Sunteți pe pagina 1din 33

BAB I

PENDAHULUAN

Ameloblastoma adalah tumor jinak yang tumbuh pada tulang rahang dan gigi. Tumor
ini dapat tumbuh dari berbagai macam epitel odontogenik yang tersisa di antara jaringan lunak
dan tulang alveolar. Etiologi dari ameloblastoma belum sepenuhnya diketahui. Ameloblastoma
lebih sering melibatkan mandibula dibandingkan maksila, terutama pada regio ramus molar.
Tumor ini menyebabkan pembesaran pada rahang tanpa disertai nyeri dengan pertumbuhan
lambat yang menyebabkan penipisan lapisan kortikal. Resorpsi akar, adanya mobilisasi pada
gigi (gigi goyang) dan parestesia merupakan gejala klinis yang terlihat pada kasus lanjut
ameloblastoma. Secara radiografi, neoplasma ini dapat tampak sebagai massa unikistik,
multikistik atau jenis padat dan periferal.1 Tumor ini tumbuhnya lambat, agresif secara lokal
dan dapat menyebabkan deformitas wajah yang besar. Radiografi menunjukkan radiolusen atau
massa multilocular, dengan perbatasan yang jelas dan dalam banyak kasus, terkait dengan
resorpsi dari akar gigi. Ameloblastoma biasanya didiagnosis pada pasien yang umurnya antara
dekade empat dan dekade lima, kecuali pada kasus tipe unikistik yang biasanya terjadi pada
pasien yang berusia antara 20-30 tahun dengan tidak ada predileksi jenis kelamin. Sekitar 10-
15% tumor ini terjadi berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi.2
Kista dentigerous atau kista folikular adalah kista berupa kantung epitelium yang
berkembang dari organ enamel dan berhubungan dengan mahkota dari gigi yang tidak tumbuh.
Kista ini merupakan kista kedua yang umum ditemukan pada kista odontogenik sekitar 22,3%
setelah kista radikular 53,5%. Penyebab timbulnya kista dentigerous antara lain, gigi impaksi,
gigi yang erupsi tertunda, perkembangan gigi, dan odontoma. Jumlah kasus Kista Dentigerous
cukup banyak sehingga menjadi Kista Odontogenik kedua yang paling banyak terjadi setelah
Kista Radikular.2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS 1 AMELOBLASTOMA

Seorang perernpuan usia 25 tahun datang ke RSHS dengan keluhan pada pipi sebelah
kiri terasa ada benjolan sejak I bulan yang lalu. Benjolan yang pertama dirasan kecil yang
makin lama semakin membesar. Sakit bila diraba atau ditekan, kemudian berobat ke RS
Swasta dan dirujuk ke Bagian Bedah Mulut RSHS utuk dilakukan perawatan selanjutnya.
Pada pemeriksaan klinis didapatkan keadaan umum baik, kesadamn Compos Ventis,
nadi 60x/m, pernafasan 20 x/m, tensi 100/70 mmHg, keadaan lain dalam batas normal.
Status lokalis ekstra orall benjolan pada pipi kiri rahang bawah dengan ukuran 2x1x2 cm.
permukaan Iicin, warna sama dengan jaringan sekitar. pada palpasi benjolan teraba dengan
konsen terasi keras dan nyeri .saat ditekan. Pemerikcran intra oral : pada mukosa bukal
teraba adanya benjolan pada regio 34 sampai 16 dengan vestibulum agak terangkat ukuran
2 x 0,5 x 2 cm permukaan halus.permukaan sama dcngan jeringan sekitarnya, sifat difus,
konsentrasi lunak, fluktuasi negatif. nyeri tekan positif, tidak ada krepitasi. Hasil rosen
panoramik terlihar gambaran radiolusin mirip kista pada regio 34sampai 36.(Gambar 1).
Kernudian didiagnosa sebagai ameloblastoma rahang bawah kiri.
Selelah diagnosa ditetapkan. perawatan yang pertama kali dilakukan adalah enukleasi
dan ekstraksi gigi 14. 15. 36. dan 37. Hasil pemeriksaan histopatologis menunjukkan positif
ameloblastoma tipe unikistik. Kemudian pasien dievaluasi selama 3 bulan sejak enukleasi,
terlihat dari gambaran panoramik batas enukleasi dan adanya jaringan granulasi (gambar2).
Dredging dilakukan pada bulan April dibawah anestesi umum, hasil pemeriksaan
histopatologis menyatakan adanya sel ameloblastoma. Evaluasi 2 bulan setelah dredging
pertama dilakukan pada rontgen panoramik terlihat adanya pembentukan tulang baru
disekitar daerah pengerukkan (Gambar 3). Kemudian dilakukan dredging ke dua pada bulan
Juni dengan anestesi umum. Evaluasi 2 bulan setelah evaluasi pertama dredging pada
rontgen panoramik tampak pembentukan tulang yang mulai meninggi mengisi rongga
pengerukan (Gambar 4)

2
Dredging ke 3 dilakukan pada bulan Agusrus dibawah anestesi umum, pengambilan
histopatologis dilakukan pada beberapa lokasi dredging terdahulu. hasil pemeriksaan
histopatologis tidak ditemukan sel-sel ameloblastoma. Evaluasi klinis dan pemeriksaan,
panoramik setelah dredging ke 3 terlihat adanya pembentukan tulang baru dengan cepat dan
mulai mengisi rongga penggerukan serta bentuk dan fungsi mandibula tidak berubah
(gambar 5) Evaluasi 2 bulan dari dredging ke 3 melalui ronsen panoramik dan klinis terlihat
adanya perumbuhan rulang di rongga pengerukan dan fungsi serta bentuk mandibula tetap
normal dan tidak adanya keluhan dari pendertla (gambal 6) Kernudian pasien dirujuk ke
bagian prostodontia untuk dilakukan pembuatan obturator.

LAPORAN KASUS 2 AMELOBLASTOMA

Penderita laki laki berusia 27 tahun datang di RSGM Prof DR Soedomo pada bulan
juni dengan keluhan terdapat benjolan didalam mulut sebelah kanan, rasa sakit ringan. Pada
pemeriksaan ekstra oral terdapat asimetris wajah sebelah kanan. Kulit wajah normal pada
palpasi tidak sakit (Gambar 1). Pemeriksaan intra oral didapatkan benjolan lesi didaerah
bukal mulai gigi 42 sampai 46. Palpasi sakit ringan, ada fluktuasi mukosa warna kemerahan.
Pada gambar RO Panoramic terlihat radiolusen unikuler dengan batas jelas, serta
melibatkan apeks gigi-gigi 42 dan 43 resorbsi tulang terlihat tidak teratur (Gambar 2)
Dilakukan tindakan aspirasi untuk melihat cairan lesi. Dari hasil pemeriksaan patologi
didapatkan hasil kista residual. Namun penderita mengaku pernah dioperasi tahun 2003.
Dari hasil pemeriksaan patology anatomi tersebut di dapatkan hasil sebagai ameloblastoma
type flexiform dengan kista mandibular (lab PA, RS Padang). Dilakukan biopsy kembali
pada bulan juni dengan hasil ameloblastoma type unikistik folikuler (lab PA, FKU UGM
2011). Kemudian dilakukan tindakan dredging dan pencabutan gigi-gigi 42 dan 43. Biopsy
ulang dilakukan setelah 3 bulan, selama dilakukan dredging dengan hasil jaringan sel sel
radang kronis dan dilakukan RO OPG, namun belum terlihat perbaikan kerusakan tulang.

