Sunteți pe pagina 1din 292

1

Kata Pengantar

Sistem imun merupakan sistem pertahanan tubuh untuk


melindungi tubuh dari masuknya polutan dan mikroorganisme
penyebab infeksi, misalnya bakteri, virus, dan jamur, dengan cara
mengeluarkannya atau memusnahkannya.
Jika sistem imun tidak berfungsi dengan baik maka sejumlah
gangguan dan penyakit dapat terjadi, yaitu alergi, penyakit-
penyakit autoimun, penyakit imunodefisiensi, misalnya acquired
immune deficiency syndrome (AIDS) dan infeksi. Kelainan sistem
imun dapat juga terjadi akibat reaksi sistem imun yang berlebihan,
yang dapat berupa alergi, asma, anafilaksis atau terjadi penyakit
autoimun.

Penyakit-penyakit kompleks imun (immune complex diseases)


yang menyebabkan rusaknya jaringan atau organ dapat juga terjadi
akibat penyakit autoimun dan penyakit-penyakit infeksi virus,
parasit atau bakteri

Autoimunitas (autoimmunity) merupakan respons imun


terhadap antigen jaringan tubuh sendiri yang disebabkan oleh
hilangnya toleransi akibat terganggunya mekanisme sistem imun
tubuh. Gejala klinis penyakit autoimun sangat bervariasi tergantung
jaringan dan organ yang terserang. Karena itu diperlukan berbagai
pemeriksaan yang tepat untuk mengarahkan dan menetapkan
diagnosis, antara lain pemeriksaan antibodi yang spesifik
(autoantibody), pemeriksan darah atau sumsum tulang,
pemeriksaan electromyogram atau pemeriksaan MRI (magnetic
resonance imaging).
3

AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) suatu penyakit


defisiensi imun yang disebabkan oleh infeksi virus HIV yang
ditularkan melalui hubungan seksual pria dengan pria, hubungan
heteroseksual atau ditularkan melalui penggunaan satu jarum
suntik secara bergantian dan juga bisa ditularkan dari ibu penderita
AIDS kepada bayi yang dikandungnya maupun melalui air susu ibu
merupakan masalah kesehatan global yang sangat besar dan belum
terpecahkan sampai saat ini.

Prevalensi penyakit-penyakit sistem imun sangat bervariasi,


misalnya alergi berkisar antara 9-16%, asma antara 5-6.4%,
penyakit autoimun ( di USA diderita oleh lebih dari 8.5 juta orang),
dan sekitar 2-3.5 juta penderita baru HIV/AIDS dilaporkan setiap
tahunnya di seluruh dunia.

Buku Imunologi berbahasa Indonesia, terutama yang


membahas tentang Penyakit Sistem Imun jarang dipublikasi,
meskipun penderita penyakit ini banyak dirawat di rumah sakit di
Indonesia, misalnya di bagian penyakit kulit, penyakit dalam, paru,
bedah, penyakit anak, kebidanan dan penyakit kandungan, bagian
penyakit mata, THT, dan di puskesmas-puskesmas.

Buku Alergi dan Penyakit Sistem Imun ini merupakan kumpulan


informasi terkini tentang penyakit imunologik dari berbagai
sumber publikasi ilmiah, serta laporan-laporan penelitian
berbagai institusi dan akademisi. Untuk itu penulis sangat
berterima kasih kepada berbagai sumber informasi tersebut,
sehingga buku ini dapat disuguhkan menjadi sumber rujukan
untuk memperkaya khasanah perbendaharaan ilmu kedokteran
dan kesehatan pembacanya. Para dokter, mahasiswa
kedokteran (S1, S2, S3) dan pendidikan dokter spesialis, tenaga
medis dan paramedis yang bertugas di rumah sakit maupun di
4

lapangan, serta mereka yang sedang menggali ilmu di bidang


kesehatan dan keperawatan, dan bidang-bidang yang terkait,
dapat memanfaatkan buku ini untuk melengkapi khasanah
perbendaharaan tentang imunologi dan penyakit sistem imun.
Ilmu kedokteran dan kesehatan berkembang sangat pesat
sehingga informasi-informasi mutakhir tidak mungkin
semuanya dapat tertampung dalam buku ini. Karena itu
masukan dan pendapat dari pembaca untuk menyempurnakan
buku ini tentu sangat penulis harapkan. Untuk itu perkenankan
penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi tingginya.
Wassalam.
Surabaya, September 2012
Penulis,
S.D.T.
5

DAFTAR ISI

Kata pengantar iii


Daftar isi v
Daftar gambar xiv
Daftar tabel xvii

PENDAHULUAN 1
SISTEM IMUN 1
ANTIBODI 3
LIMFOSIT 8
GANGGUAN SISTEM IMUN 9
PENYAKIT IMUNOLOGIK 10

1. PENYAKIT ALERGI 14
Reaksi Alergi dan Alergen 14
Alergen Udara 15
Gejala Alergi 17
Diagnosis Alergi 18
Pengobatan dan Pencegahan Alergi 19

2. PENYAKIT AUTOIMUN 20
Faktor-faktor Autoimun 20
Pembagian Penyakit Autoimun 22
Gejala Klinis dan Diagnosis Penyakit Autoimun 23
Pengobatan Penyakit Autoimun 23
Pencegahan Penyakit Autoimun 24

3. PENYAKIT ADDISON 25

4. A.I.D.S 30

5. ALOPECIA AERATA 33

6. AMYOTROPHIC LATERAL SCLEROSIS 36


6

7. ANEMIA PERNISIOSA 39

8. ANKYLOSING SPONDYLITIS 45
10. ASTHMA 49
11. AUTOIMMUNE HEPATITIS 54

12. AUTOIMMUNE LYMPHOPROLIFERATIVE SYNDROME (A.L.P.S) 57


13.BEHCET DISEASE 61

14.CELIAC DISEASE 63

15.CHRONIC FATIGUE SYNDROME 67

16.CONTACT DERMATITIS 71

17.CROHN’S DISEASE 74

18.DERMATITIS ATOPIK 78

19.DERMATITIS HERPETIFORMIS 83

20.DERMATOMIOSITIS 86

21.DIABETES TIPE 1 89

22.ERYTHEMA MULTIFORME 91

23.FIBROMIALGIA 96

24.GIANT CELL ARTERITIS 100

25.GOODPASTURE’S SYNDROME 103

26.GOUT (PIRAI) 107

27.GRAVE’S DISEASE 111

28.GUILLAIN-BARRE SYNDROME 114

29.HASHIMOTO’S DISEASE 115

30.HODGKIN’S DISEASE 119

31.INFLAMATORY MYOPATHIES 122

32.JUVENILE RHEUMATOID ARTHRITIS 129

33.KAWASAKI DISEASE 133

34.LICHEN PLANUS 136


7

35.MASTOCYTOSIS 139

36.MULTIPLE SCLEROSIS 142

37.MYASTHENIA GRAVIS 145

38.PEMPHIGUS 149

39.PHOTODERMATITIS 154

40.POLYMYALGIA RHEUMATICA 157

41.POLYMYOSITIS 159

42.PRIMARY BILIARY CIRRHOSIS 162

43.PRIMARY SCLEROSING CHOLANGITIS 164

44.PSORIASIS 167

45.RHEUMATOID ARTHRITIS 172

46.ROSACEA 176

47.SARCOIDOSIS 179

48.SCLERODERMA 183

49.SJOGREN’S SYNDROME 187

50.SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS 190

51.ULCERATIVE COLITIS 194

52.URTICARIA PIGMENTOSA 198

53.VASCULITIS 200

54.VITILIGO 204

55.WARTS 209

56.WEGENER’S GRANULOMATOSIS 212

DAFTAR PUSTAKA 215


GLOSARIUM 226
8

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan Sistem Imun 2

2. Organ dan jaringan Sistem Imun 3

3. Struktur Antibodi 4

4. Struktur berbagai kelas Imunoglobulin 6

5. Mekanisme pembentukan limfosit 8

6. Kelenjar adrenal 26

7. HIV/AIDS Global, 1990-2007 30

8. Alopecia aerata 34

9. Gambaran MRI otak penderita ALS 37

10. Anemia pernisiosa 42

11. Bentuk tulang belakang pada Ankylosing spondylitis 46

12. House dust mites 50

13. Autoimmune hepatitis 56

14. ALPS, gambaran peningkatan jumlah leukosit 57

15. Penyakit Behcet 61

16. Kerusakan usus pada celiac disease 65

17. Contact dermatitis 72

18. Crohn’s disease pada usus 75


9

19. Atopic dermatitis 79

20. Dermatitis herpetiformis 84

21. Dermatomiositis 87

22. Erythema multiforme 93

23. Siklus Fibromialgia 96

24. Tender points pada fibromialgia 98

25. Giant cell arteritis 101

26. Gout pada jari tangan 108

27. Penyakit Grave 112

28. Reed-Sternberg cells pada penyakit Hodgkin 119

29. Inflammatory myopathy 123

30. Penyakit Kawasaki 133

31. Lichen planus 137

32. Mastocytosis 140

33. Sebaran global Multiple Sclerosis 141

34. Myasthenia gravis 147

35. Pemphigus vulgaris 151

36. Photodermatitis 155

37. Polimiositis 160

38. Primary sclerosing cholangitis 164

39. Psoriasis berbentuk sisik pada kulit 168

40. Rheumatoid arthritis 174

41. Rosacea 177

42. Lupus pernio 180

43. Skleroderma 184

44. Kelainan mata pada sindrom Sjogren 189


10

45. Penderita Lupus 192

46. Perbedaan lokasi kerusakan usus pada penyakit


Crohn dan ulserasi kolitis 195
47. Urticaria pigmentosa 199
48. Vasculitis 201
49. Vitiligo 205
50. Plantar warts 210

DAFTAR TABEL

1. Sifat biologis dan fungsi imunoglobulin 7


2. Contoh Penyakit Autoimun dan jaringan targetnya 23
3. Kelompok Limfoma Hodgkin berdasar gejala klinis 120
4. Gejala Klinis khas Inflammatory Myopathy 126
5. Kelompok Juvenile Rheumatoid Arthritis 132
11

1
PENDAHULUAN

Sistem imun berperan dalam mempertahankan tubuh terhadap


masuknya mikroorganisme penyebab infeksi, misalnya bakteri,
virus, dan jamur, dengan cara mengeluarkannya atau
memusnahkannya. Sistem imun merupakan sistem pertahanan
tubuh yang kompleks, meliputi kerjasama antara berbagai jenis sel
dan jaringan tubuh, untuk melindungi tubuh dari infeksi.
Untuk mempertahankan diri dari serangan infeksi, sistem imun
membentuk dua garis pertahanan, yaitu sistem imun nonspesifik
(Innate Immune System) yang merupakan garis pertahanan tubuh
Pertama dan sistem imun spesifik (Adaptive Immune System) yang
merupakan garis pertahanan tubuh Kedua. Baik Sistem Imun
Spesifik maupun Sistem Imun Nonspesifik membentuk komponen-
komponen seluler dan komponen humoral.
Organ-organ yang termasuk dalam sistem imun disebut organ
limfoid, yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan
12

pelepasan limfosit. Pembuluh darah dan pembuluh limfe


merupakan bagian penting dari organ limfoid, karena mereka
berperan sebagai pembawa limfosit dari dan ke berbagai bagian
tubuh. Setiap organ limfoid turut berperan dalam memproduksi dan
mengaktifkan limfosit.

Gambar 1. Bagan Sistem Imun

Termasuk dalam organ limfoid adalah:

 Adenoid (dua kelenjar yang terdapat di belakang saluran


rongga hidung
 Pembuluh darah (arteri, vena, kapiler-kapiler)
 Sumsum tulang
 Kelenjar limfe (organ kecil berbentuk seperti kacang yang
terletak di berbagai bagian tubuh dan saling dihubungkan oleh
saluran limfe. Saluran limfe yang merupakan jaringan
tersebar di semua bagian tubuh, membawa limfosit ke organ-
organ limfoid dan aliran darah.
 Peyer’s patches, merupakan jaringan limfoid yang terdapat di
usus halus
13

 Limpa, organ sebesar kepalan tangan yang terdapat di dalam


rongga perut
 Timus , organ limfoid yang mempunyai dua lobus terletak di
depan trakea, di belakang tulang dada
 Tonsil, dua organ berbentuk lonjong terdapat di belakang
kerongkongan.
 Limfosit. Limfosit adalah sel darah putih yang berperan
memerangi infeksi, sehingga penting dalam sistem imun.

Gambar 2. Organ dan jaringan Sistem Imun

ANTIBODI

Struktur
Andibodi adalah protein yang merupakan bagian dari sistem
imun yang disebut imunoglobulin. Setiap antibodi terdiri atas empat
polipeptida, yaitu dua rantai berat (heavy chain) dan dua rantai
14

ringan (light chain), yang terangkai menjadi molekul berbentuk


huruf ”Y”.

Gambar 3 . Struktur Antibodi


(Sumber: Arizona University)

Rantai berat bersifat spesifik bagi setiap kelas imunoglobulin,


karena mengandung rangkaian asam amino yang spesifik tipenya.
Terdapat lima tipe rantai berat, yaitu tipe alpha (α), gama (γ), delta
(δ), myu (μ) dan epsilon (ε) yang membentuk imunoglobulin
menjadi 5 kelas, yaitu imunoglobulin A (IgA), imunoglobulin G
(IgG), Imunoglobulin D (IgD), imunoglobulin M (IgM) dan
imunoglobulin E (IgE). Semua individu memiliki semua jenis
imunoglobulin tersebut dengan konsentrasi yang berbeda-beda.
Setiap molekul imunoglobulin hanya mempunyai satu tipe rantai
berat.
Rantai ringan terdiri dari dua tipe utama, yaitu kapa (κ) dan
lambda (λ). Setiap jenis imunoglobulin mempunyai kedua tipe
15

rantai ringan, dengan masing-masing molekul imunoglobulin


mempunyai dua rantai ringan yang sama tipenya.

IgG
Di dalam serum manusia normal, 70% imunoglobulin adalah
IgG, yang merupakan bentuk antibodi yang dapat diwariskan secara
transplasental dari ibu ke janin yang dikandungnya. IgG juga dapat
dijumpai di dalam air susu ibu (colostrum) sehingga dapat
memberikan perlindungan pada bayi yang baru dilahirkan. Berdasar
atas perbedaan sifat antigeniknya, IgG dibagi menjadi 4 subkelas,
yaitu IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4. Semua subkelas IgG yang
terdapat sebagai unit monomerik ini terdapat pada serum normal
setiap individu manusia.

IgM
IgM merupakan makroglobulin (macroglobulin), mempunyai
ukuran sedikitnya 5 kali ukuran IgG karena setiap molekulnya
mempunyai 5 unit monomer. IgM merupakan antibodi yang
pertama kali terbentuk jika terjadi induksi oleh antigen. Antibodi ini
tidak dapat melintasi plasenta sehingga tidak dapat diwariskan dari
ibu ke janin yang dikandungnya.
Karena mempunyai 5 monomer, IgM dapat mengikat antigen
pada lebih dari satu situs pengikatan antigen dan dapat bereaksi
secara efektif dengan virus atau bakteri.

IgA
Imunoglobulin ini terdapat baik di dalam serum maupun
secara eksternal di dalam cairan ekskresi tubuh, misalnya saliva,
sperma, air seni dan kolostrum. IgA juga dapat dijumpai di dalam
selaput lendir paru-paru dan saluran pencernaan (usus). Di dalam
serum, IgA terdapat sebagai monomer dan polimer
16

Karena terdapat di dalam berbagai cairan ekskresi tubuh, IgA


merupakan salah satu alat pertahanan tubuh penting terhadap virus
dan bakteri.

IgD
Anti bodi edar (circulating antibody) ini di dalam serum
manusia normal hanya merupakan 1% dari imunoglobulin total
tetapi pada penderita multiple myeloma, IgD dapat dijumpai dalam
jumlah sangat tinggi.

IgE
Meskipun kadar IgE di dalam serum sangat rendah,
imunoglobulin ini penting secara klinis karena jika berikatan dengan
antigen akan menimbulkan reaksi alergi akibat dibebaskannya
mediator kimiawi seperti histamin dan serotonin.
17

Gambar 4. Struktur berbagai kelas Imunoglobulin


(Sumber: http://www.karstenfaehnrich.de/Immunosensors/ )

Berdasar sifat biologis (berat molekul, tempat imunoglobulin


tersebut dijumpai dan kemampuannya menembus plasenta) dan
fungsi masing-masing imunoglobulin dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:

Tabel 1. Sifat biologis dan fungsi Imunoglobulin

Imuno- Berat Tempat Transfer Fungsi


globulin molekul dijumpai trans-
plasenta
IgG 150.000 Sekresi tubuh Ya -Pertahanan diri
internal terhadap infeksi
terutama sampai bebera
ekstravaskular pa minggu sesu
dah kelahiran.
-menetralkan
toksin bakteri
18

-meningkatkan
fagositosis
terhadap
mikroorganisme.
IgM 900.000 Darah Tidak -sarana sitolitik
dan aglutinasi
-pertahanan diri
pertama
terhadap
bakteremia
IgA 160.000 Serum, Tidak -melindungi
(serum) sekresi tubuh permukaan
370.000 eksternal mukosa.
(sekresi)
IgD 180.000 Serum, Tidak -mengatur
Permukaan sintesis
limfosit bayi imunoglobulin
baru lahir lain.
IgE 185.000 Serum Tidak -Memerangi
infeksi parasit
-menyebabkan
alergi

LIMFOSIT

Limfosit adalah sel darah putih yang berperan memerangi


infeksi.

Pembentukan limfosit
Semua jenis sel darah, termasuk sel-sel imun misalnya
limfosit, dibentuk di dalam sumsum tulang. Sebagian sel akan
menjadi bagian dari kelompok limfosit, sedang sebagian yang lain
akan menjadi tipe lain sel imun yang disebut fagosit.
Sesudah limfosit terbentuk, sebagian akan menjadi sel B di dalam
sumsum tulang, sedang sebagian limfosit akan berkembang
menjadi sel T di dalam timus. Sel B dan sel T merupakan
kelompok besar limfosit yang berperan mengenali dan menyerang
19

mikroorganisme penyebab infeksi. Sesudah matang, sebagian


limfosit menetap di dalam organ limfoid, sedangkan limfosit lainnya
akan berada di dalam darah dan limfe dan beredar ke seluruh
bagian tubuh.

Gambar 5. Mekanisme pembentukan Limfosit

Peran limfosit dalam memerangi infeksi


Dalam memerangi infeksi, sel B memproduksi antibodi yang
spesifik terhadap mikroorganisme, sedangkan sel T membunuh sel
tubuh mikroorganisme yang ditangkapnya. Sel T juga melepaskan
bahan kimia yang disebut sitokin (cytokines).
Tipe lain dari sel darah putih, misalnya fagosit yang menelan sel
asing, dan natural killer cells (sel NK) yang merupakan sel
sitotoksik, secara aktif menghancurkan mikroorganisme penyebab
infeksi.

GANGGUAN SISTEM IMUN

Jika sistem imun tidak berfungsi dengan baik maka sejumlah


gangguan dan penyakit dapat terjadi, yaitu :
20

 Alergi dan hipersensitif terhadap bahan-bahan tertentu.


 Penolakan terhadap transplantasi jaringan dan organ.
 Penyakit-penyakit autoimun, misalnya diabetes juvenil,
arthritis rematoid, dan anemia.
 Penyakit imunodefisiensi, misalnya acquired immune
deficiency syndrome (AIDS) dan severe combined
immunodeficiency (SCID).
 Penyakit infeksi. Penyakit infeksi adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus, bakteri, parasit atau jamur (fungi).

Penyakit-penyakit infeksi yang dapat ditularkan melalui berbagai


jalan yaitu:

 Sexual transmission, penularan melalui kontak seksual


termasuk persetubuhan.
 Airborne transmission, penularan melalui udara akibat
menghirup kuman-kuman yang dibatukkan atau disebarkan
melalui bersin penderita.
 Blood-borne transmission, penularan infeksi melalui darah
yang infektif, misalnya karena penggunaan jarum suntik
bersama.
 Direct contact transmission, penularan infeksi melalui
sentuhan langsung dengan badan penderita.
 Insect-borne transmission, penularan infeksi melalui
serangga, misalnya nyamuk yang sesudah menghisap darah
penderita, menggigit orang sehat.
 Food-borne transmission, penularan penyakit yang terjadi
melalui makanan yang tercemar.
 Water-borne transmission, penularan yang terjadi melalui
kontak dengan air yang tercemar.
21

Di negara-negara berkembang, penularan infeksi terutama


terjadi melalui kontak seksual, penularan melalui udara, melalui
darah, dan penularan yang terjadi melalui kontak langsung.

Penggunaan antibiotika terhadap infeksi. Antibiotika dapat


digunakan untuk memberantas infeksi bakteri, tetapi tidak efektif
untuk memberantas penyakit yang disebabkan oleh virus.
Penggunaan antibiotika yang berlebihan atau dengan dosis dan cara
yang tidak tepat dapat memicu terjadinya bakteri yang resisten
terhadap obat.

PENYAKIT IMMUNOLOGIK

Immunological Diseases (penyakit imunologik) atau penyakit


sistem imun ditimbulkan oleh adanya gangguan sistem imun.
Terdapat empat kelompok penyakit imunologik, yaitu penyakit-
penyakit alergi, penyakit-penyakit autoimun, penyakit kompleks
imun (immune complex diseases) dan imunodefisiensi.

Penyakit Alergi
Penyakit alergi umumnya terjadi jika sistem imun salah dalam
merespon paparan suatu bahan yang dalam keadaan normal
sebenarnya tidak berbahaya, misalnya tepungsari (pollen) rumput
atau debu rumah, dengan mengadakan reaksi berlebihan untuk
menyingkirkan bahan yang diduga merupakan benda asing.

Autoimmune Diseases
Jika mekanisme pengenal sistem imun terganggu fungsinya,
maka tubuh akan membentuk sel T (T cells) dan antibodi-antibodi
yang bereaksi terhadap sel dan jaringan organ tubuhnya sendiri
(autoantibodies). Kesalahan sel T dalam mendeteksi dan
menyerang sel dan jaringan tubuhnya sendiri serta adanya
22

autoantibodi dapat menyebabkan terjadinya berbagai macam


penyakit. Misalnya sel T yang menyerang sel pankreas
menyebabkan terjadinya diabetes, sedangkan autoantibodi yang
disebut rheumatoid factor memicu terjadinya rheumatoid arthritis.
Pada penderita systemic lupus erythematosus (SLE) dapat dijumpai
berbagai macam antibodi terhadap berbagai jenis sel atau
komponen sel tubuhnya sendiri.
Penyebab timbulnya penyakit autoimun belum dapat
dijelaskan, tetapi tampaknya banyak faktor yang dapat
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari
lingkungan, misalnya virus, obat-obatan, dan sinar matahari, yang
dapat menimbulkan kerusakan atau perubahan pada sel tubuh yang
normal. Berbagai jenis hormon diduga juga berperan, mengingat
sebagian besar penyakit autoimun jauh lebih banyak diderita oleh
perempuan dibanding laki-laki. Faktor keturunan ( heriditer) diduga
juga mempengaruhi terjadinya penyakit autoimun.

Immune Complex Diseases


Immune complex adalah ikatan yang terbentuk antara
antigen dan antibodi. Dalam keadaan normal, kompleks imun ini
akan segera dikeluarkan dari aliran darah. Kadang-kadang akibat
terus beredarnya kompleks imun ini di dalam darah, akan
menyebabkan kompleks imun terperangkap di dalam jaringan
ginjal, paru-paru, kulit, sendi, atau pembuluh darah. Pada jaringan-
jaringan tersebut akan terjadi reaksi dengan komplemen yang
menyebabkan terjadinya keradangan (inflammation) dan kerusakan
jaringan.
Kompleks imun menjadi penyebab terjadinya kerusakan dan
gangguan pada berbagai macam penyakit, termasuk pada
penyakit malaria, hepatitis viral, dan penyakit-penyakit autoimun.
23

Immunodeficiency Disorders
Jika sistem imun kehilangan salah satu atau lebih
komponennya, akan menyebabkan terjadinya gangguan sistem
imun, yaitu imunodefisiensi. Gangguan imunodefisiensi dapat terjadi
karena faktor keturunan, akibat infeksi, maupun karena
penggunaan obat-obatan tertentu, misalnya untuk mengobati
kanker atau pada transplantasi jaringan.
Defisiensi imun yang bersifat sementara dapat terjadi pada
infeksi virus, misalnya influenza, infectious mononucleosus, dan
campak (measles). Sistem imun juga dapat menurun pada
penderita yang mendapatkan transfusi darah, orang-orang yang
menjalani pembedahan, penderita malnutrition, perokok berat , dan
akibat tekanan jiwa (stress).
Anak-anak juga dapat dilahirkan dalam keadaan terganggu
fungsi sistem imun tubuhnya. Sebagian diantaranya mengalami
gangguan pada sistem sel B sehingga tidak dapat membentuk
antibodi. Pada anak yang timusnya tidak terbentuk atau tumbuh
tidak normal, akan mengalami gangguan pada pembentukan sel T.
Meskipun jarang terjadi, sebagian anak dilahirkan dalam keadaan
terganggu semua sistem imun pertahanan tubuhnya. Keadaan ini
dikenal sebagai Severe Combined Immunodeficiency Disease atau
SCID.
AIDS adalah gangguan imunodefisiensi yang disebabkan oleh
virus HIV yang dapat hidup lama di dalam sel-sel imun dan
menginfeksinya, yang kemudian merusak dan melumpuhkan sel-
sel T. Akibat terganggunya sistem pertahanan tubuhnya, penderita
AIDS mudah terserang berbagai macam infeksi yang mematikan
maupun menderita berbagai jenis kanker yang jarang dijumpai.
24

2
PENYAKIT ALERGI

Alergi adalah reaksi sistem imun tubuh yang bersifat spesifik


terhadap rangsangan suatu bahan yang pada orang lain biasanya
tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh. Bahan ini disebut sebagai
alergen.
Dalam keadaan normal, sistem imun berfungsi sebagai sistem
pertahanan tubuh terhadap masuknya benda dan organisme asing
misalnya bakteri atau virus. Seringkali reaksi alergi terjadi akibat
respon imun yang salah menanggapi adanya sinyal palsu. Jika
seorang penderita alergi mengalami kontak atau paparan dengan
25

suatu allergen, maka sistem imun tubuhnya akan mengenali


allergen tersebut sebagai benda asing dan segera berupaya
mengatasinya.

Reaksi Alergi dan Alergen


Sistem imun tubuh segera membentuk sejumlah besar
antibodi yang disebut immunoglobulin E, atau IgE. Pada alergi
terhadap tepungsari bunga (pollen), setiap jenis antibodi hanya
bereaksi terhadap satu jenis tepungsari tertentu saja. Misalnya
antibodi tertentu yang bereaksi terhadap tepungsari bunga oak
tidak bereaksi terhadap tepungsari bunga ragweed. Molekul IgE
mempunyai sifat khusus, karena IgE merupakan satu-satunya
antibodi yang mampu melekat erat pada badan mast cell, yang
adalah sel jaringan (tissue cells) dan basofil yang merupakan sel
darah.
Jika allergen bertemu IgE yang spesifik terhadapnya, ia akan
melekatkan diri dengan erat pada antibodi tersebut mirip anak
kunci yang berada dalam lubang kuncinya. Pelekatan ini akan
merangsang sel tempat IgE melekat untuk melepaskan atau
membentuk zat kimia misalnya histamin, yang memicu terjadinya
proses inflamasi atau keradangan. Zat-zat kimia tersebut dapat
terbentuk di berbagai bagian tubuh, misalnya pada sistem
pernapasan, dan menimbulkan gejala-gejala alergi.
Yang termasuk dalam kelompok alergen adalah :
1. Alergen udara
 Tepungsari bunga (pollen)
 Tungau debu rumah (house dust mites)
 Spora jamur
2. Makanan tertentu
3. Karet lateks
26

Alergen Udara (Airborne Allergens)


Banyak jenis alergen yang bertebaran di udara, sehingga
sering menimbulkan masalah kesehatan bagi penderita alergi di
seluruh dunia. Gejala gangguan pernapasan pada penderita asma
umumnya disebabkan oleh allergen-alergen yang terdapat di udara,
antara lain tepungsari, spora jamur, tungau debu rumah, dan
protein hewani.

Tepungsari (pollens). Tepungsari adalah butiran-butiran


halus yang diproduksi oleh tanaman untuk berkembang biak.
Berbagai jenis tanaman dan ilalang merupakan sumber tepungsari
yang bersifat alergen. Alergi terhadap tepungsari sering dikenal
sebagai hay fever. Alergi terhadap tepungsari memicu terbentuknya
antibodi yang spesifik, yaitu IgE. Masing-masing IgE hanya akan
bereaksi terhadap satu jenis bahan saja, misalnya hanya terhadap
tepungsari bunga rumput, tidak bereaksi terhadap tepungsari bunga
oak.

Tungau Debu Rumah ( House Dust Mites). Tungau debu


rumah adalah organisme yang sangat kecil, yang hidup menempel
pada debu di dalam rumah, maupun di berbagai tempat kerja. Debu
rumah dan juga debu yang menempel di alat-alat rumah tangga
kerap mengandung tungau debu rumah yang menjadi penyebab
utama terjadinya rhinitis alergi yang berkepanjangan ( perennial
allergic rhinitis).

Spora jamur (mold). Mold adalah salah satu jenis jamur.


Spora jamur yang merupakan alat kembang biak mempunyai
bentuk, ukuran dan warna yang bermacam-macam. Spora seperti
halnya tepungsari, sering dijumpai beterbangan di udara, sehingga
dapat terhirup pada waktu kita bernapas. Jika spora terhirup, dapat
27

menimbulkan rhinitis alergi dan karena ukurannya sangat kecil


spora dapat terhirup masuk sampai ke dalam paru-paru.
Jamur dapat ditemukan di semua tempat yang lembab, gelap,
cukup oksigen, dan menyediakan bahan-bahan makanan bagi
kehidupannya. Ia dapat tumbuh pada kayu lapuk, tumpukan daun,
pada tumpukan pupuk kompos, dan jerami. Di dalam rumah, jamur
mudah dijumpai di kamar mandi, kloset dan gudang bawah tanah
yang lembab.

Protein hewani. Hewan peliharaan yang hidup di dalam


rumah merupakan sumber utama terjadinya reaksi alergi terhadap
hewan. Banyak orang yang menduga bahwa alergi terhadap hewan
terutama disebabkan oleh rangsangan bulu kucing dan anjing.
Penelitian-penelitian ternyata menunjukkan bahwa allergen utama
penyebab alergi terhadap hewan adalah protein yang terdapat di
dalam air liur (saliva) hewan. Protein saliva ini menempel pada
bulu-bulu hewan pada waktu ia menjilati bulu tubuhnya, dan
terhirup oleh penderita alergi bersama bulu-bulu hewan tersebut.
Urine juga merupakan sumber protein penyebab alergi hewan,
seperti halnya kulit hewan. Jika urine mengering, protein urine akan
dapat disebarkan melalui udara.

Gejala Alergi
Akibat paparan alergen udara, gejala-gejala yang seringkali
terjadi berupa:
 Bersin-bersin, sering disertai pilek yang cair
 Batuk pilek
 Mata, hidung dan tenggorok terasa gatal
 Mata berair
 Konjungtivitis, mata merah
 Lingkaran gelap terdapat di bawah mata akibat meningkatnya
aliran darah di dekat sinus ( disebut allergic shiners)
28

 Allergic salute ( kulit hidung tampak melipat-lipat akibat


gosokan hidung kearah atas yang berulang-ulang pada anak
yang pilek).

Pada orang yang bukan penderita alergi, benda asing yang


masuk melalui pernapasan di dalam rongga hidung akan diteruskan
oleh lendir hidung kearah tenggorok kemudian ditelan atau
dibatukkan ke luar.
Orang yang peka, segera sesudah alergen menempel pada
selaput lendir hidung, terjadi reaksi yang merangsang mast cell
yang terdapat di dalam jaringan ini melepaskan histamin dan
bahan-bahan kimia lainnya. Bahan-bahan kimia ini kemudian
merangsang terjadinya kongesti hidung, bersin-bersin, gatal-gatal,
iritasi dan pembentukan lendir yang berlebihan, seperti yang terjadi
pada rhinitis alergi.
Mast cell juga akan melepaskan sitokin dan leukotrin, yang juga
berpengaruh pada terjadinya gejala alergi. Sebagian penderita
alergi akan menunjukkan gejala-gejala asma yang berat, misalnya
batuk-batuk, sesak napas, dan napas yang pendek-pendek. Hal ini
disebabkan oleh menyempitnya saluran hawa, produksi lendir yang
berlebihan, dan terjadinya keradangan.

Diagnosis Alergi
Untuk memastikan terjadinya alergi, berbagai uji alergi
dapat dilakukan yaitu melalui uji kulit atau pemeriksaan darah.

Uji kulit. Uji kulit dilakukan untuk menentukan adanya


antibodi IgE di dalam kulit. Untuk uji kulit digunakan ekstrak
allergen (misalnya tungau debu rumah, tepungsari, atau spora
jamur) yang diencerkan dan dilemahkan. Ekstrak allergen lalu
disuntikkan di bawah kulit penderita, atau dengan cara ditorehkan
pada lengan atau kulit punggung penderita.
29

Jika reaksi positif, maka akan terjadi benjolan kecil berwarna


merah, disebut wheal (hive), dikelilingi area yang berwarna terang
(flare).

Pemeriksaan darah. Pemeriksaan darah dilakukan apabila


uji kulit tidak bisa dilakukan, misalnya jika kelainan kulit terlalu
luas, atau pada orang yang menderita eksem. Titer antibodi IgE
dapat ditentukan melalui pemeriksaan darah, misalnya dengan
RAST ( Radio Allergo Sorben Test).

Pengobatan dan Pencegahan Alergi


Untuk mengatasi alergi, cara terbaik adalah menghindari
kontak dengan alergen penyebabnya. Jika telah terjadi gejala
alergi, obat-obat yang dapat digunakan adalah antihistamin, steroid
hidung topikal, obat semprot hidung (sodium cromolyn), atau
dilakukan imunoterapi (misalnya pada hay fever).
30

3
PENYAKIT AUTOIMUN

Autoimunitas (Autoimmunity) merupakan respons imun


terhadap antigen jaringan tubuh sendiri yang disebabkan oleh
hilangnya toleransi akibat gagalnya mekanisme normal dalam
mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau kedua sel tersebut.
Autoimunitas terjadi karena dikenalinya self-antigen atau
autoantigen sehingga kemudian menimbulkan aktivasi, proliferasi
dan diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor. Akibatnya
akan terjadi kerusakan jaringan.
Pada penyakit autoimun, autoantigen akan menyebabkan
dibentuknya autoantibodi. Sel autoreaktif adalah limfosit yang
mempunyai reseptor untuk autoantigen. Jika sel autoreaktif
memberikan respons autoimun, sel tersebut disebut Sel Limfosit
31

Reaktif (SLR). Respons autoimun tidak terjadi pada individu normal


meskipun SLR mengalami kontak dengan autoantigen.

Faktor-faktor Autoimunitas
Selain tidak adanya self-tolerance, terjadinya penyakit
autoimun dipengaruhi oleh berbagai faktor,yaitu:

1. Infeksi. Berbagai jenis organisme penyebab penyakit infeksi


menunjukkan adanya hubungan dengan penyakit autoimun,
misalnya Epstein-Barr Virus (EBV), mikoplasma,
streptokokus, klebsiela, dan plasmodium. Beberapa jenis
bakteri memiliki epitop yang sama dengan epitop sel sendiri.
Respons imun terhadap bakteri tersebut akan menimbulkan
rangsangan terhadap sel T yang kemudian merangsang sel B
untuk membentuk autoantibodi.

2. Sequested Antigen. Sequested antigen adalah antigen yang


karena letak anatominya tidak mengalami kontak dengan
sistem imun. Pada individu normal tidak didapatkan jenis
antigen ini. Jika terjadi inflamasi akibat infeksi, trauma atau
iskemia, akan terjadi perubahan anatomi yang menyebabkan
self antigen mengalami kontak dengan sistem imun sehingga
memicu terjadinya reaksi autoimun. Hal ini misalnya terjadi
pada uveitis pasca trauma dan orchitis pasca vasektomi yang
menyebabkan terjadinya inflamasi sehingga menimbulkan
perubahan struktur self-antigen dan pembentukan
determinan baru yang memicu terjadinya reaksi auto imun.

