Sunteți pe pagina 1din 35

A.

Latar Belakang

Diere adalah penyebab penting kekurangan gizi, ini


disebabkan karena adanya anoreksia pada penderita diare,
sehingga penderita makan lebih sedikit dari biasanya dan
kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang.
Padahal kebutuhan sari makananya meningkat akibat
adanya infeksi. Setiap episod diare menyebabkan
kekurangan gizi, sehingga bila episode diare
berkepanjangan maka dampaknya terhadap pertumbuhan
dan perkembangan akan terlihat keterlambatan tubuh
kembang pada anak dan bayi.

Diare merupakan penyebab utama angka kesakitan


dan kematian pada anak di negara berkembang, dengan
perkiraan 1,3 milyar episode dan 3,2 juta kematian setiap
tahun pada balita. Secara keseluruhan anak-anak ini
mengalami rata-rata 3,3 epoisode diare pertahun. Pada
daerah yang dnegan angka episode yang tinggi ini, seorang
balita dapat menghabiskan 25 % waktunya dengan diare.
Sekitar 80 % kematian yang berhubungan dengan diare
terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Penyebab utama
kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat
kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Penyebab
kematian lain adalah disentri, kekurangan gizi, dan infeksi
serius seperti pnemoni.

Menurut laporan Departemen Kesehatan, di


Indonesia setiap anak mengalami diare 1,6 sampai 2 kali
setahun. Hasil SKRT (survei kesehatan rumah tangga) di
Indonesia angka kematian diare anak balita dan bayi
pertahun berturut menunjukan angka sebagai berikut ; 6,6
(balita) 22 (bayi) pertahun 1980; 3,7 (balita) dan 13,3
(bayi) pada tahun1985. 2,1 (balita) 7,3 (bayi) pada tahun
1992. 1 balita dan 8 bayi pada tahun 1995. Sementara itu
morbiditas diare tidak menunjukan hal yang sama. Dari
hasil studi morbiditas oleh DEPKES di 8 propinsi pada
tahun 1989,1990,1995 berturut-turut morbiditas diare
menunjukan 78 %, 103 % dan 100 %. Apalagi dengan
terjadinya krisis ekonomi yang melanda negara Asia
dimana Indonesia yang terparah, angka kejadian diare
menunjukan kenaikan. Bahkan gangguan kesehatan
maupun yang terkait dengan diare seperti gangguan gizi
dan ISPA menunjukan hasil yang nyata (DEPKES RI,
1999).

Meskipun pada orang dewasa penyakit diare


baiasanya lebih ringan dari pada pada anak tetapi angka
kejadian yang semakin menurun menujukan angka
kemajuan penanganan diare. Pada saat ini sudah tersedia
pengobatan yang mudah dan efektif yang dapat
menurunkan jumlah kematian karena diare pada sebagian
besar kasus. Sekarang dengan dipakainya upaya
pembentukan KPD (Kegiatan Pendidikan Diare) antara lain
dengan pojok URO (Upaya Rehidrasi Oral) di banyak
rumah sakit dan dilanjutkan dengan pendidikan medik
penberantasan diare kasus diare di bangsal semakin
berkurang secara nyata.

B.PENGERTIAN.

Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil


(1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari
dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare
merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa
lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai
suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi
buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer
atau cair.

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan


jumlah yinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-
200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengan
padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut
WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari
3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya ,
yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).
Beberapa pengertian lain tentang diare sepeerti :
1. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian
kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal
yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 1999).
2. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer
atau cair lebih dari tiga kali sehari.
3. Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari
4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan
konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat
bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997).
Anak usia TODDLER adalah anak usia antara 1 sampai 3
tahun (Donna L. Wong)
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar
yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan
konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa
disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya
proses inflamasi pada lambung atau usus.
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara
berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih
buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair.