3
Pada bulan ke 5 setelah dredging dilakukan kembali pemeriksaan histo patologi dengan
hasil radang kronis dan pemeriksaan radiografis dimana telah terlihat perbaikan dan
pertumbuhan tulang yang mengalami kerusakan (Gambar 3)

4
LAPORAN KASUS 1 KISTA DENTIGEROUS
Seorang wanita berusia 55 tahun datang dengan keluhan utama pembengkakan di
daerah posterior kanan rahang bawah sejak satu tahun. Tidak ada keluhan terkait perdarahan,
erupsi, mati rasa, paresthesia atau gigi lepas di wilayah yang sama. Riwayat medis dan gigi
sebelumnya tidak dapat diketahui. Pemeriksaan ekstraoral memperlihatkan pembengkakan 2 x
3 cm di daerah posterior kanan mandibula. Kulit di atasnya tampak normal tanpa bukti
pembukaan sinus atau debit bernanah. Pemeriksaan intraoral menunjukkan pembengkakan
difus dengan ukuran yang sama di daerah 41, 42 & 43. Pasien sebagian edentulous dengan
hanya 13, 31, 32, 33, 34, 35, 41, 42 dan 43 yang hadir. Gigi di daerah pembengkakan, 42 dan
43 telah membusuk, dengan 43 telah menangkap karies. Berdasarkan fitur di atas, kista
radikuler, kista residual, kista dentigerous, odontogenickeratocyst dan unicysticameloblastoma
dianggap di bawah diagnosis sementara.
Tes vitalitas gigi dilakukan dan semua gigi merespon positif. Temuan ini
mengesampingkan kemungkinan kista Radicular di wilayah yang sama. Pemeriksaan
radiografi rinci dilakukan untuk menentukan luasnya lesi. Orthopantomogram mengungkapkan
multilocularradiolucency wellde fi n di kanan tubuh mandibula memanjang dari 41 hingga 47
daerah. Radiolusensi memiliki batas sklerotik dan meluas dari puncak alveolar ke batas bawah
mandibula (Gambar 1). Selain itu, radiografi oklusal menunjukkan ekspansi korteks dan
perforasi bukal di wilayah 46 dan 47 (Gambar 2).

5
Berdasarkan korelasi klinikoradiografik, kista dentigerous, odontogenickeratocyst dan
unicysticameloblastoma dianggap di bawah diagnosa banding. Lesi kistik diekstraksi dengan
pembedahan dibawah anestesi umum dan spesimen bedah dikirim untuk pemeriksaan
histopatologi. Penyembuhan pasca operasi lancar tanpa tanda-tanda kekambuhan.
Pemeriksaan kasar dari spesimen kistik menunjukkan 3 bit bedah berwarna coklat,
perusahaan dalam konsistensi, bit terbesar berukuran 3,5 x 3 cm melekat pada 43 pada
persimpangan cemento-enamel pada aspek distal (Gambar 3).

Pemeriksaan histopatologi mengungkapkan lumen kistik yang dilapisi oleh 2-3 lapis
skuamosa skuamosa berlapis non-keratin yang menunjukkan fluks ke sel kolumnar rendah
menyerupai penurunan epitel enamel (Gambar 4).

6
Daerah-daerah tertentu dari epitel superfisial menunjukkan adanya prosoplasia mukus
(Gambar 5). Dinding cystic menunjukkan jaringan ikat fibrosa longgar, ruang vaskular, sel-sel
inflamasi sesekali, beberapa daerah perdarahan dan celah kolesterol yang melimpah (Gambar
6). Berkaitan dengan temuan klinis dan radiografi, diagnosis kista Dentigerous terkait dengan
kaninus mandibula kanan dibuat.

LAPORAN KASUS 2 KISTA DENTIGEROUS


Seorang pasien laki-laki berusia 13 tahun datang diantar orang tuanya ke Poliklinik Gigi
dan Mulut BLUD RSUD meuraxa Banda Aceh dengan keluhan adanya benjolan di rahang
bawah dan pipi sebelah kanan. Dari anamnesa didaptkan benjolan pertama kali dirasakan 1
tahun yang lalu. Benjolan tersebut dirasakan makin lama makin membesar dan tidak pernah
terasa sakit serta pasien sekarang mersakan adanya rasa kebas disekitar bibir bawah kanan.
Pemeriksaan intraoral di regio 46-48 terlihat massa yang berukuran ± 2 x 2 x 2 cm
dengan konsistensi keras, tidak ada berfluktuasi, terdapat krepitasi, warna sama dengan
jaringan sekitar, permukaan licin dan mengkilat, terlokalisir, palpasi tidak nyeri serta gigi 46-

7
48 belum erupsi. Dilakukan pemeriksaan punksi aspirasi didapatkan cairan berwarna kuning
bening. Pemeriksaan ekstraoral terlihat massa yang berukuran ± 3 x 3 x 1 cm dengan
konsistensi keras, tidak ada berfluktuasi, terdapat krepitasi, warna sama dengan jaringan
sekitar, palpasi tidak nyeri (gambar 1).

Pemeriksaan radiologis dengan panoramik foto didaptkan daerah radiolusen dan


adanya gigi 46, 47, 48, yang impaksi. Radiolusen terlihat berbatas jelas dan tegas, unilokular,
radiolusen perikoronal dan dengan batas sklerotik di sekitar mahkota gigi yang tidak erupsi
(gambar 2)

Pemeriksaan penunjang laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin


(Hb, Ht, leukosit, trombosit), pemeriksaan masa perdarahan dan masa pembekuan darah,
ureum, kreatinin. SGPT, SGOT, natrium dan kalsium serta foto thorak. Semua hasil
pemeriksaan laboratorium dan thorak foto dalam batas normal.

8
BAB III
PEMBAHASAN

Ameloblastoma
2.1. Definisi
Ameloblastoma yang memiliki nama lain adamantinoma merupakan neoplasma
odontogenik yang berasal dari sisa epitel dental lamina. Definisi ameloblastoma (amel, yang
berarti enamel dan blastos, yang berarti kuman) Berdasarkan klasifikasi WHO (1992),
ameloblastoma merupakan tumor jinak yang berasal dari epitel odontogenik. Sedangkan
menurut Vera Dewi Mulia di jurnal sitologi tumor odontogenik, ameloblastoma adalah tumor
jinak odontogenik yang biasanya tumbuh pada tulang rahang.10 Ameloblastoma bersifat
unisentrik, non-fungsional, pertumbuhannya pelan namun berinvasi lokal, dan memiliki tingkat
rekurensi yang tinggi setelah perawatan. Rekurensi dapat terjadi karena ameloblastoma
memiliki sel satelit yang dapat berinvasi.3 Ameloblastomas berasal dari epitel yang terlibat
dengan pembentukan gigi organ enamel, odontogenik terletak dari malassez, mengurangi epitel
enamel dan lapisan kista odontogenik. Ameloblastoma itu sendiri merupakan suatu tumor
jinak, tumbuh lambat namun bersifat agresif lokal dengan manifestasi klinis berupa
pembengkakan pada area rahang dan tidak menimbulkan rasa nyeri, dapat ekspansi ke tulang
kortikal, menyebabkan perforasi pada buccal plates dan menginfiltrasi jaringan lunak.11 Lokasi
tumor tersering adalah pada area mandibula, jarang ditemukan pada maksila, dan apabila
tumbuh pada lokasi ini, maka akan memberikan gambaran prognosis yang lebih buruk akibat
dari infiltrasi yang luas pada tulang trabekula.12 Ameloblastoma (adamantinoma) merupakan
tumor odontogenik yang berasal dari epitel odontogenik/ameloblas. Dapat juga berasal dari
epitel pembatas kista dentigerous, dari sisa lamina gigi (epitel yang akan membentuk crown
gigi) dan enamel, atau dari lapisan basal mukosa mulut.13 Ameloblastoma telah dikategorikan
menjadi tiga bagian, yaitu fibrosis (unicystic), multikistik, dan perifer. Ameloblastoma
multikistik, adalah sebuah varian dari ameloblastoma, pertama kali dijelaskan oleh Robinson
dan Martinez pada tahun 1977. Dilaporkan bahwa ameloblastoma memiliki perilaku biologis
lebih agresif dengan morbiditas devasting dan memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ameloblastoma unicystic klasik. Tumor ini dikenal dengan
kecenderungan kekambuhan local, terutama jika invasi jaringan lunak atau perforasi tulang
kortikal telah terjadi.3