3. Gangguan Pengendalian Sistem Imun. Gangguan


pengendalian sistem imun terjadi akibat :
a. Adanya antigen,
32

b. Terjadi infeksi yang meningkatkan respons Major


Histocompatibility Complex (MHC),
c. Kadar sitokin yang rendah
d. Terjadi gangguan respons terhadap Interleukin-2 (IL-2)

4. Aktivasi sel B Poliklonal, Organisme dan bahan-bahan


seperti Epstein-Bahr Virus (EBV), lipopolisakarida dan parasit
malaria dapat merangsang sel B secara langsung sehingga
menimbulkan autoimunitas.

5. Obat-obatan. Obat-obatan tertentu misalnya prokainamid


dan hidralazin dapat memicu terjadinya reaksi autoimun,
misalnya timbulnya sindrom Lupus. Trombositopenia dan
anemia merupakan bentuk reaksi autoimun lainnya yang
dapat ditimbulkan oleh obat-obatan.

6. Faktor Keturunan. Semua penyakit autoimun mempunyai


persamaan predisposisi genetik. Terjadinya predisposisi
genetik melibatkan banyak faktor dan dipengaruhi oleh
beberapa jenis gen. Misalnya adanya defek dalam gen,
polimorfisme dan mutasi banyak gen yang berperan dalam
aktivasi atau supresi limfosit, serta defisiensi komplemen
akibat mutasi gen C2, C4, C5 dan C8.

7. Faktor umur dan jenis kelamin. Faktor usia lanjut dan


jenis kelamin perempuan menunjukkan insidens penyakit
autoimun yang lebih tinggi dibanding kelompok umur dan
jenis kelamin lainnya.

Pembagian Penyakit Autoimun


33

Penyakit autoimun dapat dikelompokkan menjadi penyakit


autoimun organ spesifik dimana target reaksi autoimun adalah satu
organ saja, dan penyakit autoimun umum atau sistemik dimana
reaksi autoimun berlangsung dalam waktu yang bersamaan di
berbagai jaringan atau organ.
Penyakit autoimun yang terjadi pada organ spesifik misalnya
adalah artritis rematoid yang menyerang tulang dan tulang rawan
persendian, Grave’s disease dan Hashimoto’s thyroiditis yang
menyerang sel kelenjar tiroid, Pemphigus vulgaris yang menyerang
kulit, Autoimmune thrombocytoplasmic purpura yang merusak sel
darah merah, vaskulitis yang menyerang dinding pembuluh darah
dan Amyotrophic lateral sclerosis yang menyerang sel saraf.
Penyakit autoimun sistemik yang menyerang berbagai
jaringan dan organ antara lain adalah Systemic lupus
erythematosus, Goodpasture’s syndrome dan Scleroderma.

Tabel 2. Contoh Penyakit Autoimun dan jaringan targetnya

Penyakit Target

Penyakit Addison Kelenjar Adrenal

Penyakit Crohn Usus

Sindrom Goodpasture Ginjal dan Paru

Penyakit Grave Tiroid

Diabetes (Insulin-dependent) Sel Beta Pankreas

Multiple Sclerosis Pembungkus mielin SSP

Myasthenia gravis Neuro-muscular junction

Pemphigus vulgaris Kulit

Anemia pernisiosa Sel Parietal Lambung

Psoriasis Kulit
34

Artritis rematoid Jaringan ikat sendi

Skleroderma Jantung, Paru, Usus, Ginjal

SLE DNA, Platelets, Sendi, Kulit, dll.

(Sumber. Steinman: Autoimmune Disease, 1993)

Gejala Klinis dan Diagnosis Penyakit Autoimun


Gejala klinis penyakit imun sangat bervariasi tergantung
jaringan dan organ yang terserang. Karena itu diperlukan berbagai
pemeriksaan untuk mengarahkan dan menetapkan diagnosis,
antara lain :
 Pemeriksaan antibodi yang spesifik (autoantibody).
 Pemeriksan darah lainnya
 Pemeriksaan cairan sumsum tulang
 Electromyogram
 MRI (magnetic resonance imaging).

Pengobatan Penyakit Autoimun


Tujuan pengobatan penyakit autoimun adalah :
1. Mengatasi gejala klinis yang terjadi.
2. Mengendalikan inflamasi dan penyebab respon imun dengan
menggunakan steroid dan obat imunosupresif.
3. Meningkatkan daya tahan tubuh dan mengendalikan inflamasi
dengan terapi enzim sistemik menggunakan kombinasi enzim
pankreatin, tripsin, chymotrypsin, bromelain dan papain.
4. Mengatasi penyakit autoimun darah dan HIV dan penyakit
autoimun pada orang berusia lanjut dengan melakukan radiasi
pada limpa.
5. Mengatasi diabetes tipe 1, lupus, tiroiditis dan arthritis dengan
terapi genetik misalnya memberikan sitokin (cytokine) atau
cytokine inhibitor.
35

Pencegahan Penyakit Autoimun


Sebagian besar penyakit autoimun tidak dapat dicegah.
Banyaknya penderita perempuan pada beberapa jenis penyakit
autoimun (misalnya Lupus) yang diduga dipengaruhi faktor
hormonal, memungkinkan dilakukannya upaya pencegahan
penyakit autoimun secara hormonal atau secara genetik.

PENYAKIT ADDISON

Penyakit Addison adalah penyakit akibat kelainan endokrin


atau hormonal yang dapat terjadi pada semua golongan umur dan
diderita baik oleh laki-laki maupun perempuan dalam perbandingan
36

yang sama. Penyakit ini ditandai oleh berat badan yang menurun,
kelemahan otot, lelah, hipotensi, dan kadang-kadang terjadi
perubahan kulit yang menjadi lebih gelap, baik pada satu bagian
atau semua bagian tubuh.
Penyakit Addison terjadi apabila kelenjar Adrenal tidak cukup
memproduksi hormon kortisol, dan pada beberapa orang penderita
akibat rendahnya kadar hormon aldosteron. Penyakit Addison
disebut juga sebagai adrenal insuffiency atau hypocortisolism

Gambar 6. Kelenjar adrenal


( Sumber: UPCM, Pittsburg, PA, USA)

Penyebab Penyakit Addison


Penyakit Addison disebabkan oleh terjadinya kegagalan
memproduksi kortisol dalam jumlah yang cukup. Hal ini dapat
disebabkan oleh adanya gangguan pada kelenjar adrenal (primary
adrenal insuffciency) atau akibat adanya sekresi ACTH oleh pituitary
gland (hipofisis) yang tidak mencukupi (secondary adrenal
insufficincy).

1. Primary Adrenal Insufficiency disebabkan oleh:


 Kelainan autoimun
37

 Genetik
 Tuberkulosis
 Infeksi jamur
 Kanker
 Amiloidosis
 Operasi kelenjar adrenal

2. Secondary adrenal insufficincy disebabkan oleh:


 Terapi hormon glukokortikoid (prednison) yang lama
sehingga menghambat pembentukan corticotropin
Releasing Hormon (CRH) sehingga hipofisis tidak
melepaskan ACTH;
 Operasi pengangkatan hipofisis atau sebagian hipotalamus
 Tumor
 Hambatan aliran darah ke kelenjar hipofisis
 Radiasi

Gejala Klinis Penyakit Addison


Penyakit Addison tidak menunjukkan gejala-gejala klinis yang
khas, antara lain berupa :

 Rasa lelah yang berlangsung lama


 Kelemahan otot
 Hilangnya nafsu makan, dan turunnya berat badan
 Mual, muntah
 Diare
 Hipotensi Postural
 Hiperpigmentasi
 Iiritabel atau depresi
 Hipoglikemia
 Gangguan menstruasi/amenore.
38

Krisis Addison
Krisis Addison (Addisonian Crisis) disebabkan oleh insufisiensi
adrenal yang berlangsung akut akibat terjadinya rudapaksa
(accident) atau stres, dengan gejala-gejala:
 Nyeri tusuk di punggung bagian bawah, perut, atau kaki
 Muntah dan diare hebat
 Dehidrasi
 Tekanan darah menurun
 Kadar gula darah menurun
 Kadar kalium meningkat
 Hilangnya kesadaran
Tanpa pengobatan, penderita akan meninggal dunia.

Diagnosis Penyakit Addison


Pada stadium awal adanya insufisiensi adrenal sulit diketahui.
Diagnosis mulai dapat diarahkan jika telah timbul berbagai gejala-
gejala, terutama dengan adanya hiperpigmentasi.
Untuk menunjang diagnosis, dilakukan berbagai pemeriksaan
yaitu:
 Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan titer kortisol.
 Pemeriksaan sinar X dan CT-scan terhadap kelenjar
adrenal dan hipofisis. Adanya deposit kalsium pada adrenal
menunjukkan kemungkinan adanya tuberkulosis.
 ACTH Stimulation Test. Tes ini sangat spesifik untuk
menegakkan diagnosis penyakit Addison. Dengan tes ini
kortisol darah dan kortisol urine dapat diketahui kadarnya,
baik sebelum maupun sesudah pemberian ACTH melalui
suntikan. Penderita Addison tidak menunjukkan adanya
peningkatan kortisol sesudah pemberian ACTH.
 CRH Stimulation Test. Tes ini dilakukan untuk mengetahui
penyebab penyakit Addison. Suntikan intravenus CRH
39

diberikan, dan kortisol darah diukur sebelum dan sesudah


suntikan CRH.

Pemeriksaan kadar ACTH dan kortisol dapat mengarahkan jenis


insufisiensi adrenal.
1. Pada Primary Adrenal Insufficiency, titer ACTH tinggi,
sedangkan kortisol tak diproduksi.
2. Pada Secondary Adrenal Insufficiency, respon kortisol rendah,
respon ACTH tidak ada, atau terlambat. Jika respon ACTH
tidak ada, gangguan terjadi di kelenjar hipofisis; jika respon
ACTH lambat, hal ini menunjukkan adanya kelainan di
hipotalamus.

Pengobatan penyakit Addison


Obat-obatan yang bisa diberikan untuk mengobati penderita
penyakit Addison antara lain adalah:
1. Hidrokortison, sebagai pengganti kortisol yang diberikan satu
atau dua kali sehari.
2. Fludrokortisone(Florinef), suatu mineralokortikoid pengganti
aldosteron yang diberikan untuk meningkatkan asupan
(intake) garam, diberikan satu kali sehari.
Jika terjadi krisis penyakit addison, harus segera diberikan
intravenus hidrokortison, garam faali, dan dektrose.
Jika penderita krisis juga mengalami defisien aldosteron,
fludrocortisone ditambahkan per oral.
40

5
A I D S

AIDS(acquired immunodeficiency syndrome) adalah sindrom


yang disebabkan oleh infeksi virus HIV (human immunodeficiency
virus) yang ditularkan melalui hubungan seksual pria dengan pria,
hubungan heteroseksual atau ditularkan melalui penggunaan satu
jarum suntik secara bergantian.
Selain itu HIV juga bisa ditularkan dari ibu penderita AIDS kepada
bayi yang dikandungnya pada waktu proses kelahiran maupun
melalui air susu ibu.
41

Gambar 7. HIV/AIDS global, 1990-2007


Pend.baru HIV/Kematian AIDS(juta)

(URL.http://www.who.int)
Gejala klinis infeksi HIV
Pada awal infeksi sebagian penderita tidak menunjukkan
gejala awal sampai beberapa tahun sesudah masuknya virus ke
dalam tubuhnya. Penderita yang lain mungkin hanya menunjukkan
gejala-gejala mirip influenza selama satu atau dua bulan berupa
demam, sakit kepala, lelah dan pembesaran kelenjar limfe. Selama
waktu tersebut virus HIV dalam jumlah besar sudah terdapat di
dalam cairan genitalnya, sehingga penderita sangat menular.
Dengan menurunnya sistem imun, berbagai komplikasi mulai
terlihat yaitu :
 Pembesaran kelenjar limfe yang berlangsung lebih dari 3
bulan
 Badan terasa tidak berenergi
 Berat badan terus menurun
 Demam dan berkeringat yang timbul berulang-ulang
 Menderita infeksi jamur (di mulut maupun vagina) yang
berulang-ulang atau terus menerus
 Bercak kulit (rash) yang berulang atau terus menerus
42

 Radang pelvis pada perempuan yang tidak pernah sembuh


dengan berbagai pengobatan
 Hilangnya daya ingat dalam jangka pendek
 Beberapa penderita mengalami infeksi herpes disertai nyeri
saraf yang berat (shingles). Anak-anak juga mengalami
pertumbuhan yang lambat atau sering sakit.

Pengobatan infeksi HIV


Pengobatan ditujukan terhadap virus HIV dan infeksi
oportunis atau kanker yang menyertainya.
HIV diobati dengan antiretrovirus sangat aktif (highly active
antiretroviral therapy-HAART), berupa kombinasi sedikitnya tiga
obat dari dua kelas antiretrovirus. Yang umum digunakan adalah
nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor(NRTI) dengan
protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NNRTI).
Untuk mengobati infeksi oportunis dapat diberikan :
 Foscarnet dan ganciclovir mengatasi CMV (cytomegalovirus)
 Fluconazol untuk mengobati penyakit jamur
 TMP/SMX (trimethoprim/sulfamethoxazole) untuk mengobati
PCP (Pneumocystic carinii pneumonia).

Untuk mengobati kanker yang terkait dengan infeksi HIV misalnya


sarkoma Kaposi, diberikan suntikan alpha interferon, kemoterapi
atau terapi radiasi.

Pencegahan infeksi HIV


Untuk mencegah penularan dengan HIV, harus dilakukan
tindakan-tindakan untuk mengatasi terjadinya penularan melalui
hubungan seksual (baik oral maupun vaginal) pada homoseksual
maupun heteroseksual, dan mencegah penularan dari ibu hamil
43

penderita infeksi HIV kepada bayinya (misalnya proses kelahiran


dilakukan dengan sectio caesar).

ALOPECIA AREATA

Alopecia areata adalah penyakit autoimun dimana sistem


imun menyerang folikel rambut, karena mengira sebagai benda
asing, sehingga menyebabkan terjadinya kerontokan rambut di
kepala maupun di tempat lainnya. Alopecia areata menyerang
44

semua golongan umur, baik laki-laki maupun perempuan, dari etnik


manapun juga. Seringkali penyakit ini dimulai sejak masa anak-
anak.

Penyebab alopecia areata


Pada alopecia areata, sistem imun dalam bentuk leukosit
menyerang sel-sel pembentuk rambut yang sedang tumbuh di
dalam folikel rambut. Folikel rambut yang terserang akan mengecil
dan menjadi lambat dalam memproduksi rambut. Dalam hal ini sel
induk (stem cells) yang secara terus menerus membentuk sel baru
di dalam folikel tidak turut terserang. Karena itu folikel masih
mampu menumbuhkan kembali rambut yang baru.
Diduga faktor genetik merupakan predisposisi terjadinya alopecia
areata, yang dipicu oleh adanya infeksi virus atau faktor lingkungan
lainnya.

Gejala klinis alopecia areata


Pada umumnya, kerontokan rambut terjadi pada suatu daerah
yang tidak luas. Namun pada beberapa orang kerontokan rambut
dapat berlangsung progresif sehingga rambut kepala seluruhnya
rontok (alopecia areata totalis), atau bahkan rambut yang tumbuh
di tempat lain misalnya yang terdapat di daerah wajah dan badan
akan rontok seluruhnya (alopecia areata universalis).
Pertumbuhan rambut umumnya dapat kembali terjadi. Tetapi
alopecia aerata yang terjadi sejak usia muda, yang sudah
berlangsung lama, atau jika disertai adanya eksema (dermatitis
atopik) prognosisnya menjadi lebih buruk.
45

Gambar 8. Alopecia aerata


(URL.http://www.utmb.edu/pedi-ed/CORE/Dermatology)

Pengobatan alopecia areata


Belum ada obat yang benar-benar efektif mengatasi alopecia
areata. Pengobatan yang bisa diberikan untuk mengatasi penyakit
ini antara lain:
 Kortikosteroid topikal misalnya Diprolene atau Temovate
diberikan pada bercak kecil kulit yang lepas rambutnya.
 Steroid, misalnya Celestone, diberikan melalui suntikan
subkutan pada kulit kepala.
 Pengobatan kombinasi Minoxidil perangsang tumbuhnya
rambut dan anthralin (bahan iritan kulit) efektif untuk
menumbuhkan rambut.
 Penyinaran dengan ultraviolet. Photochemotherapy dengan
PUVA (sinar ultraviolet gelombang panjang) dilakukan 2 jam
sesudah pemberian psoralen.
46

7
AMYOTROPIC LATERAL
SCLEROSIS

Amyotropic lateral sclerosis (ALS) yang disebut juga sebagai


Lou Gehrig’s Disease, adalah penyakit saraf yang berjalan cepat dan
47

progresif, yang menyerang sel saraf (neuron) yang mengendalikan


otot (voluntary muscle). Neuron motorik adalah sel saraf yang
terdapat di otak, batang otak, dan saraf tulang belakang (spinal
cord).
ALS termasuk kelompok motor neuron diseases yang
menunjukkan ciri khas berupa degenerasi neuron motorik yang
berjalan progresif dan diakhiri dengan matinya neuron motorik
tersebut.

Penyebab ALS
Penyebab pasti terjadinya kerusakan sel saraf pada ALS
belum diketahui. Salah satu penyebabnya diduga terjadinya respon
autoimun yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan antara lain akibat paparan bahan-bahan beracun atau
penyakit infeksi.

Gejala Klinis dan diagnosis ALS


Akibat kerusakan saraf (degenerasi saraf atau matinya sel
saraf) baik pada upper motor neuron maupun lower motor neuron
menyebabkan pesan-pesan ke otot terhenti. Akibatnya otot menjadi
lemah, hilang fungsinya dan meregang. Selain itu dapat terjadi
gangguan fungsi otak yang tidak mampu memulai dan
mengendalikan gerakan-gerakan otot. Jika terjadi kerusakan pada
otot diafragma dan otot dada, penderita akan mengalami gangguan
dalam bernapas.
48

Gambar 9. Gambaran MRI pada lobus temporal dan frontal otak


penderita ALS yang mengalami atrofi
( Sumber: de Britto-Marques and de Mello,1999)

ALS tidak menimbulkan gangguan pada kemampuan


penderita untuk melihat, mengecap, meraba, mendengar, maupun
kemampuan berpikir serta kemampuan kognitif lainnya. Namun
demikian sebagian kecil penderita dapat mengalami kemunduran
daya ingat dan kurangnya kemampuan dalam mengambil
keputusan atau mengalami dementia.
Selain dengan memperhatikan gejala klinis, ALS ditegakkan
dengan menggunakan alat magnetic resonance (MR).

Pengobatan ALS
Terapi spesifik untuk ALS belum ada, namun dapat dicoba
memberikan riluzole , yang dipercaya dapat mengurangi kerusakan
motor neuron dan menghambat kecepatan kerusakannya selama
beberapa bulan. Pemberian obat-obatan ditujukan untuk
mengurangi gejala klinis dan meningkatkan kualitas hidup
penderita, mengurangi rasa sakit, mengatasi depresi, gangguan
tidur dan konstipasi. Jika terjadi komplikasi gangguan pernapasan,
dapat diberikan bantuan pernapasan buatan dengan ventilator.
49

Program rehabilitasi penderita dilakukan melalui terapi fisik


(physical therapy) dan occupational therapy. Respiratory therapy
diberikan untuk mengatasi gangguan pernapasan dan mencegah
respiratory failure yang merupakan penyebab utama kematian
penderita. Penderita dengan gangguan psikologis dapat diberi
tricyclic antidepressant atau benzodiazepin sesuai dengan gangguan
psikologis yang dideritanya.

Prognosis ALS
Perjalanan ALS tergantung pada bagian tubuh yang pertama
kali terserang, terjadinya kelemahan otot dan atrofi otot yang
berlangsung progresif, serta penyebarannya ke otot-otot lainnya.
Penderita bisa mengalami gangguan dalam berbicara, menelan
makanan atau minuman, dan mengunyah. Selain itu penderita
mengalami kesukaran waktu berdiri atau berjalan, sulit bangun dari
tidurnya, gangguan dalam menggunakan tangan dan lengannya,
atau gangguan dalam bernapas.
Kematian penderita terutama disebabkan gagalnya
pernapasan (respiratory failure) yang terjadi dalam waktu 3-5
tahun sesudah timbulnya gejala pertama. Sepuluh persen penderita
dapat bertahan hidup 10 tahun atau lebih.

8
50

ANEMIA PERNISIOSA

Anemia pernisiosa adalah keadaan dimana jumlah sel darah


merah berkurang karena tubuh tidak cukup membentuk sel darah
merah karena tidak tersedianya vitamin B12 di dalam tubuh
penderita. Keadaan ini terjadi pada orang yang tubuhnya
kehilangan kemampuan usus untuk menyerap vitamin B12 yang
ada pada makanan. Vitamin B12 diperlukan dalam pembentukan sel
darah merah. Penyakit yang merupakan salah satu jenis anemia
megaloblastik iini juga dikenal sebagai Congenital pernicious
anemia atau Juvenile pernicious anemia.

Penyebab Anemia pernisiosa


Penyakit ini mula-mula berlangsung lambat dan memerlukan
waktu bertahun-tahun baru menunjukkan gejala. Meskipun pada
anak dapat terjadi bentuk kongenital, tetapi anemia pernisiosa baru
terlihat sesudah penderita berumur di atas 30 tahun. Diagnosis
umumnya baru dapat ditegakkan pada umur 60 tahun.

Penyebab Utama. Penyebab utama anemia pernisiosa


adalah :
 Sistem autoimun. Pada beberapa orang penderita,
antibodi yang dibentuk oleh sistem autoimun merusak
sel parietal yang terdapat di lambung. Akibatnya
lambung menghentikan pembentukan faktor intrinsik
(yang membantu penyerapan vitamin B12 di usus),
sehingga terjadi defisiensi vitamin B12.
51

 Operasi lambung. Operasi untuk memotong sebagian


atau seluruh lambung, menghilangkan sel-sel parietal.
 Faktor keturunan. Bayi dilahirkan dalam keadaan
tidak mampu memproduksi faktor intrinsik.

Penyebab lainnya. Penyebab lain anemia pernisiosa adalah:


 Konsumsi makanan rendah vitamin B12.
Keadaan ini dapat terjadi pada:
o Vegetarian yang tidak mengkonsumsi sumber
vitamin B12 (susu, daging, telur). Ibu
vegetarian yang menyusui bayinya dapat
menyebabkan kekurangan vitamin B12 pada
anak.
o Alkoholisme
o Usia lanjut
 Gangguan pencernaan. Pencernaan penderita
mengalami gangguan akibat:
o Infeksi parasit
o Bakteri usus tumbuh berlebihan (over growth)
o Celiac disease (sprue) karena alergi gluten.
o Crohn’s disease, keradangan pada usus
o Kadar asam lambung rendah, misalnya pada
usia lanjut.
o Penggunaan beberapa jenis obat tertentu.

 Obat-obatan. Penggunaan obat-obatan tertentu


dalam waktu lama dapat menyebabkan terjadinya
anemia pernisiosa, misalnya:
o Obat penghambat produksi asam lambung
o Obat anti diabetes (metformin, phenformin,dan
biguanid)
52

Gejala Klinis anemia pernisiosa

Penderita dengan anemia ringan hanya menunjukkan gejala


klinis yang ringan atau tidak menunjukkan keluhan sama sekali.
Gejala klinis dapat dikelompokkan menjadi gejala utama dan
gejala lainnya.

Gejala Utama (Major signs) meliputi:


 Diare atau sembelit (konstipasi)
 Rasa lelah dan lemah kurang daya
 Nafsu makan menghilang
 Lidah merah dan halus
 Perdarahan gusi
 Gejala gangguan saraf: demensia, depresi, gangguan
keseimbangan dan rasa kaku pada tangan dan kaki.

Gejala klinis lainnya antara lain:


 Kulit pucat atau kekuningan
 Demam ringan
 Pusing jika berdiri
Bayi penderita anemia pernisiosa dapat menunjukkan adanya
pergerakan-pergerakan yang tidak lazim atau mengalami
hambatan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.

Jika tidak diobati, gejala terus berlangsung dengan lambat.


Beberapa orang penderita dapat mengalami perubahan mental dan
gangguan saraf sebelum anemia penderita diketahui melalui
pemeriksaan darah. Hal ini lebih sering terjadi pada orang dewasa,
dan jarang dijumpai pada anak remaja.

Diagnosis Anemia pernisiosa


53

Untuk menentukan diagnosis penyakit ini, selain adanya


gejala-gejala klinis, dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium, antara lain:

 Pemeriksaan sumsum tulang


 Pemeriksaan darah lengkap

 Penghitungan retikulosit

 Pemeriksaan serum : kadar vitamin B12, methyl malonic acid.

Gambar 10. Anemia pernisiosa


(http://www.pathguy.com/lectures)

Komplikasi anemia pernisiosa. Komplikasi anemia


pernisiosa dapat terjadi pada jantung, saraf dan otak, serta alat
pencernaan. Komplikasi lainnya terjadi akibat anemia yang
terjadi dan akibat rendahnya kadar vitamin B12 di dalam
jaringan tubuh penderita.
54

Jika terjadi komplikasi jantung, penderita akan menunjukkan


gejala dan keluhan berupa:
 Pernapasan pendek
 Sakit dada
 Bising (murmur) jantung
 Detak jantung cepat
 Payah jantung atau gagal jantung.

Komplikasi saraf dan otak dapat menimbulkan keluhan dan


gejala:
 Rasa ditusuk-tusuk dan kaku pada tangan dan kaki
 Sukar berjalan
 Pergerakan tidak mantap
 Gangguan keseimbangan
 Terjadi gangguan fungsi penglihatan, perabaan, dan pembau
 Hilangnya memori, bingung, depresi, dan bahkan dapat
terjadi psikosis.
Komplikasi alat pencernaan dapat mengakibatkan terjadinya:
 Hilangnya nafsu makan
 Sariawan (mouth sore)
 Perdarahan gusi
 Pembesaran hati (hepatomegali)
 Mual dan muntah
 Kembung
 Pirosis (heartburn)
 Konstipasi atau diare
 Berat badan menurun

Pengobatan anemia pernisiosa


Tanpa pengobatan, anemia pernisiosa dapat berakibat fatal.
Tujuan akhir pengobatan anemia pernisiosa adalah untuk :
55

1. Mengobati anemia dan gejala-gejala yang ditimbulkannya


menggunakan vitamin B12 (bentuk injeksi, tablet, gel atau
semprotan hidung).
2. Memberikan diet esensial seimbang yang mengandung folic
acid dan vitamin C.
3. Mencegah komplikasi, misalnya pada jantung dan saraf
4. Mengatasi dan mengobati penyakit lain (underlying cause)
5. Melakukan follow up yang baik untuk memastikan bahwa
penanganan anemia pernisiosa telah berjalan sesuai
ketentuan.
Prognosis. Dengan memberikan pengobatan yang sesuai,
prognosis penyakit ini biasanya baik. Kerusakan saraf dapat
terjadi secara permanen jika dalam waktu 6 bulan sesudah
diagnosis anemia pernisiosa ditetapkan, tidak diberikan
pengobatan yang sesuai.

Pencegahan
Tidak ada tindakan pencegahan terhadap terjadinya anemia
pernisiosa. Diagnosis dini yang segera ditegakkan diikuti
pengobatan dengan pemberian vitamin B12 dapat mencegah
terjadinya komplikasi.

9
56

ANKYLOSING SPONDYLITIS

Ankylosing spondylitis adalah kelainan primer pada spina,


berupa inflamasi kronik artritis dengan ciri khas berupa nyeri dan
kaku punggung. Gejala ini terutama mulai timbul pada masa remaja
dan awal usia dewasa. Karena prosesnya terus berjalan, pergerakan
punggung menjadi terbatas seolah-olah tulang-tulang belakang
(vertebra) saling melekat satu dengan lainnya. Kekakuan sendi atau
terbatasnya kemampuan pergerakan sendi-sendi ini disebut
ankilosis.

Penyakit ini terutama menyerang orang laki-laki, dua kali


lebih banyak dibanding perempuan, dengan gejala dan keluhan
yang lebih berat.

Penyebab Ankylosing spondylitis


Ankylosing spondylitis disebabkan oleh faktor genetik (adanya
variasi yang terdapat pada gen HLA-B yang disebut HLA-B27) dan
juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang sulit dipastikan. Gen
HLA-B merupakan pemberi isyarat untuk membentuk protein yang
berperan penting dalam sistem imun. HLA-B merupakan bagian dari
keluarga gen yang disebut human leukocyte (HLA) complex. HLA-
complex membantu sistem imun membedakan protein tubuhnya
sendiri dari protein asing yang memasuki tubuh, misalnya virus dan
bakteri. Gen HLA-B dalam keadaan normal mempunyai berbagai
variasi, sehingga sistem imun setiap individu dapat bereaksi
terhadap berbagai jenis benda-benda asing yang memasuki tubuh.
57

Meskipun banyak penderita ankylosing spondylitis memiliki


varian HLA-B27, sebagian besar pemilik HLA-B27 tidak
menunjukkan gejala ankylosing spondylitis. Bagaimana varian HLA-
B27 dapat meningkatkan risiko terjadinya ankylosing spondylitis,
mekanismenya belum diketahui. Diduga terdapat gen-gen lain
yang juga turut berperan pada terjadinya penyakit ini.

Gambar 11. Bentuk tulang belakang pada


Ankylosing spondylitis
(URL: www.emedicinehealth.com )

Gejala klinis ankylosing spondylitis


Gejala awal penyakit ini berupa sakit punggung yang hilang
timbul, terjadi akibat inflamasi sendi sakroiliak (sacroiliac joints)
yang terdapat antara basis spina (sacrum) dan tulang pinggul
(hipbones, tulang ilium). Inflamasi ini disebut sacroiliitis. Rasa sakit
terutama terjadi malam hari, pagi hari, atau pada waktu penderita
sedang tidak aktif. Rasa nyeri akan berkurang jika penderita aktif
bergerak.
58

Selain itu ankylosing spondylitis juga menyebabkan inflamasi


sendi-sendi antara tulang-tulang punggung (vertebra) yang disebut
spondylitis. Berbagai sendi lainnya juga dapat mengalami inflamasi,
misalnya sendi bahu, sendi-sendi pinggul lainnya, dan lebih jarang
lagi adalah sendi-sendi tulang anggota gerak. Jika kelainan terjadi
pada sendi penghubung spina dan tulang rusuk (ribs), pergerakan
dada akan terganggu sehingga penderita mengalami kesulitan
bernapas.
Ankylosing spondylitis dapat menimbulkan gangguan mata
berupa inflamasi (acute iritis atau uveitis) yang menyebabkan
penderita merasa nyeri pada mata disertai meningkatnya kepekaan
terhadap sinar (photophobia).
Selain itu ankylosing spondylitis dapat menimbulkan
komplikasi berat pada jantung dan paru-paru.

Diagnosis
Untuk membantu menegakkan diagnosis Ankylosing
spondylitis dapat dilakukan pemeriksaan:
 Pemeriksaan Darah Lengkap
 Laju Endap Darah
 Pemeriksaan antigen HLA-B27
 Foto tulang belakang dan pelvis
 MRI tulang belakang.

Prognosis. Perjalanan penyakit sukar ditentukan,


karena kerap kali keluhan penderita hilang timbul. Sebagian
besar penderita dapat aktif bergerak, kecuali jika telah
terjadi kerusakan yang berat.

Pengobatan ankylosing spondylitis


Ankylosing spondylitis diobati dengan tiga cara, yaitu
melakukan fisioterapi, memberikan obat-obatan, dan melakukan
59

pembedahan. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)


misalnya ibuprofen sering digunakan untuk mengurangi rasa nyeri
dan meredakan inflamasi.
TNF Blockers dapat mengurangi inflamasi dan kerusakan
struktur sendi dengan cara menghambat reaksi tumor necrosis
factor (TNF), salah satu protein yang terlibat dalam respon sistem
imun. Beberapa penderita ankylosing spondylitis yang berat
memerlukan tindakan pembedahan untuk melakukan koreksi pada
sendi yang mengalami kerusakan.
60

10
ASTHMA

Asma (asthma) adalah penyakit kronis yang mengganggu


jalan napas akibat adanya inflamasi dan pembengkakan dinding
dalam saluran napas sehingga menjadi sangat sensitif terhadap
masuknya benda asing yang menimbulkan reaksi berlebihan.
Akibatnya saluran napas menyempit, dan jumlah udara yang masuk
ke dalam paru berkurang. Hal ini menyebabkan timbulnya napas
berbunyi (wheezing), batuk-batuk, dada sesak, dan gangguan
bernapas terutama pada malam hari dan dini hari.
Asma tidak dapat disembuhkan dengan sempurna, tetapi
dapat dicegah dan dikendalikan sehingga penderita jarang
mengalami kekambuhan. Pada waktu terjadi serangan asma
(asthma episode, attack), otot-otot sekeliling jalan napas
mengencang, menyebabkan jalan udara menyempit dan udara yang
melewatinya berkurang. Inflamasi yang meningkat dan sel-sel
saluran pernapasan yang membentuk lebih banyak lendir semakin
mempersempit lubang saluran pernapasan.

Penyebab asma
Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada
penderita asma belum diketahui mekanismenya. Terdapat berbagai
keadaan yang memicu terjadinya serangan asma, antara lain
61

kegiatan fisik (exercise), kontak dengan alergen dan irritan, dan


akibat terjadinya infeksi virus.

Allergen. Berbagai bahan dapat bertindak sebagai alergen,


misalnya:
 Kulit, rambut, dan bulu sayap hewan
 Debu rumah yang mengandung tungau debu rumah (house
dust mites)
 Lipas (cockroaches, kecoa)
 Tepungsari bunga dan ilalang
 Jamur (mold)

Gambar 12. House dust mites.


(URL:http://www.entnem.dept.ufl.edu/creature/urban)

Irritans. Iritasi dapat disebabkan antara lain oleh:


 Asap rokok
 Polusi udara
62

 Udara dingin atau perubahan cuaca


 Bau-bauan yang menyengat dari cat atau masakan
 Ekspresi emosi yang berlebihan (menangis,tertawa) dan stres.

Penyebab lainnya. Berbagai penyebab dapat memicu


terjadinya asma, yaitu:
 Obat-obatan ( aspirin, beta-blockers)
 Sulfite (buah kering, wine)
 Gastroesophageal reflux disease, menyebabkan terjadinya
rasa terbakar di lambung (pyrosis, heartburn) yang
memperberat gejala serangan asma terutama yang terjadi
pada malam hari.
 Bahan kimia dan debu di tempat kerja
 Infeksi

Gejala klinis asma


Gejala dan keluhan yang paling sering dialami penderita asma
adalah :
 Batuk. Pada penderita asma batuk sering terjadi malam hari
dan pagi dini hari, sehingga mengganggu tidur penderita.
 Bersin-bersin ( wheezing).
 Sesak dada (chest tightness).
 Pernapasan pendek-pendek (shortness of breath). Penderita
merasa sukar menghirup udara atau tidak dapat bernapas.
 Napas cepat dan berbunyi.

Beratnya keluhan penderita bervariasi antara satu penderita dengan


penderita lainnya. Kadang-kadang gejala asma sangat ringan,
tetapi ada penderita yang gejala dan keluhannya berat sehingga
dapat membahayakan jiwa penderita.
63

Frekwensi serangan asma dapat berbeda, ada yang kambuh


sekali setiap bulan, ada yang mengalami serangan asma setiap hari.

Diagnosis asma
Berdasar gejala klinis dan keluhan penderita, diagnosis asma
dapat ditegakkan. Riwayat adanya asma dalam keluarga dan
adanya benda-benda yang dapat memicu terjadinya reaksi asma
penderita memperkuat dugaan penyakit asma.
Pemeriksaan menggunakan spirometer untuk mengetahui
fungsi paru penderita (spirometry) membantu menegakkan
diagnosis asma. Pemeriksaan spirometri hanya dapat dilakukan
pada penderita berumur di atas 5 tahun.
Jika pemeriksaan spirometri baik hasilnya, perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan untuk menetapkan penyebab asma, yaitu :
 Uji alergi untuk menentukan bahan alergen pemicu asma.
 Pemeriksaan pernapasan dengan peak flow meter setiap hari
selama 1-2 minggu.
 Uji fungsi pernapasan waktu melakukan kegiatan fisik.
 Pemeriksaan untuk mengetahui adanya gastroesophageal
reflux disease.
 Pemeriksaan untuk mengetahui adanya penyakit sinus.
 Pemeriksaan sinar X thorax dan elektrokardiogram untuk
menemukan penyakit paru, jantung, atau adanya benda asing
pada jalan napas penderita.