C.PENYEBAB

Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil


(1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare
akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen
seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B.
Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus,
comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan
kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan
yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan,
gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan
sebagainya.
b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin
A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya
bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a) malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT),
protein, vitamin dan mineral.
b) Kurang kalori protein.
c) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare
dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
1.Faktorinfeksi
a.Infeksienteral

Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang


meliputi infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus,
polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus,
astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris,
trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba
histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur
(canida albicous).
b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan
makanan seperti otitis media akut (OMA)
tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis
infeksi saluran kemih dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua
(2) tahun.
2. Faktor malabsorsi atau Gangguan metabolik : penyakit
celiac, cystic fibrosis pada pankreas. Malabsorbsi
karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare
yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat
pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau
banyak lemak, sayuran dimasak kutang matang. Alergi
makanan; susu, protein
4. Faktor psikologis: Rasa takut, cemas, Emosional atau
stress
5. Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
6. Obat-obatan; antibiotik,
7. Penyakit usus; colitis ulcerative, crohn disease,
enterocolitis
8. Obstruksi usus

D.PATOFISIOLOGI

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah


yang pertama gangguan osmotik, akibat terdapatnya
makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada
dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan
elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik
akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan
diare pula.

Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya


mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang
selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal
sebagai berikut:

1.Kehilangan air (dehidrasi)


Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih
banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab
terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama
tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda
kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam
laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler
kedalam cairan intraseluler. Cairan, sodium, potasium dan
bikarbonat berpinah dari rongga ektraseluler ke dalam
tinjaa, sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan
elektrolit, dan dapat terjadi asidosis metabolik
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare,
lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita
KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya
gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan
muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg%
pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal
ini disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut
diare atau muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan
pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan
diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock)
hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan
terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan
bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
6. Diare yang terjadi merupakan proses dari ;
Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk
mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahan-bahan
makanan. Ini terjadi pada sindrom malabsorbsi.

E. MANIFESTASI KLINIS DIARE


Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat,
napsu makan berkurang kemudian timbul diare. Tinja
mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin
lama berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu.
Daerah anus dan sekitarnya timbul luka lecet karena sering
defekasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak
diabsorbsi usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan
dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau
akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa penggantian
yang memadai, gejala dehidrasi mulai tampak yaitu: berat
badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-
ubun besar cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan
mulut serta kulit kering.
Bila dehidrasi terus berlanjut dapat terjadi renjatan
hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat,
denyut nadi cepat dan lemah bahkan tidak teraba, tekanan
darah menurun, klien tampak lemah dengan kesadaran
menurun. Karena kekurangan cairan, diuresis berkurang
(oliguria sampai anuria). Bila terjadi asidosis metabolik
klien akan tampak pucat, pernapasan cepat dan dalam
(pernapasan Kussmaul).
F. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau
hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot,
lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi
enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan
muntah, penderita juga mengalami kelaparan.
8. Hipokalsemi
9. Cardiac dysrhythmias akibat hipokalemi dan
hipokalsemi
10. Hiponatremi
11. Syok hipovolemik
12. Asidosis

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam
darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan
analisa gas darah. AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun,
pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3 menurun )
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk
mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium
dan Posfat( Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi,
hipokalemi).
5. Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
6. Kultur tinja : Bakteri, virus, parasit, candida
7. Pemeriksaan elektrolit; BUN, creatinine, dan glukosa
8. Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
9. Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

H. PENTALAKSANAAN
1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan,
jumlah pemberiannya.
b. Jumlah Cairan ; tergantung pada :
1) Defisit ( derajat dehidrasi)
2) Kehilangan sesaat (concurrent less)
3) Rumatan (maintenance).

Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak


diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar
dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat
dihitung dengan cara/rumus:
1. Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma – 1,025
---------------------- x BB x 4 ml
0,001

2. Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
* diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
* diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
* diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB

c. Jadwal / kecepatan cairan


1) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila
berat badanya kurang lebih 13 kg : maka pemberianya
adalah :
i. BB (kg) x 50 cc
ii. BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
2) Terapi standar pada anak dengan diare sedang :
i. + 50 cc/kg/3 jam atau 5 tetes/kg/mnt

1) Cairan per oral


Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan
peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan
glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6
bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6
bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60
mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan
gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap
karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa. Pemberian
cairan dan elektrolit; oral (seperti; pedialyte atau oralit)
atau terapi parenteral. . Pada keadaan diare akut awal yang
ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah
dehidrasi dengan segala akibatnya.
Pada bayi, pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan
dari ASI
2) Cairan parentral
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan
karena tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah
kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium
tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik
(0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik
7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonic. Cairan I :
RL dan NS Cairan II : D5 ¼ salin,nabic. KCL
D5 : RL = 4 : 1 + KCL
D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada
diare usia > 3 bulan.