2.2. Etiologi
Etiologi dari ameloblastoma belum sepenuhnya diketahui, kemungkinan berhubungan
dengan abnormalitas pada kontrol gen yang berperan pada perkembangan gigi. Berbagai
literatur menyebut trauma atau lesi sistik, karena ameloblastoma berkembang pada basis dari
folikular atau kista odontogenik lainnya, dimana epitel dari dinding kista mengalami
transformasi menjadi ameloblastik.14

9
Tetapi menurut Price, Sylvia A. (2006) penyebab ameloblastoma terdiri dari :3
1. Sisa sel – sel dari organ enamel, baik itu sisa lamina dental, sisa-sisa epitel Mallasez atau
sisa-sisa pembungkus Hertwig yang terkandung dalam ligamen periondontal gigi yang akan
erupsi.
2. Epitelium dari kista odontogenik terutam kista dentigerous
3. Gangguan perkembangan organ enamel
4. Sel-sel basal dari epitelium permukaan rahang
5. Epitelium Heterotropik pada bagian-bagian lain dari tubuh, khususnya kelenjar pituitary

Gambar 1. Etiologi ameloblastoma

2.3. Klasifikasi
Secara mikroskopis ameloblastoma tersusun atas proliferasi dari sel epitel odontogenik,
terdiri atas 2 tipe sel tumor, yaitu: oval, spindle, dan stellate-shaped cells, dan ameloblast-like
columnar cell, dengan inti hiperkromatik di basal, tersusun palisading pada bagian tepi.6
Ameloblastoma terbagi menjadi 2 tipe, tipe solid dan kistik, tersusun dalam beberapa pola,
yaitu: follicular, plexiform, acanthomatous, papilliferous-keratotic, granular cell, desmoplastic
vascular dan dengan induksi dentin (dentino- ameloblastoma).15,16
Tipe histopatologi yang jarang ditemukan yaitu granular cell 3–5% dan basal cell
sekitar 2%. Secara umum diperkirakan hanya sekitar 20% dari ameloblastoma terjadi di
maksila, namun ameloblastoma pada maksila merupakan suatu tumor yang lebih agresif
dikarenakan struktur dari tulang maksila yang lebih tipis dan mudah pecah, sehingga tumor
mudah menyebar ke struktur jaringan sekitar, termasuk sinus maksilaris, cavum nasi, dan
mata.16

10
❖ Pembagian ameloblastoma secara histologi sebagai berikut:17
• Intraosseous:
- Follicular
- Plexiform
- Acanthomatous
- Multicystic
- Unicystic:
▪ Granular cell
▪ Basal cell
▪ Desmoplastic
• Extraosseous:
- Follicular
- Plexiform
- Basal cell
Dua tipe ameloblastoma yang sering ditemukan adalah follicular dan plexiform.
Karakteristik dari tipe follicular adalah bentukan pulau-pulau yang tersusun dari stellate-like
cells dengan bagian kista di tengahnya. Tipe plexiform tersusun atas 2–3 lapis stellate-like cells
pada bagian perifer, membentuk sarang-sarang yang saling beranastomosis.6 Tingkat rekurensi
dari follicular ameloblastoma lebih tinggi (29,5%) dibandingkan dengan plexiform
ameloblastoma (16,7%) dan acanthomatous ameloblastoma (4,5%).18
❖ Menurut Dentika Dental Journal Ameloblastoma di bagi menjadi :

Gambar 2. Klasifikasi ameloblastoma

11
✓ Tipe solid/ multikistik
Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang terjadi pada
anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada usia 10 sampai 19
tahun. Tumor ini menunjukan angka prevalensi yang sama pada usia dekade ketiga sampai
dekade ketujuh. Tidak ada predileksi jenis kelamin yang signifikan. Sekitar 85% tumor ini
terjadi pada mandibula, paling sering pada daerah molar di sekitar ramus asendens. Sekitar
15% tumor ini terjadi pada maksila biasanya pada regio posterior. Tumor ini biasanya
asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat pemeriksaan radiografis. Gambaran
klinis yang sering muncul adalah pembengkakan atau ekspansi rahang yang tidak terasa sakit.
Jika tidak dirawat, lesi akan tumbuh lambat membentuk massa yang masif. Rasa sakit dan
parastesia jarang terjadi bahkan pada tumor yang besar. Tumor ini muncul dengan berbagai
macam gambaran histologis antara lain variasi dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel
granular. Walaupun terdapat bermacam tipe histologis tapi hal ini tidak memperngaruhi
perawatan maupun prognosis. Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal memiliki
angka kejadian rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor
ini memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis. Ameloblastoma tipe
solid/multikistik ini ditandai dengan angka terjadi rekurensi sampai 50% selama 5 tahun pasca
perawatan. Oleh karena itu, ameloblastoma tipe solid atau multikistik harus dirawat secara
radikal (reseksi dengan margin jaringan normal disekeliling tumor). Pemeriksaan rutin jangka
panjang bahkan seumur hidup diindikasikan untuk tipe ini.
✓ Tipe unikistik
Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor ini
ditemukan pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90% ameloblastoma
unikisik ditemukan pada mandibula pada regio posterior. Ameloblastoma tipe unikistik
umumnya membentuk kista dentigerous secara klinis maupun secara radiografis walaupun
beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi Tipe ini sulit didiagnosa
karena kebanyakan ameloblastoma memiliki komponen kista. Tipe ini umumnya menyerang
bagian posterior mandibula diikuti dengan regio parasimfisis dan anterior maksila. Sebuah
variasi yang disebut sebagai ameloblastoma unikistik pertama sekali disebut pada tahun 1977
oleh Robinson dan Martinez. Mereka melaporkan bahwa tipe unikistik ini kurang agresif dan
menyarankan enukleasi simple sebagai perawatannya. Studi menunjukan secara klinis
enukleasi simple pada ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya menunjukan angka rekurensi
yang tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan demikian enukleasi simple merupakan perawatan yang
tidak sesuai untuk lesi ini dan perawatan yang lebih radikal dengan osteotomi periferal atau
terapi krio dengan cairan nitrogen atau keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.
✓ Tipe periferal/ekstraosseus
Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstraosseus ameloblastoma atau
ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva atau mukosa alveolar. Tipe ini
menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu jaringan ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan
tulang di bawahnya. Periferal ameloblastoma ini umumnya tidak sakit, sessile, kaku,

12
pertumbuhan eksofitik yang biasanya halus atau granular. Tumor ini diyakini mewakili 2 %
sampai 10% dari seluruh kasus ameloblastoma yang didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan
terjadi pada semua rentang umur dari 9 sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa
tumor ini terjadi kebanyakan pada pria daripada wanita dengan perbandingan 1,9 dengan 1
70% dari ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian ramus dari
anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena. Beberapa penulis lebih
suka mengklasifikasikan mereka ke dalam hamartoma daripada neoplasma dan tumor ini
biasnya bersifat jinak, tidak mengalami rekurensi setelah eksisi simpel komplit. Perawatan
yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda dengan perawatan tumor tipe lainnya karena
tumor ini biasanya kecil dan bersifat lokal pada jaringan lunak superfisial. Kebanyakan lesi
berhasil dirawat dengan eksisi lokal dengan mengikutsertakan sebagian kecil dari margin
jaringan yang normal. Margin inferior harus diikutkan periosteoum untuk menyakinkan
penetrasi sel tumor ke tulang tidak terjadi.