Tingkat beratnya asma. Berdasar beratnya gejala klinis, asma


dapat dikelompokkan menjadi 4 tingkat:
1. Mild intermittent: serangan asma terjadi kurang dari dua kali
per minggu, dan serangan asma malam hari kurang dari dua
kali per bulan. Di luar serangan, penderita tidak mengeluh
apapun dan uji fungsi paru adalah normal.
64

2. Mild persistent asthma: asma terjadi lebih dari dua kali per
minggu yang berlangsung satu kali dalam satu hari. Serangan
asma malam hari lebih dari dua kali sebulan.
3. Moderate persistent asthma: gejala klinis asma terjadi setiap
hari, dan serangan malam hari lebih dari satu kali seminggu.
4. Severe persistent asthma: serangan asma terjadi setiap hari,
terutama lebih sering terjadi pada malam hari.

Pengobatan asma
Tergantung pada beratnya gejala klinis asma, obat-obatan yang
dapat diberikan untuk meredakan gejala asma adalah:
1. Bronchodilator (simpatomimetik, antikolinergik, teofilin).
2. Kortikosteroid
3. Antimediator misalnya cromolyn sodium.
Jika terjadi infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika.
Hyposensitization. Terapi desensitisasi dilakukan jika penderita
tidak memberi respon terhadap obat-obatan maupun terhadap
perbaikan lingkungan, atau selalu terpapar alergen tertentu.

Pencegahan asma
Kekambuhan asma dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan alergen penyebab asma yang umumnya spesifik bagi
masing-masing individu penderita.
Obat-obat golongan Beta-blocking agent (termasuk ophthalmic beta
blocker) tidak boleh diberikan pada penderita asma karena dapat
memperberat bronkospasme penderita.
65

11

AUTOIMMUNE HEPATITIS

Autoimmune hepatitis (Hepatitis autoimun) adalah penyakit


automun yang menimbulkan keradangan dan kerusakan pada sel-
sel hati. Faktor genetik merupakan predisposisi terjadinya penyakit
autoimun ini. Sebagian besar penderita hepatitis autoimun adalah
perempuan berumur antara 15 dan 40 tahun, dengan gambaran
awal pemeriksaan laboratorium awal menunjukkan terjadinya
kerusakan hati kronis dan gejala imunitas berupa lelah, astenia,
demam dan artralgia. Termasuk hepatitis autoimun adalah Primary
Biliary Cirrhosis dan Primary Sclerosing Cholangitis.

Penyebab hepatitis autoimun


Hepatitis autoimun terjadi akibat adanya kelainan sistem imun
individu yang membentuk autoantibodi (autoimmunity) yang
66

merusak sel-sel hatinya sendiri. Hal ini dapat terjadi akibat


rangsangan bakteri, virus, toksin, dan obat-obatan pada orang
yang secara genetik mempunyai kepekaan untuk terjadinya
kelainan autoimun.
Gejala klinis hepatitis autoimun
Rasa lelah yang berlebihan merupakan gejala utama hepatitis
autoimun. Berbagai gejala klinis lainnya adalah :

 Pembesaran hati (hepatomegali)


 Jaundis
 Gatal-gatal
 Ruam kulit
 Nyeri sendi
 Gangguan pada perut dan kembung
 Spider angioma (kelainan pembuluh darah) pada kulit
 Mual dan muntah
 Hilangnya nafsu makan
 Urine berwarna gelap
 Tinja berwarna pucat atau abu-abu.
 Pada stadium lanjut terjadi asites, gangguan menstruasi atau
gangguan mental (kebingungan).

Diagnosis hepatitis autoimun


Diagnosis hepatitis autoimun ditentukan berdasar adanya
gejala-gejala klinis, hasil pemeriksaan darah, dan biopsi hati.

Pemeriksaan darah. Pemeriksaan antibodi autoimun, yaitu


ANA (antinuclear antibody), antibodi terhadap sel otot (SMA-
smooth muscle antibody), atau liver and kidney microsomes (anti-
LKM). Pemeriksaan darah juga untuk membedakannya dari hepatitis
viral atau penyakit metabolik lainnya.
67

Biopsi hati. Pemeriksaan biopsi hati menunjukkan gambaran


terjadinya kerusakan kronis pada sel-sel jaringan hati.

Pengobatan hepatitis autoimun


Kortikosteroid, misalnya prednison dan azathioprine diberikan
sebagai obat kombinasi untuk mengatasi proses keradangan dan
menghambat kegiatan sistem imun yang berlebihan. Pada keadaan
yang berat immunosuppresive agent misalnya mycophenolate
mofetil, cyclosporine dan tacrolimus dapat digunakan untuk
mengobati penyakit autoimun ini.

Gambar 13. Autoimmune hepatitis


(URL http://www.meddean.luc.edu)

Prognosis. Jika tidak diobati hepatitis autoimun akan


berlangsung progresif menjadi sirosis hati. Jika terjadi kegagalan
hati akibat sirosis hati, transplantasi hati menjadi pilihan yang baik
68

untuk dapat memperpanjang umur penderita, meskipun 30-40%


diantaranya akan mengalami kekambuhan.

12
AUTOIMMUNE
LYMPHOPROLIFERATIVE
SYNDROME (A.L.P.S)

ALPS adalah penyakit autoimun yang menunjukkan adanya


peningkatan leukosit tertentu yang disebut alpha-beta-double-
negative T cells. Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, namun
pada anak-anak gejala klinis ALPS umumnya berlangsung lebih
berat.
69

Gambar 14. ALPS .Terdapat gambaran peningkatan jumlah leukosit


(alpha-beta-double negative T-cells)
(Sumber: Nat.Genom Human Research Institute/NIH)
Penyebab ALPS
ALPS termasuk penyakit autoimun yang dipengaruhi berbagai
faktor, antara lain adalah faktor umur dan faktor genetik.

Gejala Klinis dan Diagnosis ALPS


ALPS bukanlah kanker dan tidak menular. Gejala klinis
bervariasi dari sangat ringan sampai sangat berat. Dengan
meningkatnya usia anak menjadi remaja dan dewasa gejala klinis
akan menjadi lebih ringan. Karena itu penderita ALPS tidak selalu
mengalami semua gejala klinis tersebut di bawah ini :
 Pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali)
 Pembesaran kelenjar limfe terutama di leher dan ketiak
 Ruam kulit
 Trombositopeni yang dapat menimbulkan perdarahan
misalnya perdarahan hidung dan perdarahan kulit
 Anemia yang menimbulkan rasa lelah dan pucat
 Neutropenia yang memudahkan terjadinya infeksi sekunder.

Pengobatan ALPS
70

Terhadap ALPS tidak ada pengobatan yang spesifik.


Pengobatan ditujukan terhadap komplikasi yang terjadi dengan
melakukan splenektomi, pemberian steroids dan transfusi darah.

Splenektomi. Tindakan ini dilakukan jika pembesaran limpa


menimbulkan anemia berat dan trombositopeni yang tidak dapat
diobati lagi atau jika terjadi pembesaran hati yang terlalu besar
sehingga berisiko tinggi untuk mengalami ruptur limpa.

Steroid. Steroid merupakan indikasi pertama yang diberikan


pada anemia dan trombositopenia yang ditimbulkan oleh proses
autoimun. Prednison misalnya dapat diberikan dalam jangka
pendek atau panjang. Jika prednison tidak cukup berhasil dapat
diberikan obat lainnya, misalnya rituximab dan vincristine.
Pemberian steroid jangka panjang dapat menimbulkan efek
samping, misalnya penipisan tulang, luka sukar sembuh, mudah
mengalami infeksi sekunder, katarak, berat badan meningkat,
dan kadar gula darah meningkat.

Transfusi darah. Jika terjadi anemia yang berat dapat


dilakukan transfusi darah.

Pencegahan ALPS
Pemberian vaksinasi lengkap pada anak-anak terhadap penyakit-
penyakit infeksi dan vaksinasi flu dilakukan untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder pada penderita ALPS.
71

13
BEHCET DISEASE

Penyakit Behcet menimbulkan banyak kelainan di berbagai


bagian tubuh, terutama di dalam mulut dan pada daerah genital
atau organ seksual. Keradangan berupa pembengkakan,
kemerahan, nyeri dan rasa panas dapat terjadi juga di dalam mata
dan bagian tubuh lainnya. Penyakit ini banyak dijumpai pada wanita
pada semua usia di Asia, Timur Tengah dan Jepang

Penyebab penyakit Behcet


72

Hampir semua gejala yang timbul pada penyakit ini


disebabkan oleh terjadinya keradangan pada pembuluh darah.
Penyebabnya diduga akibat adanya kelainan pada sistem imun
individu (autoimun) dan adanya faktor genetik yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor lingkungan, misalnya infeksi
dengan bakteri atau virus dapat juga merupakan faktor pemicu
terjadinya penyakit Behcet. Meskipun demikian, penyakit Behcet
bukanlah penyakit yang dapat ditularkan dari seorang penderita
pada orang lain.

Gejala klinis penyakit Behcet


Gejala klinis penyakit Behcet yang terjadi berbeda jenis dan
beratnya antara satu penderita dengan penderita lainnya. Ada yang
ringan gejala klinisnya tetapi ada penderita yang mengalami gejala
klinis yang berat misalnya kebutaan.
Lima gejala klinis penyakit Behcet yang paling sering dijumpai
adalah:
1. Kelainan mulut (mouth sores): luka-luka di dalam mulut
(aphthous ulcers) yang diawali trauma ringan pada bibir, lidah
atau bagian dalam pipi dan terjadi sedikitnya tiga kali
setahun.
2. Luka-luka pada daerah genital (genital sores)
3. Luka-luka di kulit (skin sores)
4. Kelainan mata: uveitis, retinitis dan iritis yang menimbulkan
mata merah, penglihatan kabur, nyeri, silau, atau selalu
keluar air mata.
5. Artritis ( nyeri, pembengkakan dan kaku sendi).
73

Gambar 15. Penyakit Behcet


(Sumber: Div.Rheumatology & ABDA, John Hopkins University)
Gejala klinis yang jarang terjadi adalah:
 Keradangan sistem saraf pusat, misalnya meningitis
 Pembentukan bekuan darah (blood clots)
 Keradangan sistem pencernaan
 Kebutaan jika terjadi uveitis posterior diikuti kerusakan retina.
Gejala-gejala klinis pada penyakit Behcet dapat hilang timbul
dan kambuh berulang-ulang (flares).

Pengobatan penyakit Behcet


Tujuan pengobatan penyakit Behcet adalah mengurangi rasa
sakit dan mencegah penyakit menjadi lebih berat, antara lain
dengan cara :
 Mengobati dengan kortikosteroid untuk mengurangi rasa sakit
dan keradangan
 Memberi obat imunosupresif, misalnya azathioprine,
cyclosporine, dan colchicine untuk mengendalikan sistem
imun dan meredakan proses keradangan, serta mencegah
kekambuhan (flares)
74

 Istirahat selama terjadi kekambuhan


 Melakukan olahraga ringan, misalnya berenang atau jalan-
jalan selama penderita berada dalam kondisi remisi (tanpa
keluhan).

Prognosis penyakit Behcet. Sebagian penderita dapat


mengalami perbaikan klinis dan mengalami remisi sesudah terapi,
namun sebagian lainnya gejala-gejala penyakitnya makin
memburuk, misalnya mengalami kerusakan mata. Komplikasi
dapat terjadi beberapa bulan sampai beberapa tahun sejak
timbulnya gejala awal penyakit Behcet.

14
CELIAC DISEASE

Celiac disease adalah penyakit autoimun yang menyerang


usus halus (small intestine) sehingga mengganggu absorpsi nutrisi
dari makanan. Celiac disease disebut juga sebagai Celiac sprue,
Non tropical sprue atau Gluten-sensitive enteropathy. Penyakit ini
ditemukan di seluruh dunia, diderita oleh sekitar satu persen dari
penduduk dunia.
75

Penyebab celiac disease


Celiac disease adalah penyakit autoimun pada penderita yang
alergi terhadap gliadin, suatu komponen dari gluten, protein yang
terdapat pada gandum, jawawut (barley) dan rye (sejenis gandum).
Gluten terutama didapatkan pada makanan, meskipun juga
dijumpai pada berbagai bahan yang dikonsumsi manusia misalnya
obat-obatan, vitamin, dan pemoles bibir. Celiac disease termasuk
penyakit genetik yang juga dipicu oleh kehamilan, persalinan,
sesudah menjalani operasi, infeksi virus, atau adanya stres
emosional yang berat.
Jika penderita dengan celiac disease makan makanan atau
menggunakan bahan-bahan mengandung gluten, maka sistem imun
akan menimbulkan kerusakan pada vili usus halus sehingga
menghambat penyerapan nutrisi makanan.

Gejala klinis celiac disease


Gejala klinis bermacam-macam yang berbeda-beda antara
satu penderita dengan penderita lainnya, tergantung pada umur
penderita, beratnya kerusakan usus dan komplikasi yang terjadi.
Gejala klinis terjadi pada sistem pencernaan maupun pada bagian
tubuh lainnya.
Gejala klinis pada sistem pencernaan lebih sering terjadi pada
bayi dan anak, antara lain berupa :
 Sakit perut dan kembung
 Diare menahun
 Muntah
 Konstipasi
 Tinja berwarna pucat, berbau busuk, atau berlemak
 Berat badan menurun
76

Anak-anak yang menderita celiac disease juga akan selalu


gelisah, perkembangan dan pertumbuhan badannya terganggu, dan
masa pubernya terlambat dan mengalami kerusakan pada enamel
gigi permanen.
Pada orang dewasa gangguan sistem digestif jarang terjadi,
mungkin mengalami satu atau lebih gangguan berupa :
 Anemia defisiensi besi yang tidak jelas penyebabnya
 Rasa lelah
 Nyeri tulang atau sendi
 Arthritis
 Osteoporosis
 Depresi atau gelisah
 Tangan dan kaki terasa kaku dan nyeri (tingling numbness)
 Serangan kejang, apopleksi, atau stroke yang terjadi secara
tiba-tiba
 Menstruasi berlangsung tak teratur
 Infertilitas atau abortus berulang
 Luka-luka di dalam mulut
 Gatal-gatal (dermatitis herpetiformis)
77

Gambar 16 . Kerusakan usus pada celiac disease (kanan). Usus


normal (kiri)
( URL: http://www.bio.davidson.edu)

Komplikasi celiac disease. Dalam jangka panjang celiac


disease dapat menyebabkan malnutrisi, anemia, osteoporosis,
abortus berulang, penyakit hati dan kanker usus.
Celiac disease sering terjadi bersamaan dengan penyakit autoimun
lainnya, misalnya diabetes tipe 1, penyakit tiroid autoimun,
penyakit hati autoimun, arthritis rematoid, penyakit Addison, dan
sindrom Sjogren. Celiac disease sering ditemukan pada orang-
orang dengan gangguan genetik, misalnya Down syndrome dan
Turner syndrome.

Diagnosis celiac disease


Diagnosis penyakit ini sulit ditetapkan berdasar atas gejala
klinis karena mirip dengan gejala klinis penyakit lainnya. Untuk
membantu menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan :
78

 Pemeriksaan darah untuk menentukan titer autoantibodi,


yaitu anti-tissue transglutaminase antibodies (anti-tTGA) atau
anti- endomysium antibodies (anti-EMA).
 Biopsi usus halus
 Dermatitis herpetiformis. Kelainan kulit ini ditemukan pada
10-25% penderita celiac disease, yang ditetapkan melalui uji
antibodi dan biopsi kulit.

Pengobatan celiac disease


Satu-satunya tindakan untuk mengatasi celiac disease adalah
dengan melakukan diet bebas-gluten. Dalam waktu 3-6 bulan pada
anak dan beberapa tahun pada orang dewasa sesudah memulai diet
bebas-gluten akan terjadi penyembuhan pada usus halus yang
mengalami kerusakan. Dengan melakukan diet bebas gluten secara
terus menerus, kualitas hidup penderita akan meningkat dan dapat
mengurangi kemungkinan mengalami osteoporosis dan mencegah
terjadinya penyakit keganasan, misalnya limfoma usus.

Pencegahan celiac disease


Untuk mencegah terjadinya celiac disease, penderita alergi
gluten harus melaksanakan diet bebas-gluten seumur hidupnya,
dengan tidak mengkonsumsi makanan dan obat-obatan yang
mengandung gandum, jewawut dan barley.

15
79

CHRONIC FATIGUE
SYNDROME

Chronic fatigue syndrome, atau CFS, disebut juga Immune


dysfunction syndrome, adalah gangguan kesehatan penderita yang
menunjukkan kumpulan gejala klinis berupa kelelahan berat yang
tidak berkurang dengan istirahat di tempat tidur, dan akan lebih
memburuk jika penderita melakukan kegiatan fisik maupun mental.
Penderita juga mengeluh merasa lemah, nyeri otot, mengalami
gangguan dalam berkonsentrasi, pelupa, sukar tidur, dan merasa
lelah berkepanjangan sesudah melakukan kegiatan fisik. CFS dapat
berlangsung bertahun-tahun lamanya.

Penyebab CFS
Penyebab CFS belum diketahui dengan jelas, namun faktor
imunitas, endokrin, inflamasi sistem saraf dan faktor lingkungan
(misalnya infeksi virus) serta faktor genetik diduga mempengaruhi
timbulnya penyakit dan atau panjangnya perjalanan penyakit. CFS
dapat diderita oleh semua umur, baik perempuan maupun laki-laki,
berasal dari semua etnis dan dari berbagai tingkatan dan kelompok
sosial ekonomi. Perempuan penderita CFS empat kali lebih banyak
80

dibanding penderita laki-laki, dan umumnya penderita berumur


antara 40 dan 50 tahun.

Gejala klinis dan diagnosis CFS


Untuk menentukan diagnosis chronic fatigue syndrome,
seorang penderita harus menunjukkan tiga kriteria:

1. Menderita kelelahan berat yang bersifat kronis yang telah


berlangsung lebih dari enam bulan,
2. Tidak sedang menderita penyakit lain yang dapat
menimbulkan kelelahan.
3. Menunjukkan sedikitnya empat gejala atau keluhan di bawah
ini yang berlangsung lebih dari enam bulan:
 Mengalami gangguan konsentrasi atau pelupa
 Sakit tenggorokan
 Kelenjar limfe leher dan ketiak melunak (tender
lymphnodes)
 Kelemahan otot yang tidak jelas penyebabnya
 Nyeri otot
 Nyeri sendi yang berpindah-pindah (migratory
arthralgia) tanpa disertai pembengkakan atau
kemerahan
 Sakit kepala
 Bangun tidur dalam keadaan tidak segar
 Rasa lelah berkepanjangan (lebih dari 24 jam) sesudah
melakukan kegiatan fisik
 Demam ringan
Selain itu penderita CFS dapat menunjukkan gejala-gejala
klinis dan keluhan nyeri perut, kembung, nyeri dada, batuk kronis,
diare, pusing, mulut dan mata kering, sakit telinga, denyut nadi tak
teratur, sakit rahang, kaku badan setiap bangun pagi, mual,
81

keringat malam, depresi atau mudah marah, napas pendek,


kepekaan kulit meningkat, dan intoleransi terhadap alkohol.
Belum ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
membantu menegakkan diagnosis CFS.

Diagnosis banding CFS. Berbagai penyakit menunjukkan


gejala klinis seperti CFS, yaitu:

 Fibromyalgia syndrome
 Myalgic encephalomyelitis
 Neurasthenia
 Multiple sclerosis
 Chronic mononucleosis
 Lyme disease
 Penyakit endokrin (misalnya diabetes, hypothyroidism)
 Infeksi
 Kanker
 Penyakit psikis atau psikologis
 Ketergantungan obat

Pengobatan CFS
Pengobatan baik dengan obat-obatan maupun tindakan tanpa
obat ditujukan untuk mengurangi keluhan penderita. Belum
ditemukan obat yang spesifik untuk mengatasi berbagai gejala dan
keluhan CFS.
Antihistamin diberikan untuk mengatasi gejala alergi misalnya
pilek (running nose), sedangkan NSAIDs, misalnya ibuprofen
diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan demam.
Perubahan cara hidup dan menghindari kegiatan fisik yang
berlebihan, menghindari stres, membatasi diet, melakukan olahraga
ringan dan pemberian suplemen nutrisi yang tidak berlebihan ,
82

dianjurkan, disamping pemberian obat-obatan untuk mengatasi


rasa nyeri dan gangguan tidur, serta keluhan-keluhan lainnya.
Diagnosis dini CFS dan tindakan serta pengobatan yang segera
dilakukan dapat memperbaiki kesehatan umum penderita serta
mencegah terjadinya komplikasi.
83

16

CONTACT DERMATITIS

Contact dermatitis (Dermatitis kontak) adalah reaksi kulit


yang terjadi akibat terjadinya sentuhan antara kulit dengan bahan-
bahan tertentu yang mengiritasi kulit (irritant). Reaksi pada kulit
juga dapat ditimbulkan oleh alergen yang memicu terjadinya reaksi
alergi. Sebagian besar dermatitis kontak termasuk dalam kelompok
kontak dermatitis alergik ( Allergic contact dermatitis, ACD) atau
ICD (Irritant Contact Dermatitis).

Penyebab dermatitis kontak


Pada anak-anak, jenis iritan yang paling sering menyebabkan
timbulnya reaksi dermatitis kontak adalah sabun dan detergen, air
liur (saliva), losion bayi, parfum dan makanan.
Selain logam, kosmetik dan obat-obatan, tanaman juga dapat
menimbulkan dermatitis kontak, misalnya daun pasang-pasang
beracun (poison ivy) dan latex yang berasal dari getah pohon karet
(termasuk semua benda yang terbuat dari latex).
84

Lebih dari 3000 jenis bahan kimia dapat menyebabkan


dermatitis kontak. Logam yang paling sering menimbulkan kelainan
kulit ini adalah nikel, krom dan merkuri. Kosmetik yang sering
menimbulkan dermatitis kontak adalah cat rambut yang
mengandung parafenilendiamin dan pewarna pakaian, parfum, eye
shadow, cat kuku, lipstik, dan beberapa jenis bahan tabir surya
(sunscreen).
Obat-obatan yang dapat menyebabkan dermatitis kontak
adalah neomisin dalam krim kulit, dan novokain serta paraben yang
terdapat dalam bentuk anestesi lokal.

Gejala klinis dermatitis kontak


Penderita dermatitis kontak dapat menunjukkan gejala:
 Kemerahan pada kulit dan pembengkakan
 Kulit melepuh (blistering)
 Gatal-gatal
 Bercak-bercak dan penebalan sementara pada kulit

Gambar 17. Contact dermatitis


(URL:http://www.hardinmed.lib.uiowa.edu/)
85

Pengobatan dan pencegahan


Pengobatan dermatitis kontak ditentukan berdasarkan umur
anak, kondisi kesehatannya, riwayat penyakitnya, luasnya kelainan
kulit, dan kepekaan penderita terhadap obat yang akan digunakan.
Tindakan pengobatan dan pencegahan yang sebaiknya dilakukan
terhadap reaksi kulit yang ringan dan sedang adalah :
 Cucilah kulit dengan sabun dan air segera sesudah terjadi
kontak antara kulit dengan bahan iritan
 Cucilah pakaian atau barang yang sudah tercemar getah
tanaman beracun
 Lakukan kompres dingin dan basah untuk mengurangi
keradangan jika kulit terkelupas.
86

17
CROHN’S DISEASE

Penyakit Crohn (Crohn’s disease) adalah penyakit yang


disebabkan oleh inflamasi saluran pencernaan, dapat terjadi di
semua lokasi mulai dari mulut sampai anus terutama sering terjadi
di daerah usus halus (ileum). Penyakit ini diderita oleh perempuan
maupun laki-laki berumur antara 20 sampai 30 tahun yang masih
mempunyai hubungan keluarga. Orang Jahudi banyak menderita
penyakit ini, sedangkan golongan ras kulit hitam Amerika
mempunyai risiko lebih kecil terkena Crohn’ disease.

Penyebab penyakit Crohn


Faktor genetik (variasi gen NOD2) dan faktor lingkungan
tampaknya berperan pada terjadinya Crohn’s disease, namun
banyak faktor lainnya yang belum dapat dijelaskan.
Adanya bakteri usus dan faktor merokok diduga dapat
meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini.

Gejala klinis penyakit Crohn


Gejala yang sering dijumpai pada Crohn’s disease adalah
nyeri perut di daerah kanan bawah, dan diare.
87

Dapat juga terjadi perdarahan rectum, penurunan berat badan,


arthritis, kelainan kulit, dan demam. Perdarahan yang berat dapat
menimbulkan anemia, sedangkan anak-anak yang menderita
Crohn’s disease dapat terhambat pertumbuhan dan
perkembangannya.

Diagnosis penyakit Crohn


Pemeriksaan darah dan tinja penderita menunjukkan adanya
anemia, inflamasi usus dan perdarahan usus.
Pemeriksaan sinar X sesudah pemberian barium per oral,
menunjukkan adanya inflamasi dan gambaran abnormal usus.
Pemeriksaan sigmoidoscopy dan colonoscopy dapat menunjukkan
adanya inflamasi dan perdarahan usus.

Gambar 18. Crohn’s disease pada usus


( Sumber: Medgadget,2006)
88

Komplikasi penyakit Crohn. Komplikasi yang sering terjadi


adalah pembuntuan usus akibat penebalan dinding usus disertai
pembengkakan dan jaringan parut yang terjadi. Crohn’s disease
juga dapat menyebabkan pembentukan ulkus yang kemudian
menyebabkan terjadinya lubang (fistula) yang menembus kearah
kandung seni, vagina, atau kulit. Crohn’s dapat menimbulkan
gangguan penyerapan makanan, terbuangnya protein, dan asupan
diet yang rendah, sehingga terjadi gangguan nutrisi berupa
defisiensi protein, kalori, dan vitamin-vitamin.
Komplikasi lain Crohn’s disease adalah arthritis, kelainan kulit,
inflamasi mata dan mulut, batu ginjal, batu empedu, dan penyakit-
penyakit lain pada hati dan saluran empedu.

Pengobatan dan tindakan penyakit Crohn


Penanganan penyakit Crohn dilakukan melalui pemberian obat-
obatan, perbaikan gizi penderita melalui suplemen nutrisi, atau
dalam keadaan tertentu melalui tindakan pembedahan.

1. Obat-obatan :
 Antiradang. Mesalamine (sulfasalazine) kadang-kadang
menimbulkan efek samping berupa mual, muntah, diare
dan sakit kepala.
 Kortison/steroid. Pemakaian jangka panjang steroid
dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi
mikroorganisme.
 Supresor sistem imun misalnya 6-mercaptopurine.
 Antibiotika. Ampisilin, sulfonamid, cephalosporin,
tetrasiklin dan metronidazole diberikan jika terjadi
pertumbuhan berlebihan (overgrowth) bakteri usus,
89

terjadi fistula, striktura atau jika dilakukan


pembedahan.
 Antidiare. Diare kronis pada penyakit Crohn dapat
diobati dengan loperamid (2-4 mg) atau diphenoxylate
dengan atropin.

2. Suplemen nutrisi

3. Pembedahan. Pemotongan usus yang rusak atau melakukan


colectomy dengan membuat lubang anus buatan (stoma)
pada daerah puncak ileum dilakukan sesuai dengan keadaan
yang dialami penderita.

4. Kombinasi pengobatan dan pembedahan.

Perhatian. Pemberian obat-obatan antituberkulosis, makrolid,


fluorokuinolon, 5-nitroimidazol, dan rifaximin sebaiknya dihindari
karena dapat memicu terjadinya kekambuhan penyakit Crohn.
Selain itu Steroid tidak dianjurkan diberikan untuk pengobatan
jangka panjang (maintenance therapy) karena banyak
menyebabkan terjadinya komplikasi, misalnya osteoporosis,
katarak, diabetes dan hipertensi.
90

18

DERMATITIS ATOPIK

Dermatitis atopik (eczema, eksema) merupakan penyakit


kronis pada kulit yang berlangsung lama (long-lasting), yang tidak
ditularkan dari orang ke orang lain. Dermatitis menunjukkan adanya
inflamasi atau keradangan pada kulit. Atopik berarti sekelompok
penyakit yang menunjukkan tendensi terjadinya bersamaan dengan
adanya keadaan alergi lainnya, misalnya asma dan hay fever.
Eksema sebenarnya merupakan istilah umum bagi berbagai
tipe inflamasi pada kulit. Dermatitis atopik merupakan bentuk yang
paling sering dijumpai dibanding bentuk-bentuk eksema lainnya,
yang dapat diderita baik oleh perempuan maupun laki-laki.

Penyebab dermatitis atopik


Penyebab dermatitis atopik masih belum jelas, namun ada
kaitannya dengan faktor heriditer (genetik) dan faktor pengaruh
lingkungan.
91

Umumnya dermatitis atopik berawal sejak masa anak-anak. Anak-


anak cenderung menderita penyakit ini jika salah satu atau kedua
orangtuanya menderita alergi, misalnya asma atau hay fever.
Tiga perempat dari anak-anak dengan dermatitis atopik di
kemudian hari akan berkembang menjadi asma atau hay fever, dan
hanya seperempatnya tetap menunjukkan gejala-gejala kelainan
kulit.
Selain faktor lingkungan, dermatitis atopik juga ada kaitannya
dengan gangguan fungsi (malfunction) sistem imun tubuh.

Gambar 19. Atopic dermatitis


(Sumber: http://www.dermatlas.med.jhmi.edu/AtopicDERMATITIS)

Penderita dermatitis atopik menunjukkan titer sitokin yang


lebih rendah dari titer sitokin yang dibutuhkan oleh sistem imun
pada individu yang sehat, sedangkan sitokin lain yang memicu
reaksi alergi menunjukkan titer yang lebih tinggi. Akibatnya sistem
imun akan memperoleh informasi yang tidak benar sehingga akan
memicu terjadinya reaksi inflamasi pada kulit, meskipun
sebenarnya tidak terjadi infeksi oleh organisme. Pada keadaan
92

autoimmun ini tubuh bereaksi terhadap jaringannya sendiri. Adanya


iritan dan alergen akan memperburuk keadaan dermatitis atopik.
Iritan adalah benda-benda yang menyebabkan kulit menjadi gatal
dan merah atau terasa terbakar. Beberapa jenis iritan adalah :
 Wol atau serat buatan
 Sabun dan bahan pembersih
 Parfum dan bahan kosmetik,
 Klorin, minyak mineral, atau cairan pelarut
 Debu atau pasir
 Asap rokok

Allergen adalah bahan-bahan pemicu terjadinya alergi yang


berasal dari bahan makanan, hewan atau bahan lain yang ada di
udara, misalnya :
 Telur, kacang (peanuts), susu, ikan, kedelai, dan gandum
 Tungau debu (dust mites)
 Jamur (mold)
 Serpihan kulit (dander) hewan, misalnya anjing atau kucing

Stres, amarah dan frustasi bukanlah penyebab terjadinya


dermatitis atopik, tetapi dapat memperberat gejala klinisnya.
Adanya infeksi kulit oleh bakteri, perubahan temperatur, dan iklim
(misalnya kelembaban yang rendah di musim dingin, udara yang
kering sepanjang tahun), dapat memicu terjadinya kelainan kulit
tersebut.

Gejala klinis dermatitis atopik


Kulit penderita dermatitis atopik kehilangan kelembabannya,
menyebabkan kulit menjadi sangat kering yang mengurangi
kemampuan proteksinya terhadap infeksi bakteri, misalnya
Staphylococcus dan Streptococcus, atau virus.
93

Gejala dan keluhan yang dialami penderita berbeda-beda.


Gejala yang umum terjadi adalah kulit yang terasa kering dan gatal,
dan ruam (rashes) pada wajah penderita, di belakang lutut, di
bagian dalam siku, pada tangan dan kaki. Rasa gatal merupakan
gejala utama pada dermatitis atopik. Garukan dan gosokan pada
daerah yang gatal, menimbulkan iritasi pada kulit, dapat
menyebabkan inflamasi, dan meningkatkan rasa gatal. Rasa gatal
akan menimbulkan gangguan tidur penderita.
Gambaran kulit pada dermatitis atopik sesuai dengan
banyaknya garukan kulit oleh penderita, dan adanya infeksi
sekunder. Kulit dapat berwarna merah dan berbercak-bercak,
menebal, atau membentuk kerak (crusty) dan menunjukkan
gambaran adanya infeksi sekunder.
Dermatitis atopik pada kulit di daerah sekitar mata, akibat
garukan-garukan dapat menimbulkan pembengkakan dan
kemerahan kulit di daerah tersebut, membentuk lipatan kulit baru
di bawah mata dan rontoknya bulu mata dan rambut alis.

Pengobatan Eksema
Tujuan pengobatan dermatitis atopik adalah mengurangi rasa
gatal, memperbaiki kulit yang rusak, dan menghambat reaksi
inflamasi.

1. Mandi dan memberi pelembab kulit. Mandi dianjurkan satu


kali sehari menggunakan air hangat dan tidak memakai sabun
kecuali untuk menghilangkan kotoran. Gunakan pembersih
ringan (mild cleanser) sebagai pengganti sabun. Sesudah
mandi berikan pelembab kulit dalam bentuk krim, mineral oil,
atau baby oil.

2. Antihistamin diberikan untuk mengurangi rasa gatal.


94

3. Kortikosteroid bentuk sistemik maupun bentuk topikal


diberikan untuk meredakan inflamasi.

4. Antibiotika diberikan untuk mengobati infeksi sekunder.

Pencegahan
Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan air susu
ibu sampai umur 4 bulan jarang menderita dermatitis atopik.
Demikian juga halnya bayi yang mendapatkan protein susu sapi
yang sudah diproses ( partially hydrolyzed formula) juga lebih
jarang menderita dermatitis atopik.
95

19
DERMATITIS
HERPETIFORMIS

Dermatitis herpetiformis (DH) adalah penyakit autoimun yang


terkait dengan enteropati sensitif gluten (gluten-sensitive
enteropathy-GSE) yang ditandai adanya ekskoriasi kelompok-
kelompok kulit, eritema, bercak urtikaria, papula dan vesikel.
Kelainan kulit terjadi pada permukaan ekstensor dari siku, lutut,
pantat, dan punggung. Penyakit ini sering diderita oleh orang kulit
putih terutama yang berasal dari Eropa Utara dan jarang dijumpai
pada orang Asia dan orang Afrika.

Penyebab dermatitis herpetiformis


DH merupakan penyakit autoimun yang merupakan
manifestasi kulit dari Celiac disease yang ringan atau tanpa gejala.
Faktor genetik menjadi latar belakang dari terjadinya sensitif gluten
(gluten-sensitive enteropathy). Rangsangan menahun gluten
menyebabkan terjadinya respon imunologik pada mukosa usus yang
96

kemudian menimbulkan aktivasi sel-sel endotel kulit dan sel


neutrofil dan sel-sel radang darah lainnya.

Gejala klinis dermatitis herpetiformis


Lesi kulit DH terutama didapatkan pada lengan, lutut dan
pantat penderita, menimbulkan rasa sangat gatal yang menjadi
lebih berat jika penderita mengkonsumsi gluten. Rasa gatal yang
hebat menyebabkan timbulnya banyak bekas garukan, dan
penderita akan mengalami gangguan tidur. Infeksi sekunder bisa
terjadi. DH merupakan penyakit menahun dengan eksaserbasi dan
remisi yang berulang-ulang.

Gambar 20. Dermatitis herpetiformis


(Sumber: www.dermimages.med.jhmi.edu/Dermatitisherpetiformis )

Diagnosis dermatitis herpetiformis


Dasar diagnosis adalah letak sebaran erupsi kulit yang terjadi,
yaitu tersebar simetris di daerah permukaan ekstensor dari bahu,
97

siku, lutut dan pantat penderita. Erupsi sangat gatal, seolah


terbakar menyengat sehingga sering dijumpai erosi dengan krusta
tetapi tidak terdapat lagi vesikel karena sudah pecah akibat
garukan. Penderita bisa mengalami steatore ringan dan defisiensi
folat akibat adanya malabsorpsi ringan.
Pemeriksaan darah menunjukkan adanya IgA circulating
immune complex pada 25-35% penderita DH.
Terdapat hubungan terjadinya DH dengan penyakit-penyakit
autoimun lainnya, misalnya dermatomiositis, diabetes melitus tipe
1, miastenia gravis, artritis rematoid, Sjogren syndrome, lupus, dan
tiroid yang abnormal. Sekitar 50% penderita DH juga menderita
gangguan tiroid, misalnya hipotiroid, hipertiroid, nodul tiroid atau
kanker tiroid. Untuk mendukung diagnosis DH dilakukan biopsi kulit,
pemeriksaan serum untuk menemukan IgA endomysial antibodies
(terdapat pada 70-90% penderita DH).
Pemeriksaan direct immunofluorescence menunjukkan adanya
deposit granuler IgA pada papil kulit di tepi lesi kulit.

