatu (bootshape). Pemeriksaan EKG pada neonatus dengan TOF tidak
berbeda dengan anak normal. Pada anak dapat ditemukan gelombang T positif di V1,
sumbu deviasi bergeser ke kanan (+120° hingga +150°) dengan hipertrofi ventrikel
kanan. Hasil pemeriksaan darah rutin untuk pasien ini didapatkan kadar Hb yang
meningkat yaitu 18,3 dan Ht 57%. Sedangkan untuk pemeriksaan foto thorax
dijumpai bentuk jantung menyerupai boot shaped, segmen pulmonal cekung dan
hipertrofi ventrikel kanan. Hasil pemeriksaan EKG menunjukkan irama sinus disertai
hipertrofi kedua ventrikel. Diagnosis akurat dapat ditunjang dengan doppler
echocardiography yang dapat melihat arus dari ventrikel kanan ke aorta dan
menghitung perbedaan tekanan antara ventrikel kanan dan arteri pulmonal. 2,3
Ekokardiografi menjadi pilihan modalitas diagnostik. Pemeriksaan ekokardiografi 2
dimensi dan dopler dapat mengkonfirmasi diagnosis dan menilai beratnya TOF. Pada

8
ekokardiografi akan terlihat gambaran DSV besar disertai overriding aorta dan
RVOTO (Right Ventricular Outflow Tract Obstruction). Pemeriksaan doppler
membantu memperkirakan perbedaan tekanan yang melewati RVOTO.
Ekokardiografi juga merupakan modalitas pilihan untuk pemantauan pasien pasca-
operasi, baik operasi paliatif maupun koreksi total. Penggunaan kateterisasi jantung
sebagai modalitas diagnostik mulai ditinggalkan. Hasil doppler echocardiography
pada pasien ini dijumpai DSV besar (R to L shunt), hipertrofi ventrikel kanan dan
stenosis berat di bagian valvular dan supravalvular katup pulmonal sehingga dapat
disimpulkan sebagai TOF. Kateterisasi jantung juga dilakukan pada tanggal 9 Januari
2018 dengan hasil DSV besar, stenosis pulmonal infundibular berat, McGoon ratio
2,21, tidak ditemukan gradien tekanan yang bermakna di pembuluh darah. Hasil
pemeriksaan penunjang mengarah ke TOF.

TATALAKSANA
Pada pasien yang mengalami serangan sianotik, dilakukan posisi lutut ke dada (knee
chest position) yang bertujuan untuk meningkatkan tahanan perifer sistemik dam
meningkatkan preload. Oksigen diberikan untuk menurunkan vasokonstriksi
pulmonal dan memperbaiki oksigenasi saat aliran darah ke paru telah membaik.
Morfin sulfat diberikan untuk mengatasi takipnea dan menurunkan pengeluaran
katekolamin. Pemberian morfin diharapkan dapat meningkatkan waktu pengisian
ventrikel kanan dan mengakibatkan relaksasi spasme infundibulum.1 Obat lain yang
dapat digunakan adalah propanolol, bikarbonas natrikus, ketamin, dan fenilefrine.
Propanolol dalam dosis kecil digunakan untuk mencegah serangan sianotik pada
pasien risiko tinggi dan untuk menunda tindakan operasi.1,2 Terapi definitif TOF
adalah pembedahan melalui operasi jantung terbuka. Tujuan operasi adalah
memperbaiki keempat defek TOF (koreksi total) sehingga jantung dapat bekerja
normal. Perbaikan defek diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan
kualitas hidup pasien TOF. TOF merupakan kelainan yang progresif. Beberapa bayi
memerlukan prosedur operasi sejak dini.3 Namun, usia terbaik pelaksanaan koreksi
total masih menjadi perdebatan. Operasi yang dapat dilakukan yaitu berupa operasi
paliatif dan operasi koreksi total. Operasi paliatif adalah dengan membuat sambungan
antara aorta dengan arteri pulmonal. Metode yang paling dikenal ialah Blalock-
Taussig shunt, yaitu a. subklavia ditranseksi dan dianastomosis end-to-side ke arteri
pulmonal ipsilateral. Tingkat mortalitas metode ini dilaporkan kurang dari 1%.12