2.4. Gambaran histopatologi


Sejumlah pola histologis digambarkan dalam ameloblastoma. Beberapa diantaranya
memperlihatkan tipe histologis tunggal, yang lainnya dapat menunjukkan beberapa pola
histologis didalam lesi yang sama. Yang umum untuk semua tipe ini adalah polarisasi sel-sel
sekitar dibentuk seperti sarang yang berproliferasi kedalam pola yang serupa dengan ameloblas
dari organ enamel. Secara kasar, ameloblas terdiri dari jaringan kaku yang berwarna keabu-
abuan yang memperlihatkan daerah kistik yang mengandung cairan kuning yang bening.1
Amelobalstoma secara dekat menyerupai organ enamel, walaupun kasus-kasus yang
berbeda dapat dibedakan dari kemiripan mereka untuk tahap-tahap odontogenesis yang
berbeda. Karena pola-pola histologis ameloblastoma sangat bervariasi, maka sejumlah tipe
yang berbeda secara umum dijelaskan:5
A. Folikular

Ameloblastoma folikular terdiri dari pulau-pulau epitel dengan dua komponen berbeda.
Bagian sentral dari pulau epitel mengandung suatu jalinan sel-sel yang rumit dan longgar yang
menyerupai stelate retikulum dari organ enamel. Disekeliling sel-sel ini adalah lapisan sel-sel
kolumnar tinggi dan tunggal dengan nukleusnya berpolarisai jauh dari membran dasar.
Degenerasi kistik umumnya terjadi dibagian sentral pulau-pulau epitel, meninggalkan ruang
yang jelas dan dibatasi oleh sel-sel stelate padat. Kelompok sel-sel epitel dipisahkan oleh
sejumlah steoma jaringan fibrosa.2

13
Gambar 3. folikular

B. Pleksiform

Pada ameloblastoma pleksiform, sel-sel tumor yang menyerupai ameloblas tersusun


dalam massa yang tidak teratur atau lebih sering sebagai suatu jaringan dari untaian sel-sel
yang berhubungan. Masing-masing massa atau untaian ini dibatasi oleh lapisan sel-sel
kolumnar dan diantara lapisan ini kemungkinan dijumpai sel-sel yang menyerupai stalate
retikulum. Namun demikian, jaringan yang menyerupai stalate retikulum terlihat kurang
menonjol pada tipe ameloblastoma pleksiform dibanding pada ameloblastoma tipe folikuler
dan ketika dijumpai secara keseluruhan tersusun pada bagian perifer daerah degenerasi kistik.2

Gambar 4. Tipe Pleksiform

C. Akantomatosa

Dalam ameloblastoma akantomatosa, sel-sel yang menempati posisi stalate retikulum


mengalami metaplasia squamous, terkadang dengan pembentukan keratin pada bagian sentral
dari pualu-pulau tumor. Terkadang, epitel pearls atau keratin pearls dapat dijumpai.

14
Gambar 5. Akantomatosa
D. Granular

Pada ameloblastoma sel granular, ada ciri-ciri transformasi sitoplasma, biasanya sel-sel
yang menyerupai stelate retikulum sehingga mengalami bentuk eosinofil, granular yang sangat
kasar. Sel-sel ini sering meluas hingga melibatkan sel-sel kolumnar atau kuboidal periperal.
Penelitian ultra struktural, seperti yang dilakukan Tandler dan Rossi, menunjukkan bahwa
granul-granul sitoplasmik ini menunjukkan lisosomal dengan komponen-komponen sel yang
tidak dapat dikenali. Hartman telah melaporkan serangkaian kasus ameloblastoma sel granular
dan memperkirakan bahwa tipe sel granular ini terlihat menjadi lesi yang agresif dan cenderung
untuk kambuh kecuali dilakukan bedah yang sesuai pada operasi pertama.2

Gambar 6. Tipe granular

E. Basal
Ameloblastoma tipe sel basal ini mirip karsinoma sel basal pada kulit. Sel epithelial
tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya tersusun dalam lembaran-
lembaran, lebih banyak dari tumor jenis lainnya. Tumor ini merupakan tipe yang paling
jarang dijumpai

15
Gambar 7. Tipe basal

2.5. Gambaran radiologi


Berdasarkan klinik radiologi, ameloblastoma dibagi menjadi 3 grup: solid atau
multikistik, unikistik dan periferal. Solid ameloblastoma merupakan lesi yang tersering dan
mempunyai kecendrungan lebih agresif dengan kejadian rekurensi lebih tinggi.
Ameloblastoma unikistik menunjukkan gambaran kista besar dengan lumen, intraluminal atau
proliferasi mural dari sel ameloblastik, bersifat kurang agresif dan rendah tingkat rekurensinya,
kecuali lesi dengan gambaran mural invasi harus diterapi secara agresif.2 Sebelum tindakan
bedah, biasanya diagnosis ameloblastoma ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
radiologis, namun gambaran klinis dan radiologis tersebut bisa memberikan gambaran yang
menyerupai odontogenic cyst dan tumor lain.5,12 Gambaran radiologi menunjukkan lesi yang
ekspansil dengan penipisan kortek pada buccal-lingual plane. Lesi berupa kista multilokular
dengan gambaran soap bubble atau honey comb. Dengan penggunaan foto rontgen yang
konvensional, gambaran ameloblastoma unilokular terlihat mirip dengan gambaran
dentigerous cysts atau odontogenic keratocysts.2
Secara radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran radiolusensi
yang multiokular atau uniokular.6
Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang terpisah oleh septa
tulang yang memperluas membentuk masa tumor.7 Gambaran multiokular ditandai dengan lesi
yang besar dan memberikan gambaran seperti soap bubble. Ukuran lesi yang sebenarnya tidak
dapat ditentukan karena lesi tidak menunjukkan garis batasan yang jelas dengan tulang yang
normal. Resopsi akar jarang terjadi tapi kadang-kadang dapat dilihat pada beberapa lesi yang
tumbuh dengan cepat

Gambar 8. Multiloklar
Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau gambaran yang
patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun keteraturan ini tidak dijumpai pada
waktu operasi. Pada lesi lanjut akan mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang
kortikal dapat dilihat dari gambaran roentgen