Pengobatan dermatitis herpetiformis


Pengobatan DH dilakukan dengan pemberian obat-obatan,
diet tanpa gluten , atau kombinasi keduanya.
Obat-obatan. Dapsone (diaminodiphenyl sulfone) dan
sulfapyridine merupakan pengobatan primer untuk mengobati DH.
Pemberian dapsone dalam waktu beberapa jam sudah menunjukkan
adanya perbaikan kulit dan menurunnya gejala klinis kulit.
Obat-obat lain yang dapat diberikan adalah colchicine, cyclosporine,
azathioprine, dan prednison.
Untuk mencegah timbulnya dermatitis herpetiformis,
penderita harus menghindari makanan yang mengandung gluten.
Jika telah terjadi dermatitis herpetiformis, selain diberikan
obat-obatan sebaiknya juga diikuti dengan menghentikan
pemberian semua jenis makanan yang mengandung gluten.
98

20
DERMATOMIOSITIS

Dermatomiositis (dermatomyositis) merupakan salah satu dari


kelompok penyakit-penyakit otot (Inflammatory myopathies), yang
memiliki ciri khas yaitu adanya radang kronis disertai kelemahan
otot. Penyakit ini sering dikaitkan dengan penyakit vaskuler-
kolagen, atau penyakit-penyakit autoimun, misalnya lupus.

Gejala klinis dermatomiositis


Gejala utama dermatomiositis adalah ruam kulit (skin rash)
yang terjadi sebelum atau bersama-sama dengan terjadinya
kelemahan otot yang progresif.
Ruam kulit berbentuk bercak berwarna biru kemerahan yang
terbentuk di kelopak mata. Bercak merah juga dapat dijumpai di
tempat lain, misalnya wajah, leher, bahu, dada bagian atas, dan
punggung yang kadang-kadang disertai pembengkakan di daerah
tersebut. Otot-otot yang yang sering mengalami kelemahan adalah
otot-otot untuk meregang, misalnya otot buku jari, siku, tumit, dan
otot jari kaki.
99

Gambar 21. Dermatomiositis


(Sumber: www.dermimages.med.jhmi.edu/dermatomyositis)

Penderita dewasa dermatomiositis ada yang menurun berat


badannya, menderita demam ringan, radang paru, dan peka
terhadap sinar. Selain itu dapat timbul kalsinosis yaitu timbunan
kalsium yang terasa sebagai benjolan keras di bawah kulit atau di
dalam otot. Kalsinosis terjadi 1-3 tahun sesudah penyakit mulai
terasa dan lebih sering dijumpai pada anak-anak.

Pengobatan dermatomiositis
Pengobatan ditujukan terhadap keluhan yang diderita oleh
penderita. Selain itu dilakukan fisioterapi, olahraga, terapi panas
(termasuk penggunaan microwave dan ultrasound), latihan dan
istirahat. Pemberian kortikosteroid, baik berbentuk tablet maupun
secara intravenus merupakan pengobatan dasar terhadap
dermatomiositis. Obat-obat imunosupresan, misalnya azathioprine
dan metotrexat, cyclosporine A dan cyclophosphamide baru
digunakan untuk mengurangi inflamasi jika prednison tidak mampu
mengatasinya.
Terapi fisik (fisioterapi) dilakukan untuk mencegah terjadinya
atrofi otot dan untuk meningkatkan kekuatan otot dan kemampuan
100

pergerakan otot. Sesuai dengan keperluan masing-masing


penderita dermatomiositis, salep kortikosteroid diberikan jika ada
kelainan kulit. Penderita harus selalu terlindung dari sinar matahari
dengan memakai pakaian dan pelindung khusus.
Tindakan operasi dilakukan untuk mengeluarkan timbunan
kalsium (kalsinosis) yang menimbulkan nyeri saraf atau jika terjadi
infeksi sekunder.
Sebagian besar penderita dermatomiositis dapat diobati.
Penyakit ini memburuk dan sukar diobati jika penderita juga
menderita kelainan jantung atau paru-paru.

Pencegahan dermatomiositis

Tidak ada tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah


terjadinya dermatomiositis.
101

21
DIABETES TIPE 1

Diabetes tipe 1 (dulu disebut insulin-dependent diabetes –


IDDM) adalah penyakit autoimun akibat adanya kelainan pada
sistem imun, dimana sel T menyerang sel-beta pankreas yang
memproduksi insulin. Akibat menurunnya massa sel-beta pankreas
tersebut maka produksi insulin menurun atau tidak diproduksi lagi.
Penyakit katabolik ini terutama diderita oleh anak-anak berumur 4
tahun dengan puncak pada usia antara 11-13 tahun, dengan
jumlah penderita pria lebih banyak dari pada perempuan.
Faktor lingkungan yang diduga dapat merangsang terjadinya
gangguan fungsi sel beta adalah penyakit-penyakit virus (misalnya
mumps, rubela dan Coxsackie B4), racun kimia, sitotoksin, dan
paparan susu sapi pada bayi. Selain itu diduga vitamin D juga
berperan pada patogenesis dan pencegahan terjadinya diabetes.

Gambaran klinis dan diagnosis


Gejala klinis yang umum ditemukan pada Diabetes Melitus
tipe 1 adalah:
1. Poliuri dan selalu haus (polidipsi).
2. Polifagi tetapi penderita mengalami penurunan berat badan.
102

3. lemah badan dan kelelahan.


4. Kejang otot akibat tidak seimbangnya elektrolit
5. Sering kencing malam hari (nocturnal enuresis). mual, dan
6. Penglihatan kabur akibat terjadinya kelainan pada
hiperosmolariti dan dilatasi lensa.
7. Gangguan gastrointestinal : mual, muntah, nyeri dan
gangguan perut.
8. Neuropati perifer yang bersifat bilateral simetris (kaku dan
sesemutan pada bagian bawah kaki dan tangan).

Komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler akan


meningkatkan risiko penyakit jantung iskemik, penyakit vaskuler
otak, penyakit vaskuler perifer dengan gangren pada anggota gerak
bawah, penyakit ginjal kronik, gangguan penglihatan dan kebutaan,
dan neuropati perifer dan saraf autonom. Tingginya angka
morbiditas dan kematian bayi prematur diduga dapat dipengaruhi
oleh terjadinya komplikasi Diabetes Melitus tipe I ini.
Diagnosis Diabetes Melitus tipe I selain ditetapkan melalui gejala
klinis, juga diperkuat dengan melakukan pemeriksaan glycosylated
hemoglobin test (HgbAIC) untuk memantau perjalanan diabetes.

Pengobatan dan Pencegahan


 Pemberian insulin secara parenteral berupa intermediate-
acting insulin (NPH atau lente) satu atau dua kali sehari,
dengan atau tidak disertai sejumlah kecil regular insulin.
 Transplantasi pankreas dan transplantasi ginjal jika ginjal
tidak lagi berfungsi.
 Jika terjadi gangguan refraksi mata, maka perbaikan refraksi
dilakukan sesudah diabetes terkendali.
103

Pengobatan untuk mengendalikan glikemia dan hiperlidemia dapat


menurunkan insidens komplikasi mikrovaskuler maupun
makrovaskuler.

22
ERYTHEMA MULTIFORME

Erythema multiforme adalah penyakit dengan kelainan kulit


akibat terjadinya reaksi alergi. Penyakit ini mempunyai dua bentuk
yang secara klinis lebih berat yaitu Steven-Johnson syndrome dan
Toxic epidermal necrolysis atau Lyell’s syndrome.

Penyebab erythema multiforme


Penyebab sebenarnya tidak diketahui, tetapi erythema
multiforme terjadi sebagai suatu bentuk reaksi hipersensitif (alergi)
terhadap obat-obatan, infeksi, atau penyakit. Obat-obatan yang
sering menimbulkan penyakit ini adalah sulfonamide, penisilin,
barbiturat, dan phenytoin. Penyakit-penyakit yang terkait adalah
herpes simplex dan infeksi mikoplasma.
Kelainan terjadi pada pembuluh darah kulit disertai kerusakan
pada jaringan kulit. Sekitar 90% kejadian erythema multiforme
berhubungan dengan infeksi herpes simplex dan mikoplasma.
104

Penderita terutama adalah anak-anak dan golongan umur dewasa


muda. Erythema multiforme mempunyai gejala klasik seperti lesi
kulit lainnya, dengan atau tanpa disertai gejala-gejala sistemik.
Pada Steven-Johnson syndrome, ditemukan gejala sistemik
yang berat disertai oleh lesi kulit yang luas, melibatkan berbagai
bagian tubuh, terutama membrane mukosa.
Toxic epidermal necrolysis (TEN syndrome atau Lyell’s
syndrome) menunjukkan terjadinya banyak bagian kulit dan
mukosa yang melepuh (bulla) dan mengelompok, yang kemudian
akan mengelupas.

Gejala klinis erythema multiforme


Gejala klinis penyakit ini terutama berupa lesi kulit yang
multipel, dan berbagai gejala lainnya.
Lesi kulit yang terjadi mempunyai sifat-sifat bermacam-macam,
yaitu:
 Terjadi secara mendadak, dan dapat kambuh berulang
 Bisa menyebar
 Dapat berbentuk nodul, papula, atau makula
 Pusat lesi dikelilingi oleh lingkaran cincin yang pucat dan
berwarna kemerahan (disebut “target”, “iris”, atau “mata
sapi”)
 Terdapat di daerah kaki (betis dan pangkal kaki), lengan, dan
tangan
 Dapat terjadi pada wajah dan bibir
 Tidak pernah dijumpai di bagian badan (trunk)
 Kelainan bersifat simetris.

Gejala klinis lain yang dialami penderita adalah:


 Gatal
105

 Demam
 Sakit seluruh badan
 Nyeri sendi-sendi
 Gangguan penglihatan
 Mata kering
 Mata merah (bloodshot eyes)
 Mata terasa panas, gatal dan berair
 Gangguan pada mulut

Gambar 22. Erythema multiforme


(URL: http://www.usc.edu/-/healthcenter/jpg )

Diagnosis erythema multiforme


Diagnosis terutama EM didasarkan pada bentuk kelainan kulit
dan penyebarannya yang simetris, adanya anamnesis adanya faktor
penyakit-penyakit yang menjadi pemicunya.
Nikolsky’s sign mungkin positif.
Hasil pemeriksaan mikroskopis atas biopsi kulit dapat
membedakan erythema multiforme dari kelainan kulit lainnya.
Tampak adanya sel-sel jaringan yang mati dan kelainan lainnya,
serta dapat ditunjukkan adanya deposit antibodi.
106

Pengobatan erythema multiforme


Tujuan akhir pengobatan adalah mengatasi penyebab dan
penyakit yang menjadi pemicu terjadinya erythema multiforme,
mengatasi gejala kliniknya, dan mencegah terjadinya infeksi. Obat-
obatan yang diduga menjadi pemicu penyakit ini harus dihentikan
penggunaannya.

Untuk mengatasi gejala penyakit yang ringan digunakan:


1. Kompres lembab pada lesi kulit
2. Memberikan antihistamin untuk mengurangi gatal
3. Obat anti panas dan rasa sakit (acetaminophen)
4. Anestesi topical(terutama terhadap lesi mulut) untuk
memudahkan penderita makan dan minum.

Pada penyakit yang berat (Stevens-Johnson syndrome), dan toxic


epidermal necrolysis, penderita sebaiknya rawat inap dan diisolasi
di unit perawatan intensif atau di unit luka bakar.
Obat-obatan yang dapat diberikan antara lain:
 Kortikosteroid sistemik untuk mengendalikan inflamasi
 Intravenous immunoglobulins (IVIG) untuk menghentikan
proses penyakit
 Antibiotika diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.
 Antivirus diberikan setiap hari, jika penyebabnya adalah virus
herpes, untuk mencegah kekambuhan.
 Mengganti cairan tubuh yang hilang jika terdapat kelainan
kulit yang luas, untuk mencegah syok.
 Skin grafting (cangkok kulit) dilakukan jika kelainan kulit luas.

Komplikasi erythema multiforme. Komplikasi yang dapat


terjadi berupa kecacatan akibat kerusakan kulit yang permanen.
Selain itu dapat terjadi komplikasi-komplikasi lain, yaitu :
1. Infeksi sekunder ( selulitis)
107

2. Infeksi sistemik (sepsis)


3. Syok, akibat kehilangan cairan tubuh
4. Kadang-kadang terjadi lesi pada organ internal yang
menimbulkan gejala dan keluhan pneumonitis, miokarditis,
nefritis, dan hepatitis.

Prognosis. Erythema multiforme yang ringan umumnya akan


menyembuh dalam waktu 2 sampai 6 minggu, tetapi dapat kambuh
kembali.
Pada bentuk klinis yang berat (Stevens-Johnson syndrome
dan Toxic epidermal necrolysis) penyakit sukar disembuhkan, dan
menyebabkan angka kematian yang tinggi.
108

23
FIBROMIALGIA

Fibromyalgia (fibromialgia) adalah gangguan kronis yang


ditandai dengan rasa nyeri pada banyak otot, ligament dan tendon,
disertai rasa lelah dan nyeri tekan pada berbagai tempat. Gangguan
ini terutama diderita oleh perempuan pada usia pertengahan yang
jumlah penderitanya meningkat sesuai dengan bertambahnya
umur. Gejala fibromialgia seringkali mulai terjadi sesudah terjadinya
trauma fisik atau emosional.
109

Gambar 23. Siklus fibromialgia


(URL:http://www.natural-remedies-nurse.com/fibromyalgia)

Penyebab fibromialgia
Berbagai faktor berpengaruh atas timbulnya fibromialgia,
yaitu :
 Genetik. Fibromialgia umumnya terjadi pada suatu keluarga.
 Infeksi.
 Trauma fisik atau emosional.
 Adanya gangguan tidur dan penyakit rematik, misalnya
arthritis rematoid atau lupus.

Gejala klinis fibromialgia


Gejala klinis yang timbul tergantung pada iklim, adanya
stres, aktivitas fisik dan waktu terjadinya fibromialgia.
1. Nyeri yang timbul menyebar pada otot-otot di berbagai bagian
tubuh
2. Nyeri tekan pada bagian tubuh atau titik tertentu (tender
points) yaitu di belakang kepala, di antara puncak bahu,
antara tulang belikat, sisi depan leher, dada bagian atas,
bagian atas pinggul, bagian sisi pinggang, dan bagian dalam
lutut.

3. Merasa lelah dan mengalami gangguan tidur.

4. Keluhan lainnya: Banyak penderita fibromialgia umumnya


juga menderita Chronic Fatigue Syndrome, depresi,
endometriosis, sakit kepala, Irritable bowel syndrome, Lupus,
osteoarthritis, stress pasca-trauma, Restless legs syndrome
dan Rheumatoid arthritis.
110

Gambar 24. Tender points pada fibromialgia.


(URL: http://www.cure.org/ woman/gif)

Diagnosis dan pemeriksaan


The American College of Rheumatology menetapkan dua
kriteria untuk menentukan diagnosis fibromialgia, yaitu:
1. Nyeri tersebar yang berlangsung sedikitnya tiga bulan.
2. Sedikitnya terdapat 11 tender points dari 18 titik yang
mungkin ada.

Komplikasi fibromialgia
Rasa nyeri, depresi dan gangguan tidur yang dialami
penderita dapat menimbulkan gangguan hubungan penderita
dengan lingkungan sekitarnya, baik di rumah maupun di tempat
kerjanya. Sering terjadinya kesalah-pahaman dapat menyebabkan
frustasi pada penderita.
111

Pengobatan dan penanganan fibromialgia


Tujuan penanganan penderita adalah untuk mengurangi
gejala klinis dan keluhan penderita serta meningkatkan kesehatan
umum penderita.
Untuk mengurangi nyeri dan memperbaiki tidur penderita
dapat diberikan obat-obatan:
 Analgesik, misalnya asetaminofen, NSAID (nonsteroidal anti-
inflammatory drugs).
 Antidepressants, untuk memperbaiki tidur penderita, misalnya
fluoxetin (dikombinasi dengan amitriptilin), duloxetin dan
milnacipran.
 Anti-seizure drugs. Obat untuk mengatasi epilepsi sering
digunakan untuk mengurangi rasa nyeri penderita. Pregabalin
(Lyrica) disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration)
untuk mengobati fibromialgia.

Selain itu rehabilitasi medik dilakukan untuk mengembalikan


keseimbangan otot dan dapat mengurangi rasa nyeri. Terapi
kognitif perlu juga dilakukan untuk meningkatkan rasa percaya diri
dan untuk mengatasi stres yang dialami penderita. Terapi
alternative misalnya akupungtur dan terapi pijat (massage therapy)
dapat dilakukan untuk menangani fibromialgia.
112

24
GIANT CELL ARTERITIS

Giant Cell Arteritis (GCA) adalah radang idiopatik yang terjadi


pada pembuluh darah arteri berukuran sedang dan besar dengan
dinding otot pembuluh darah tersebut terinfiltrasi oleh monosit,
histiosit, sel plasma, dan sel raksasa berinti banyak (multinucleate
giant cells). Infiltrasi berat dapat menimbulkan pembuntuan
pembuluh darah sehingga menimbulkan iskemi dan gangguan
fungsi organ-organ yang dilayani oleh arteri bersangkutan.
Penderita umumnya perempuan berusia lanjut di atas 50
tahun, terutama yang berumur sekitar 75 tahun yang juga
menderita polymyalgia rheumatica (PMR).

Gejala klinis GCA


CGA merupakan gangguan kesehatan yang melibatkan
banyak sistem (multi-system) sehingga menimbulkan bermacam-
macam gejala dan kelainan. Derajat iskemi setiap sistem organ
bervariasi sehingga menimbulkan gejala-gejala dan keluhan yang
seringkali sudah dirasakan oleh penderita berbulan-bulan sebelum
diagnosis dapat ditegakkan. Manifestasi sistemik dapat berupa
malaise, anoreksia, penurunan berat badan, sakit kepala temporal
atau oksipital, keringat malam, nekrosis lidah, ulserasi mulut, abses
113

gigi, nyeri kulit kepala, nekrosis kulit kepala dan klaudikasio rahang
jika makan.
Gejala umum lainnya antara lain depresi, gangguan mental,
kelainan ginekologis, gejala flu yang persisten, faringitis kronis,
vertigo, sakit otot, aritmia jantung, payah jantung dan infark
miokard.
Kelainan pada mata berupa anterior ischemic optic
neuropathy (AION), posterior ischemic optic neuropathy (PION),
central retinal artery occlusion (CRAO), oklusi arteri cilioretinal,
amaurosis fugax, diplopia dan oftalmoflegia yang terjadi sebelum
terjadi pembuntuan total pada posterior ciliary artery, arteri retina
atau arteri oftalmik. Selanjutnya akan terjadi sindrom Horner,
hipotoni okuler, uveitis kronis, episkleritis dan skleritis,
konjungtivitis, sindrom iskemik okuler, dan halusinasi visual. Jika
telah terjadi gejala-gejala pada mata, maka tidak lama kemudian
penderita akan mengalami kebutaan.

Gambar 25. Giant cell arteritis


(Sumber: http://www.biodavidson.edu/courses/immunology)
114

Diagnosis GCA
Gejala klinis yang terjadi pada penderita berusia lanjut
mengarahkan diagnosis GCA. Untuk membantu menegakkan
diagnosis dilakukan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) yang
biasanya meningkat. Jika LED meningkat dilakukan biopsi arteri
temporal untuk memastikan diagnosis.

Pengobatan GCA
Steroid sistemik dalam dosis besar diberikan untuk mencegah
hilangnya penglihatan penderita dan menurunkan morbiditas. Pada
GCA bentuk ringan prednison diberikan dengan dosis 10-20 mg per
hari.
GCA dapat menimbulkan kerusakan progresif pada mata
yang dapat menimbulkan kebutaan dalam waktu beberapa jam. Jika
terjadi gangguan penglihatan segera diberikan metilprednisolon 1-2
mg intravenus selama beberapa hari, diikuti prednison per oral 80-
120 mg per hari selama beberapa minggu. Sesudah itu penderita
mendapatkan pengobatan prednison dosis rendah selama 2-4 tahun
lamanya.
Untuk mencegah terjadinya efek samping pemberian
kortikosteroid, sebaiknya dilakukan pemeriksaan kepadatan tulang
(bone density) dan memberikan suplemen kalsium dan vitamin D
dan pengobatan lainnya untuk menghindari keropos tulang.
115

25
GOODPASTURE SYNDROME

Sindrom Goodpasture (Goodpasture syndrome), juga disebut


Anti-glomerular basement membrane disease (anti-GBM disease)
adalah penyakit yang menyerang dan menimbulkan kerusakan
ginjal dan perdarahan ke dalam paru yang berlangsung cepat dan
progresif.

Penyebab sindrom Goodpasture


Sindrom Goodpasture termasuk kelainan autoimun dimana
antibodi penderita menyerang jaringan kolagen yang terdapat pada
alveoli di paru dan glomerulus di ginjal. Antibodi yang berperanan
pada sindrom ini adalah anti-glomerular basement membrane
antibodies (anti-GBM antibodies).
Kelainan autoimun ini kadang-kadang dipicu oleh infeksi virus
pada pernapasan atau akibat menghirup larutan hidrokarbon.
Dalam hal ini sistem imun menyerang organ dan jaringan organ
penderita sendiri karena salah mendeteksinya sebagai virus atau
bahan kimia asing tersebut.
116

Gejala klinis sindrom Goodpasture


Akibat serangan antibodi menyebabkan terjadinya perdarahan
alveoli sehingga menimbulkan gangguan pernapasan penderita,
batuk-batuk disertai sputum berdarah. Kelainan pada paru
umumnya terjadi beberapa hari sampai beberapa bulan sebelum
terjadi kerusakan pada ginjal.
Keradangan pada glomerulus ginjal terjadi dengan cepat
menyebabkan gangguan dan hilangnya fungsi ginjal dalam waktu
beberapa hari (crescentic nephritis) dan menyebabkan terjadinya
hematuri, proteinuri, atau gagal ginjal.
Selain gejala-gejala tersebut penderita juga mengalami :
 Urine berwarna gelap, output urine menurun, urine berbuih
 Sukar bernapas dan nyeri dada
 Lemah badan
 Mual dan muntah
 Pucat

Pada pemeriksaan fisik penderita antara lain dapat ditemukan :


1. Hipertensi
2. Pembesaran jantung dan adanya gallop rythms
3. Crackle sounds di paru, menunjukkan adanya darah di
dalam alveoli

Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis antara lain :


1. Pemeriksaan urinalisis yang menunjukkan adanya
darah dan protein di urine
2. Pemeriksaan darah :BUN dan kreatinin meningkat
3. Foto torak menunjukkan adanya kelainan di alveoli
4. Analisa gas pada darah arteri menunjukkan kadar
oksigen yang rendah
117

5. Biopsi paru menunjukkan adanya kerusakan alveoli


6. Biopsi ginjal menunjukkan adanya kerusakan
glomerulus
7. Anti-GBM antibody meningkat.

Komplikasi sindrom Goodpasture


Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita dengan
sindrom Goodpasture, yaitu :
 Glomerulonefritis progresif
 Gagal ginjal kronis
 Kerusakan ginjal
 Perdarahan paru yang berat
 Gagal napas (respiratory failure)

Diagnosis sindrom Goodpasture


Karena gejala klinis awal sangat kabur, dan penyakit berjalan
sangat cepat dan progresif, perlu dilakukan pemeriksaan :
 Tes anti-GBM antibodies darah
 Pemeriksaan ANCA (Antibodies to Neutrophil Cytoplasmic
antigens)

Pengobatan sindrom Goodpasture


Tujuan utama pengobatan adalah menghilangkan circulating
antibodies dari dalam darah. Karena itu diagnosis harus segera
ditegakkan sedini mungkin.
1. Plasmapheresis: plasma darah dikeluarkan dari sirkulasi darah
dan diganti dengan cairan, protein atau plasma donor.
2. Obat anti radang dan cytotoxic agents (misalnya prednison
atau siklofosfamid)
3. Jika terjadi kerusakan berat ginjal dilakukan dialisis.
4. Transplantasi ginjal dilakukan jika ginjal tidak berfungsi lagi.
118

Pencegahan sindrom Goodpasture


Sindrom Goodpasture dapat dicegah dengan tidak menghirup
larutan hidrokarbon, misalnya lem dan bensin (gasoline) karena
dapat memicu terjadinya sindrom ini. Diagnosis dini dan
pengobatan dini dapat mengurangi perjalanan yang progresif
sindrom ini.
119

26

GOUT (PIRAI)

Gout (pirai) adalah suatu bentuk arthritis dengan nyeri yang


berat terjadi secara mendadak, disertai warna kemerahan dan
pembengkakan sendi. Penderita laki-laki berumur antara 40-60
tahun, lebih sering dibanding penderita perempuan, namun
perempuan pasca menopause lebih peka menderita penyakit ini.

Penyebab pirai
Gout terjadi jika terdapat penimbunan kristal urat disekeliling
sendi sehingga menyebabkan terjadinya inflamasi dan rasa nyeri.
Asam urat terbentuk dari pemecahan purine yang masuk secara
berlebihan ke dalam tubuh penderita melalui makanan, misalnya
organ dalam (jeroan), ikan herring, asparagus, dan jamur
(mushrooms).

Berbagai faktor yang meningkatkan risiko terjadinya gout adalah :


120

 Faktor cara hidup. Peminum alkohol meningkatkan risiko


sebagai penderita gout.
 Kondisi kesehatan. Penderita tekanan darah tinggi, diabetes,
hiperlipidemia dan arteriosclerosis.
 Obat-obatan. Thiazide dan aspirin dosis rendah dapat
meningkatkan kadar asam urat di dalam darah.
 Faktor genetik.

Gejala klinis gout


Gejala klinis penyakit gout berupa nyeri sendi disertai
keradangan dan kemerahan pada sendi yang terserang. Pada
umumnya yang terserang adalah sendi-sendi besar pada ibu jari
kaki, tungkai, lutut, mata kaki, tangan dan pergelangan tangan.

Gambar 26. Gout pada jari tangan


(URL: http://mede.ucsd.edu/clinicalimg/uppergouttophi)

Diagnosis gout
121

Untuk memperkuat gejala klinis, dilakukan pemeriksaan


laboratorium pada penderita gout, yaitu pemeriksaan cairan sendi
dan pemeriksaan darah.
Pemeriksaan cairan sendi menunjukkan adanya kristal urat
sedangkan pemeriksaan darah menunjukkan kadar asam urat darah
yang meningkat.
Komplikasi dapat terjadi berupa kekambuhan, pembentukan
timbunan kristal urat di bawah kulit (tophi) atau terbentuk batu
ginjal.

Pengobatan gout
Gout dapat diobati dengan NSAID, colchicine dan steroid.

 Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), misalnya


ibuprofen dan naproxen. Obat-obat ini berisiko menimbulkan
nyeri lambung, perdarahan atau ulkus lambung.
 Colchicine. Obat ini dapat menimbulkan mual, muntah dan
diare.
 Steroid, misalnya prednisone yang dapat diberikan per oral
atau disuntikkan ke dalam sendi. Steroid hanya diberikan jika
NSAID atau colchicine tidak boleh diberikan pada penderita.

Pencegahan pirai
Untuk mengurangi frekwensi kekambuhan gout, dapat diberikan
obat-obatan, dengan tujuan untuk :
1. Menghambat pembentukan asam urat: Allopurinol. Efek
samping obat ini adalah timbulnya ruam kulit (rash) dan
turunnya jumlah eritrosit.
2. Meningkatkan pembuangan asam urat melalui urine
menggunakan Probenecid. Efek samping pemberian obat
122

ini adalah timbulnya rash, nyeri lambung dan terbentuknya


batu ginjal.

Untuk mengurangi risiko terjadinya gout, dilakukan diet gout,


dengan :
 Mengurangi makanan protein hewani yang mengandung
purine tinggi ( daging merah, daging organ dalam misalnya
hati, otak, ginjal, dan makanan laut misalnya herring dan
sarden)
 Menghindari alkohol
 Banyak makan low-fat dairy product.
 Banyak mengkonsumsi karbohidrat kompleks, misalnya
whole-grain breads.
 Banyak minum air atau cairan lainnya.
123

27
GRAVE’S DISEASE

Penyakit Grave terjadi akibat adanya kelainan mekanisme


sistem imun yang penyebabnya belum diketahui dengan pasti.
Pada gambaran histopatologi terjadi infltrasi oleh sel-sel limfosit,
makrofag, sel plasma, sel mast dan mukopolisakarida pada kelenjar
tiroid, kulit, otot extraokuler dan lemak orbita.

Gejala klinis penyakit Grave


Gejala sistemik yang terjadi adalah :
 Nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun
 Gelisah
 Palpitasi
 Takikardi pada waktu beristirahat
 Hipertensi sistemik
 Hiperreflex.
Kelainan yang terjadi pada mata dapat berupa :
 von Graefe’s sign (tes mobilitas kelopak mata atas)
124

 Dalrymple’s sign (retraksi kelopak mata)


 Stellwag’s sign (jarang berkedip)
 Ballet’s sign (kelumpuhan pada satu atau lebih otot-otot
extraokuler).

Diagnosis penyakit Grave


Diagnosis penyakit Grave ditetapkan berdasar adanya gejala
sistemik hipertiroidisme dan kelainan pada mata (exoptalmus
simetris dan retraksi kelopak mata).
Pemeriksaan laboratorium yang membantu menegakkan diagnosis
antara lain pemeriksaan hormon tiroid T3 (triiodotironin), T4 (tetra-
iodotironin) dan TSH (thyroid stimulating hormone).

Gambar 27. Penyakit Grave


(Sumber: www.kellogg.umich.edu)

Pengobatan penyakit Grave


Pengobatan sistemik bertujuan untuk menghambat sintesis
hormon tiroid dengan memberikan propiltiourasil (Tapazole) dan
menurunkan gejala hipermetabolisme dengan menggunakan
propanolol (Inderal)

Kelainan pada mata diobati dengan :


125

 Steroid sistemik yang bersifat imunosupresif misalnya


azathioprine, cyclosporin atau cyclophosphamide yang
dikombinasi dengan iradiasi orbital.
 Terapi suportif terhadap gangguan mata diberikan untuk
menjaga kelembaban kornea dengan menetesi mata dengan
air mata buatan atau diberikan salep mata. Untuk mencegah
terjadinya keratopati diberikan antibiotik topikal.
126

28

GUILLAIN-BARRE
SYNDROME

Guillain-Barre syndrome (GBS) adalah kelainan yang terjadi


pada sistem imun tubuh yang menyerang bagian perifer sistem
saraf penderita. Penyakit ini dapat menyerang semua golongan
umur dan jenis kelamin, dengan kemungkinan yang sama besar.
Sindrom ini hanya terjadi pada satu per seratus ribu orang,
beberapa hari sesudah penderita menunjukkan gejala infeksi virus
pada saluran pernapasan atau saluran pencernaan. Pembedahan
atau vaksinasi dapat memicu terjadinya sindrom ini. Sindrom
Guillain-Barre tidak menular.

Penyebab GBS
Penyebab sindrom Guillain-Barre yang merupakan penyakit
autoimun tidak diketahui. Pada penyakit autoimun ini sel-sel sistem
imun menyerang dan merusak selubung myelin yang membungkus
axon sel-sel saraf perifer, dan juga axon saraf (axon adalah
127

tonjolan kecil dan panjang dari sel saraf, yang berfungsi membawa
sinyal rangsangan saraf). Akibat rusaknya selubung myelin maka
kecepatan transmisi rangsangan saraf akan menurun. Hal ini
menyebabkan terhambatnya respon otot terhadap perintah otak
yang disampaikan melalui jaringan saraf. Otak juga hanya
menerima lebih sedikit rangsangan dari bagian tubuh lainnya,
sehingga tidak mampu untuk merasakan rangsangan panas, sakit,
peraba, dan rangsangan lainnya. Sebaliknya otak menerima
rangsangan yang tidak sesuai, misalnya kulit terasa seperti ditusuk-
tusuk (tingling sensation) dan rasa nyeri yang berlebihan. Karena
rangsangan ke dan dari lengan dan kaki harus melewati jarak yang
panjang, maka gejala klinik berupa lemah otot dan tingling
sensation yang terjadi di daerah tangan dan kaki biasanya
merupakan gejala awal sindrom ini, yang kemudian akan menjalar
ke atas.
Jika sindrom ini terjadi karena infeksi infeksi virus atau
bakteri, kemungkinan virus mengubah sifat alami sel saraf sehingga
sistem imun mengenal sel saraf ini sebagai sel asing dan kemudian
merusaknya. Fungsi sistem imun juga terganggu sehingga sel
limfosit dan makrofag akan membentuk antibodi yang kemudian
menyerang dan merusak mielin saraf.

Gejala penyakit GBS


Gejala awal sindrom ini adalah kelemahan otot dan tingling
sensation otot-otot kaki, yang kemudian menjalar ke lengan dan
tubuh bagian atas. Gejala ini dapat memburuk sehingga dalam
waktu beberapa hari otot-otot penderita tidak dapat digunakan.
Dalam keadaan berat, sekitar tiga minggu kemudian, penderita
akan mengalami kelumpuhan total. Akibatnya dapat mengganggu
sistem pernapasan, sehingga diperlukan alat bantu napas
(respirator). Pengawasan dilakukan dengan baik untuk memantau
128

fungsi jantung dan tekanan darah, gangguan sistem pembekuan


darah, dan mencegah terjadinya infeksi.

Diagnosis GBS

Diagnosis dini Sindrom Guillain-Barre sukar ditetapkan


karena penyebab pasti timbulnya gejala dan keluhan penderita
tidak diketahui. Riwayat sakit penderita dan perjalanan penyakit
penderita misalnya kelemahan otot yang progresif, pemeriksaan
neurologis misalnya pemeriksaan refleks lutut dan NCV (nerve
conduction velocity) serta pemeriksaan laboratorium (cairan
serebrospinal dan sumsum tulang) diperlukan untuk menentukan
diagnosis penyakit ini.

Pengobatan GBS

Belum ada obat untuk menyembuhkan sindrom ini. Terapi


dan pengobatan yang diberikan pada penderita, ditujukan untuk
mengurangi keluhan penderita, mempercepat pulihnya kesehatan
penderita, dan mengatasi komplikasi yang timbul. Sekarang,
digunakan pengganti plasma (plasmapheresis) dan dosis tinggi
immunoglobulin sebagai terapi bagi penderita sindrom Guillain-
Barre.

Pemberian hormon steroid masih dalam percobaan, karena


meskipun dapat mengurangi beratnya penyakit, namun efek
negatif penggunaan steroid perlu diwaspadai.

Penggunaan alat-alat bantu perawatan misalnya respirator


jika terjadi gangguan pernapasan, dan pengawasan fungsi
jantung yang teratur mengharuskan penderita menjalani rawat
inap.
129

Fisioterapi sebaiknya dilakukan sejak dini agar fungsi otot


penderita dapat dipelihara dan ditingkatkan.

29
HASHIMOTO’S DISEASE
(Chronic thyroiditis)

Penyakit Hashimoto adalah radang menahun kelenjar tiroid


yang menyebabkan menurunnya fungsi tiroid sehingga
menimbulkan gejala hipotiroidisme. Penyakit ini dapat terjadi pada
semua usia, namun paling sering dijumpai pada perempuan di usia
pertengahan.