Cairan Parenteral diberikan pada klien yang mengalami


dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
• 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt
(infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit
(set infus 1 ml=20 tetes).
• 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt
(infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set
infus 1 ml=20 tetes).
• 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15
kg
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25
kg
• 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
• 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1
ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
• 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
• Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250
ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% +
1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6
tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
• Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1
(4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
d. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun
dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
1) Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa
rendah dan lemak tak jenuh
2) Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat
(nasi tim)
3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang
ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa
dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu
sapi dapat diberi elemen atau semi elemental formula.
e. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang
dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa
atau karbohidrat lain. Obat-obatan yang diberikan pada
anak diare adalah:
1) Obat anti sekresi (Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis
minimal 30 mg klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari )
2) Obat spasmolitik (papaverin, ekstrakbelladone)
3) Antibiotik (diberikan bila penyebab infeksi telah
diidentifikasi)
f. Supportif
Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun
2. Keperawatan
a. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2
tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah
golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu
menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang
lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif
mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien
tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
b. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
c. Riwayat Keperawatan/Penyakit Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan
buang air cair berkali-kali baik desertai atau tanpa dengan
muntah, tinja dapat bercampur lendir dan atau darah.
Keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu
makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis
menurun dan gejala penurunan kesadaran. BAB warna
kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir
saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu
pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
d. Riwayat Keperawatan/Penyakit Sebelumnya
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal,
hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi,
pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi
(lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual,
interaksi dan lain-lain. Pernah mengalami diare
sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi
parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga,
lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan
pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota
keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang
penyakit klien dan lain-lain. Ada salah satu keluarga yang
mengalami diare.
f. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti
pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari
dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada
anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan,
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga
kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
h. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
1) Pertumbuhan
a) Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara
1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm)
pertahun.
b) Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2
cm ditahun kedua dan seterusnya.
c) Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham
pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
d) Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
2) Perkembangan
a) Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund
Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai
menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai
kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan
mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal,
bermain).
b) Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari
anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia
peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak
tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan,
berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over
protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak
akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya
perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri
anak.
c) Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan,
bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
• berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2
hitungan (GK)
• Meniru membuat garis lurus (GH)
• Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
• Melepas pakaian sendiri (BM)
i. Pengkajian Fisik/Pemeriksaan Fisik
1) Pengakajian secara umum dilakukan dengan metode
head to too yang meliputi: keadaan umum dan status
kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada,
abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
2) Fokus pengkajian pada anak dengan diare adalah
penemuan tanda-tanda yang mungkin didapatkan yang
meliputi: penurunan BB, denyut nadi cepat dan lemah,
tekanan darah menurun, mata cekung, mukosa bibir dan
mulut kering, kulit kering dengan turgor berkurang. Dapat
ditemukan peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan
peristaltik usus dan adanya luka lecet sekitar anus.
3) Pemeriksaan Fisik
a) pengukuran panjang badan, berat badan menurun,
lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen
membesar,
b) keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu,
kesadaran menurun.
c) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah
menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d) Mata : cekung, kering, sangat cekung
e) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi
abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan
menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus,
minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau
kelihatan bisa minum
f) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt
karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan
lemah, tensi menurun pada diare sedang .
h) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun >
2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin
(waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
i) Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria
(200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum
sakit.
j) Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa
mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan
waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang
ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.

Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko


terjadinya gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi,
resiko komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman,
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses
penyakit.
Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu
dilakukan penataan lingkungan sehingga tidak terjadi
penularan pada klien lain.
a. Data fokus
1) Hidrasi
- Turgor kulit
- Membran mukosa
- Asupan dan haluaran
2) Abdomen
- Nyeri
- Kekauan
- Bising usus
- Muntah-jumlah, frekuensi dan karakteristik
- Feses-jumlah, frekuensi, dan karakteristik
- Kram
- Tenesmus

j. Diagnosa keperawatan dan intrevensi keperawatan


Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap
diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara
maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-
37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak
cowong, UUB tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan
kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini
memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus
membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa
metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB
sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada
kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi :
1. Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca,
BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk
mengetahui faal ginjal (kompensasi).
2. Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan
cepat.
3. Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan
elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses
absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out
put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama
dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria : - Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet
(makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas
atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat
merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak
sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu
makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang
berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah
makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses
pertumbuhan

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan


dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24
jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor,
fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi
tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan
produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 : Resiko gangguan integritas kulit perianal


berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di
rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet,
kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal
dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat
tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat
perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta
alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan
oleh karena kelebaban dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3
jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang
lama sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi .

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan


tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x
24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien
tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan
lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan
perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan
kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan
komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan,
belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan
menunbuhkan rasa aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak

TAMBAHAN

Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan yang


mungkin berhubungan :
Dx.1 Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan
melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual)
Intervensi dan Rasional:
1. Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan
program rehidrasi
Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang
keluar bersama feses.
2. Pantau intake dan output.
Memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk
menetapkan kebutuhan cairan pengganti.
3. Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil
pemeriksaan laboratorium
Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam
basa.
4. Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif.
Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah
penyebab diare diketahui.

Dx.2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d


gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.
Intervensi dan Rasional:
1. Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas
selama fase akut.
Menurunkan kebutuhan metabolik.
2. Pertahankan status NPO (puasa) selama fase akut (sesuai
program terapi) dan segera mulai pemberian makanan per
oral setelah kondisi klien mengizinkan
Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase
akut untuk menurunkan peristaltik sehingga terjadi
kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera mungkin
penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.
3. Bantu pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan
program diet.
Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
4. Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi.
Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan
mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanjut.

Dx.3 Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura


perirektal.
Intervensi dan Rasional:
1. Atur posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan
lutut fleksi.
Menurunkan tegangan permukaan abdomen dan
mengurangi nyeri.
2. Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa
nyaman seperti masase punggung dan kompres hangat
abdomen
Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian
kliendan meningkatkan kemampuan koping.
3. Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan
airsetelah defekasi dan berikan perawatan kulit
Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi.
4. Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau
antikolinergik sesuai indikasi
Analgetik sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik untuk
menurunkan spasme traktus GI dapat diberikan sesuai
indikasi klinis.
5. Kaji keluhan nyeri (skala 1-10), perubahan karakteristik
nyeri, petunjuk verbal dan non verbal
Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk menetapkan
intervensi selanjutnya.

Dx.4 Kecemasan keluarga b/d perubahan status kesehatan


anaknya.
Intervensi dan Rasional:
1. Dorong keluarga klien untuk membicarakan kecemasan
dan berikan umpan balik tentang mekanisme koping yang
tepat.
Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan
alternatif pemecahan masalah.
2. Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum
terjadi pada orang tua klien yang anaknya mengalami
masalah yang sama.
Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa
klien bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah
yang demikian.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap
ramah tamah dan tulus dalam membantu klien.
Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu
peningkatan kecamasan.

Dx.5 Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi,


prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan informasi
terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan
kognitif.
Intervensi dan Rasional:
1. Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran,
termasuk pengetahuan tentang penyakit dan perawatan
anaknya.
Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik
dan mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.
2. Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan
akibatnya terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari aktivitas sehari-hari.
Pemahaman tentang masalah ini penting untuk
meningkatkan partisipasi keluarga klien dan keluarga
dalam proses perawatan klien.
3. Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi
dan cara pemberian serta efek samping yang mungkin
timbul.
Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien
dalam pengobatan.
4. Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah
defekasi.
Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien
terhadap kebutuhan perawatan diri anaknya.