16
Gambar 9. Unilokular

2.6. Gambaran klinis


Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang bersifat agresif, sering tumbuh
lambat, asimtomatis dan tidak ada pembengkakan, meskipun kadangkala tumor ini
memberikan gambaran klinis berupa bengkak, maloklusi dental serta rasa nyeri.2 Selain
tumbuh agresif, tumor ini juga mempunyai kecenderungan untuk rekuren. Oleh karena itu
sebagian besar literatur menempatkan ameloblastoma pada tumor yang borderline (low grade
malignant) dibandingkan tumor jinak. Hal tersebut berlawanan dengan klasifikasi World
Health Organization (WHO).9 Rekurensi ameloblastoma biasanya terjadi beberapa dekade
setelah dilakukannya tindakan pembedahan, namun apabila penatalaksanaannya tidak adekuat,
maka kemungkinan bisa mengarah pada suatu keganasan.2
Pembengkakan dengan berbagai ukuran yang bervariasi sehingga dapat meyebabkan
deformitas wajah. Konsestensi bervariasi ada yang keras dan kadang ada bagian yang lunak
Terjadi ekspansi tulang ke arah bukal dan lingual Tumor ini meluas ke segalah arah mendesak
dan merusak tulak sekitarnya Terdapat tanda egg shell cracking atau pingpong ball phonemona
bila massa tumor telah mendesak korteks tulang dan tulangnya menipis, tidak terdapat nyeri
dan parasestesi, hanya pada beberapa penderita dengan benjolan disertai rasa nyeri.
Berkurangnya sensilibitas daerah distribusi n.mentalis kadang-kadang terdapat ulserasi oleh
karena penekanan gigi apabilah tumor sudah mencapai ukuran besar. Gigi geligi pada daerah
tumor berubah letak dan goyang.8

17
Gambar 10. Ameloblastoma

Gambar 11. Ameloblastoma

Gambar 12. Ameloblastoma

18
Gambar 13. Ameloblastoma

Gambar 14. Ameloblastoma

Gambar 15. Ameloblastoma unikistik ct scan

2.7. Diagnosa
a. Pemeriksaan klinis
Pada tahap yang sangat awal, riwayat pasien asimtomatis. Tumor tumbuh secara
perlahan selama bertahun-tahun dan ditemukan pada rontgen foto. Pada tahap berikutnya,
tulang menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang menonjol terasa lunak pada

19
penekanan. Degan pembesarannya, maka tumior tersebut dapat mengekspansi tulang kortikal
yang luas dan memutuskan batasan tulang serta menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi
menyadari adanya pembengkakan, biasanya pada bagian bukal mandibula dan dapat
mengalami perluasan kepermukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada kista
odontogenik. Sisi yang paling sering dikenai adalah sudut mandibula dengan pertumbuhan
yang meluas karamus dan kedalam badan mandibula. Secara ekstra oral dapat terlihat adanya
pembengkakan wajah dan asimetri wajah. Sisi asimetri tergantungpada tulang-tulang yang
terlibat. Perkembangan tumor tidak menimbulkan rasa sakit kecuali ada penekanan pada saraf
atau terjadi komplikasi infeksi sekunder. Ukuran tumor yang bertambah besar dapat
menyebabkan gangguan pengunyahan dan penelanan.
b. Pemeriksaan radiologis
Tampak radiolusen unilokular atau multilokular dengan tepi berbatas tegas. Tumor ini
juga dapat memperlihatkan tepi kortikal yang berlekuk, suatu gambaran multilokular dan
resobsi akar gigi yang berkontak dengan lesi tanpa pergeseran gigi yang parah dibanding pada
kista. Tulang yang terlibat digantikan oleh berbagai daerah radiolusen yang berbatas jelas dan
member lesi suatu bentuk seperti sarang lebah atau gelembung sabun. Kemungkinan juga ada
radiolusen berbatas jelas yang menunjukkan suatu ruang tunggal.
c. Pemeriksaan patologi anatomi
Kandungan tumor ini dapat keras atau lunak, tetapi biasanya ada suatu cairan mucoid
berwarna kopi atau kekuning-kuningan. Kolesterin jarang dijumpai. Secara makroskopis ada
dua tipe yaitu tipe solid (padat) dan tipe kistik. Tipe yang padat terdiri dari massa lunak jaringan
yang berwarna putih keabu-abuan atau abu-abu kekuning-kuningan. Tipe kistik memiliki
lapisan yang lebih tebal seperti jaringan ikat dibanding kista sederhana. Daerah-daerah kistik
biasanya dipisahkan oleh stroma jaringan fibrous tetapi terkadang septum tulang juga dapat
dijumpai. Mikroskopis terdiri atas jaringan tumor dengan sel-sel epitel tersusun seperti pagar
mengelilingi jaringan stroma yang mengandung sel-sel stelate retikulum, sebagian
menunjukkan degenerasi kistik.
2.8. Penatalaksanaan
Ameloblastoma mempunyai reputasi untuk mengalami kekambuhan kembali setelah
dsingkirkan.Hal ini disebabkan sifat lesi tersebut menginvasi secara llokal pada penyingkiran
yang tidak adekuat.
1. Enukleasi
Enukleasi merupakan penyingkiran tumor dengan mengikisnya dari jaringan normal
yang ada disekelilingnya.Lesi unikistik, khususnya yang lebih kecil hanya memerlukan
enukleasi dan seharusnya tidak dirawat secara berlebihan.
2. Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma seharusnya dieksisi daripada enukleasi.eksisi dalam suatu
blok tulang didalam kontunuitas rahang dianjurkan jika ameloblastoma tersebut kecil.Apabila
perlu dikorbankan mandibula yang cukup besar yang terlibat ameloblastoma dan bila tidak
20
menimbulkan perforasi mukosa oral, maka suatu eksisi blok kemungkinan dengan cangkok
tulang segera.
3. Osteotomi Periperal
Osteotomi peripheral merupakan suatu prosedur yang mengeksisi tumor yang komplit
tetapi pada waktu yang sama suatu jarak tulang dipertahankan untuk memelihara kontuinuitas
rahang sehingga kelainan bentuk, kecacatan dan kebutuhan untuk pembedahan kosmetik
sekundser dan resorasi prostetik dapat dihindari. Prosedur tersebut didasari pada observasi
yang mana batas inferior kortikal dari badan horizontal, batas posterior dari ramus asenden dan
kondilus tidak secara keseluruhan di invasi oleh proses tumor. Daerah ini tahan dan kuat karena
terdiri dari tulang kortikal yang padat. Regenerasi tulang akan dimulai dari daerah tersebut
meskipun hanya suatu rim tipis dan tulang yang tersisa.
4. Reseksi Tumor
Reseksi tumor sendiri dari reseksi total dan reseksi segmental termasuk
bemimaksilektomi dan bemimandibulektomi.Apabila ameloblastoma ditemukan pada
pemeriksaan, serta dapat dijumpai adanya perubahan kembali serta aktifitas lesi yang baru
setelah operasi maka pada kasus tersebut harus direseksi.
5. Kauterisasi
Kauterisasi merupakan pengeringan atau elektrokoagulasi lesi, termasuk sejumlah
jaringan normal disekelilingnya.Kauterisasi tidak umum digunakan sebagai bentuk terapi
primer, namun meru[pakan terapi yang lebih efektif dibandind kuretase.
2.9. Prognosis

Prognosis dalam hal pengobatan tumor ini baik jika kita memperhatikan angka kematian,
tetapi jika kemampuan tumor untuk menyerang secara local dan menghancurkan dengan
pertumbuhan yang luas ke dalam jaringan dari wajah dan rahang diperhatikan, maka harus
disimpulkan bahwa itu adalah tumor yang serius dan satu di antara metode pengobatan yang
paling memadai harus dipilih.5
1. Rekurensi kemungkinan dapat timbul karena tidak sempurnanya tindakan operasi, yaitu
: pada jaringan spongiosa, sebaiknya tindakan yang dilakukan harus lebih cepat
dengan reseksi, dan sebaiknya 1 cm jaringan sehat disekitarnya harus turut diambil.
2. Jaringan kortikal sebaiknya direseksi secara terpisah,
3. Mukosa yang melapisi prosesus alveolar, sebaiknya direseksi juga.