Penyebab penyakit Hashimoto


Penyakit Hashimoto disebabkan oleh terjadinya reaksi imun
terhadap kelenjar tiroid, dan ada hubungannya dengan gangguan
sistem imun pada kelenjar endokrin lainnya. Penyakit Hashimoto
dapat terjadi bersama dengan insufisiensi kelenjar adrenal dan
diabetes tipe 1. Keadaan ini disebut polyglandular autoimmune
syndrome (PGA II).
Penyakit Hashimoto dapat menjadi bagian dari PGA I
bersama-sama dengan insufisiensi adrenal, infeksi jamur di mulut
dan kuku serta hipoparatiroidisme
130

Diagnosis penyakit Hashimoto


Sebagian dari penderita tidak menunjukkan gejala. Gejala yang
umum terlihat pada penyakit Hashimoto adalah:
 Konstipasi
 Gangguan berpikir dan konsentrasi
 Kulit kering
 Pembesaran leher atau terjadi goiter
 Lelah
 Rambut rontok
 Tak tahan dingin
 Kelenjar tiroid mengecil (pada stadium akhir penyakit)
 Kaku sendi

Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang


mendukung diagnosis penyakit Hashimoto antara lain:
 Free T4 test menunjukkan hasil yang rendah,
 Serum THS, meningkat
 T3 , normal atau menurun
 Thyroid autoantibodies : Antithyroid peroxidase antibody dan
Antithyroglobulin antibody.

Komplikasi. Komplikasi yang bisa terjadi adalah timbulnya


kanker tiroid, namun keadaan ini sangat jarang terjadi.

Prognosis. Penyakit ini umumnya sangat stabil selama


bertahun-tahun dan perkembangan menuju hipotiroidisme berjalan
lambat, sehingga dapat segera diobati dengan pemberian hormon
tiroid.

Pengobatan penyakit Hashimoto


131

Pemberian hormon tiroid (levothyroxine) dilakukan untuk


mengganti hilangnya hormon tiroid dan untuk mencegah terjadinya
pembesaran kelenjar.

30
HODGKIN’S DISEASE

Penyakit Hodgkin atau disebut juga sebagai Hodgkin’s


lymphoma adalah kanker sistem limfatik, yang merupakan bagian
dari sistem imun tubuh. Penderita terutama adalah laki-laki
berumur antara 15 dan 40 tahun dan yang berumur di atas 56
tahun.
132

Gambar 28. Reed-Sternberg cells pada penyakit Hodgkin


(URL: http://www.meb.uni.bonn.de.cancer.gov)

Penyebab penyakit Hodgkin


Penyebab penyakit ini belum jelas, terbentuknya sel B
menjadi sel besar yang malignan (sel kanker yang disebut Reed-
Sternberg cells) sebagai reaksi sistem imun terhadap masuknya
organisme asing ke dalam tubuh.

Penyakit Hodgkin dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko


pencetusnya, yaitu :
1. Pasca infeksi virus Epstein-Barr, misalnya pada infectious
mononucleosis.
2. Faktor genetik dalam keluarga
3. Compromised immune system, misalnya infeksi HIV/AIDS atau
penggunaan dalam jangka panjang obat-obatan yang
menghambat kerja sistem imun misalnya pada waktu
transplantasi organ.

Gejala klinis dan diagnosis


133

Sebagian besar penderita penyakit Hodgkin tidak menunjukkan


gejala yang khas, misalnya mirip influenza, sehingga sulit dideteksi.
Berdasar gejala klinis yang terjadi, terdapat empat kelompok
limfoma Hodgkin.

Tabel 3. Kelompok limfoma Hodgkin berdasar gejala klinisnya


Kelompok Gejala klinis
Kelompok A. Gejala Klinis belum jelas
Kelompok B  Demam di atas 100o F yang
penyebabnya tidak jelas.
 Berat badan menurun >10%
 Keringat malam berlebihan.
Kelompok E Kanker menyebar di sekitar
kelenjar limfe.
Kelompok S Kanker sudah menyebar ke
limpa.
Untuk membantu menegakkan diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan :
a. Biopsi kelenjar limfe yang membesar, untuk menemukan
Reed-Sternberg cells.
b. Pemeriksaan sinar-X, Computerized tomography (CT) scan,
Magnetic resonance imaging (MRI), Gallium scan dengan cara
menyuntikkan bahan radioaktif intravenus atau Positron
emission tomography (PET) scan.
c. Biopsi sumsum tulang
d. Pemeriksaan darah

Pengobatan Penyakit Hodgkin


Tujuan pengobatan adalah memusnahkan sel kanker sebanyak
mungkin. Dengan pengobatan yang baik, sekitar 95% penderita
stadium I (hanya menyerang satu kelenjar limfe atau satu organ)
dan II (menyerang kelenjar limfe di atas atau di bawah difragma,
tidak kedua tempat) dapat bertahan hidup lebih dari lima tahun.
134

Pada penyakit Hodgkin yang sudah tersebar luas, five-year survival


rate adalah sekitar 60-70 persen.
Pengobatan penyakit Hodgkin dapat dilakukan dengan:

 Radiasi. Radiasi kelenjar limfe dan daerah sekitarnya


merupakan tindakan pilihan pada penyakit yang masih
terbatas penyebarannya.
 Kemoterapi. Kemoterapi menggunakan kombinasi obat
dilakukan jika penyakit sudah menyerang banyak kelenjar
limfe atau organ lainnya.
 Transplantasi sumsum tulang. Transplantasi menggunakan
sumsum tulang sendiri (autologous) atau peripheral stem
cells dapat memperpanjang waktu remisi yang terjadi
sesudah dilakukan kemoterapi.

31
INFLAMMATORY
MYOPATHIES

Miopati adalah istilah untuk menunjukkan adanya penyakit


otot. Inflammatory myopathies adalah suatu kelompok penyakit
dengan radang menahun, yang menimbulkan kelemahan otot.
Nama lain dari radang kronis jaringan otot adalah miositis. Tiga
135

tipe radang miopati yang kronis dan persisten adalah polymyositis,


dermatomyositis, dan inclusion body myositis. Juvenile myositis
terjadi pada anak.

Kelainan-kelainan yang jarang terjadi ini dapat diderita baik


oleh orang dewasa maupun anak-anak, namun dermatomyositis
merupakan bentuk kronik yang terutama diderita oleh anak-anak.
Polymyositis dan dermatomyositis lebih sering dijumpai pada
perempuan daripada laki-laki, dan meskipun jarang dapat diderita
oleh anak berumur antara 2 dan 15 tahun.

Penyebab inflammatory myopathies

Inflamasi otot dapat disebabkan oleh reaksi alergi, paparan


bahan toksis atau obat-obatan, penyakit-penyakit lain misalnya
kanker atau kondisi rematoid, infeksi virus, atau mikroorganisme
lainnya. Inflamasi kronis myopathi adalah idiopatik, tidak
diketahui penyebabnya. Mungkin akibat gangguan autoimun yang
menimbulkan kelainan pada pembuluh darah, serat otot normal,
jaringan ikat di dalam organ, tulang, dan sendi.

Gejala penyakit

Gejala umum yang ditemukan pada inflammatory myopathy


kronis adalah kelemahan otot yang berjalan pelan namun progresif,
yang dimulai dari otot-otot proksimal-yang berada paling dekat
dengan badan tubuh penderita. Keradangan merusak serat-serat
otot, menimbulkan kelemahan, dan dapat menimbulkan gangguan
pada arteri dan pembuluh darah yang berjalan melalui otot. Gejala
lainnya berupa rasa sangat lelah sesudah berjalan atau berdiri,
gangguan menelan atau bernapas. Beberapa orang penderita
mengalami nyeri otot ringan, atau terasa lembek jika ditekan.
136

Gambar 29. Inflammatory myopathy


(URL: http://www.lib.uiowa.edu/hardin/md/pictures22/tray
)

Polimiositis. Polymyositis terutama terjadi pada otot-otot


gerak, yang berada di kedua sisi badan. Penyakit ini jarang
dijumpai pada orang berumur di bawah 18 tahun; sebagian besar
penderita berumur antara 31 dan 60 tahun. Kelemahan otot yang
progresif dapat memicu terjadinya gangguan menelan, gangguan
berbicara, kesulitan berdiri sesudah berada pada posisi duduk, sulit
menaiki anak tangga, atau mengalami kesukaran meraih kepala
bagian atas. Penderita polymyositis dapat juga mengalami
keluhan-keluhan arthritis, pernapasan yang pendek-pendek, dan
aritmia jantung. Lihat Bab 41. Polymyositis.
Dermatomiositis. Ciri khas berupa ruam kulit (skin rash)
yang terjadi sebelum atau bersamaan dengan terjadinya kelemahan
otot yang progresif. Ruam kulit tampak saling menutupi (patchy)
dengan warna tipis ungu kebiru-biruan atau kemerahan, dan yang
khas ruam kulit terjadi pada kelopak mata dan pada otot-otot yang
digunakan untuk mengangkat atau meluruskan sendi, termasuk
137

sendi-sendi jari, tumit, dan sendi jari kaki. Ruam kulit berwarna
merah juga dapat terjadi di bagian wajah, leher, bahu, dada bagian
atas, punggung, atau tempat lainnya. Kadang-kadang pada tempat
tersebut terjadi pembengkakan. Ruam kulit dapat terjadi tanpa
disertai gangguan pada otot.
Pada penderita dermatomyositis dewasa, gejala klinis antara
lain adalah terjadinya penurunan berat badan, demam ringan,
radang paru, dan peka terhadap sinar. Dermatomyositis pada orang
dewasa, tidak seperti pada polymyositis, dapat terkait dengan
tumor pada buah dada, paru, genitalia perempuan, atau tumor
usus. Anak- anak maupun orang dewasa penderita dermatomyositis
dapat menunjukkan adanya calcinosis, yaitu timbunan kalsium di
bawah kulit atau di dalam otot, yang teraba sebagai benjolan keras.
Calcinosis umumnya terjadi 1-3 tahun sesudah terjadinya penyakit,
tetapi dapat juga baru tampak beberapa tahun kemudian.
Timbunan kalsium ini lebih banyak dijumpai pada anak-anak
penderita dermatomyositis dibandingkan dengan penderita dewasa.

Dermatomyositis dan polymyositis mungkin ada kaitannya


dengan collagen-vascular disease dan penyakit-penyakit
autoimun. Polymyositis mungkin juga mempunyai hubungan
dengan penyakit infeksi. Perjalanan penyakit-penyakit ini
berjalan progresif, sehingga otot-otot distal, misalnya otot lengan
bawah dan otot-otot sekitar matakaki dan pergelangan tangan
dapat juga terkena.

Inclusion body myositis (IBM). IBM adalah penyakit yang


ditandai oleh adanya kelemahan otot yang berjalan progresif,
tetapi terjadi pelan-pelan, beberapa bulan atau beberapa tahun
yang menyerang otot-otot bagian proksimal maupun distal.
Kelemahan otot dapat terjadi hanya pada salah satu sisi badan.
Gejala awal yang mulai tampak misalnya berupa layuh otot dan
138

gemetar (falling and tripping). Pada pemeriksaan mikroskopis


tampak adanya lubang (vacuole) di dalam sel-sel serat otot yang
terserang. Beberapa orang penderita menunjukkan gejala awal
berupa kelemahan pada pergelangan tangan dan jari yang
terkena sehingga menyulitkan penderita untuk mencubit,
memasang kancing, dan memegang benda. Mungkin juga
penderita mengalami atrofi otot lengan dan otot quadriceps kaki.
Separuh penderita IBM mengalami gangguan menelan.

Gejala-gejala IBM biasanya baru tampak pada umur di atas


50 tahun, meskipun penyakitnya sudah terjadi sebelumnya.
Berbeda dari polymyositis dan dermatomyositis, IBM lebih banyak
terjadi pada orang laki-laki.

Juvenile myositis. Juvenile myositis terjadi pada anak


berumur antara 2 dan 15 tahun. Gejala-gejala yang tampak
berupa kelemahan otot proksimal yang disertai inflamasi, edema,
nyeri otot, lelah, ruam kulit, nyeri perut, demam, dan kontraktur
(mengkerutnya otot dan tendon sekitar sendi). Anak-anak
penderita juvenile myositis dapat juga mengalami gangguan
menelan, gangguan bernapas, dan mengalami kelainan jantung.
Sekitar 20-30% penderita menunjukkan calcinosis. Enzim keratin
kinase darah dapat normal titernya, tetapi lebih tinggi daripada
enzim otot lainnya.

Tabel 4. Gejala klinis khas Inflammatory myopathy

Tipe Inflammatory Gejala klinis khas


myopathy dan umur

Polymyositis Dewasa, perempuan, umur


>18 tahun; menyerang otot
gerak kedua sisi.
139

Dermatomyositis Dewasa, perempuan, rash,


calcinosis; ada kaitan nya
dengan tumor.

Inclusion-body myositis Dewasa laki-laki, umur>50


tahun; menyerang otot satu
sisi badan.
Juvenile myositis
Anak umur 2-15 tahun,
calcinosis (+) pada 20-30%
penderita

Diagnosis

Diagnosis Inflammatory myopathy ditentukan berdasar atas


riwayat sakit, pemeriksaan fisik, uji kekuatan otot, dan adanya
peningkatan beberapa jenis enzim otot, dan autoantibody.

Biopsi otot pada pemeriksaan mikroskopis IBM menunjukkan


adanya radang kronis, serat otot yang mati, deformitas vaskuler,
atau perubahan khas IBM lainnya. Biopsi kulit menunjukkan
adanya dermatomyositis pada lapisan kulit.

Pengobatan

Radang kronik miopati pada orang dewasa sulit diobati, tetapi


keluhan penderita dapat dikurangi dengan pemberian obat-obatan,
terapi fisik, olahraga, terapi panas (termasuk microwave dan
ultrasound), dan cukup istirahat.

Inflamasi akibat penggunaan obat-obatan, infeksi virus dan


mikroorganisme, atau paparan bahan kimia diatasi dengan
menyingkirkan penyebabnya. Tanpa pengobatan, inflamasi
miopati akan menyebabkan terjadinya gangguan (disability)
permanen.

Obat-obatan yang dapat diberikan adalah:


140

1. Prednison atau kortikosteroid dosis tinggi diberikan pertamakali


secara per oral atau intravenous.
2. Immunosuppressive drug (azathiprine dan methotrexate)
diberikan jika prednison tidak berhasil.

3. Immunoglobulin intravenus secara periodik diberikan sebagai


pemulihan penderita dermatomyositis dan polymyositis.
Immunosuppressive agent lain yang umum diberikan adalah
cyclosporine A, cyclophosphamide, dan tacrolimus.

Selain itu dianjurkan diberikan terapi fisik untuk mencegah


terjadinya atrofi otot dan untuk meningkatkan kekuatan dan
gerak otot. Istirahat baring (bed rest) yang berlebihan harus
dihindari untuk mencegah terjadinya atrofi otot dan menurunnya
fungsi otot, serta mencegah terjadinya kontraktur sendi.

Diet rendah natrium diberikan untuk mencegah edema, dan


komplikasi kardiovaskuler.

Salep kortikosteroid (misalnya tacrolimus) dan terapi kulit lainnya


diberikan jika terdapat kelainan kulit. Tabir surya dan baju
pelindung sinar diberikan pada penderita yang peka sinar.

Tindakan operasi dilakukan untuk membuang timbunan kalsium


(kalsinosis) yang menimbulkan nyeri tekan saraf dan berisiko
menyebabkan infeksi sekunder.

Terhadap Inclusion body myositis (IBM) tidak ada pengobatan


baku yang bisa diberikan. Umumnya pemberian kortikosteroid
dan obat immunosupresif kurang memuaskan hasilnya.
Pemberian Imunoglobulin intravenous hanya berefek sebentar
dan kurang baik hasilnya. Terapi fisik diperlukan untuk
meningkatkan mobilitas penderita, disertai terapi simtomatik dan
terapi suportif.
141

32
JUVENILE RHEUMATOID
ARTHRITIS

Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) atau kadang-kadang


disebut Juvenile Idiopathic Arthritis (JIA),merupakan jenis artritis
yang paling sering dijumpai pada anak berumur di bawah 16
142

tahun. Selain menyerang sendi, JRA juga dapat menyerang mata


dan organ internal, misalnya limpa dan hati.

Penyebab JRA

Penyebab pasti JRA belum jelas, namun diduga termasuk


penyakit autoimun. Selain faktor genetik, faktor-faktor lingkungan
diduga juga berpengaruh atas timbulnya penyakit ini. JRA dapat
terjadi sejak umur 2 sampai 5 tahun, atau antara 9 dan 12 tahun.
Anak perempuan lebih sering menderita JRA dibanding anak laki-
laki.

Gejala klinis

Terdapat 3 kelompok besar JRA yang dibedakan berdasar


atas banyaknya sendi yang terserang dan ada tidaknya organ
internal yang mengalami gangguan. Kelompok JRA tersebut
adalah :

1. Pauciarticular. Tipe ini diderita oleh sekitar 50% penderita


JRA, menyerang kurang dari 4 persendian dan terutama
terdapat pada anak perempuan berumur di bawah 8
tahun.
2. Polyarticular. Sekitar 30% penderita JRA termasuk tipe
ini. Lima atau lebih dari 5 persendian yang terserang,
terutama persendian-persendian tangan dan kaki, tetapi
juga dapat menyerang sendi besar.

3. Systemic. Tipe sistemik diderita oleh sekitar 20%


penderita JRA. Baik persendian maupun organ sistemik
dapat terserang JRA tipe sistemik. Anak-anak penderita
JRA sistemik akan sering mengalami demam dan ruam
kulit yang hilang pergi dengan cepat.
143

Gejala klinis penderita dapat berbeda-beda satu dengan


lainnya, dengan terjadinya kekambuhan dan remisi yang
berganti-ganti. Gejala-gejala klinis dapat berupa kaku pagi hari
(morning stiffness), badan terasa lemah, sukar menggerakkan
sendi yang terserang, nyeri sendi dan terjadi pembengkakan
sendi.

Penderita JRA sistemik akan mengalami demam berulang,


ruam kulit (rash), pembengkakan kelenjar limfe, dan kadang-
kadang hati, limpa dan paru-paru juga terserang.

Komplikasi JRA yang terjadi dapat berupa keradangan pada


mata dan gangguan akibat terjadinya pertumbuhan sendi yang
tidak normal. Akibat pertumbuhan sendi yang menjadi cepat atau
lambat, maka tulang lengan atau kaki dapat berukuran tidak
sama panjang. Selain itu pertumbuhan badan secara umum dapat
juga terganggu.

Diagnosis JRA

Gejala klinis dan keluhan penderita merupakan dasar untuk


menetapkan diagnosis JRA. Untuk membedakannya dari penyakit
artritis lainnya, dilakukan pemeriksaan laboratorium maupun
pemeriksaan lainnya.

Pemeriksaan laboratorium. Untuk membantu menegakkan


diagnosis JRA dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium,
yaitu:

a. Pemeriksaan darah lengkap.


b. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP) untuk mengetahui
adanya inflamasi.
144

c. Antinuclear antibody (ANA) untuk mengetahui adanya


autoantibodi; sekitar 80% penderita JRA dengan kelainan
mata menunjukkan ANA positif.

d. Rheumatoid factor(RF) positif atau negatif sesuai tipe JRA.

e. Comprehensive Metabolic Panel (CMP) untuk menunjukkan


fungsi hati dan ginjal.

f. Analisis cairan sinovial untuk mendeteksi adanya kristal atau


terjadinya infeksi di dalam sendi.

Pemeriksaan lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis


JRA antara lain adalah pemeriksaan sinar –X, pemeriksaan mata
dan pemeriksaan jantung.

Pemeriksaan sinar-X. Pemeriksaan radiologi ini dilakukan pada


sendi dan dada, untuk mengetahui adanya keradangan sendi dan
pembentukan cairan di sekitar jantung atau paru.

Tabel 5. Kelompok Juvenile Rheumatoid Arthritis

Kelompok JRA Jumlah Penderita Organ terserang

Kurang dari 4
Pauciarticular S0% JRA sendi

5 sendi atau lebih


Polyarticular 30% JRA
145

Sendi dan organ


Systemic 20% JRA (kulit, kelenjar
limfe; kadang-
kadang hati, limpa
dan paru).

Pengobatan JRA

Tindakan dan pengobatan JRA ditujukan untuk mengurangi


rasa nyeri, menghambat proses keradangan, mempertahankan
kemampuan bergerak (mobilitas) dan fungsi sendi, memperkecil
kerusakan sendi dan mencegah komplikasi.

Penderita dapat diberi pereda rasa nyeri, NSAIDs, disease


modifying antirheumatic drugs ( DMARDs), imunosupresan, dan
kortikosteroid (glukokortikoid).

Terapi fisik dan olahraga teratur amat penting untuk


mempertahankan fleksibilitas, pergerakan, kekuatan otot dan
mobilitas sendi.

Kompres panas dan atau dingin dapat mengatasi kaku otot


pagi hari (morning stiffness).

33
146

KAWASAKI DISEASE

Penyakit Kawasaki adalah penyakit vaskulitis akut yang jarang


dilaporkan, umumnya diderita oleh anak-anak pra sekolah. Penyakit
Kawasaki menimbulkan keradangan (inflamasi) berbagai jenis
pembuluh darah yang terdapat di semua bagian tubuh, terutama
arteri-arteri koroner.

Penyebab penyakit Kawasaki


Penyebab penyakit Kawasaki masih belum jelas, meskipun
diduga penyakit infeksi yang belum dapat dipastikan jenis
mikroorganisme penyebabnya. Terdapat predisposisi genetik
penyakit ini karena ternyata umumnya diderita oleh etnis Asia.

Gejala klinis penyakit Kawasaki


Anak-anak yang menderita penyakit Kawasaki akan mengalami
demam tinggi terus menerus selama lima hari atau lebih. Selain itu
penderita juga mengalami gejala klinis yang mirip morbili (measles)
atau demam skarlet berupa:

 Mata merah berair.


 Bibir merah bisa pecah-pecah, lidah dan mulut berwarna
merah.
 Tangan dan kaki membengkak, kemerahan
 Ruam kulit (rash) di semua bagian badan.
147

 Kelenjar leher membengkak.


 Anak sering gelisah, rewel, dan juga bisa menderita batuk,
diare, sakit sendi dan sakit leher.
 Anak dengan demam lebih dari 5 hari disertai 2-3 gejala
klinis harus diperiksa C-reactive protein (CRP) dan LED (laju
endap darah).

Gambar 30. Penyakit Kawasaki


(Sumber: www.dermimages.med.jhmi/edu/images/kawasaki)

Anak-anak yang menderita penyakit Kawasaki dapat


mengalami komplikasi pada jantungnya, misalnya aneurisma arteri
koroner, penyakit jantung iskemi, dan bahkan kematian mendadak.
Komplikasi dapat dihindari dengan memberikan pengobatan sedini
mungkin, berupa antibodi (imunoglobulin).

Diagnosis penyakit Kawasaki


Diagnosis ditetapkan berdasarkan gejala-gejala klinis yang
timbul, karena tidak ada pemeriksaan atau tes yang khusus untuk
148

penyakit ini. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu


menentukan diagnosis penyakit Kawasaki antara lain adalah
pemeriksaan sinar- X dada, pemeriksaan darah dan C-reactive
protein (CRP), albumin serum, transaminase serum, laju endap
darah, echocardiogram dan electrocardiogram (untuk mendeteksi
miokarditis, perikarditis, meningitis aseptik, artritis dan keradangan
arteri koroner) dan analisis urine (untuk melihat adanya nanah atau
protein).

Pengobatan penyakit Kawasaki


Penderita penyakit Kawasaki harus dirawat di rumahsakit, dan
pengobatan harus segera diberikan sesudah diagnosis ditegakkan
untuk mencegah kerusakan jantung dan arteri koroner.
1. Imunoglobulin (gamma globulin) diberikan intravenus dengan
dosis 2 g/kg berat badan diberikan satu kali infus, yang harus
diberikan secepat mungkin.
2. Aspirin 80-100 mg per kg/hari terbagi dalam 4 dosis
diberikan bersama pemberian intravenus gamma globulin.

Dengan pengobatan yang cepat, penderita dapat sembuh


sempurna. Meskipun demikian 2% penderita meninggal akibat
terjadinya komplikasi keradangan pembuluh darah koroner. Karena
itu terhadap penderita penyakit Kawasaki sebaiknya dilakukan
pemeriksaan echocardiogram sekali setiap tahun untuk memantau
kesehatan jantungnya.

34
149

LICHEN PLANUS

Lichen planus adalah penyakit yang merupakan gangguan


kulit berupa ruam yang membengkak disertai rasa gatal yang juga
dapat dijumpai di dalam mulut penderita. Penyakit ini umumnya
diderita oleh orang dewasa terutama pada usia pertengahan.

Penyebab lichen planus


Penyebab pasti penyakit ini belum jelas, diduga ada kaitannya
dengan reaksi alergi atau reaksi imun.
Selain itu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya lichen planus, yaitu :
a. Paparan dengan obat-obatan (antibiotika, klorokuin,
kuinakrin, fenotiazin dan diuretikum), zat warna, dan
bahan-bahan kimia (emas, arsen, iodida).
b. Penyakit-penyakit, misalnya hepatitis C.

Gejala klinis
Gejala klinis tampak berupa lesi pada mulut dan lesi pada
kulit, yaitu :
 Lesi mulut. Lesi mulut terdapat pada tepi lidah atau mukosa
yang terletak dibagian dalam pipi, kadang-kadang juga
terdapat di gusi. Lesi terasa nyeri terutama jika telah
berbentuk ulkus.
 Lesi kulit. Berbentuk papul terasa gatal, terletak di bagian
dalam pergelangan tangan, kaki, dada, perut, atau genital.
Lesi kulit biasanya simetris dengan tepi yang berbatas jelas,
150

seperti bersisik terang atau berwarna merah ungu (lesi kulit),


dan putih kelabu (lesi mulut). Kadang-kadang lesi kulit
melepuh atau terbentuk ulkus.

Kadang-kadang terjadi gejala lain, berupa mulut kering, rambut


rontok, rasa kecap logam (metallic taste) dan terdapat garis-garis
pada kuku (ridges nail).

Diagnosis lichen planus


Diagnosis terutama didasarkan atas gejala klinis, ditunjang
dengan pemeriksaan atas hasil biopsi kulit dan lesi mulut.

Gambar 31. Lichen planus


(Sumber: J.L.Bezzant: www.library.med.utah.edu)
Pengobatan lichen planus
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi keluhan dan
gejala klinis serta mempercepat proses penyembuhan lesi.
Pengobatan lichen planus meliputi :
1. Pemberian antihistamin,
151

2. Pemberian obat imunosupresor, misalnya siklosporin,


3. Lidokain obat kumur untuk mengurangi kekakuan rongga
mulut sehingga mempermudah proses makan,
4. Kortikosteroid yang diberikan dalam bentuk topikal, oral atau
disuntikkan langsung pada lesi,
5. Salep asam retinoik dan salep lainnya yang diberikan untuk
mengurangi rasa gatal dan meredakan inflamasi serta
mempercepat penyembuhan,
6. Penyinaran dengan ultraviolet kadang-kadang dapat
diberikan.

Komplikasi. Dengan memberikan pengobatan yang tepat,


lichen planus dapat disembuhkan meskipun di kemudian hari dapat
terjadi kekambuhan.
Lichen planus yang berlangsung lama dapat berkembang
menjadi kanker mulut.

35
152

MASTOCYTOSIS

Mastositosis adalah suatu kelainan dimana mast cell terdapat


dalam jumlah yang berlebihan di dalam tubuh penderita, yang
dapat terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak.

Penyebab mastositosis
Pada penderita mastositosis mast cell dalam jumlah besar
didapatkan di dalam tubuh penderita. Mast cell ditemukan di dalam
kulit, di jaringan pembatas permukaan lambung dan usus, dan di
dalam jaringan ikat misalnya tulang rawan dan tendon. Mast cell
berperan penting pada sistem imun untuk melindungi jaringan
dalam menghadapi serangan penyakit. Mast cell merangsang
pelepasan histamin dan sitokin sehingga sel-sel yang berperan
dalam sistem pertahanan tubuh menuju ke jaringan tubuh yang
memerlukannya. Mast cell juga berperan dalam proses
penyembuhan luka dan pada proses pertumbuhan pembuluh darah.
Terdapat 2 bentuk mastositosis, yaitu mastositosis kulit
(cutaneous mastocytosis) dan mastositosis sistemik (systemic
mastocytosis). Pada mastositosis kulit (urticaria pigmentosa) mast
cell menginfiltrasi kulit, sedang pada mastositosis sistemik mast cell
terkumpul di dalam jaringan dan organ misalnya hati, limpa,
sumsum tulang dan usus halus.
153

Gejala klinis dan diagnosis


Bahan-bahan kimia yang dilepaskan oleh mast cell menyebabkan
perubahan fungsi tubuh yang memicu terjadinya respons alergi
misalnya rasa gatal, kejang perut dan bahkan dapat menimbulkan
syok. Jika jumlah mast cell yang terdapat dalam tubuh sangat
banyak, penderita akan mengalami:
 Nyeri otot dan tulang
 Gangguan perut berupa mual dan muntah, atau diare
 Pembentukan ulkus-ulkus dan lesi kulit
 Dalam keadaan berat dapat terjadi hipotensi dan syok.

Untuk memastikan adanya timbunan mast cell pada mastositosis


kulit dilakukan biopsi kulit, sedang pada mastositosis sistemik harus
dilakukan pemeriksaan sumsum tulang.

Gambar 32. Mastocytosis


(URL: www.dermimages.med.jhmi.edu/-/urticariapimentosa)

Pengobatan mastositosis
Untuk mengobati mastositosis diberikan antihistamin dan
steroid.
154

Antihistamin. Obat ini diberikan untuk menetralisir histamin


yang terbentuk akibat rangsangan mast cell dan antikolinergik
untuk mengatasi kejang perut. Selain itu antihistamin berguna
untuk mengobati rasa gatal kulit, mengurangi gejala-gejala ulkus
dan mencegah timbulnya hipotensi.
Jika hipotensi sudah terjadi penderita diobati dengan
memberikan adrenalin.

Steroid. Steroid topikal diberikan untuk mengobati lesi kulit,


sedangkan steroid oral diberikan untuk mengatasi malabsorpsi dan
memperbaiki kemampuan menyerap nutrisi. Jika terjadi
perkembangan mastositosis menjadi ganas atau kanker, atau
terjadi kelainan darah, steroid dan atau kemoterapi dapat diberikan.
155

36
MULTIPLE SCLEROSIS

Multiple sclerosis (MS) adalah penyakit susunan saraf pusat


yang terjadi akibat tidak berfungsinya komunikasi antara otak dan
bagian-bagian tubuh lainnya.

Gambar 33. Sebaran Global Multiple Sclerosis


(URL:http://www.msrc.co.uk/index.cfm/fus)
156

Penyebab MS
Multiple sclerosis diduga disebabkan oleh adanya gangguan
pada sistem imun (autoimmun disease) yang menimbulkan
kerusakan pada mielin pembungkus saraf akibat pengaruh
lingkungan, misalnya infeksi virus.

Gejala klinis MS
Penderita Multiple sclerosis dapat mengalami keluhan yang
bermacam-macam, berupa gangguan penglihatan, kelemahan otot,
gangguan rasa raba dan keluhan lainnya.

Gangguan penglihatan. Sebagian besar penderita mengalami


gejala awal sejak berumur 20-40 tahun berupa gangguan mata,
yaitu penglihatan kabur atau penglihatan ganda (double vision),
distorsi warna merah-hijau, atau bahkan terjadinya kebutaan pada
salah satu mata.
Kelemahan otot. Banyak penderita mengeluh mengalami
kelemahan otot terutama otot ekstremitas dan kesulitan dalam
koordinasi dan keseimbangan gerak. Karena itu penderita tidak
mampu berjalan maupun berdiri. Pada keadaan yang berat,
penderita bahkan mengalami kelumpuhan.
Gangguan rasa raba. Sebagian besar penderita MS mengalami
parestesi, rasa seolah-olah ditusuk-tusuk jarum, atau mengalami
rasa nyeri.
Keluhan lainnya. Kadang-kadang penderita mengalami
gangguan berbicara, tremor, gangguan pendengaran, kepusingan,
sulit berkonsentrasi, menurunnya daya ingat atau depresi.

Pengobatan MS
157

Sampai sekarang belum ada obat yang tepat untuk mengatasi


Multiple Sclerosis. Banyak penderita MS dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan. Namun obat-obat berikut ini disetujui
olah FDA (Food and Drug Administration) untuk digunakan dalam
pengobatan MS, yaitu:

1. Beta-interferon. Obat-obat golongan ini digunakan untuk


mengatasi MS yang mengalami kekambuhan.
2. Copolymer I. Salah satu obat (copaxone) digunakan untuk
mengatasi kekambuhan.
3. Immunosuppressant. Novantrone (mitoxantrone) dapat
digunakan untuk mengobati MS kronik dan yang sudah lanjut.
158

37
MYASTHENIA GRAVIS

Myasthenia gravis (MG) adalah penyakit autoimun yang


menyebabkan gangguan atau hambatan terhadap penyampaian
jalannya rangsangan dari saraf ke otot. Banyak penderita penyakit
ini dapat hidup normal atau memperoleh kehidupan yang mendekati
normal.
Tanda khas MG adalah kelemahan otot yang meningkat
selama penderita aktif bergerak yang akan baik kembali sesudah
istirahat. MG terutama menyerang otot-otot yang mengendalikan
pergerakan mata dan kelopak mata, otot yang mengatur ekspresi
wajah, mengunyah, berbicara dan menelan. Gangguan dapat juga
mengenai otot-otot pengendali pernapasan dan otot leher serta otot
yang mengatur pergerakan badan.
Kelenjar timus yang merupakan salah satu bagian dari sistem
imun dapat mengalami gangguan, misalnya terjadinya tumor jinak
kelenjar timus (thymoma).

Penyebab myasthenia gravis


Penderita MG mengalami gangguan terhadap jalannya
rangsangan dari saraf ke otot. Dalam keadaan normal ujung saraf
159

melepaskan asetilkolin yang melekat pada reseptor yang terdapat di


otot sehingga merangsang timbulnya kontraksi otot. Pada penderita
MG, sistem imun penderita sendiri menghasilkan antibodi yang
menghambat terjadinya rangsangan ini.
Pada orang dewasa yang menderita MG seringkali dijumpai
adanya thymoma atau tumor jinak pada timus yang kadang-kadang
mengalami pertumbuhan menjadi ganas.

Gejala klinis Myasthenia Gravis


Otot-otot yang sering mengalami gangguan pada MG adalah
otot-otot yang mengatur pergerakan mata dan kelopak mata, otot
yang mengatur ekpresi wajah dan otot-otot yang mengatur fungsi
menelan.
Tanda awal yang paling sering tampak adalah terjadinya
kelemahan pada otot mata atau terjadi gangguan menelan dan
kesulitan berbicara. Berbagai gejala yang berbeda jenis dan
beratnya gangguan dapat terlihat pada masing-masing individu
penderita MG, antara lain adalah:

 Ptosis akibat kelopak mata menggantung


 Diplopia atau penglihatan kabur
 Melangkah tak stabil
 Kelemahan pada lengan, tangan, jari, kaki dan leher
 Ekspresi wajah berubah
 Sukar menelan
 Napas pendek-pendek
 Bicara tak beraturan (dysarthria)
160

Gambar 34. Myasthenia gravis


( URL: http://www.eregimens.com/image/myastheniagravis )

Diagnosis myasthenia gravis


Diagnosis sukar ditegakkan dengan cepat. Seringkali sesudah
1-2 tahun baru penderita berobat ke dokter, karena kelemahan otot
terjadi hanya pada beberapa macam otot dan umumnya ringan
sifatnya.
Tahap pertama dalam menetapkan diagnosis MG dilakukan
melalui wawancara kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
neurologis. Beberapa jenis pemeriksaan dapat dilakukan, yaitu :

a. Pemeriksaan antibodi darah


b. Tes edrophonium. Suntikan dengan obat ini akan memperkuat
otot mata yang lemah
c. Nerve conduction test/ repetitive stimulation. Pemeriksaan ini
untuk menguji tingkat kelelahan otot melalui rangsangan
saraf secara berulang (repetitive nerve stimulation).
d. Electromyography (EMG). Pada tes ini sepasang serat otot
tunggal dirangsang dengan rangsangan listrik, untuk
mengetahui adanya gangguan pada transmisi saraf ke otot.
161

e. Computed tomography (CT) atau Magnetic resonance imaging


(MRI) untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada kelenjar
timus atau adanya tumor timus.

Pengobatan MG
Pada beberapa individu MG dapat sembuh dengan sendirinya.
Pengobatan terhadap penderita MG meliputi:
1. Cholinesterase inhibitor: neostigmin, pyridostigmin.
2. Obat imunosupresif : prednison, siklosporin, azatioprin untuk
menghambat pembentukan antibodi yang tidak normal.
3. Timektomi , mengangkat kelenjar timus.
4. Plasmapheresis atau plasma exchange, untuk membuang
antibodi yang abnormal dari dalam darah.
5. Pemberian imunoglobulin dosis tinggi secara intravenus.
162

38
PEMPHIGUS

Pemphigus merupakan satu kelompok penyakit autoimun


yang menyerang kulit dan lapisan mukosa yang dapat fatal
akibatnya jika tidak diobati. Penyakit yang jarang terjadi ini
terutama diderita oleh orang di usia pertengahan dan lanjut usia,
yang tidak dipengaruhi oleh perbedaan ras maupun kelompok
etnis.