Intervensi Keperawatan yang mungkin berhubungan


dengan diagnosa keperawatan Lain :
1. Meningkatkan hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Kaji status hidrasi,; ubun-ubun, mata, turgor kulit dan
membran mukosa
Kaji pengeluaran urine; gravitasi urine atau berat jenis
urine (1.005-1.020) atau sesuai dengan usia pengeluaran
urine 1-2 ml/kg per jam
Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan
Monitor tanda-tanda vital
Pemeriksaan laboratorium sesuai program; elektrolit, Ht,
pH, dan serum albumin
Pemberian cairan dan elektrolit sesuai protokol (dengan
oralit, dan cairan parenteral bila indikasi)
Pemberian obat anti diare dan antibiotik sesuai program
Anak diistirahatkan
2. Mempertahankan keutuhan kulit
Kaji kerusakan kulit atau iritasi setiap buang air besar
Gunakan kapas lembab dan sabun bayi (atau pH normal)
untuk membersihkan anus setiap baung air besar
Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang
lembab
Ganti popok / kain apabila lembab atau basah
Gunakan obat cream bila perlu untuk perawatan perineal
3. Mengurangi dan mencegah penyebaran infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan yang benar pada orang tua
dan pengunjung
Segera bersihkan dan angkat bekas baung air besar dan
tempatkan pada tempat yang khusus
Gunakan standar pencegahan universal (seperi; gunakan
sarung tangan dan lain-lain)
Tempatkan pada ruangan yang khusus
4. Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang optimum
Timbang berat badan anak setiap hari
Monitor intake dan output (pemasukan dn pengeluaran)
Setelah rehidrasi, berikan minuman oral dengan sering dan
makanan yang sesuai dengan diit dan usia dan atau berat
badan anak
Hindari minuman buah-buahan
Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan
Bagi bayi, ASI tetap diteruskan
Bila bayi tidak toleran dengan ASI berikan formula yang
rendah laktosa
5. Meningkatkan pengetahuan orang tua
Kaji tingkat pemahaman orang tua
Ajarkan tentang prinsip diit dan kontrol diare
Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya cuci tangan
untuk menghindari kontaminasi
Jelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan
Jelaskan pentingnya kebersihan
6. Menurunkan rasa takut/cemas pada anak dan orang tua
Ajarkan pad orang tua untuk mengekspresikan perasaan
rasa takut dan cemas; dengarkan keluhan orang tua dan
bersikap empati, dan sentuhan terapeutik
Gunakan komunikasi terapuetik; kontak mata, sikap tubuh
dan sentuhan
Jelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan pada anak
dan orang tua
Libatkan orang tua dalam perawatan anak
Jelaskan kondisi anak, alasan pegobatan dan perawatan
7. Tingkatkan dan pantau keseimbangan cairan dan
elektrolit
Pantau cairan IV
Kaji asupan dan keluaran
Kaji status hidrasi
Pantau berat badan harian
Pantau kemampuan anak untuk rehidrasi
Melalui mulut
8. Cegah iritabilitas saluran gastro intestinal lebih lanjut
• Kaji kemampuan anak untuk mengkonsumsi melalui
mulut (misalnya: pertama diberi cairan rehidrasi oral,
kemudian meningkat ke makanan biasa yang mudah
dicerna seperti: pisang, nasi, roti atau asi.
• Hindari memberikan susu produk.
• Konsultasikan dengan ahli gizi tentang pemilihan
makanan.
9. Cegah iritasi dan kerusakan kulit
• Ganti popok dengan sering, kaji kondisi kulit setiap saat.
• Basuh perineum dengan sabun ringan dan air dan
paparkan terhadap udara.
• Berikan salep pelumas pada rektum dan perineum (feses
yang bersifat asam akan mengiritasi kulit).
10. Ikuti tindakan pencegahan umum atau enterik untuk
mencegah penularan infeksi (merujuk pada kebijakan dan
prosedur institusi).
11. Penuhi kebutuhan perkembangan anak selama
hospitalisasi.
• Sediakan mainan sesuai usia.
• Masukan rutinitas di rumah selama hospitalisasi.
• Dorong pengungkapan perasaan dengan cara-cara yang
sesuai usia.
12. Berikan dukungan emosional keluarga.
• Dorong untuk mengekspresikan kekhawatirannya.
• Rujuk layanan sosial bila perlu.
• Beri kenyamanan fisik dan psikologis.
13. Rencana pemulangan.
• Ajarkan orang tua dan anak tentang higiene personal dan
lingkungan.
• Kuatkan informasi tentang diet.
• Beri informasi tentang tanda-tanda dehidrasi pada orang
tua.
• Ajarkan orang tua tentang perjanjian pemeriksaan ulang
• Jelaskan penyebab diare
• Ajarkan untuk mengenal komplikasi diare
• Ajarkan untuk mencegah penyakit diare dan penularan;
ajarkan tentang standar pencegahan
• Ajarkan perawatan anak; pemberian makanan dan
minuman (misalnya;oralit)
• Ajarkan mengenal tanda-tanda dehidrasi, ubun-ubun dan
mata cekung, turgor kulit tidak elastis, membran mukosa
kering
• Jelaskan obat-obatan yang diberikan; efek samping dan
kegunaannya
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa,


Jakarta gaya baru
Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan.
Ed 2. EGC. Jakarta
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku
Keperawatan Pediatik, Jakarta, EGC
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada
Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi.
EGC. Jakarta
Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik.
Alih bahasa : Manulang R.F. Jakarta, EGC
Kejang pada anak. www. Pediatik.com / knal.php
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi .
RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta
Soetjiningsih (1998), Tumbuh Kembang Anak, EGC,
Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
I, Ed. Ke-3, BP FKUI, Jakarta.
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

S-ar putea să vă placă și