Ameloblastoma memiliki tingkat rekurensi yang tinggi setelah terapi,yakni 23% pada
ameloblastoma multikistik dan 14% pada ameloblastoma unikistik. Rekurensi dapat terjadi
karena ameloblastoma memiliki sel satelit yang dapat berinvasi. Ameloblastoma menyebar
dengan membentuk psudopods pada sumsum tulang tanpa resorpsi tulang trabekular yang
nyata.6
Rekurensi juga diketahui dapat terjadi karena beberapa alasan berikut. Pertama, adanya
pulau-pulau kecil dari jaringan neoplastik di tulang cancellous pada margin dari specimen atau

21
implantasi dari sel tumor selama enukelasi. Yang kedua, merupakan konsekuensi dari
rekurensi jaringan lunak.
Sehingga mukosa di sekitarnya juga harus direseksi jika tumor menginvasi alveolus dan
perforasi melalui tulang alveolar. Ketiga, tumor seeding. Ini sebaiknya dipertimbangkan
sebagai penyebab paling penting dari rekurensi ameloblastoma pada graft tulang.
Pengambilan total massa tumor ameloblastoma dengan mengikutsertakan jaringan tulang
yang sehat disekitarnya akan memberikan hasil yang optimal.7
Mengingat pola pertumbuhannya, cenderung meluas melaui marrow space, bila
pengangkatannya tidak adekuat maka tumor ini sering kambuh, sehingga ameloblastoma
memerlukan penatalaksanaan tindakan yang radikal.
Dikatakan sementara tumor membesar sel-sel tumor menyerang dan menyelusup
ke dalam ruang trabekula pada tulang spongiosa, adanya invasi sel-sel tumor ke celah-celah
tulang ini menyebabkan timbulnya istilah locally malignant oleh karena sifat khas inilah,
maka enukleasi, kuret atau tehnik operasi yang lain yang tidak mencakup bagian tulang
periferal yang cukup dalam akan mutlak bersifat rekuren. Invasi sel tumor tidak terjadi pada
tulang kompakta, massa tumor hanya menyebabkan ekspansi dan resorpsi tulang kompakta,
dengan demikian batas makroskopis tumor pada tulang kompakta sama dengan batas
miroskopisnya.9
Mengingat sifat ameloblastoma yang cenderung rekuren walaupun sudah dilakukan enblok
reseksi, kemungkinan rekurensi tetap bisa terjadi (10%). Oleh karena itu penderita
dianjurkan untuk kontrol setiap 3 bulan selama 5 tahun. Bila ditemukan adanya rekurensi
dapat segera dilakukan operasi ulang. Beberapa studi menunjukkan tingkat rekurensi
ameloblastoma adalah 50% -90% paska kuretase dan 15% setelah blok reseksi. Oleh karena
itu para ahli bedah menyatakan bahwa pembuangan ameloblastoma setidaknya 1 cm
lebihnya dari batas tumor pada radiograf. Rekurensi memakan waktu bertahun-tahun setelah
pembedahan pertama sebelum akhirnya bermanifestasi klinis.9
2.10 Diagnosa banding

• Ossifying fibroma ; kista odontogenik ; giant cell tumor granuloma


• Odontogenic myxoma
• Central mucoepidermoid carcinoma

Kista Dentigerous
2.11. Definisi
Kista dentigerous adalah kista yang terbentuk disekitar mahkota gigi yangbelum erupsi.
Kista ini mulai terbentuk bila cairan menumpuk di dalam lapisan- lapisan epitel email
yang tereduksi atau diantara epitel dan mahkota gigi yang belum erupsi.12

Kista dentigerous atau kista folikular adalah kista berupa kantung epitelium yang
berkembang dari organ enamel dan berhubungan dengan mahkota dari gigi yang tidak

22
tumbuh. Kista ini merupakan kista kedua yang umum ditemukan pada kista odontogenik
sekitar 22,3% setelah kista radikular 53,5%. Penyebab timbulnya kista dentigerous antara
lain, gigi impaksi, gigi yang erupsi tertunda, perkembangan gigi, dan odontoma.20
2.12. Etiologi
Kista ini biasanya terjadi pada laki-laki dan pada gigi molar tiga impaksi, caninus rahang
atas, serta premolar dua bawah. Tetapi, kista ini mungkin juga terjadi pada gigi lain yang
masih tertanam. Ini terjadi karena ukuran rahang yang lebih kecil pada wanita serta
tingginya kesadaran untuk melakukan ekstraksi profilaktik pada gigi impaksi. 19
Telah disebutkan bahwa kista dentigerous banyak terjadi pada gigi impaksi. Secara proses
patogenesisnya dimana gigi impaksi memiliki potensi untuk erupsi akan menyebabkan
penyumbatan aliran venous dan mengakibatkan transudasi serum dinding-dinding
kapiler. Hal tersebut akan menyebabkan tekanan hidrostatik yang akan memisahkan
folikel dari mahkota gigi. Umumnya kista terbentuk mengelilingi mahkota dan melekat
pada cemento enamel junction dari gigi. Saat telah terbentuk sempurna, mahkota akan
berprotusi kedalam lumen dan akar-akarnya akan memanjang ke sisi luar kista.21

(Perkembangan kista dentigerous terjadi disekitar CEJ)

Biasanya, kista dentigeous mulai berkembang segera setelah mahkota gigi tumbuh
sempurna, dengan adanya akumulasi carian diantara permukaan enamel dan sekitar
kapsul jaringan lunak dari epiteliumnya. Namun, apabila kista terjadi saat gigi sedang
erupsi, biasanya akan menghalangi proses erupsi atau kista juga memiliki kesempatan
untuk berkembang dan bertambah besar bersamaan dengan tumbuhnya gigi tersebut.21
Menurut penelitian, dalam kebanyakan kasus, kekuatan erupsi gigi lebih besar
daripada tekanan kistanya, sehingga saat mahkota gigi muncul kepermukaan, maka
kista akan hancur. Kejadian tersebut terjadi bila gigi yang tumbuh tidak menemukan
halangan berarti ketika proses erupsinya. Kista yang telah terbentuk tersebut dan
kemudian hancur kemudian dinamakan ‘kista erupsi’.21

2.13. Klasifikasi
Adanya hubungan kista dentigerous dengan mahkota gigi, maka kista ini dibagi
menjadi tiga macam yaitu, bagian sentral, lateral dan sirkumf erensial sesuai dimana kista
tersebut terbentuk dalam hubungannya dengan mahkota gigi.20,21

23
A. Tipe sentral : Kista terletak tepat di mahkota gigi secara simetris. Pada tipe sentral,
kista terjadi sebelum degenerasi organ enamel yang meliputi mahkota gigi. Kista
dentigerous sentral yang mengelilingi keseluruhan mahkota gigi secara berangsur-
angsur akan membesar.