Penyebab Pemphigus
Pemphigus disebabkan karena sistem imun memproduksi
antibodi yang menyerang protein (desmogleins) yang terdapat pada
sel-sel epidermis kulit, dan selaput mukosa penderita sendiri.
Akibatnya sel-sel epidermis terpisah satu dengan lainnya disebut
akantolisis (acantholysis). Faktor kepekaan genetik diduga menjadi
penyebabnya yang dipicu oleh faktor-faktor lingkungan atau obat-
obat tertentu, misalnya penisilamin dan kaptopril. Lebih dari 95%
penderita pemphigus mempunyai antigen HLA spesifik.
163

Gejala klinis pemphigus


Tergantung pada daerah kulit yang diserang dan bentuk
kelainan kulit serta lokasi terjadinya gangguan, pemphigus
dikelompokkan menjadi empat jenis pemphigus, yaitu:

1. Pemphigus vulgaris. Kelainan awal terjadi pada lapisan kulit


bagian bawah dari epidermis, sehingga kulit dan selaput
mukosa tampak sehat. Gejala awal pemphigus vulgaris
berupa bulla di dalam mulut yang asimtomatik, diikuti
kelainan (bulla) pada kulit yang mudah terkelupas jika
digosok dengan jari dan sering terasa amat nyeri. Kelainan
kulit akan menyembuh tanpa parut, tetapi menimbulkan
bekas berwarna hitam yang baru hilang sesudah beberapa
bulan.

2. Pemphigus vegetans. Bentuk pemphigus ini berupa penebalan


kulit yang terdapat di daerah lipat paha dan di bawah lengan.

3. Pemphigus foliaceus. Pada bentuk ini kelainan kulit berupa


krusta atau kulit melepuh yang mudah pecah. Pemphigus
foliaceus umumnya timbul pertama kali di kulit wajah dan
kulit kepala kemudian ke daerah dada dan bagian tubuh
lainnya. Kelainan yang terdapat di permukaan kulit berupa
sisik lembab, gatal tetapi tidak terasa sakit. Berbeda dengan
pemphigus vulgaris, kelainan kulit tidak pernah dijumpai di
daerah mulut.

4. IgA pemphigus. Bentuk pemphigus ini paling jinak dan tidak


berbahaya, disebabkan oleh imunoglobulin A (IgA) yang
melekat pada sel permukaan epidermis. Kelainan kulit yang
terjadi mirip pemphigus foliaceus, atau berbentuk banyak
benjolan kecil yang berisi nanah.
164

Gambar 35. Pemphigus vulgaris


(Sumber: Dermatology Department University of Iowa )

Penyakit lain yang mirip pemphigus adalah Paraneoplastic


pemphigus dan pemphigoid.

Paraneoplastic pemphigus adalah penyakit mirip pemphigus yang


terjadi pada penderita kanker misalnya leukemia atau limfoma.
Penyakit ini sering menimbulkan ulkus parah pada mulut dan bibir,
di sekitar mata dan pada kelopak mata. Antibodi juga melekat pada
selaput mukosa jalan napas sehingga dapat menyebabkan
gangguan berat pada paru.

Pemphigoid. Pada pemphigoid, kerusakan kulit terjadi pada sel-sel


kulit yang memisahkan epidermis dan dermis, sehingga
menimbulkan kerusakan di bagian dalam kulit yang kuat dan tidak
mudah pecah. Pemphigoid sering terjadi pada orang tua dan dapat
menimbulkan kematian.
165

Diagnosis pemphigus
Diagnosis pemphigus dilakukan melalui pemeriksaan langsung
atas kulit penderita, mempelajari riwayat penyakit penderita dan
pemeriksaan fisik lainnya. Lesi kulit berupa bulla yang sering
kambuh. Ulkus di mulut dan kulit tampak berair, menetes seperti
lumpur, lalu berkerak. Kelainan kulit dapat menyebar ke mukosa
dan daerah berkulit lainnya. Permukaan kulit yang tidak terserang
pemphigus mudah terkelupas dan terlepas jika digosok dibagian
tepinya dengan kapas atau jari (Nikolsky’s sign).
Biopsi atas kulit yang melepuh dan usapan dari dasar bulla
yang diperiksa di bawah mikroskop akan menunjukkan adanya
akantolisis sehingga dapat menentukan bentuk pemphigus.
Pemeriksaan direct immunofluorescence atas biopsi kulit
menunjukkan adanya antibodi terhadap desmoglein. Tipe antibodi
yang spesifik menentukan jenis pemphigus. Dengan pemeriksaan
indirect immunofluorescence dapat diukur titer antibodi pemphigus
di dalam darah sehingga dapat ditentukan beratnya penyakit
maupun berhasilnya pengobatan terhadap pemphigus.

Pengobatan Pemphigus
Penyakit pemphigus yang berat ditangani seperti menangani
penderita yang mengalami kebakaran berat. Penderita harus
dirawat di rumah sakit pada unit kebakaran atau unit perawatan
intensif untuk mencegah komplikasi.
Pemberian cairan intravenus, elektrolit, dan protein mungkin
diperlukan, juga misalnya jika terjadi ulkus mulut yang memerlukan
pemberian makanan melalui intravenus. Antibiotika dan antijamur
diperlukan untuk mencegah infeksi sekunder. Anestesi lokal dengan
mouth lozenges diberikan untuk meredakan rasa sakit akibat ulkus
di mulut.
166

Pengobatan sistemik harus segera diberikan, dengan


senantiasa memperhatikan efek samping yang mungkin terjadi
akibat pemakaian jangka panjang kortikosteroid atau obat-obatan
yang menghambat sistem imun (misalnya azathioprine, dan
methotrexate). Pemberian plasmapheresis, yaitu plasma yang
diambil antibodinya, dapat diberikan sebagai terapi sistemik untuk
mengurangi jumlah antibodi yang beredar di dalam darah.
Pengobatan lokal terhadap ulkus atau kulit yang rusak
dilakukan dengan memberikan lotion, kompres basah, atau
tindakan sejenis lainnya.
Tanpa pengobatan, pemphigus vulgaris dapat menyebabkan
kematian penderita dalam jangka waktu 2 bulan sampai 5 tahun.
167

39
PHOTODERMATITIS

Photodermatitis merupakan reaksi kulit yang tidak normal


sesudah terpapar sinar matahari atau sinar ultraviolet (UV).

Penyebab photodermatitis
Photodermatitis terjadi karena sistem imun bereaksi terhadap
paparan sinar ultraviolet. Berbagai faktor lain yang juga dapat
menjadi pemicu terjadinya photodermatitis antara lain adalah :

a. Bahan kimia dan obat-obatan,


b. Penyakit-penyakit, misalnya lupus, eksema, polymorphic light
eruptions,
c. Faktor genetik atau metabolik, misalnya pellagra, defisiensi
niacin, atau vitamin B-3.

Obat-obatan yang secara langsung mempunyai efek toksik sehingga


menimbulkan photodermatisis, antara lain adalah :
 Antibiotika ( tetrasiklin, sulfonamid)
 Antijamur (griseofulvin)
168

 Psoralen dan derivat tar batubara (coal tar)


 Nonsteroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs)
 Agen kemoterapi
 Sulfanilurea, obat diabetes
 Antimalaria (kuinin)
 Diuretikum
 Antidepresan (tricyclics)
 Retinoids (tretinoin, retinoic acid, obat untuk acne)
 Antipsikotik (phenothiazine)
 Anti-anxiety (benzodiazepines)

Sedangkan bahan-bahan yang menimbulkan reaksi alergi, antara


lain adalah bahan pengharum, PABA untuk tabirsurya, dan bahan
pembersih yang mengandung salicylanilide.

Gambar 36. Photodermatitis


(URL:www.dermimages.med.jhmi.edu/photodermatitis)

Pengobatan photodermatitis
169

Jika terjadi erupsi kulit atau kulit melepuh, lakukan kompres


dingin dan basah. Pada photodermatitis jenis tertentu dilakukan
phototherapy dengan mengendalikan paparan sinar untuk
melakukan desensitasi kulit terhadap paparan sinar.
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati photodermatitis
adalah:

1.Azathioprine, untuk menghambat sistem imun.


2.Glukokortikoid diberikan jangka pendek untuk mengobati
erupsi kulit.
3.Jika phototherapy tak bisa dilakukan, dapat diberikan
hidroksiklorokuin, talidomid, beta-karoten, atau nikotinamid
dan suplemen nutrisi lainnya.
170

40
POLYMYALGIA
RHEUMATICA

Polymyalgia rheumatica (PMR) adalah keradangan otot


disertai nyeri dan kekakuan pada bahu dan pinggul, yang umumnya
diderita oleh orang berumur di atas 50 tahun.

Penyebab Polymyalgia rheumatica


Kelainan pada PR dapat terjadi oleh satu sebab saja, tetapi
dapat juga terkait dengan adanya penyakit lain, misalnya radang
pembuluh darah, atau adanya keradangan sendi.

Gejala klinis Polymyalgia rheumatica


Gejala klinis PR umumnya terjadi secara mendadak berupa :
 Nyeri dan kaku pinggul, bahu dan leher.
 Nyeri otot dan sendi yang ringan sifatnya
 Demam
 Anemia
 Sering merasa lelah
171

Pemeriksaan darah menunjukkan gambaran yang tidak


spesifik, berupa naiknya laju endap darah (LED), sedangkan
hemoglobin atau hematokrit dapat menurun.

Pada PMR
 Nyeri dan kekakuan terjadi dengan cepat
terutama pada bahu dan lengan atas.

 Keluhan terberat terjadi pada pagi hari.

 Dengan kortikosteroid dosis rendah


keluhan segera berkurang

 Kekambuhan bisa terjadi jika dosis


kortikosteroid diturunkan

 Waspadai efek samping kortikosteroid:

gula darah meningkat, berat badan naik,


sukar tidur, osteoporosis, katarak dan
penipisan kulit.

Pengobatan dan pencegahan PMR


Pengobatan PMR bertujuan untuk mengurangi kekakuan dan
nyeri otot. Pemberian kortikosteroid, misalnya prednison dengan
dosis rendah dapat mengurangi keluhan penderita. Umumnya PMR
akan menyembuh dengan sendirinya sesudah 1-4 tahun.
Tidak ada tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah
penyakit ini.
172

41
POLYMYOSITIS

Polymyositis (polimiositis) disebut juga neuromyositis atau


proximal muscle weakness adalah inflamasi atau radang otot-otot
yang terletak di bagian proksimal badan, misalnya otot-otot leher
dan otot-otot faring. Penyakit ini berjalan progresif dengan periode
kekambuhan yang memburuk dan periode remisi yang membaik.
Poliomiositis terjadi dalam bentuk polimiositis dewasa yang
terjadi pada usia antara 40-60 tahun dan bentuk polimiositis anak
yang diderita pada usia 5-15 tahun. Penyakit ini dapat terjadi dalam
waktu yang sama dengan penyakit-penyakit inflamasi lainnya,
misalnya arthritis rematoid dan dermatomiositis atau terjadi
bersama dengan penyakit-penyakit keganasan.

Penyebab polimiositis
Penyebab pasti polimiositis belum jelas. Beberapa penyebab
yang diduga menjadi pemicu polimiositis antara lain adalah :

 Penyakit virus, misalnya HTLV1


173

 Penyakit autoimun
 Faktor genetik
 Obat-obatan dan bahan-bahan kimia (misalnya alkohol,
kortikosteroid, klorokuin, triptofan, lovastatin, colchicine).

Gejala klinis polimiositis


Mula-mula penderita mengeluh sakit dan nyeri otot, disertai rasa
lelah dan lemah, terutama pada lengan dan kaki. Sesudah itu
timbul heliotrope rash di sekitar mata, buku-buku jari dan kuku
(nail beds). Penderita juga mengalami pembengkakan di sekitar
mata
Selain mengalami kesulitan naik tangga, bangun dari kursi atau
tempat tidur, penderita juga sulit mengangkat lengan, misalnya
untuk bersisir atau waktu menyikat gigi
Penderita a mengalami nyeri dan kaku otot-otot dan sendi, serta
sukar menelan atau menghirup udara.

Gambar 37. Polimiositis


(URL: http://www.meded.ucsd.edu/isp)
174

Diagnosis polimiositis
Adanya proximal muscle weakness di lengan dan tungkai kaki
serta adanya heliotrope rash mengarahkan diagnosis polimiositis.
Untuk membantu menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan
darah, pemeriksaan urine, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan
otot.
1. Pemeriksaan darah menunjukkan :
a. Kreatinin kinase meningkat,
b. SGOT, LDH, Aldolase dan Laju Endap Darah (LED) juga
meningkat.
c. Antibodi-antibodi RF (rheumatoid antibody), ANA (lupus
antibody), myositis antibod.
d. Anemia dan leukositosis.
2. Pemeriksaan urine menunjukkan adanya mioglobin yang
menunjukkan adanya kerusakan jaringan otot
3. Pemeriksaan radiologi paru menunjukkan adanya fibrosis
interstitial.
4. Pemeriksaan aktivitas listrik otot abnormal

Pengobatan polimiositis
Penderita polimiositis yang umumnya mendapatkan rawat jalan
diterapi dengan memberikan:

1. Antiinflamasi menggunakan obat-obatan antara lain


prednisone, azathioprine, methotrexate, cyclosporine A,
dan cyclophosphamide.
2. Immunoglobulin atau antibodi diberikan intravenous
bersama prednison.
3. Kalsium dan vitamin yang diberikan sebagai suplemen
pembentuk tulang
175

4. Latihan dan terapi rehabilitas medik.

42
PRIMARY BILIARY
CIRRHOSIS

Primary biliary cirrhosis (PBC) adalah penyakit hati yang


terjadi akibat sumbatan yang menahun dan progresif pada aliran
empedu (progressive cholestasis) yang umumnya diderita oleh
perempuan berumur antara 40-60 tahun.

Penyebab PBC
Penyebab penyakit ini belum diketahui, namun faktor yang
dapat menjadi penyebabnya adalah:

1. Faktor genetik. PBC sebagian besar ditemukan pada


kelompok yang masih mempunyai hubungan keluarga,
dan diduga akibat adanya gangguan pada pengaturan
sistem imun.
2. Infeksi. Kuman dari famili Enterobactericeae secara
serologis ada hubungannya dengan penyakit PBC.
176

Selain itu penderita PBC sering mengalami infeksi


saluran kencing dengan kuman gram-negatif.

Gejala klinis dan diagnosis PBC


Diagnosis PBC banyak yang ditetapkan secara tidak sengaja
sesudah dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin. Gejala klinis
yang dikeluhkan penderita dapat berupa :
a. Rasa lelah. Keluhan lelah sering merupakan keluhan
pertama, sehingga penderita pada waktu siang hari selalu
mengantuk dan banyak tidur.
b. Pruritus. Gatal-gatal diderita oleh sekitar 55% penderita
PBC, 10% diantaranya mengalami gangguan yang berat.
c. Rasa tidak enak di daerah kuadran kanan atas.

Pemeriksaan fisik pada awal penyakit, umumnya tidak dijumpai


adanya kelainan fisik yang jelas. Pada penyakit PBC yang lebih
lanjut, dapat ditemukan :
 Hepatomegali
 Hiperpigmentasi
 Splenomegali
 Jaundis
 Xanthelasmata (ekskoriasi kulit)
 Sindrom Sicca, misalnya xeroptalmia (mata kering) dan
xerostomia (mulut kering)
 Tanda-tanda sirosis (jika sangat lanjut): misalnya spider nevi,
eritema palmar, asites dan udem.

Pengobatan PBC
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala-gejala klinis
dan keluhan penderita. Pemberian vitamin, kalsium, dan obat untuk
menghilangkan rasa gatal. US FDA(Food and Drug Administration)
177

menyetujui digunakannya Ursodroxycholic acid dan Ursodiol untuk


mengobati Primary biliary cirrhosis.
Pada kerusakan hati yang berat dapat dilakukan transplantasi hati.

43
PRIMARY SCLEROSING
CHOLANGITIS

Primary sclerosing cholangitis (PSC) adalah penyakit hati


kronis yang ditandai inflamasi, kerusakan dan fibrosis saluran
empedu, baik yang intrahepatik maupun ekstrahepatik yang
menyebabkan terjadinya sirosis hati. Penyakit ini dilaporkan dari
seluruh dunia, dengan sebagian besar penderita adalah orang laki-
laki berusia sekitar 40 tahun.
178

Gambar 38. Primary sclerosing cholangitis


( URL: http://mayoresearch.mayo.edu/)

Penyebab PSC
Penyebab pasti PSC belum jelas, namun diduga merupakan
penyakit autoimun yang dipengaruhi oleh adanya penyakit infeksi,
toksin, atau kekambuhan berulang-ulang penyakit infeksi yang
sebelumnya menyerang saluran empedu. Sekitar 75% penderita
PSC juga menderita keradangan usus, terutama kolitis ulseratif.

Gejala klinis
Berbagai keluhan penderita antara lain adalah :

 Rasa gatal (pruritus)


 Jaundis
 Demam
 Rasa lelah
 Berat badan menurun
 Tanda-tanda penyakit hati yang lanjut
 Nyeri perut pada kuadran atas kanan.

Diagnosis PSC
179

Diagnosis PSC ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan


laboratorium darah, pemeriksaan endoskopi dan biopsi hati.
a. Pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan adanya :
 Peningkatan serum alkaline phosphatase
 Aktivitas glutamyltranspeptidase meningkat
 Aktivitas aminotransferase meningkat
 Konsentrasi gamma-globulin serum meningkat pada
30% penderita
 Konsentrasi IgM serum meningkat pada 50% penderita
b.Pemeriksaan Endoscopic retrograde cholangiopancreatography
(ERCP) dilakukan untuk menunjukkan adanya striktura multifokal
dan dilatasi saluran empedu.
c.Biopsi hati dapat membantu menegakkan diagnosis PSC.

PSC merupakan penyakit progresif yang dapat menyebabkan


terjadinya sirosis dan payah hati (liver failure).

Pengobatan PSC
Pengobatan PSC tidak dapat menghambat perjalanan yang
progresif penyakit ini tetapi berguna untuk mengatasi komplikasi
yang terjadi.
Pruritus diobati dengan bile acids-binding resins
(cholestyramine) dan opioid antagonist.
Defisiensi vitamin yang larut dalam lemak diobati dengan
suplemen yang sesuai.
Terapi antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi cholangitis
bakterial.
Pada PSC dengan penyakit hati lanjut, transplantasi hati
sangat efektif untuk mengatasinya terutama jika terdapat
komplikasi sirosis, misalnya perdarahan varises usofagus dan
ensefalopati.
180

44
PSORIASIS

Psoriasis adalah radang kulit menahun disertai pembentukan


sisik yang terutama diderita oleh orang dewasa baik perempuan
maupun laki-laki, meskipun semua usia dapat terserang.

Penyebab psoriasis
181

Psoriasis termasuk penyakit autoimun yang terjadi akibat sel


T yang merangsang secara berlebihan respon imun sehingga terjadi
inflamasi dan pembentukan cepat sel-sel kulit. Sepertiga penderita
psoriasis mempunyai riwayat keluarga yang menderita penyakit ini.
Psoriasis mengalami kekambuhan berulang kali yang dipicu
oleh penggunaan obat-obatan tertentu, termasuk litium dan
betablocker yang merupakan obat anti hipertensi, iodida dan obat
anti malaria, serta infeksi, kerusakan kulit akibat luka iris, gigitan
serangga, paparan sinar matahari, dan cuaca dingin.
Selain faktor genetik, risiko menderita psoriasis akan
meningkat pada orang-orang yang mengalami stres, obesitas,
peminum alkohol dan perokok.

Gejala klinis psoriasis


Bentuk klasik psoriasis adalah terbentuknya sisik yang tebal
berwarna perak pada kulit yang berwarna merah akibat terjadinya
radang. Sisik biasanya terasa gatal dan panas. Daerah kulit yang
sering menunjukkan gejala psoriasis ialah di bagian permukaan
ekstensor kulit daerah siku, tumit, kulit kepala, punggung bagian
bawah, wajah, telapak tangan, dan telapak kaki.
Penyakit ini juga dapat menyerang kuku jari tangan, kuku jari
kaki, jaringan lunak genital, dan bagian dalam rongga mulut. Sendi-
sendi dapat membengkak dan kaku.
182

Gambar 39. Psoriasis berbentuk sisik pada kulit


(Sumber: National Psoriasis Foundation, 2009: psoriasis.org)

Bentuk psoriasis. Terdapat berbagai bentuk psoriasis, yaitu:


1. Plaque psoriasis. Lesi kulit berwarna merah terdapat di bagian
dasar dan ditutupi sisik berwarna perak.

2. Guttae psoriasis. Bentuk lesi kulit berupa bintik-bintik kecil


berbentuk seperti tetesan air yang terdapat di kulit badan,
lengan, kaki dan kulit kepala. Terbentuknya guttae psoriasis
ini dipicu adanya infeksi pernapasan bagian atas, misalnya
radang tenggorok oleh Streptococcus.

3. Pustular psoriasis. Pada pustular psoriasis terbentuk lesi kulit


bernanah yang dipicu oleh adanya infeksi, penggunaan obat,
stres, atau paparan bahan kimia tertentu.

4. Inverse psoriasis. Bercak kulit berwarna merah di daerah


lipatan kulit di dekat organ genital, di bawah payudara, atau
di ketiak. Gejala akan memburuk jika terjadi gesekan atau
berkeringat.
183

5. Erythrodermic psoriasis. Kulit yang merah dan bersisik meluas


akibat reaksi terhadap sengatan sinar matahari atau akibat
penggunaan kortikosteroid atau obat tertentu. Psoriasis yang
tidak diobati dengan baik dapat berkembang menjadi
erythrodermic psoriasis.

6. Psoriasis arthritis. Radang sendi dengan gejala artritis pada


penderita yang sedang atau akan mengalami psoriasis. Sendi
bengkak dan nyeri.

7. Nail psoriasis. Kuku jari tangan dan kaki tumbuh tidak


normal, berubah warna, kuku retak-retak dan terlepas.

8. Scalp psoriasis. Kulit kepala memerah, terasa gatal terutama


di tempat yang bersisik.

Diagnosis
Untuk membedakan psoriasis dari penyakit kulit lainnya, yaitu
seborrheic dermatitis, lichen planus, neurodermatitis dan ptyriasis
rosea, sebaiknya dilakukan pemeriksaan mikroskopis atas biopsi lesi
kulit. Biakan kuman pada usap tenggorok dapat menemukan kuman
Streptococcus.

Komplikasi. Psoriasis dapat menimbulkan komplikasi-


komplikasi sebagai berikut:
1. Gatal-gatal yang hebat menyebabkan kulit menebal
disertai infeksi sekunder oleh bakteri.
2. Pustular psoriasis berat dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Depresi.
4. Stres.
5. Gelisah.
184

Pengobatan
Psoriasis dapat diatasi dengan penyinaran, pengobatan topikal
dan pengobatan oral.
(a) Penyinaran (phototherapy)
 Sinar matahari (UV light).
 UVB (ultraviolet B) phototherapy
 Photochemotherapy. Penggunaan psoralen (light-
sensitizing medication) diikuti penyinaran dengan sinar
UVA (ultraviolet A).
 Excimer laser. Tindakan ini menggunakan UVB yang
terkendali dosisnya.
 Kombinasi UVB light therapy dengan obat topikal.

(b) Pengobatan topikal


 Pemberian kortikosteroid topikal.
 Obat antimetabolit hanya diberikan pada penderita dengan
gejala klinis yang berat.
 Vitamin D bentuk krim atau salep atau larutan topikal
untuk menghambat reproduksi sel kulit dan meredakan
inflamasi.
 Anthralin topikal untuk melepaskan sisik dan
menghaluskan kulit.
 Retinoid (tazarotene) topikal. Derivat vitamin A untuk
menormalkan aktivitas DNA pada sel kulit.
 Calcineurin inhibitor. Karena menghambat aktivasi sel T,
obat ini tidak boleh diberikan dalam jangka panjang karena
adanya risiko terjadinya limfoma dan kanker kulit.
 Coal tar. Larutan ini mengurangi pembentukan sisik,
mengurangi gatal dan menghambat reaksi radang.
185

 Pelembab kulit. Bentuk krim pelembab efektif untuk


mengurangi gatal, menghambat pembentukan sisik, dan
mencegah kekeringan akibat penggunaan obat lainnya.

(c) Pengobatan melalui mulut. obat-obatan yang dapat


diberikan per oral adalah:
1. Retinoid. Obat ini tidak boleh diberikan pada
perempuan hamil.
2. Methotrexate. Pengobatan diberikan dengan dosis
rendah dalam waktu pendek.
3. Azathioprine. Anti inflamasi yang digunakan pada
psoriasis berat yang gagal diobati dengan obat lain.
4. Cyclosporine. Obat untuk menghambat sistem imun.
5. Hydroxyurea. Obat ini dapat digunakan bersama
tindakan phototherapy.
6. Immunomodulator. Bahan obat alami yang diberikan
secara parenteral untuk menghambat kerja sistem
imun yang berlebihan.

45
RHEUMATOID ARTHRITIS
186

Artritis rematoid (Rheumatoid arthritis) adalah penyakit


inflamasi kronik yang menyebabkan pembengkakan, kekakuan,
rasa nyeri, dan hilangnya fungsi persendian. Penyakit yang
kambuh berulang-ulang ini dapat diderita oleh semua golongan
ras maupun etnik. Umumnya penyakit ini mulai terjadi pada usia
pertengahan, dan terus meningkat dengan bertambahnya usia,
namun anak-anak dan kelompok dewasa muda juga dapat
menderita artritis rematoid. Seperti halnya beberapa jenis
penyakit persendian lainnya, penderita perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan penderita laki-laki.

Penyebab RA

Rheumatoid arthritis termasuk golongan penyakit autoimun,


dimana lekosit yang dibentuk oleh sistem imun penderita
menyebabkan terjadinya radang pada synovium (synovitis).
Perjalanan penyakit ini berlangsung progresif sehingga tulang
rawan dan tulang yang berada di sekitar persendian akan rusak,
yang menyebabkan otot, ligamen dan tendon yang mendukung
persendian menjadi lemah dan terganggu fungsinya. Penderita
juga dapat mengalami osteoporosis pada tulang-tulang lainnya.

Selain faktor autoimunitas, faktor lain yang diduga


berpengaruh pada terjadinya rheumatoid arthritis adalah faktor
genetik, faktor infeksi, pemberian imunisasi sebelumnya, faktor
obat-obatan dan lain sebagainya. Selain itu faktor hormonal dan
faktor kebiasaan merokok penderita dapat memperberat gejala
klinis penyakit ini.

Gejala Klinis artritis rematoid

Rheumatoid arthritis mempunyai ciri-ciri khusus yang


membedakannya dari jenis artritis lainnya, yaitu :
187

a. Artritis rematoid umumnya memiliki pola simetris, misalnya


menyerang dua lutut kiri dan kanan;
b. Sering menyerang sendi pergelangan (wrist joints) dan
sendi-sendi jari yang paling dekat dengan tangan.

c. Penderita juga mengeluh adanya demam, lelah, dan rasa


sakit di bagian lain tubuhnya.

d. Artritis rematoid pada setiap individu berbeda beratnya, lama


sakitnya, frekwensi kekambuhannya, dan remisinya.

Gambaran klinis yang umum dialami oleh penderita adalah:

 Sendi terasa panas, membengkak dan terasa lunak


 Sendi-sendi yang terserang, simetris polanya
 Sendi yang terserang umumnya sendi pergelangan dan sendi
jari di tempat yang terdekat dengan tangan.
 Dapat menyerang sendi-sendi lainnya, termasuk leher, bahu,
siku, lutut, pinggul, mata kaki, dan kaki.
 Rasa lelah, demam, dan terasa sakit seluruh badan
 Nyeri dan kaku sendi berlangsung lebih dari 30 menit sesudah
bangun tidur atau sesudah istirahat panjang.
 Gejala dan keluhan berlangsung bertahun-tahun
 Gejala klinik yang dialami masing-masing penderita berbeda-
beda.
188

Gambar 40. Rheumatoid arthritis


(Sumber: J.Holoshitz, University of Michigan Medical School)

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk


menegakkan diagnosis artritis rematoid antara lain adalah:

1. Pemeriksaan darah: faktor rematoid meningkat


2. Pemeriksaan cairan sinovial.

3. Pemeriksaan sinar X pada sendi.

4. MRI (Magnetic resonance imaging) pada awal penyakit.

Pengobatan

Untuk mengobati artritis rematoid dapat diberikan pengobatan


untuk mengatasi gejala klinis yang terjadi, pengaturan diet,
aspirasi sendi, istirahat dan rehabilitasi fisik.
189

1. Terapi obat. Karena penyakit ini berlangsung progresif,


terapi dilakukan sedini mungkin dengan memberikan obat-
obatan untuk menghilangkan rasa sakit, mengurangi
gangguan fungsi sendi dan mencegah kerusakan sendi.
Sebagian penderita yang mendapatkan obat-obatan anti
radang atau suntikan lokal kortison ke dalam sendi akan
banyak mengalami perbaikan.
2. Istirahat . Tujuannya untuk mengurangi aktivitas sendi.

3. Pengaturan diet

4. Aspirasi sendi

5. Rehabilitasi fisik

6. Pembedahan. Jika tindakan medik tidak berhasil mengatasi


gejala penyakit, dapat dilakukan tindakan pembedahan,
yaitu :

 Arthroscopic synovectomy

 Arthroplasty, mengganti bagian sendi yang rusak

 Penggantian seluruh sendi

 Melekatkan bagian-bagian sendi (fusion of joints)


sehingga bagian sendi yang rusak tidak saling
menggeser.
190

46
ROSACEA

Rosacea atau Acne rosacea adalah bentuk radang khronik


kulit meliputi daerah pipi, hidung, dagu, dahi, atau kelopak mata,
berupa warna kemerahan, jaringan pembuluh-pembuluh darah yang
tampak nyata, pembengkakan, atau erupsi kulit seperti pada acne.

Penyebab
Penyebab rosacea belum jelas, namun kondisi kulit yang tidak
berbahaya ini terutama dijumpai pada perempuan yang berkulit
terang, wajah mudah merah, berumur antara 30 dan 50 tahun.
Meskipun laki-laki jarang mengalaminya, rosacea yang terjadi pada
laki-laki umumnya menunjukkan gejala yang lebih berat.
Adanya pelebaran pembuluh darah di bawah kulit pada rosacea,
mungkin ada hubungannya dengan kelainan kulit lainnya misalnya
acne vulgaris dan seborrhea atau kelainan mata, misalnya
blepharitis dan keratitis.

Gejala klinis rosacea


Penderita rosacea menunjukkan gambaran klinis sebagai
berikut:
191

 Warna kemerahan pada wajah di daerah tertentu, tetapi juga


dapat meliputi hampir sebagian besar wajah
 Mempunyai kecenderungan wajah mudah memerah
 Peningkatan vaskularisasi pembuluh darah mirip jaring labah-
labah (telangiectasia) pada wajah
 Hidung merah membesar (bulbous-nose)
 Erupsi kulit mirip acne
 Rasa terbakar menyengat (stinging sensation) di wajah
 Mata berair, merah, dan mengalami iritasi.

Komplikasi. Akibat pembesaran hidung misalnya, rosacea dapat


menimbulkan perubahan wajah yang bersifat permanen. Akibatnya
penderita dapat mengalami trauma psikologis dan menjadi rendah
diri.

Gambar 41. Rosacea


(Sumber: Inflammatory Skin Disease Institute)

Pengobatan
Belum ada obat yang tepat untuk rosacea. Menghindari
pemicu timbulnya rosacea merupakan tindakan yang dapat
192

dilakukan untuk mencegah kambuhnya rosacea. Tindakan yang


sebaiknya dilakukan penderita adalah:
 Menghindari paparan sinar matahari dengan menggunakan
tabir surya (sunscreen) setiap hari.
 Menghindari berada terlalu lama di daerah beriklim panas.
 Mengatasi stress, dengan cara menghisap napas dalam-
dalam, yoga, atau upaya melakukan relaksasi lainnya.
 Mengurangi konsumsi makanan pedas, alkohol, dan
minuman panas.

Pada beberapa individu menderita rosacea sesudah terpapar


angin yang bertiup kencang, mandi air panas, terpapar udara
dingin, sesudah menggunakan kosmetik kulit tertentu, sesudah
berolahraga dan terpapar berbagai faktor pemicu lainnya.
Pemberian antibiotik oral, misalnya tetrasiklin, minosiklin, dan
doksisiklin atau antibiotik topical misalnya metronidazol yang
dioleskan pada wajah dapat mengurangi erupsi kulit. Isoretinol atau
Accutane, seperti halnya vitamin A dapat juga diberikan.
Untuk kasus-kasus yang berat, bedah laser dapat digunakan
untuk mengurangi warna kemerahan. Bedah kosmetik pada
jaringan hidung untuk mengurangi ukurannya dapat memperbaiki
penampilan penderita.

Prognosis. Meskipun rosacea bersifat menahun dan persisten


serta tidak dapat disembuhkan dengan sempurna, penyakit ini
tidaklah berbahaya dan umumnya dapat dikendalikan dengan
pengobatan dan tindakan medik.
193

47
SARCOIDOSIS
(Sarkoidosis)

Sarkoidosis adalah penyakit keradangan granulomatosis yang


menyerang berbagai sistem organ sehingga menimbulkan gejala
yang bermacam-macam bentuknya, namun sebagian penderita
sarkoidosis tidak menunjukkan gejala atau keluhan.

Penyebab sarkoidosis
Penyebab sarkoidosis belum jelas, mungkin disebabkan oleh
reaksi sistem imun terhadap lingkungan misalnya debu, virus,
bakteri atau bahan kimia, atau akibat terjadinya reaksi sistem imun
terhadap jaringan tubuhnya sendiri (autoimmunity).

Gejala klinis
Gejala umum pada penderita sarkoidosis antara lain berupa
malaise, rasa lelah dan lemah badan, hilangnya nafsu makan, berat
badan menurun, demam, keringat malam dan sukar tidur.
Selain itu keluhan dan gejala klinis lainnya yang terjadi
tergantung pada organ dan jaringan yang mengalami gangguan.
Pada gangguan paru-paru, penderita sarkoidosis menunjukkan
gejala klinis berupa napas pendek dan berbunyi (wheezing), batuk
kering, disertai rasa nyeri di tengah dada terutama pada waktu
194

menghirup napas dalam-dalam. Penderita akan mengalami


pembesaran kelenjar limfe, terutama yang terdapat di daerah leher
dan dada dan kadang-kadang di bawah dagu, di ketiak, atau di
daerah lipat paha.
Pada sarkoidosis kulit, kulit penderita dapat menunjukkan
adanya ulkus, benjolan atau perubahan warna kulit terutama di
sekitar hidung, mata, lengan atas, kaki, dan kulit kepala. Daerah
tersebut biasanya terasa gatal tetapi tidak sakit, dan berlangsung
lama. Penderita dapat mengalami benjolan yang nyeri di daerah
pergelangan kaki dan bagian depan kaki, yang terasa panas dan
berwarna kemerahan. Kelainan ini disebut erythema nodosum yang
seringkali merupakan gejala awal sarkoidosis, dan berlangsung
selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penderita
sarkoidosis kulit dapat juga mengalami lupus pernio, yaitu
perubahan gambaran kulit di daerah hidung, pipi, telinga, kelopak
mata, dan jari.