9
Gambar 2. Metode Blalock Taussig dan Modified Blalock-Taussig shunt
Bedah koreksi total menjadi pilihan tata laksana TOF ideal yang bertujuan menutup
defek septum ventrikel, reseksi area stenosis infundibulum, dan menghilangkan
obstruksi aliran darah ventrikel kanan. Kebanyakan pusat kesehatan hanya akan
melakukan operasi korektif pada usia tiga sampai enam bulan. Jika operasi harus
dilakukan sebelumnya, maka operasi paliatif menjadi pilihan utama. Kapan saat
operasi untuk mendapatkan hasil yang optimal masih belum dapat ditentukan.3,6
Pada pasien ini, anjuran untuk dilakukan koreksi total telah disarankan oleh dokter
spesialis anak sejak usia 1 tahun. Namun, pasien baru saja setuju untuk dilakukan
rencana operasi pada bulan Agustus 2018. Oleh karena itu, tatalaksana yang diberikan
selama rawat inap di RS bersifat perbaikan keadaan gizi yaitu diberikan terapi
oksigen, diet F75 , F100, vitamin A, B, C dan asam folat untuk mengurangi resiko
operasi. Pasien ini memenuhi syarat untuk dilakukan operasi koreksi total yaitu
ukuran arteri pulmonalis kanan dan kiri cukup besar, tidak ditemukan hipertensi
pulmonal, ukuran dan fungsi ventrikel kiri baik.

10
Gambar 3. Algoritma Tatalaksana TOF

KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien TOF yang tidak dilakukan total koreksi
berupa cerebrovascular accident, abses serebri, endokarditis infektif, anemia,
thrombosis paru dan perdarahan intracranial. Pada pasien ini, tidak dijumpai adanya
komplikasi.

RINGKASAN
Telah dilaporkan suatu kasus TOF yang disertai dengan gizi buruk dan perawakan
pendek pada seorang anak perempuan berusia 4 bulan. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan klinis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien
selanjutnya diterapi dengan tatalaksana terapi oksigen, IVFD D5% 4 cc/ jam, inj.
Paracetamol 50 mg/8 jam/IV dan Propanolol 2x5 mg.

11
DAFTAR PUSTAKA
1. Bailliard F, Anderson RH. Tetralogy Fallot. Orphanet J Rare Dis. 2009;4:1-19.
2. Madiyono B, Rahayuningsih SE, Sukardi R. Tetralogi Fallot. Dalam:
Madiyono B, Rahayuningsih SE, Sukardi R, penyunting. Penanganan
penyakit jantung pada bayi dan anak. Edisi ke-Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2008. h.25-9.
3. Bhimji S. Tetralogy of Fallot. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/2035949-overview#showall. Diakses
tanggal 19-2-2014.
4. Apitz C, Webb GD, Redington AN. Tetralogy of Fallot. Lancet.
2009;374:1462-71.
5. Murphy JG, Gersh BJ, Mair DD, Fuster V, McGoon MD, Ilstrup DM, dkk.
Long-term outcome in patients undergoing surgical repair of tetralogy of
Fallot. N Engl J Med. 1993;329:594-9.
6. Shinebourne EA, Babu-Narayan SV, Carvalho JS. Tetralogy of Fallot: from
fetus to adult. Heart. 2006;92:1353-9.
7. Moraes Neto FR, Santos CCL, Moraes CFP. Intracardiac correction of
tetralogy of Fallot in the first year of life. Short-term and midium-term results.
Rev Bras Cir Cardiovasc. 2008;23:216-23.
8. Chiu SN, Wang JK, Chen HC, Lin MT, Wu ET, Chen CA, dkk. Long- term
survival and unnatural deaths of patients with repaired tetralogy of Fallot in an
Asian cohort. Circ Cardiovasc Qual Outcomes. 2012;5:120-5.
9. ZeltserI, Jarvik GP, Bernbaum J, Wernovsky G, Nord AS, Gerdes M, dkk.
Genetic factors are important determinants of neurodevelopmental outcome
after repair of tetralogy Fallot. J Thorac Cardiovasc Surg. 2008;135:91-7.
10. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar Neonatalogi.
Jakarta: IDAI; 2008.
11. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of
pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders-Elsevier; 2007.
12. Fox D, Devendra GP, Hart SA, Krasuski RA. When ‘blue babies’ grow up:
What you need to know about tetralogy of Fallot. Cleve Clin J Med.
2010;77(11):821-8

12

S-ar putea să vă placă și