B. Tipe lateral : Kista terletak disebelah mesial atau distal mahkota gigi dan akan
meluas menjauh dari gigi yang hanya disekitar mahkota saja. Kista ini terbentuk
pada bagian email yang menetap setelah bagian atas permukaan oklusal telah
berubah menjadi dental kutikel.

C. Tipe Sirkumferensial : Seluruh email disekitar leher gigi menjadi kista,


menghasilkan gambar yang mirip dengan kista radicular.

24
2.14. Gambaran radiologi
Ukuran normal ruang folikular kurang dari 2,5mm pada radiograf intraoraldan 3mm
pada radiograf panoramik. Maka dar itu, ukuran yang lebih besar dianggap sebagai kista.
Temuan diagnosis yang penting yakni kista dentigerous melekat pada cemento enamel
junction. Beberapa kista dentigerous nampak lain, berkembang dari aspek lateral folikel
sehingga kista malah menempati area di sebelah mahkota, bukan di atas mahkota.23
Kista yang berhubungan dengan molar ketiga maksila sering tumbuh ke dalam
maxilla antrum biasanya ukurannya sudah cukup besar sebelum akhirnya ditemukan.
Kista yang melekat pada mahkota molar tiga mandibular dapat memanjang sampai ke
ramus.23

(Kista yang melibatkan ramus mandibula)

25
(Kista dentigerous yang menyebabkan pergeseran gigi kaninus ke dalam ruang
maxillary antrum serta menggeser insisif lateral dan premolar satu)
Pada tahap awal, tampak pada gambaran radiografi adanya pelebaran didaerah
perikoronal, daerah tersebut mencapai lebar 2,5mm dan merupakan kista dengan lapisan epitel
yang pasti ada pada sekitar 80% kasus.23
2.15 Histopatologi
Pemeriksaan histopatologis tidak dapat membedakan antara kista dentigerous
dengan kista odontogenik lainnya. Kista dentigerous terdiri dari dinding jaringan ikat tipis
dengan lapisan epitel skuamosa berlapis. tidak ditemukan rete peg kecuali pada kista yang
terinfeksi sekunder. Permukaan epitelium umumnya dilapisi lapisan beralur dari jaringan ikat.
Kandungan lumen berupa cairan kuning, tipis, dan terkadang terdapat darah.11
Sediaannya menunjukkan jaringan ikat fibrokolagen yang padat sebagai gambaran
utamanya. Batas luminalnya terdiri dari epitelium skuamosa berlapis non keratin. Pada gigi
yang berkembang tidak wajar, dapat ditemukan email epitelium tereduksi dengan eosinofilik
sitoplasma yang berbentuk kubus atau persegi panjang. Keseluruhan lumen biasanya tidak
dibatasi dengan epitelium, bahkan beberapa bagian tampak hanya dibatasi oleh jaringan
ikat.11

Gambar 10. Kista Dentigerous dilapisi oleh Epitelium tanpa keratinisasi8

26
Gambar 11 . Kista dentigerous dilapisi oleh epithelium squamosum stratifikatum
bersilia8

Gambar 12. Kista dentigerous dengan epithelium enamel antara rongga enamel (E) dan
kista (C)4

Gambar 13. Kista dentigerous yang melekat pada leher gigi/cemento enamel junction.4

27
Gambar 14. Kista Dentigerous yang disertai proses inflamasi.4

Gambar 15. Kista Dentigerous tanpa disertai proses inflamasi.


2.16 Gambaran klinis
Kista dentigerous hamper selalu melibatkan gigi permanen meskipun pada beberapa kasus
ditemukan adanya keterlibatan gigi sulung. Beberapa kasus lainnya berhubungan dengan gigi
supernumerary dan odontoma. Karena berhubungan gigi impaksi maka kemungkinan
terjadinya kista akan bertambah seiring bertambahnya usia.22
Kista dentigerous juga biasanya asimtomatik kecuali bila ukurannya menjadi sangat
besar (10-15cm) atau bila terjadi infeksi sekunder akan terasa sakit. Infeksi sekunder ini sering
terjadi, dapat juga menyebabkan ekspansi rahang. Besarnya kista tersebut juga memungkinkan
terjadinya fraktur patologis. Fraktur patologis dan infeksi ini dapat mempengaruhi sensasi
nervus alveolar inferior dan plexus nervus alveolar superior sehingga menyebabkan
parastesia.22

28
2.17 Diagnosa
Pemeriksaan
Diagnosis Kista Dentigerous ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan tambahan. Beberapa yang dapat ditemui berdasarkan pemeriksaan adalah
sebagai berikut:19
Anamnesis
Kista Dentigerous biasanya tidak menimbulkan gejala, terutama pada kista dengan
ukuran kecil. Bila kista telah mencapai ukuran besar, akan terlihat pembengkakan serta rasa
mengganggu kenyamanan, pembengkakan intra atau ekstra oral maupun keduanya sehingga
menyebabkan wajah yang menjadi asimetris. Kista Dentigerous tanpa infeksi sekunder tidak
menimbulkan rasa nyeri, namun bila disertai infeksi sekunder Kista Dentigerous akan memberi
manifestasi klinis nyeri karena terdapat proses inflamasi.19
Pasien dengan Kista Dentigerous biasanya tidak datang karena kista itu sendiri,
melainkan terkadang pasien datang dengan kasus trauma atau kasus-kasus lain seperti gigi yang
lambat erupsi sehingga mengindikasikan pasien untuk melakukan pemeriksaan radiologi.19
Pemeriksaan Fisik
Dari inspeksi, Kista Dentigerous yang kecil biasanya tidak tampak adanya kelainan
pada rahang, baik pada maksila maupun mandibula. Kista Dentigerous tanpa infeksi sekunder
juga tidak bermanifestasi klinis nyeri pada pemeriksaan palpasi pada kista. Pada pemeriksaan
palpasi kista, dapat ditemukan Pingpong ball phenomenon. Fenomena bola pingpong tersebut
yakni bila dilakukan palpasi pada kista, maka permukaan dinding kista akan ikut tertekan,
namun bila tangan pemeriksa dilepas dari kista, maka kista akan kembali ke bentuk semula,
sama seperti menekan bola pingpong. Fenomena ini terjadi karena terjadi deformitas dan
penipisan korteks tulang yang merupakan dinding dari Kista Dentigerous.19

29
2.18 Penatalaksanaan
Enukleasi kista dan pengangkatan dari gigi yang terkait merupakan pilihan
pengobatan. Enukleasi pada umumnya dilakukan pada kista dentigerous yang terbentuk pada
gigi molar tiga. Pada kasus kista dentigerous pada canina/maksilla cuspid teetht, kista dapat
dikeluarkan dengan teknik marsupialisasi atau eksisi dan pada gigi yang terdorong dapat
direposisi ke posisi yang tepat dengan menggunakan alat ortodontik. 19,30
Pada kasus kista yang mempengaruhi sebagian besar mandibula, maka tindakan yang
dilakukan juga adalah eksterlorization atau marsupialisasi kista sehingga memungkinkan
terjadinya dekompensasi (pengurangan tekanan udara) dan penyusutan pada lesi. Dengan
demikian dapat mengurangi luas bagian yang akan dibedah nantinya. Untuk mendapat akses
ke kistanya, diperlukan pembuatan flap mukoperiosteal yang cukup. Alternatifnya gigi dapat
ditransplantasi ke alveolar ridge atau di ekstraksi lalu kista dienukleasi.19,20
2.19 Prognosis
Pada umumnya prognosis setelah terapi pada kista adalah baik, dengan harapan kerusakan saat
operasi dapat menyembuh dengan sendirinya. Tingkat rekurensi dari kista sangat rendah bila
tindakan pembedahan dilakukan dengan baik.19
2.20 Diagnosa banding
Diferensial diagnosa dari perikoronal radiolusen juga termasuk odontogenic keratosit,
ameloblastoma, dan tumor odontogenik lainnya. Transformasi ameloblastik dari kista
dentigerous juga merupakan bagian dari DD. Tumor odontogenik adenomatoid dapat dijadikan
pertimbangan jika ada radiolusen pada daerah anterior perikoronal, sedangkan ameloblastik
fibroma untuk lesi yang terjadi pada posterior rahang pada pasien usia muda.19