Gambar 42. Lupus pernio


(URL: www.dermimages.med.jhmi.edu/images/lupusperio )

Gejala klinis pada mata penderita sarkoidosis dapat berupa


mata nyeri, gatal, perih dan selalu berair, merah, peka terhadap
195

sinar, terasa kering, melihat bintik hitam (black spots), mata


kabur, ketajaman mata terutama untuk melihat warna berkurang,
dan kadang-kadang terjadi kebutaan.
Pada jantung, penderita sarkoidosis antara lain akan
menunjukkan gejala klinis berupa napas pendek yang berbunyi
(wheezing), pembengkakan kaki, batuk, detak jantung tak
beraturan atau terjadi palpitasi. Penderita dapat mengalami
gangguan kesadaran atau meninggal tiba-tiba.
Kelainan pada sendi berupa bengkak, kaku dan nyeri, otot
terasa sakit (mialgia), lemah otot atau terdapat suatu benda atau
massa di dalam otot. Eritema nodosum dapat menimbulkan artritis
yang tidak terasa nyeri, yang akan menghilang dalam beberapa
minggu. Tulang-tulang penderita akan berlubang tetapi tidak terasa
sakit, jari tangan dan kaki membengkak tanpa nyeri. Jika sumsum
tulang (bone marrow) mengalami granulomatosis, penderita akan
mengalami anemia.
Jika organ hati terserang, penderita akan mengalami demam,
lelah, gatal-gatal, dan hati membesar dan nyeri tekan. Gangguan
pada kelenjar ludah akan menyebabkan mulut dan tenggorok terasa
kering, dan tampak pembengkakan di daerah parotis.
Gangguan sistem saraf menyebabkan penderita sakit kepala,
gangguan penglihatan, lengan dan kaki terasa lemah, wajah tidak
simetri jika saraf wajah terserang, dan penderita akan lumpuh jika
sumsum tulang belakang terserang.
Gambaran darah penderita sarkoidosis menunjukkan kadar
kalsium meningkat yang dapat menyebabkan batu ginjal dan
kencing yang berulang-ulang.

Pengobatan
Sarkoidosis kulit sering mengalami kekambuhan. Untuk
mengobati sarkoidosis kulit diberikan steroid topikal atau intralesi
yang diberikan melalui suntikan.
196

Pengobatan pada sarkoidosis sistemik dapat menggunakan


prednison oral yang diberikan setiap hari selama 4-6 minggu.

Pencegahan
Pemeriksaan fisik, anamnesa atau wawancara dan
pemeriksaan laboratorium pada darah, tes fungsi hepar dan ginjal,
tes fungsi paru, pemeriksaan radiografi dada, elektrokardiografi,
dan oftalmologi sebaiknya dilakukan untuk menentukan
kemungkinan adanya sarkoidosis sistemik sejak dini sehingga tidak
menjadi sarkoidosis sistemik yang berat. Adanya eritema nodosum
menunjukkan sarkoidosis berkembang ke arah penyakit yang akut
yang jinak, sedangkan lesi lupus pernio ada hubungannya dengan
sarkoidosis sistemik yang berat
197

48
SCLERODERMA

Arti skleroderma adalah “kulit keras”. Penyakit ini sebenarnya


merupakan kumpulan gejala dari sekumpulan penyakit yang
menyebabkan pembentukan kolagen yang berlebihan. Kolagen
adalah sejenis serat protein yang terdapat di dalam jaringan ikat.
Penimbunan berlebihan kolagen selain terjadi pada jaringan kulit
juga dapat terjadi di berbagai bagian tubuh, menimbulkan
pengerasan (sklerosis), pembentukan jaringan parut (fibrosis) dan
kerusakan jaringan dan organ yang lebih dalam, misalnya pembuluh
darah, jantung, paru, dan ginjal.
Skleroderma dapat digolongkan sebagai penyakit rematik
maupun penyakit jaringan ikat, karena penyakit ini menimbulkan
inflamasi dan nyeri otot, sendi dan jaringan fibrosa (fibrous tissue)
dan juga mengenai jaringan ikat misalnya kulit, tendon dan tulang
rawan.

Penyebab

Skleroderma dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu


penyakit imun, gangguan hormonal (penderita perempuan lebih
banyak dari pada penderita laki-laki)atau akibat adanya pengaruh
198

lingkungan, misalnya karena terinfeksi virus atau terpapar bahan-


bahan kimia, misalnya bahan lem, larutan organik (vinilklorida
dan tetrakloretilen).

Gejala klinis

Terdapat dua kelompok utama skleroderma, yaitu


skleroderma lokal dan skleroderma sistemik.

Skleroderma lokal. Skleroderma lokal hanya menyerang


kulit dan jaringan di sekitarnya, misalnya jaringan otot di
bawahnya. Organ-organ bagian dalam tidak mengalami gangguan.
Skleroderma lokal tidak berkembang menjadi skleroderma sistemik,
tetapi kelainan pada kulit yang tetap aktif dapat menjadi berat
sehingga menyebabkan terjadinya cacat (disable).

Gambar 43. Skleroderma


( URL:www.dermatlas.med.jhmi.edu/scleroderma)

Terdapat dua tipe skleroderma lokal, yaitu tipe morphea dan


tipe linear.
199

Tipe morphea. Tipe morphea adalah skleroderma lokal yang


menunjukkan adanya bercak setempat. Pada awal penyakit
terbentuk bercak kemerahan pada kulit yang kemudian menebal
membentuk bercak berbentuk lonjong dengan batas yang jelas.
Pusat masing-masing bercak berwarna kuning gading dengan batas
berwarna ungu. Bercak ini tidak banyak berkeringat dan hanya
sedikit berambut. Bercak kulit terutama dijumpai di daerah dada,
perut, dan punggung. Kadang-kadang juga dijumpai di wajah,
lengan dan kaki.

Tipe linear. Skleroderma linear berbentuk suatu garis atau


pita dari kulit yang menebal atau berubah warna. Umumnya garis
tampak menurun ke arah lengan atau tungkai kaki, tetapi kadang-
kadang tampak turun ke daerah dahi.

Skleroderma sistemik. Skleroderma sistemik disebut juga


sebagai sklerosis sistemik, merupakan skleroderma yang
menyerang jaringan di bawah kulit, pembuluh darah, dan organ-
organ penting lainnya. Skleroderma sistemik terbagi menjadi dua,
yaitu Limited systemic sclerosis dan Diffuse systemic sclerosis.
Lebih dari 90 persen penderita skleroderma mengalami Raynaud’s
phenomenon dimana jari dan ektremitas akan berubah warna jika
penderita mengalami kedinginan atau kecemasan. Fenomena ini
merupakan petanda bahwa terjadi gangguan pasokan darah ke
daerah tangan atau ekstremitas.

Diagnosis

Diagnosis skleroderma umumnya berdasar atas riwayat sakit


dan hasil pemeriksaan fisik penderita, yaitu :
200

 Perubahan pada kulit, jari, kepala, wajah, mulut, dan lain


sebagainya.

 Timbunan kalsium di bawah kulit.

 Perubahan pada pembuluh arteri di pangkal kuku jari.

 Penebalan pada bercak kulit.

Pemeriksaan antibodi yang khusus ditemukan pada penderita


skleroderma, yaitu Antitopoisomerase- 1 atau Anti-Scl-70 antibody
yang ditemukan pada darah 30% penderita dengan diffuse
systemik sclerosis dan Anticentromere antibody yang ditemukan
pada 50% penderita.

Biopsi kulit juga membantu menegakkan diagnosis, tetapi tidak


dapat membedakan antara sklerosis yang sistemik dan sklerosis
yang lokal.

Pengobatan

Tidak ada obat untuk menghentikan pembentukan kolagen


yang berlebihan. Karena itu pengobatan skleroderma ditujukan
untuk mengurangi keluhan akibat gangguan fungsi organ dan
mencegah terjadinya kerusakan jaringan organ dan sistem organ.
Jika terjadi fibrosis paru misalnya, obat untuk menekan sistem
imun, misalnya cyclophosphamide (Cytoxan) atau azathioprine
(imuran) diberikan bersama dosis rendah kortikosteroid.
Gangguan jantung misalnya kardiomiopati, miokarditis, atau
aritmia diobati sesuai dengan jenis kelainannya. Demikian juga
gangguan pada fungsi ginjal, kelainan kulit, ganguan pencernaan,
nyeri sendi, dan Raynaud’ phenomenon ditangani sesuai dengan
gangguan yang terjadi.
201

49
SJOGREN’S SYNDROME

Sjogren’s syndrome adalah penyakit inflamasi yang bersifat


autoimun yang terjadi sebagai penyakit primer tetapi bisa juga
bersifat sekunder terkait dengan kelainan rematik lainnya. Sjogren
syndrome termasuk penyakit autoimun yang paling sering dijumpai.
Sebagian besar penderitanya (90%) adalah perempuan terutama
yang berumur di atas 40 tahun.

Penyebab
Penyakit ini tidak dapat dipastikan penyebabnya, namun
diduga merupakan penyakit autoimun yang dipicu oleh faktor
genetik atau infeksi virus dan faktor hormonal.

Gejala klinis
Menurut Sjogren Syndrome Foundation, gejala klinis penyakit
ini dapat berupa:
 Mata terasa kering, panas atau terasa berpasir
 Kesukaran mengunyah, menelan dan berbicara
 Lidah pecah-pecah dan terasa sakit
 Tenggorok kering, dan terasa terbakar
202

 Gangguasn pada fungsi pengecapan dan pembauan


 Kerusakan gigi
 Infeksi jamur pada mulut
 Nyeri sendi
 Gangguan pencernaan
 Hidung dan kulit terasa kering
 Kelenjar-kelenjar sekitar wajah membengkak
 Rasa lelah

Diagnosis
Selain gejala-gejala klinis, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan fisik diperlukan untuk menetapkan diagnosis penyakit
ini. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut adalah:
1. Antinuclear antibody test (ANA test). Sekitar 70% penderita
Sjogren positif terhadap tes ANA, namun penderita yang tidak
sakitpun ada yang positif terhadap tes ini.
2. SSA (anti-Ro) dan SSB (anti-La). Antibodi ini hanya
ditemukan pada penderita Sjogren, namun tidak semua
penderita Sjogren menunjukkan adanya antibodi-antibodi ini.
3. Rheumatoid Factor. Terdapat 60-70% penderita Sjogren
positif terhadap faktor ini.
4. Immunoglobulin. Protein darah meningkat
5. Pemeriksaan mata dan gigi diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosis Sjogren’s syndrom.
203

Gambar 44. Kelainan mata pada Sindrom Sjogren


(URL: www. bio.davidson.edu/-/-/redeye.jpg)

Pengobatan
Pengobatan sindrom Sjogren terutama ditujukan untuk
mengatasi keluhan penderita. Mata yang kering diobati dengan air
mata buatan atau diberi obat perangsang pembentukan air mata,
misalnya Restasis Mulut yang kering dapat diberi air minum yang
cukup atau diberi obat perangsang saliva, misalnya Salagen dan
Evoxac. Kulit yang kering diberi pelembab kulit, sedangkan vagina
yang kering diberi pelicin (lubricant jelly).
Selain itu kepada penderita dapat diberikan obat anti radang
(NSAID, atau steroid) dan imunosupresan untuk menekan sistem
imun.
204

50

SYSTEMIC LUPUS
ERYTHEMATOSUS

Systemic Lupus Erythematosus atau dikenal sebagai penyakit


Lupus merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan terjadinya
keradangan dan kerusakan berbagai bagian tubuh, misalnya kulit,
sendi, ginjal, jantung, pembuluh darah, dan otak. Penyakit ini
banyak diderita oleh perempuan berumur antara 15 dan 44 tahun.

Penyebab Lupus
Lupus disebabkan oleh gangguan sistem imun penderita yang
memproduksi antibodi yang bekerja terhadap jaringan dan sel sehat
tubuhnya sendiri (autoantibodi) sehingga menyebabkan terjadinya
keradangan dan kerusakan berbagai organ dan jaringan tubuhnya
sendiri. Tipe autoantibodi yang terbentuk pada penderita SLE
adalah antinuclear antibody (ANA) yang bereaksi terhadap bagian-
bagian dari inti sel. Faktor-faktor genetik, lingkungan, dan faktor
205

hormonal diduga secara bersama-sama mempengaruhi terjadinya


penyakit ini.

Gejala klinis SLE


Gejala klinis SLE sangat bervariasi satu individu dengan
individu lainnya. Karena itu SLE sering sukar dibedakan dari
penyakit-penyakit lainnya.
Gejala-gejala klinis yang sering dijumpai pada SLE adalah :
 Terdapat bercak merah berbentuk kupu-kupu yang melintang
pada hidung dan pipi.
 Nyeri dan pembengkakan sendi
 Demam yang tidak diketahui sebabnya
 Gangguan perut
 Nyeri dada setiap menghirup udara dalam-dalam
 Pembesaran kelenjar-kelenjar
 Rasa lelah sepanjang hari
 Rambut rontok
 Jari tangan dan kaki menjadi pucat atau biru jika kedinginan
atau mengalami stres
 Peka terhadap sinar matahari
 Sel darah merah menurun jumlahnya
Gangguan memori, sukar berpikir, atau depresi.

Diagnosis Lupus
Lupus timbul mendadak (akut) mirip proses penyakit infeksi
sehingga awalnya sukar dikenali. Untuk menentukan diagnosis
selain memperhatikan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik,
dilakukan pemeriksaan laboratorium, antara lain :
 Pemeriksaan darah : hitung jenis dan laju endap darah (LED)
dan pemeriksaan kimiawi darah.
206

 Pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya ANA


(antinuclear antibody), autoantibody test lainnya misalnya
anti-DNA, anti-Sm, anti-RNP, anti-Ro (SSA), dan anti-La
(SSB).
 Pemeriksaan kadar komplemen
 Anticardiolipin antibody test. Cardiolipin berperan untuk
mencegah pembekuan darah patologis atau mencegah
abortus.
 Biopsi kulit atau organ ginjal
 Pemeriksaan radiologis atau imaging test pada organ-organ
yang terserang.

Gambar 45. Penderita Lupus


(Sumber: http://health.uml.edu/thc/HealthIssues/Lupus)

Pengobatan lupus
Pengobatan penderita lupus disesuaikan dengan kebutuhan
penderita, umur, jenis kelamin, keadaan kesehatan umumnya,
207

gejala klinis yang diderita, dan cara hidup penderita. Tujuan


pengobatan selain mengatasi keluhan dan gejala klinis penderita
juga untuk mencegah kekambuhan, dan mengurangi terjadinya
kerusakan organ dan mencegah kompikasi.

Obat-obatan yang dapat diberikan adalah :


 NSAIDs (Non steroidal anti-inflammatory drugs), misalnya
ibuprofen dan naproxen: menghambat inflamasi, mengurangi
nyeri sendi, nyeri dada dan mengatasi demam.
 Antimalaria, misalnya hidroksiklorokuin (Plaquenil): untuk
mengatasi rasa lelah, nyeri sendi, ruam kulit dan inflamasi
paru.
 Kortikosteroid, misalnya hidrokortison, metilprednisolon,
prednison, dan deksametason: untuk mengatasi inflamasi.
Diberikan dalam bentuk suntikan, pemberian oral atau salep
kulit.
 Imunosupresif, misalnya cyclophosphamide (Cytoxan) dan
mycophenolate mofetil bertujuan untuk menghambat produksi
sel imun.
 Obat lainnya, misalnya methotrexate.
208

51
ULCERATIVE COLITIS

Kolitis ulseratif (Ulcerative colitis) termasuk Penyakit


Radang Usus, Inflammatory Bowel Diseases (IBD), radang usus
kronis yang menyebabkan terjadinya ulserasi pada usus halus dan
usus besar. Pada Kolitis Ulseratif inflamasi dan ulserasi terjadi
pada bagian dalam (inner lining) kolon dan rektum dan kadang-
kadang terjadi di ileum. Berbeda dengan penyakit Crohn yang
juga termasuk IBD, yang menimbulkan kerusakan pada lapisan
dinding usus yang lebih dalam yang terjadi pada saluran
pencernaan lainnya termasuk mulut, esofagus, lambung, dan
usus halus. Gejala klinis kolitis ulseratif dan penyakit Crohn sukar
dibedakan, dan juga mirip gejala klinis irritable bowel syndrome.

Penyebab

Penyebab kolitis ulseratif belum diketahui, diduga akibat


terjadinya infeksi virus atau bakteri tertentu yang memicu
timbulnya reaksi abnormal sistem imun di usus. Selain itu, faktor
emosional dan stres serta alergi terhadap makanan tertentu diduga
juga mempengaruhi terjadinya kolitis ulseratif.
209

Gambar 46. Perbedaan lokasi kerusakan usus pada


penyakit Crohn dan Ulserasi kolitis. Warna merah menunjukkan
bagian usus yang terserang. (Sumber: Anthony Segal, 2006)

Gejala Klinis

Inflamasi dinding usus menyebabkan terjadinya diare, atau


pengosongan isi kolon yang berulang kali. Akibat kematian dan
lepasnya sel permukaan dinding kolon, ulkus akan terjadi
dengan menimbulkan perdarahan disertai nanah dan lendir.
Kolitis ulseratif umumnya terjadi pada penderita berumur
antara 15-40 tahun, baik pada perempuan maupun laki-laki
terutama yang masih ada hubungan keluarga. Penyakit ini
dapat mengalami kekambuhan setiap beberapa bulan atau
beberapa tahun.

Gejala klinis dan keluhan yang sering dialami penderita adalah:

 Nyeri perut
 Lelah
210

 Berak darah

 Berat badan menurun

 Hilangnya nafsu makan

 Perdarahan rektum

 Hilangnya cairan tubuh

 Anemia akibat perdarahan

Komplikasi. Komplikasi jarang terjadi terutama jika kolitis


ulseratif hanya terjadi di rektum dan kolon bagian bawah. Pada
kolitis ulseratif yang luas, kanker kolon dapat terjadi yang dapat
menyebabkan kematian penderita. Kadang-kadang dapat terjadi
lesi dan ruam kulit, nyeri sendi, radang mata, gangguan hati,
osteoporosis, dan batu ginjal.

Diagnosis

Untuk menetapkan diagnosis kolitis ulseratif, selain melalui


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium darah penderita,
dapat dilakukan :

 Kultur tinja untuk mengetahui adanya bakteri patogen


 Endoskopi usus bagian atas (esofagus, lambung dan usus
halus) untuk menentukan adanya perdarahan usus.

 Biopsi jaringan permukaan kolon

 Pemeriksaan barium enema diikuti pemeriksaan dengan sinar


X untuk memeriksa keadaan rektum, kolon dan bagian bawah
usus halus.
211

Pengobatan

Tindakan terhadap penderita kolitis ulseratif tergantung pada


umur, kondisi penderita dan toleransi penderita terhadap prosedur
diagnosis dan pengobatan yang diberikan.

Pengobatan yang diberikan pada penderita meliputi:

 Obat anti radang untuk mengatasi kejang perut dan diare.


 Steroid

 Antibiotika

 Meningkatkan sistem imun

Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mengatasi


malnutrisi, menghentikan diare, mengatasi perdarahan dan
mengatur cairan tubuh dan garam mineral yang dibutuhkannya.
Jika diperlukan tindakan operasi dilakukan untuk memotong kolon
karena perdarahan yang berat, perforasi kolon atau jika ada risiko
terjadinya kanker.
212

52
URTICARIA PIGMENTOSA

Urticaria pigmentosa adalah penyakit kulit dengan lesi yang


sangat gatal, yang dengan garukan pada lesi akan menyebabkan
timbulnya bercak-bercak (hives). Penderita anak-anak lebih
banyak dijumpai dari pada penderita orang dewasa.

Penyebab

Urticaria pigmentosa merupakan salah satu bentuk


mastositosis, yang terjadi akibat adanya timbunan berlebihan dari
sel radang (mast cells) di dalam kulit.

Gejala klinis dan diagnosis


213

Gejala utama yang tampak adalah adanya lesi kulit yang


berwarna coklat, yang bila digaruk akan menyebabkan timbulnya
benjolan bercak (hives). Pada anak-anak, garukan dapat
menimbulkan terbentuknya lepuhan kulit yang berisi cairan. Pada
infeksi berat penderita dapat mengalami diare, sakit kepala dan
takikardi.

Untuk membantu diagnosis dapat dilakukan biopsi kulit


untuk menemukan sejumlah besar mast cells, dan dilakukan
pemeriksaan histamin di dalam urine penderita.

Gambar 47. Urtikaria pigmentosa


(URL:www.dermimages.med.jhmi.edu/-/urticariapigmentosa)

Pengobatan

Pengobatan simtomatis bertujuan untuk menghilangkan


keluhan misalnya gatal-gatal yang diderita dengan memberikan
antihistamin.
214

53
VASCULITIS

Vasculitis (vaskulitis) adalah inflamasi atau keradangan


pembuluh darah tubuh, baik arteri, vena, dan kapiler. Akibat
keradangan pembuluh darah dapat menimbulkan kerusakan
pembuluh darah sehingga menyebabkan berbagai komplikasi
yang dapat menimbulkan kerusakan organ-organ penting tubuh.

Akibat vaskulitis pembuluh darah dapat menyempit sehingga darah


sulit mengalir, pembuluh darah tertutup sehingga aliran darah
215

terhenti, atau dinding pembuluh darah dapat menipis dan


membengkak (aneurisma) sehingga bisa pecah (ruptur).

Penyebab vaskulitis

Vaskulitis belum jelas penyebabnya, diduga merupakan efek


samping respon imun terhadap infeksi kronis atau pemberian obat
tertentu yang bertindak selaku benda asing.

Kadang-kadang vaskulitis dikaitkan dengan penyakit-penyakit


autoimun lainnya, misalnya lupus dan skleroderma dan dengan
kanker darah, misalnya leukemia dan limfoma.

Gambar 48. Vasculitis


(URL: www.dermimages.med.jhmi.edu/images/vasculitis)

Gejala klinis vaskulitis

Penderita mengalami gejala-gejala umum keradangan, yaitu


demam, pembengkakan, dan rasa sakit. Selain itu gejala klinis
216

yang terjadi tergantung pada jenis organ yang mengalami


kerusakan dan beratnya kerusakan yang terjadi.

Gejala sistemik yang umum dijumpai adalah demam, hilangnya


nafsu makan, turunnya berat badan, rasa lelah dan lemah, serta
terasa sakit dan nyeri seluruh badan. Pada kulit terdapat bercak-
bercak berwarna merah yang gatal tetapi tidak sakit. Sendi-sendi
penderita terasa sakit .

Gangguan pada organ-organ dapat berupa:

 Paru. Gangguan paru menyebabkan napas pendek, batuk


berdarah, gambaran pneumonia pada pemeriksaan sinar X .
 Gastrointestinal. Ulkus pada mulut, sakit perut, diare
berdarah.

 Infeksi sinus, infeksi radang telinga tengah, ulkus hidung.

 Mata. Penglihatan kabur atau terjadi kebutaan.

 Kelainan otak dapat berupa sakit kepala, gangguan


kebiasaan, stroke.

 Gangguan saraf. Penderita merasa lemah diberbagai bagian


tubuh, rasa nyeri pada lengan dan kaki.

Diagnosis vaskulitis

Diagnosis vaskulitis didasarkan atas gejala klinis, riwayat


sakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan sesuai gejala klinis pada


penderita, yaitu :
217

 Pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya kelainan sel


darah dan antibodi
 Biopsi jaringan pembuluh darah atau organ yang terserang

 Analisis urine untuk mengetahui adanya protein atau sel


darah dalam urine

 Elektrokardiogram

 Echokardiogram

 Pemeriksaan sinar-X

 Pemeriksaan fungsi paru

 Ultrasound abdominal

 CT scan untuk mendeteksi pengaruh vaskulitis pada organ


perut dan otak

 MRI untuk mengetahui pengaruh vaskulitis pada otak

 Angiografi untuk memantau aliran darah dan adanya


pembuntuan pembuluh darah.

Pengobatan vaskulitis

Tujuan pengobatan adalah menghentikan inflamasi


pembuluh darah dengan menghentikan proses respon imun atau
proses inflamasi dan mencegah terjadinya komplikasi.

Pemberian kortikosteroid, misalnya prednison, prednisolon,


dan metilprednisolon untuk menghentikan proses inflamasi
pembuluh darah.
218

Obat sitotoksik baru diberikan pada kasus-kasus yang berat


atau yang tidak berhasil diobati dengan kortikosteroid. Tujuan
pemberian obat sitotoksik adalah untuk membunuh sel penyebab
inflamasi. Obat-obat yang dapat diberikan antara lain adalah
azathioprine dan cyclophosphamide.

54
VITILIGO

Vitiligo adalah suatu keadaan hilangnya pigmen kulit


melanin, sehingga menyebabkan terjadinya bercak-bercak putih
pada kulit yang secara perlahan melebar dengan bentuk tidak
219

beraturan. Vitiligo diderita oleh kedua jenis kelamin dari semua


jenis ras, terutama ras kulit berwarna gelap.

Penyebab vitiligo

Penyebab hilangnya atau tidak terbentuknya melamin diduga


karena gangguan sistem imun dan dipengaruhi berbagai faktor,
yaitu faktor genetik, paparan sinar matahari atau tekanan
emosional.

Gejala klinis

Tanda utama vitiligo adalah timbulnya bercak putih pada


kulit akibat depigmentasi kulit. Tanda-tanda klinis lainnya yang
dapat terjadi adalah :

1. Rambut yang dini memutih atau berwarna kelabu, baik pada


rambut kepala, kumis dan janggut, bulu mata atau alis
2. Hilangnya warna jaringan yang menjadi batas mukosa mulut

3. Hilangnya atau perubahan warna lapisan dalam (retina)


mata.
220

Gambar 49. Vitiligo


(URL: http://www.medstation.yale.edu/pederes/vitiligo )

Viltiligo dapat terjadi pada semua usia, namun umumnya mulai


terjadi pada umur 20-30 tahun. Depigmentasi biasanya mulai
terjadi di bagian kulit yang terpapar sinar matahari, misalnya pada
kulit lengan, tangan, tungkai kaki, wajah dan bibir. Terdapat 3
pola vitiligo, yaitu :

1. Fokal . Depigmentasi terbatas pada satu atau beberapa


bagian kecil dari badan.
2. Segmental. Warna kulit yang hilang hanya terjadi di satu sisi
badan.

3. Generalized. Depigmentasi terjadi luas di sebagian besar


badan.

Diagnosis dan pemeriksaan vitiligo


221

Riwayat penyakit dalam keluarga, adanya trauma atau ruam


kulit (rash) atau paparan berat sinar matahari (sunburn) dalam
waktu 2-3 bulan sebelum timbulnya vitiligo, atau perubahan dini
warna rambut dari hitam ke kelabu atau putih. Selain itu adanya
anggota keluarga yang menderita penyakit autoimun.

Pemeriksaan darah dilakukan untuk menunjukkan adanya


antinuclear antibody (salah satu jenis autoantibodi).

Pengobatan vitiligo

Tergantung pada luasnya daerah kulit yang mengalami


depigmentasi dengan cara mewarnai kulit atau memutihkan
bagian-bagian kulit yang masih berpigmen.

 Kortikosteroid. Pemberian salep kortikosteroid yang diberikan


sedini mungkin bertujuan untuk mengembalikan warna kulit
(repigmentasi). Pengobatan dengan kortikosteroid dapat
disertai pemberian salep vitamin D atau penyinaran dengan
sinar ultraviolet.
 Photochemotherapy. Pengobatan terapi fotokimia ini
menggunakan Psoralen topikal plus ultraviolet A (PUVA). Jika
depigmentasi kurang dari 20%, PUVA topikal dapat diberikan
satu atau dua kali seminggu. Ultraviolet A (UVA) diberikan
30 menit sesudah kulit diberi salep psoralen, lalu
ditingkatkan dosisnya secara bertahap selama beberapa
minggu. Sesudah terapi fotokimia sebaiknya penderita
menghindari paparan sinar matahari langsung.

 Oral psoralen photochemistry (oral PUVA). Oral PUVA


dilakukan berupa kombinasi pemberian psoralen per oral
dengan UVA atau pemaparan sinar matahari. Oral PUVA
222

diberikan jika luas daerah depigmentasi kulit lebih dari 20%


atau PUVA topikal tidak berhasil. Oral PUVA tidak dianjurkan
untuk anak berumur di bawah 10 tahun untuk menghindari
terjadinya kerusakan mata, misalnya katarak. Dua jam
sebelum penyinaran dengan UVA atau pemaparan dengan
sinar matahari, penderita menelan psoralen. Pengobatan
dilakukan 2-3 kali seminggu, dengan sela waktu sedikitnya
satu hari.

Efek samping terapi Oral PUVA jangka pendek berupa


sunburn, mual, muntah, gatal-gatal, katarak, pertumbuhan
rambut abnormal atau hiperpigmentasi pada kulit yang
diobati atau kulit normal di sekitar daerah yang diterapi.
Terapi jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya
kanker kulit.

 Narrow-band Ultraviolet B (UVB) therapy. Penggunaan UVB


gelombang pendek tidak disertai pemberian psoralen
sehingga lebih mudah dan lebih aman dibanding pengobatan
dengan PUVA, dan dapat diberikan sampai tiga kali
seminggu.
 Depigmentasi. Menghilangkan pigmen normal dilakukan jika
vitiligo meliputi lebih dari 50% bagian tubuh. Pada
depigmentasi diberikan monobenzone (Benokuin) dua kali
sehari pada daerah berpigmen. Depigmentasi yang dilakukan
akan permanen sifatnya dan tidak bisa diperbaiki. Efek
samping yang sering terjadi adalah inflamasi, kemerahan,
gatal-gatal, kulit kering dan warna bagian putih mata
menjadi lebih gelap.

 Terapi pembedahan. Transplantasi kulit atau melakukan


tatto (mikropigmentasi).
223

Pencegahan vitiligo

Vitiligo dapat dicegah terjadinya atau pelebarannya dengan


cara menghindari paparan sinar matahari secara langsung
misalnya dengan menggunakan kacamata hitam, payung dan topi
atau menggunakan tabir surya yang dioleskan pada kulit badan.
224

55
WARTS

Warts atau verruca (kutil) adalah bintil kecil yang tumbuh


pada kulit yang tidak terasa sakit, dan disebabkan oleh virus.
Pada umumnya warts tidak berbahaya, tetapi kadang-kadang
terasa gatal dan mengganggu , misalnya yang terdapat pada kaki.

Penyebab kutil

Warts disebabkan oleh virus (Papovavirus) yang termasuk


virus DNA.

Terdapat beberapa jenis warts, yaitu:

 Common warts biasanya terdapat di tangan, tetapi dapat


tumbuh di tempat lain.
 Flat warts terdapat di wajah dan dahi, umumnya ditemukan
pada anak, dan jarang diderita orang dewasa.
225

 Genital warts ditemukan pada genital, di daerah pubis, di


antara kedua paha, tetapi juga bisa tumbuh di dalam vagina
dan anus.

 Plantar warts, tumbuh di telapak kaki.

 Subungual dan periungual warts. Tumbuh di bawah dan di


sekitar kuku jari.

Gejala klinis

Plantar warts jarang menimbulkan keluhan, kecuali jika


terdapat pada tempat yang sering tertekan atau tergesek. Plantar
warts yang berukuran besar dapat menimbulkan rasa sakit
sehingga menyulitkan berjalan atau berlari. Dari tempat dan
bentuknya, warts mudah dibedakan jenisnya. Pemeriksaan hasil
biopsi memudahkan penetapan diagnosis.
226

Gambar 60. Plantar warts


(Sumber: J.L.Bezzant, http://library.med.utah.edu/kw/derm)

Pengobatan warts

Untuk memperkecil ukuran kutil dapat diberikan obat oles


yang diberikan setiap hari selama beberapa minggu. Namun obat
ini tidak boleh diberikan pada kutil yang terdapat di daerah wajah
atau di daerah genital.

Tindakan pembedahan untuk mengeluarkan kutil, melakukan


pembekuan (cryotherapy), pembakaran (electrocautery), atau
pengobatan dengan sinar laser dapat juga diberikan.
Immunoterapi dilakukan dengan menyuntikkan alergen. Vaksinasi
dengan Gardasil dapat mencegah infeksi virus yang sering
menimbulkan genital warts atau kanker servik pada perempuan.
227

56
WEGENER’S GRANULOMATOSIS

Wegener’s granulomatosis atau Midline granulomatosis adalah


kelainan dengan pembuluh darah tertentu yang membesar dan
mengalami inflamasi, sehingga menganggu kelancaran aliran darah.
Pembuluh darah yang terganggu terutama yang terdapat di hidung,
sinus-sinus, telinga, paru-paru, dan ginjal, namun pembuluh darah
di tempat lain juga dapat mengalami kelainan.

Penyebab
Penyebab pasti penyakit ini tidak diketahui, diduga
merupakan penyakit autoimun. Separuh dari penderita umumnya
juga menderita arthritis.
Wegener’s granulomatosis banyak diderita oleh orang dewasa
di usia pertengahan; jarang dijumpai pada anak, tetapi pernah
diderita oleh bayi berumur 3 bulan.

Gejala klinis
Gejala klinis yang paling banyak dijumpai adalah sinusitis
yang berulang-ulang. Gejala lainnya adalah demam yang
228

berlangsung lama tanpa diketahui sebabnya, berkeringat banyak


pada malam hari, lelah, dan rasa lemah (malaise).
Infeksi telinga yang kerap terjadi, juga banyak dijumpai
sebelum diagnosis Wegener’s syndrome dapat ditegakkan.
Gangguan pernapasan bagian atas yang juga dapat merupakan
gejala klinik penyakit ini adalah perdarahan hidung, nyeri, dan sakit
di sekitar lubang hidung.
Sering juga dijumpai penderita yang kehilangan nafsu makan
sehingga menurun berat badannya. Juga kelainan kulit dapat
terjadi, tetapi tidak khas bentuknya.
Kadang-kadang gangguan pada ginjal dijumpai, misalnya
urine yang keruh, berwarna merah, dan kemudian urine berdarah.
Gangguan mata banyak menjadi keluhan penderita, yang bervariasi
gejalanya, dari berupa konjungtivitis sampai pembengkakan mata.
Keluhan lain dapat berupa nyeri dada, batuk yang kadang-
kadang berdarah, napas yang pendek-pendek, bersin-bersin, nyeri
sendi, dan terlihat ruam kulit (rash).

Diagnosis
Pemeriksaan antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA),
sering positif pada penderita yang penyakitnya sedang aktif.
Urinalisis yang menunjukkan adanya protein dan darah di dalam
urine memperkuat dugaan Wegener’s granulomatosis.
Biopsi penting untuk menentukan diagnosis pasti penyakit ini.
Biopsi yang dapat dilakukan adalah open lung biopsy, upper airway
biopsy, nasal mucosal biopsy, atau bronchoscopy with transtracheal
biopsy. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendukung
diagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan x-ray dada, CT scan dan
aspirasi sumsum tulang.

Pengobatan
229

Pemberian glukokortikoid misalnya prednisone dan obat


sitotoksika bertujuan untuk membunuh sel atau menghambat
perkembangan dan fungsi sel. Sitotoksika misalnya
cyclophosphamide(cytoxan), methotrexate, dan azathioprine
(Imuran) digunakan selama pemberian kemoterapi.
Obat-obatan lainnya yang dapat diberikan adalah:
 Bisphosphonate (Fosamax) untuk mencegah osteoporosis
akibat pemberian prednisone
 Trimethoprim/ sulfamethoxazole untuk mencegah infeksi
 Folic acid atau folinic acid (leucovorin) jika penderita
mendapatkan pengobatan dengan methotrexate.
Terapi paliatif dalam kelompok perlu diberikan, mengingat
penggunaan obat-obatan dan perjalanan penyakit memerlukan
perhatian dan pengawasan yang intensif.

Prognosis. Tanpa pengobatan, penderita akan meninggal


dalam waktu beberapa bulan. Penderita yang mendapatkan
pengobatan kortikosteroid dan cyclophosphamide umumnya baik
prognosisnya. Kekambuhan dapat terjadi pada separuh dari
penderita, yaitu 2 tahun sesudah pengobatan dihentikan.

Komplikasi. Komplikasi terjadi akibat pengobatan yang tidak


adekwat, berupa lesi pada saluran pernapasan dan gangguan ginjal.
Komplikasi pada ginjal akan cepat memperburuk kesehatan
penderita. Tanpa pengobatan, gagal ginjal akan menyebabkan 90%
penderita meninggal dunia.
Komplikasi lain yang biasa terjadi adalah: gagal paru,
pembengkakan mata, perforasi septum nasi, dan komplikasi akibat
penggunaan obat-obatan.
230

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, AM; Lichtman, AH & Pober, JS – Cellular and Molecular


Immunology- W.B; Saunders Company - 1994
Accetta,D. and Kim,M.(2007). Hashimoto’s Disease. In Cecil
Medicine, 23rd Edition, Saunders, Philadelphia, Pa.

Accetta,D. (2007). Wegener granulomatosis. Allergy & Asthma


National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin
Diseases, National Library of Medicine, NIH, USA.