30
BAB III
PENUTUP

Ameloblastoma adalah tumor jinak yang berasal dari gigi. Tumor ini dapat tumbuh dari
berbagai macam epitel odontogenik yang tersisa di antara jaringan lunak dan tulang alveolar.
Robinson menjelaskan neoplasma ini sebagai massa unisentrik, non fungsional dengan
pertumbuhan yang intermiten, jinak secara anatomis dan merupakan neoplasma yang persisten
secara klinis. 2Tumor ini juga sering terjadi pada mandibula empat kali lebih banyak dari
rahang atas, lebih sering terjadi di kawasan molar pertama dan ketiga rahang bawah; namun
juga dapat ditemukan pada sinus maksilaris dan rongga hidung. Karena menghasilkan gejala
yang sangat sedikit, pasien biasanya mencari perawatan bila tumor sudah besar. Radiografi
menunjukkan radiolusen atau massa multilocular, dengan perbatasan yang jelas dan dalam
banyak kasus, terkait dengan resorpsi dari akar gigi. Ameloblastoma biasanya didiagnosis pada
pasien yang umurnya antara dekade empat dan dekade lima, kecuali pada kasus tipe unikistik
yang biasanya terjadi pada pasien yang berusia antara 20-30 tahun dengan tidak ada predileksi
jenis kelamin.2
Kista dentigerous merupakan kista yang berasal dari folikel di sekitar gigi yang belum
erupssi, biasanya terjadi pada usia muda, umumnya melibatkan impaksi molar ketiga maksila
dan mandibula dan maksila serta premolar kedua madibula. Kista dentigerous yang kecil
biasanya asimptomatis dan diketahui melalui pemeriksaan radiografi. Kista ini dapat tumbuh
ukuran yang besar dan kista yang besar dapat dihubungkan dengan ekspansi tulang yang tidak
sakit di daerah yang terkena. Secara radiografi kista dentigerous menunjukkan daerah
radiolusen. Radiolusen biasanya terlihat berbatas jelas dan tegas, unilokular atau multilokular,
radiolusen perikoronal dan dengan batas sklerotik di sekitar mahkota gigi yang tidak erupi.
Tujuan dari perawatan kista dentigerous adalah mengeliminasi kelainan patologi dan
mempertahankan gigi dengan minimal intervensi. Pemilihan jenis perawatan tergantung dari
ukuran dan lokasi dari kisra, umur pasien, gigi yang terlibat, stage of root development, posisi
gigi yang terlibat di dalam rahang dan hubungan dengan gigi yang berdekatan serta keterlibatan
dari struktur vital yang ada. Prognosis dari sebagian kista sangat baik, jarang terjadi rekurensi
setelah pengangkatan kista secara menyeluruh.19,20,22,23

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.UI: Media. 4


2. Cheraskin E, Langley LL. Dynamic of Oral Diagnosis. 1ST ed. Chicago : The Year
Book Publiser Inc. 1956 : 119 – 22. 6
3. Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi. Jakarta: EGC.
4. Harahap S. Gigi Impaksi, Hubungannya dengan Kista dan Ameloblastoma. Dentika
Dental Journal. Vol 6. No 1. FKG USU. Medan, 2001 : 212 – 6. 7
5. Abdulai, A. E. 2011. Treatment of Ameloblastoma of the Jaws in Children.
Ghana Medical Journal. Vol. 44. N0. 4.
6. Belal, M. S., Safar, S. Rajacic, N., Yassin, I. M. Schütz, P. Yassin, S. M.,
&Zohaire, N. 1998. Ameloblastoma of the Mandible Treated by
Hemimandibulectomy with Immediate Autogenous Bone Graft
Reconstruction. Dental News, Volume V, Number I, 1998.
7. Gümgüm, S., & Hosgören, B. 2005.Clinical and Radiologic Behaviour of
Ameloblastoma in 4 Cases. J Can Dent Assoc 2005; 71(7):481–4.
8. Kahairi, A., Ahmad, R. L., Islah, W., & Norra, H. 2008. Management of
Large Mandibular Ameloblastoma - A
Case Report and LiteratureReviews. Archives of Orofacial Sciences
(2008), 3(2): 52-55.
9. Johnson Jonas T et Rosen Clark A. Bailey’s Head & Neck Surgery Otolaryngology .,
fifth edition. Wolters Kluwer.
10. Vera Dewi Mulia. Sitologi tumor odontogenik: ameloblastoma. Cakradonya Dent J
2015; 7(2):807-868
11. Rather GR, Goeswami KC, Khajuria R, Singh K, Mahajan D, Dev G. Fine needle
aspiration cytology of ameloblastoma. JK science 2013; 15(2).
12. Bueno JM, Bueno SM, Romero JP, Atin SB, Redecilla PH, Martin GR. Mandibular
ameloblastoma reconstruction with iliac crest graft and implants. Med Oral Patol Oral
Cir Bucal 2007; 12:73– 75.
13. Nai GA, Grosso RN. Fine-needle aspiration biopsy of ameloblastic carcinoma of the
mandible: A case report. Braz Dent 2011; 22(3):254–257.
14. Peric M, Milicic V, Pajtler M, Marjanovic K, Zubcic V. Potential value and
disadvantages of fine needle aspiration cytology in diagnosis of ameloblastoma. Coll
Antropol 2012; 36(2):147–150
15. Rosai J. Maxilla and Mandible: Ameloblastoma. In: Rosai and Ackerman’s Surgical
Pathology. 9 th ed. USA: Mosby. 2004: 291–293.
16. Afroz N, Qadri S, Shamim N. Granular cell ameloblastoma of maxilla: Masquerading
as pyogenic granuloma. Oral and Maxilofacial Pathology Journal 2015; 6(1);568–571.
17. Mills. The Jaw and Oral Cavity; Ameloblastoma. In: Sternberg’s Diagnostic Surgical
Pathology. 4 th ed. LWW. 2004: 922–924
18. Kishore M, Panat SM, Kishore A, Joshi A. Follicular ameloblastoma: A case report.
IJSS Case Reports and Reviews 2014; 1(1):1–3

32
19. Burket. Oral Medicine diagnosis & treatment 10th edition. BC Decker.Inc.London :
2003. Hal 9 – 20
20. Peterson. Contemporary oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. CV Mosby Company.
1993
21. Regezi, J.A., Sciubba, J.J., Jordan, R.C.K. 2003. Oral Pathology, 4th edition. St.Louis:
Saunders
22. Langlais & Miller., 2014. Atlas Berwarna Lesi Mulut Yang Sering Ditemukan.
Jakarta. EGC.
23. Stafne, Edward C., D.D.S., F.A.A.O.R. 1870. Oral Roentgenographic Diagnosis.
Philadelphia : W. B. Saunders Company

33

S-ar putea să vă placă și