Alto, W.A. and Clarq,L. (1999). Cutaneous and systemic


manifestation of mastocytosis. American Family
Physician,Vol.59,Nr. 11.

American Association for Clinical Chemistry (2006). Juvenile


rheumatoid arthritis.Lab Test Online.
http://www.labtestonline.org/understanding/conditions/jra.htm/

American Behcet’s Disease Association (2001). Most common


symptoms and signs of Behcet’s Disease.
http://www.Behcets.com/site/--260548

Anesthesia UK. Allergic contact dermatitis.


http://www.anaesthesiauk.com/100083

Anthony Segal (2006). Crohn’s disease.


http://medgadget.com/archieve/-/02

Baker,C., Moshel,A. Bystryn,J.e.o.( ).Pemphigus. Booklet


National Institute of arthritis and Musculoskeletal and Skin
Diseases, National Institutes of Health.

Berman,K.(2007). Alopecia. Medical Encyclopedia, National


Library of Medicine-NIH.

Berman,K. (2008). Lichen Planus. Atlanta Center for


Dermatologic Diseases, Atlanta,GA.
231

Berman,K.(2007). Warts, Medical Encyclopedia, National Library


of Medicine-NIH.

Berman,K.(2007). Shingles. Medical Encyclopedia, Center for


Dermatologic Disease, Atlanta, GA. http://www.nlm. nih.gov/
medlineplus/ency/imagepages/19687.htm

Bezzant,J.L. . Lichen planus. www.library.med.utah.edu/-


Borigini,M.J.(2006). Kawasaki disease, Medical Encyclopedia
National Library of Medicine-NIH, University of California, Irvine,
CA.

Borowski, A.(2002). The thyroid glands, Grave’s disease. Web


Based Learning. School of Biological Sciences, The University of
Manchester. http://www.elp.manchester.ac.uk/pub-/-..htm

Brannon,H.(2001). Psoriasis, Health Disease and Condition, Mayo


Foundation for Medical Education and Research.

Brannon,H.(2002). Alopecia areata, Dermatology Guide,


About.com. The New York Times Company.

Buyon, JP, Fraser, PA., Klippel, JH. e.o. Systemic Lupus


Erythematosis, NIAMS, NIH.

CDC (2006). Chronic Fatigue Syndrome Basic Facts. Center for


Disease Control and Prevention, Atlanta, Georgia, GA, USA.

CDC (2008). Syphilis, Factsheet. CDC Sexually Transmitted


Disease Control Prevention. NIAID-NIH.

Cedar Sinai Health System(2000). Rheumatoid Arthritis.National


Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease,USA.

Charytan,D.M.. (2006). Goodpasture syndrome, Medical


Encyclopedia. Brigham and Women’s Hospital, Boston, MA.
US National Library of Medicine – NIH.

Christopher-Stine,L.(2006). Chronic fatigue Syndrome.


Encyclopedia. National Library of Medicine-NIH, John Hopskin
University, Baltimore.

Chrousos,GP. and Fradkin,J.(2004). Addison’s Disease,National


Institute of Diabetes, Digestive and Kidney. NIH Publication No.
04-3054.
232

Cleveland Clinic (2006). Wegener’s Granulomatosis,


http://www.clevelandclinic.org/health-info/ducs/0200/

Correale,C.E., Walker,C.,Murphy,L. and Craig,T.J. (1999). Atopic


dermatitis: a review of diagnosis and treatment. American Family
Physician, Vol.60,No.4.

Department of Biology (2000). Sjogren Syndrome.Undergraduate


Assigment, Davidson College, Davidson, NC.
Department of Pathology (2007). Celiac Disease, VC University.
http://www.pathology.vcu.edu/education/ gi/lab2.c.html

Dermatology Department. Pemphigus and Autoimmun Disease.


University of Iowa. http://www.uoregon.edu/ sshaphiro/
Pemphigus/-/-

Docken W. (2004).Giant Cell Arteritis, American College of


Rheumatology, http://www.rheumatology.org/public/factsheet/-

Dugdale D.(2010). Pernicious anemia, Overview. University of


Maryland Medical Center (UMMC). Last reviewed:2/11/2010.

Educational Program (2008). Eczema.American Academy of


Dermatology, EczemNet.

Ehrlich, S.D. (2008). Photodermatitis. University of Maryland


Medical Center (UMMC).

EMIS and PIP (2008). Vitiligo, DocID:4520 Version:38

Eustice, C. and Eustice,R. (2007). Fast Fact about Sjogren’s


syndrome. About.com Health Disease and Condition.

Family Doctor Editorial Staff (2007). Giant Cell Arteritis and


Polymyalgia Rheumatica.American Academy of Family Physicians.

Fran, JF. (2006). Autoimmune Disorders. The information


released for use by students of the University of Leeds.

Freeman AF and Shulman,ST.(2006). Kawasaki Disease:


Summary of the American Heart AsssociationGuidelines.
American Family Physician,Vol.74,Nr.7.

Greene, A.(2007).Atopic Dermatitis. Department of Pediatrics,


Packard Children’s Hospital, Stanford University, School of
Medicine.
233

Genetics Home Reference. Ankylosing Spondylitis. U.S. National


Library of Medicine.

Golub, ES & Green DR – Immunology – A synthesis – Sinauer


Assoc. Inc – 1991
Gonter NJ, 2011. Rheumatoid spondylitis, Columbia University.
( http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth )

Hardin (2007). Immune System Disease. Hardin Library


for the Health Sciences, University of Iowa.

Health Information Center. Gout, Cleveland Clinic.


http://www.clevelandclinic.org/health/-

Health Topic Contacts (2004).Immune system. University of


Virginia Charlottesville, VA.

Hellwig, J. (2008). Rosacea. Health Library.


https://healthlibrary.epnet.com/-

Holoshitz,J. (2001)Rheumatoid Arthritis.University of


Michigan Medical School Health System.
http://www.sciencenewsden.com/images/rheumatoid_arthritis.jp

Holt,E.H.(2008). Type 1 Diabetes. Yale University, National


Library of Medicine/National Institute of Health.
http://www.nlm.nih.gov/-/-/000305.htm

Holt,EH.(2008). Addison’s disease. National Library of Med., NIH.

Hurd, R.(2006). Grave’s Disease. Department of Biology, College


of Arts and Science,Xavier University, Cincinnati, OH.

Hussain, A.N. and Vincent , M.T. (2009). Diabetes Mellitus Type


1. State University of New York Downstate Medical Center.

Joshi,M. (2004). Atopic dermatitis, Allergy Health update, 2004.

Joshi, M. (2008). Allergy, Long-term allergies may offer suprise


benefit, TopNews health, Health Update.

Kantor,D.(2007). Multiple sclerosis, National Library of Medicine/


NIH. http://www.nlm.nih.gov/-/-/000737.htm

Katta,R.(2002). Cutaneous Sarcoidosis: a dermatologic


masquerader. American Family Physician,Vol.65,No. 8.
234

Kawasaki Disease Program(2001). Kawasaki. Circulation 2001;


103:335 , American Heart Association. Children Hospital Boston.

Kevin Berman.2011. Infantile eczema. Dermatitis atopic.PubMed


Health.

Lab Tests Online (2006). American Association for Clinical


Chemistry. http://www.labtestsonline.org/-/conditions/jra.html

Ladenson P, Kim M.2007. Chronic thyroiditis (Hashimoto’s


disease).Thyroid in Goldman L and Ausiello D, Eds.: Cecil
Medicine, 23rd Edition, Saunders, Philadelphia.

Lawrence,R., Mittleman,B., Moshell,A. e.o. ( ). Scleroderma.


Handout Health, NIAM, US Department of Health and Human
Sevices, National Institute of Health.

Lee,S. (2007). Polymyalgia rheumatica.Medical Encyclopedia,


US. National Library of Medicine/ NIH/Loma Linda University
Medical Center, Loma Linda,CA.

Lehrer,M.S.(2006). Lichen Planus. Medical Encyclopedia,


University Pensylvania Medical Center,Phil.US. National Library of
Medicine/NIH.

Lehrer,M.S.(2006). Pityriasis rosea. Medical Encyclopedia: US.


National Library of Medicine/NIH.

Lehrer,M.S. (2006). Rosacea. University of Pennsylvania


Medical Center, Philadelphia. Medical Encyclopedia: US. National
Library of Medicine/NIH.

Lehrer,M.S. (2006). Erythema multiforme. University of


Pennsylvania Medical Center, Philadelphia.

Lichtman,M.A.e.o. Mastocytosis. Lichtman’s Atlas of Hematology.


http://www.accessmedicine.com.

Mayo Clinic Staff (2009). Fibromyalgia. Mayo Foundation for


Medical Education and Researh. MayoClinic.com

Mayo Clinic Staff (2008). Hodgkin’s Disease. Mayo Foundation for


Medical Education and Researh. MayoClinic.com

Mayo Clinic Staff (2007). Gout. Mayo Foundation for Medical


Education and Researh. MayoClinic.com
235

Mayo Clinic Staff (2007). Vitiligo . Mayo Foundation for Medical


Education and Researh. MayoClinic.com

MedlinePlus(2007). Chronic thyroiditis (Hashimoto’s disease).


Medical Encyclopedia: US.National Library of Medicine/NIH.

Miller,J.L., Collins,K., Sams,H.H. and Boyd,A.(2007). Dermatitis


herpetiformis. eMedicine Dermatology.
http://emedicine.medscape.com/article/1062640-print

Mishky,P.B. (2005). Eczema. Department of emergency


Medicine, Naval Medical Center at San Diego and Paradise Valley
Hospital.

Mohit Joshi (2008).Eczema. Topnews Health.


http://www.topnews.in/health/diseases/allergy

National Addison’s Disease Foundation: Addison’s Disease,


www.medhelp.org/nadf

National Diabetes Information Clearinghouse. Type 1 Diabetes.

National Heart Lung and Blood Institute,USA. Idiopathic


thrombocytopenic purpura.
http://www.Nhlbi.nih,gov/health/dci/Diseases/Itp/ITP_Ail.html

National Digestive Diseases Information Clearinghouse (2008).


Celiac Disease. NIH Publication No.08-4269, 2008.

National Digestive Diseases Information Clearinghouse. Crohn.


Genetic Home Reference, National Library of Medicine.

National Digestive Diseases Information Clearinghouse. ( )


Primary Biliary Cirrhosis. Genetic Home Reference, National
Library of Medicine.

National Heart Lung and Blood Institute(2006). Pernicious


Anemia. U.S.Department of Health & Human Services, National
Institute of Health.

National Heart Lung and Blood Institute(2006). Vasculitis.


Diseases and Conditions Index, U.S.Department of Health &
Human Services, National Institute of Health.

National Institute of Allergy and Infectious Diseases USA. AIDS


Overview.
236

National Institute of Allergy and Infectious Diseases USA.AIDS


Treatment. NIAIDNetNews.

National Institute of Allergy and Infectious Diseases USA. Finding


Ways to Prevent HIV Infection and AIDS. NIAIDNetNews.

National Institute of Allergy and Infectious Diseases. 2000.


Mastocytosis. NIH , US Department of Health.
National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin
Disease, USA. Alopecia Areata. U.S.Department of Health and
Human Services, NIH. www.niams.nih.gov.

National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin


Disease, USA. Eczema (Atopic Dermatitis). U.S.Department of
Health and Human Services, NIH. www.niams.nih.gov.

National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin


Disease, USA. Pemphigus,U.S.Department of Health and Human
Services, NIH. www.niams.nih.gov.

National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin


Disease, USA. Scleroderma, U.S.Department of Health and
Human Services, NIH. www.niams.nih.gov.

National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin


Disease, USA.Vitiligo. U.S.Department of Health and Human
Services, NIH.

NDDIC (2000).Autoimmune Hepatitis. Nat.Institute Diabetes and


Digestive and Kidney Diseases.NIH Publication Nr.08-4761.

NDDIC (2006). Crohn’s Disease. NIH Publication Nr.06-3410.


Neinstein,L.S.(2001).Inflammatory Skin Diseases,The
Inflammatory Skin Disease Institute, Newport News,VA.

NDDIC . Primary Biliary Cirrhosis. National Digestive Disease


Information Clearinghouse, USA.

NINDS. Amyotrophic Lateral Scleroris.National Institue of


Neurological Disorders and Stroke
http://www.ninds.nih.gov/disorders/amyotrophiclateralsclerosis/-
htm?css

NINDS. Guillain-Barre Syndrome. National Institute of


Neurological Disorders and Stroke, National Institute of Health,
Bethesda,MD.
237

NINDS (2001).Multiple Sclerosis Information Page. National


Institute of Neurological Disorders and Stroke, National Institute
of Health, Bethesda,MD.

NINDS (2001). Sjogren’s Syndrome Information Page, National


Institute of Neurological Disorders and Stroke, National Institute
of Health, Bethesda,MD.

Office of Communications and Public Liaison (2007).


Dermatomyositis. National Institute of Neurological Disorders
and Stroke, National Institute of Health, Bethesda,MD.

Office of Communications and Public Liaison (2008).


Amyotrophic Lateral Sclerosis Fact Sheet. National Institute of
Neurological Disorders and Stroke, National Institute of Health,
Bethesda,MD.

Office of Communications and Public Liaison (2000).


Mastocytosis. National Institute of Neurological Disorders and
Stroke, National Institute of Health, Bethesda,MD.

Office of Communications and Public Liaison (2008). Multiple


Sclerosis. National Institute of Neurological Disorders and Stroke,
National Institute of Health, Bethesda,MD.

Peter B.Mishky (2005). Eczema. Department of Emergency of


medicine, Naval Medical Center at San Diego and Paradise Valley
Hospital.

Pittman,J.R. and Bross,M.H.(1999). Diagnosis and Management


of Gout, American Family Physician,April,1999.

Pongratz,D.E.
(2001).Dermatomyositis,Polymyositis,Einschluβkorpermyositosis,
Management of neuromuscular Diseases-Letter Nr.1 DGM.

Pruessner,H.T.(1996). Detecting Celiac disease in your patients.


American Family Physicians,Vol57,Nr,5

Pruksachatkunakorn,C.,Schachner,L.A.(2007). Erythema
multiforme, eMedicine, March 7,2007.
http://www.emedicine.com/derm/topic137.htm

Puck,J., Straus,S., Lonardo,M. e.o.(2005). Database of mutation


causing human ALPS. National Human Genome Research
Institute, NIH.
238

Purves, et al.: Life : The science of Biology,4 th Edition, Sinauer


Associates and Freeman.

Pyrsopoulos,N. and Reddy,KR.(2008). Primary Biliary Cirrhosis,


University of Central Florida College of Medicine.

Roitt, IM – Essential Immunology – Blackwell Sci. Publ., 1994.


Sanchez,D. and Martin,G. (1999). Human papilloma virus.
Human and Viruses, Department of Pathology, Stanford
University.

Schick,P. (2007). Hemolytic Anemia. Department of Internal


Medicine, Thomas Jefferson University, Medical College.

Segal, A. (2006). Crohn’s disease. Archive-Medgadget.com


http://www.medgadget.com/archives/2006/02/

Shy,B.D. and Schwartz,D.T.(2008).Dermatitis, Contact.New York


University School of Medicine/Bellevue Hospital Center.

Steinmann L.(1993). Autoimmune Disease, Scientific American,


269: 107-114.

Swenson M.(2002). Inflammatory Myopathies. Atlas of Clinical


Neurology.

Stites, DP; Terr, AI & Parslow TG – Basic & Clinical Immunology,


Prentice-Hall Int. Corp. 1994.

Tizard, IR - Introduction to Veterinary Immunology


-W.B.Saunders, 1994.

Turner,N. (2000). Goodpasture’s disease. Renal Unit of the Royal


Infirmary of Edinburgh, Scotland,UK. Renal@ed.ac.uk.

URL: Alopecia aerata. MedlinePlus.


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency /-/001450.htm

URL:Behcet Disease. http://www.emedicine.com/derm/topic


49.htm

URL: Cancer Glossary . http://www.meds.com/glossary.html


URL: Dermatomyositis. http://meded.ucsd.edu/isp
239

URL:Dermatitis herpetiformis. eMedicine Dermatology.


http://emedicine.medscape.com/article/1062640-print

URL: Fibromyalgia. http:///www.cure-back-pain-org/images

URL: Giant Cell Arteritis. http://www.bio.davidson.edu/ courses/


immunology/students/ spring2006/-/arteritis.html

URL:Glossary of Allergy http://www.aaaai.org/patpub/resource/


glossary/glossary.html

URL:Glossary of Immunology -
http://www.micro.msb.le.ac.uk/MBChB/ ImmGloss.html

URL:Glossary of Microbiology -
http://www.hardlink.com/~tsute/glossary/

URL:Glossary of Virology –
http://www. micro.msb.le.ac.uk/MBChB/VirGloss.html

URL: Goodpasture syndrome. http://www.nlm.-/-/-/article/


000142.htm

URL: Gout. http://my.clevelandclinic.org

URL: Hashimoto’s thyroidism. http://www.endocrineweb.com/


thyroiditis.html

URL: Hodgkin disease. http://www.lmp.ualberta.ca

URL:Immunology Glossary
http://www.rheumatology.org.nz/nz16000.htm
URL: Kawasaki Disease. http://www.aafp.org/afp/-/1141.html

URL: Maladie de Behcet. http://www.snof.org/maladies/


behcet.html

URL: Myasthenia gravis.


http://eregimens.com/images/regimens/myastheniagravis
240

URL: Multiple sclerosis. http://www.onpre.ohsu.edu/education/-

URL: Reed-Sternberg cells. http://www.meb.uni.bonn.de.


cancer.gov

URL: Scleroderma. http://www.scleroderma.ca/symptom.asp

URL: The Immunology of Aging: Glossary -


http://csa.sara.nl/hottopics/immune-aging/gloss.html

URL: Vitiligo. http://www.electroherbalisme.com/-/-/vitiligo-htm

URL:Allergy, Asthma and Immunology Online - Last Updated:


June 11, 2002 . http://allergy.mcg.edu/glossary/glossary.html

URL: The New York Times (2007). Dermatitis herpetiformis.


http://www.nytimes.com/imagepages/-/-/2400-

URL:Undergraduate Course (2006). Giant Cell Arteritis. Davidson


College,Davidson,NC.
http://www.bio.davidson.edu/Courses/immunology/students/-

URL: Vanchieri,C. (author). Pemphigus. NIAMS, Department of


Health and Human Services, NIH.

URL:Worman,H.J.(1998).Primarysclerosingcholangitis.Columbia
University Medical Center.
http://www.curric.columbia.edu/dept/gi/PSC.html

Yousefi,M., Ferringer,T., Lee,S., Bang,D. e.o.(2007). Behcet


Disease, Geisinger Medical Center, Ajou University School of
Medicine,Yonsei University College of Medicine.
241

GLOSARIUM

.
α-fetoprotein. Plasma protein utama pada fraksi globulin yang
terdapat pada janin (fetus). α-fetoprotein juga meningkat tinggi
pada serum penderita kanker hati.

Acarid. Tungau (mite) atau tick (caplak).

ACE Inhibitor, Penghambat ACE. Obat anti hipertensi yang


kadang-kadang dapat menimbulkan urtikaria atau batuk.

Acro-Allergen, Akro-alergen. Alergen yang terdapat di udara yang


kita hirup dan masuk ke dalam saluran pernapasan dan akan
menyebabkan terjadinya reaksi alergi.

Active immunity, Imunitas aktif. Imunitas yang biasanya


berlangsung lama yang terjadi melalui pembentukan antibodi dan
sel T memori sebagai respon terhadap masuknya antigen.

Adaptive immune system, Sistem imun adaptif. Disebut juga


sistem imun dapatan (acquired immune system) merupakan
sistem imun yang melibatkan sel darah putih terutama limfosit,
sesudah dilakukan vaksinasi.

Adenosine deaminase (ADA). Enzim yang terdapat pada


jaringan mamalia yang mampu bertindak sebagai katalisator
proses pemecahan adenosin menjadi inosin dan amonia. Defisiensi
enzim ini dapat menimbulkan gangguan metabolik sel yang
242

menghancurkan sel B dan sel T sehingga menyebabkan terjadinya


berbagai penyakit imunodefisiensi yang berat.

Adaptive Immunity. Respon imun yang terjadi karena antibodi


dan atau sel T yang spesifik memiliki memori terhadap antigen
pemicunya.

Adaptive immune response . Respon dari limfosit terhadap


antigen tertentu termasuk pembentukan memori imunologik ;
dikenal juga sebagai respon imun dapatan (acquired immune
response).

Adenosine deaminase (ADA) deficiency. Suatu bentuk


imunodefisiensi berat (severe combined immunodeficiency, SCID),
dimana tidak terdapat adenosine deaminase (ADA), enzim yang
bertindak sebagai katalisator pada proses deaminasi adenosin
maupun deoksadenosin dalam membentuk inosin maupun
deoksiinosin.

Adrenaline, Adrenalin. Obat yang digunakan untuk mengatasi


anafilaksis. Bahan ini sangat mirip dengan hormon adrenalin yang
diproduksi secara alami oleh tubuh kita dan berfungsi untuk memicu
dan merangsang perasaan. Juga dikenal sebagai Epinephrine
(epinefrin).

Agammaglobulinemia, Agamaglobulinemia.Tidak terdapat gamma


globulin di dalam darah.

Agglutination, Aglutinasi. Penggumpalan partikel antigen oleh


antibodi. Aglutinasi dapat terjadi pada sel darah merah maupun
bakteri dan partikel yang terbungkus antigen .
243

Allergen, Alergen. Suatu bahan yang dapat merangsang timbulnya


alergi dengan merangsang sintesis IgE . Contoh alergen misalnya
adalah tepungsari, tungau debu rumah, kacang-kacangan, daki
kulit hewan dan antibiotika.

Allergenic, Allergenik. Mempunyai kemampuan memicu terjadinya


alergi atau memiliki kepekaan untuk terjadinya alergi.

Allergic asthma, Asma alergi. Penyempitan tabung udara bronkial


yang terjadi akibat reaksi alergi yang timbul sesudah terhirup
antigen.

Allergic rhinitis, Hay Fever, Rinitis alergi. Reaksi alergi yang


terjadi pada selaput lendir (mukosa) hidung sehingga menimbulkan
hidung berair, bersin-bersin dan mata selalu berair.

Allergy, Alergi. Penyakit atau reaksi yang terjadi karena terpicu


oleh terjadinya respon imun yang berlebihan terhadap alergen,
misalnya tepungsari bunga, sengatan serangga, obat-obatan dan
makanan tertentu, yang pada orang lain tidak menimbulkan
gangguan atau keluhan.

Alternative Medicine, Pengobatan alternatif. Sistem


penyembuhan dengan memilih cara pengobatan yang non medik,
antara lain pengobatan herbal menggunakan bahan tumbuhan,
homeopati, hipnosis.

Anaphylactoid, Anafilaktoid. Suatu reaksi yang mirip anafilaksis


yang penyebabnya bukanlah IgE-mediated hypersensitivity.
Misalnya terjadinya gatal-gatal (urtikaria ) seluruh tubuh (general)
akibat pelepasan histamin dari sel mast oleh morfin.
244

Anaphylaxis, Anafilaksis. Respon hipersensitif yang terjadi segera


(immediate) terhadap tantangan antigen, dengan mediatornya
adalah IgE dan sel mast. Anafilaksis merupakan respon alergi yang
berat dengan gejala pembengkakan, gangguan pernapasan dan
syok yang membahayakan jiwa penderita yang disebabkan oleh
lepasnya agen-agen kimia yang aktif.

Angioedema, Angioedema. Mirip urtikaria (hives) : terjadi


pembengkakan kulit, tetapi mengenai jaringan kulit yang lebih
dalam (lapisan subkutan) dan tidak terasa gatal. Biasanya
angioedema terjadi di daerah wajah, genitalia, tangan dan kaki.

Ankylosing spondylitis, Spondilitis ankilosa. Suatu penyakit


keradangan menahun yang menyerang tulang belakang (spina),
sendi-sendi sakroiliakal, dan sendi-sendi besar di daerah perifer.
Penyebab utama diduga adanya faktor predisposisi genetik.

Anosmia, Anosmia. Hilangnya kemampuan untuk membau.

Antibody, Antibodi. Molekul protein yang terdapat pada permukaan


sel B yang juga disekresikan ke dalam darah dan limfe. Antibodi
mengadakan reaksi yang spesifik terhadap antigen yang terdapat
pada bakteri, virus, parasit, atau organ transplantasi. Antibodi
yang diproduksi oleh sistem imun ini bertujuan untuk melindungi
tubuh akibat masuknya benda asing tersebut, dengan cara
menetralisirnya dengan mengikatnya dan membawanya ke
makrofag untuk dihancurkan. Antibodi juga disebut imunoglobulin.

Antihistamine, Antihistamin. Obat-obatan untuk mengatasi reaksi


alergi, dengan cara menghambat kerja histamin.
245

Antigen. Partikel molekul berukuran besar, biasanya merupakan


protein atau karbohidrat, yang terdapat di permukaan sel, virus,
jamr, bakteri, dan beberapa jenis benda mati misalnya toksin,
bahan kimia, obat-obatan, dan benda asing lainnya. Jika sistem
imun mengenali adanya antigen maka akan terjadi respon imun
dengan dibentuknya antibodi yang kemudian akan memusnahkan
bahan-bahan yang mengandung antigen tersebut.

Antiglobulin, Antiglobulin. Antibodi yang terbentuk akibat


masuknya imunoglobulin berasal dari spesies yang berbeda.

Antiretroviral drugs. Obat untuk memberantas retrovirus,


misalnya HIV.

Antiserum (plural Antisera), Antiserum (jamak: antisera) .


Serum yang mengandung kumpulan antibodi heterogen terhadap
suatu antigen yang spesifik. Masing-masing antibodi memiliki
struktur sendiri, epitop sendiri pada antigen, dan pola reaksi silang
sendiri. Heterogenitas ini membuat setiap antiserum khas sifatnya.

Antistreptolysin O test, Uji antistreptolisin O. Teknik


pemeriksaan laboratorium sebagai indikator adanya infeksi oleh β
Streptococcus hemolyticus grup A.

Antitoxins, Antitoksin. Antibodi spesifik yang bersifat protektif


yang menetralisir larutan eksotoksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme tertentu, misalnya penyebab difteri dan tetanus.

Appendix, Apendik, umbai cacing. Bagian usus yang mengandung


jaringan limfoid yang terletak di bagian permulaan dari kolon.

Arthus reaction, Reaksi Arthus. Reaksi hipersensitif yang


ditimbulkan oleh kelompok antigen-antibodi lokal yang
246

mengaktifkan komplemen dan menyebabkan terjadinya trombosis,


perdarahan dan keradangan akut.
.
Aspergillus. Genus fungi yang dapat menyebabkan infeksi atau
alergi pada sistem pernapasan (Allergic Bronchopulmonary
Aspergillosis).

Asthma, Asma. Penyakit pada saluran pernapasan berupa


inflamasi atau keradangan dan pembengkakan sehingga
menghambat ke luar masuknya udara ke paru dan menimbulkan
sesak napas. Penyebab utama asma adalah alergi yang sebagian
dipicu oleh antibodi IgE terhadap alergen yang ada di lingkungan.
Penyebab lain asma disebabkan oleh pengaruh faktor-faktor non
alergik.

Ataxia telangiectasia. Gangguan klinis yang menunjukkan gejala


khas berupa ataksi serebelair, telangiektasi okulokutan,
imunodefisiensi yang mempengaruhi fungsi limfosit T dan B,
terjadinya keganasan limfoid, dan infeksi sinopulmoner yang
berulang.

Atopic dermatitis, Dermatitis atopik. Keradangan pada bagian


atas lapisan kulit, yang bersifat kronis dan terasa gatal. Keradangan
ini sering diderita oleh penderita dengan hay fever atau penderita
asma atau yang memiliki anggota keluarga yang menderita hay
fever atau asma.

Atopy, Atopi. Suatu predisposi genetik terjadinya respon alergi


pada manusia yang dipengaruhi oleh IgE. Jika gejala alergi belum
tampak, diagnosis ditegakkan melalui uji kulit yang positif atau
dijumpai riwayat keluarga yang menderita asma, eksim atau hay
fever.
247

Atrophy, Atrofi. Pertumbuhan tidak normal pada organ atau


jaringan.

Australian Antigens. Antigen virus Hepatitis B.

Autoantibody. Antibodi terhadap antigennya sendiri.

Autograft, Autograf. Jaringan transplan (graft) berasal dari bagian


lain badan, tetapi masih dari individu yang sama.

Autoimmune disease, Penyakit autoimun. Penyakit yang


disebabkan oleh reaksi imun terhadap jaringan tubuhnya sendiri.
Kelainan yang terjadi berupa inflamasi dan kerusakan jaringan
tubuh yang disebabkan oleh antibodi sendiri (autoantinodies).
Termasuk penyakit autoimun antara lain adalah Systemic Lupus
Erythematosus (SLE), demam rematik, dan beberapa bentuk
disfungsi tiroid termasuk penyakit Hashimoto.

Autoimmunity, Autoimunitas. Respon imun terhadap jaringan atau


komponen tubuhnya sendiri. Respon imun bisa menimbulkan
gangguan patologis yang dapat menjadi penyebab terjadinya
penyakit autoimun.

Autoreactive, Autoreaktif. Reaksi sel imun yang merespon sel


atau jaringan tubuhnya sendiri.

Azathioprine, Azatioprin. Suatu obat imunosupresif kuat yang


dapat berubah menjadi bentuk aktif in vivo dan kemudian
membunuh dengan cepat sel-sel yang sedang mengadakan
proliferasi (memperbanyak diri), termasuk limfosit yang terbentuk
sebagai respon terhadap jaringan transplan (graft).
248

B
B cell, Sel B. suatu tipe limfosit yang memproduksi antibodi yang
kemudian mengikat antigen, misalnya mikroba yang beredar di
darah sehingga mereka tidak dapat menginfeksi sel-sel lain.

B lymphocyte (B cell). Pendahulu (precursor) dari sel plasma


pembentuk antibodi (antibody-forming plasma cell); menunjukkan
adanya imunoglobulin di permukaan sel.

Basophil, Basofil. Disebut juga sebagai Granular Leukocyte


(Leukosit granuler) adalah salah satu tipe leukosit yang penuh berisi
granul dari bahan kimia yang toksik yang dapat mencerna
mikroorganisme.

Bence-Jones proteins (BJ proteins), Protein Bence-Jones. Rantai


pendek (light chain) imunoglobulin yang terdapat pada air kencing
penderita mieloma multipel. Sel darah putih ini mengandung
granul-granul yang terwarnai dengan pewarna basa. Diduga sel ini
mempunyai fungsi seperti sel mast.

Bone marrow, Sumsum tulang. Tempat hematopoiesis dimana sel


stem meningkatkan komponen seluler darah, termasuk sel darah
merah, monosit, leukosit polimorfonuklir, trombosit, dan limfosit.

Bone marrow transplantation, Transplantasi sumsum tulang.


Tindakan untuk mengatasi kondisi neoplastik atau nonneoplastik
yang tidak mungkin diobati dengan cara lain. Transplantasi ini
terutama dilakukan untuk mengobati anemia aplastik, leukemia
limfositik akut, dan leukemia nonlimfositik akut.
249

C1 deficiencies, Defisiensi C1. Penderita dengan kelainan ini dapat


menunjukkan gejala-gejala Systemic Lupus Erythematosus,
glomerulonefritis atau infeksi piogenik maupun peningkatan
insidens penyakit-penyakit hipersensitif tipe III (immune complex).
.
Cachectin, Nama lama dari Tumor Necrosis Factor

Carcinoembryonic antigen (CEA), Antigen karsinoembrionik.


Antigen yang terbentuk pada masa perkembangan embrionik yang
dalam keadaan normal tidak lagi ditemukan, tetapi dapat dijumpai
kembali pada jaringan yang mengalami keganasan.

Cell-mediated immunity (CMI). Respon imun yang dipengaruhi


oleh sel T, bukan seperti pada humoral immunity yang dipengaruhi
oleh antibodi. CMI ada kaitannya dengan delayed-type
hypersensitivity.

Central lymphoid organs, Organ limfoid pusat. Organ-organ


tempat pembentukan limfosit. Pada manusia, limfosit B terbentuk di
dalam sumsum tulang.

Central nervous system, Sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat


yang terdiri dari otak dan saraf spinal, kemana rangsangan sensorik
diteruskan dan dari mana rangsangan motorik disebarkan. Sistem
saraf pusat bertugas mengawasi dan mengatur serta
mengkoordinasi seluruh kegiatan sistem saraf dan mengadakan
interaksi dengan sistem imun.

Chediak-Higashi syndrome, Sindrom Chediak-Higashi. Kumpulan


gejala kelainan yang terjadi pada anak dengan resesif autosom
250

yang diturunkan dan ditandai dengan adanya granul lisosom


berukuran besar di dalam leukosit yang sangat stabil dengan
degranulasi yang berjalan lambat.

Chronic lymphocytic leukemia (CLL). Sel leukemia AB dimana


limfosit berukuran kecil secara terus menerus terkumpul di dalam
limpa, kelenjar limfe, sumsum tulang, dan darah. Sel CLL
mengekspresi suatu imunoglobulin monoklonal pada permukaan
selnya.

Common variable immunodeficiency (CVID). Imunodefisiensi


yang umum terjadi, baik yang kongenital atau dapatan (acquired)
baik yang bentuk sporadik maupun yang bentuk familiar. Penderita
imunodefisiensi umumnya mengalami hipogammaglobulinemia
yang biasanya terjadi pada semua kelas immunoglobulin, meskipun
kadang-kadang hanya terjadi pada IgG.

Complement, Komplemen. Suatu rangkaian atau seri dari protein


serum yang berperan sebagai perantara terjadinya reaksi imun
yang dipicu oleh interaksi antibodi dengan antigen yang spesifik.

Complement fixation (CF) test, Uji fiksasi komplemen. Metode


untuk mendeteksi adanya antibodi yang reaktif terhadap antigen
tertentu, misalnya virus, bakteri atau sel jamur.

Contact dermatitis, dermatitis kontak. Nama lain : allergic contact


dermatitis, contact eczema, irritant contact dermatitis. Suatu tipe
IV, reaksi hipersensitif T-lymphocyte-mediated dari tipe delayed
yang terjadi sebagai respons terhadap alergen yang terpapar pada
kulit.
251

Contact hypersensitivity, Hipersensitif kontak. Suatu bentuk


hipersensitif tipe lambat ( tipe IV) dimana sel T mengadakan respon
terhadap antigen yang dipaparkan melalui kontak pada kulit.

Coombs test, Uji Coomb. Suatu tes untuk mendeteksi antibodi


dengan menambahkan suatu antibodi anti-imunoglobulin.

Corticosteroids, Kortikosteroid. Hormon steroid (misalnya


kortison) berasal dari korteks adrenal yang bersifat limfolitik.
Glukokortikoid misalnya prednisolon atau deksametason dapat
memperkecil ukuran dan kandungan limfosit dari nodus limfe
(lymphnodes) dan limpa, sambil mengurangi proliferasi sel induk
(stem cell) mieloid atau eritroid sumsum tulang.

C-reactive protein (CRP). Protein serum yang dihasilkan pada


fase respon akut oleh sel-sel hati, yang akan melekat pada
fosfatidilkoline, suatu komponen yang terdapat pada permukaan
berbagai macam bakteri sehingga akan mudah ditangkap
(opsonized) oleh sel-sel fagosit.

Cross reaction, Reaksi silang. Suatu antibodi yang spesifik


terhadap suatu antigen tertentu bereaksi dengan antigen lainnya,
karena kedua antigen memiliki epitop yang sama atau yang mirip.

Cyclophosphamide, Siklofosfamid. Obat imunosupresif yang lebih


toksik terhadap limfosit B dibanding terhadap limfosit T, sehingga ia
merupakan supresor sintesis antibodi humoral yang lebih efektif
dibanding pada cell-mediated immune reactions.
252

Cyclosporin A, siklosporin A. Suatu bahan imunosupresif yang


menghambat sinyal dari reseptor sel T, mencegah fungsi aktivasi
dan fungsi efektor sel T.

Cytokines, sitokin. Polipeptida larut di air yang diproduksi oleh sel


yang mempengaruhi interaksi dan mengatur pertumbuhan dan
fungsi sel-sel lainnya serta mengatur respon imun. Contoh :
Interleukin 1 (Il-1).

C1 deficiencies, defisiensi C1. Penderita dengan defisiensi C1


akan menunjukkan gejala SLE(systemic lupus erythematosus),
glomerulonefritis atau infeksi piogenik atau penyakit-penyakit
hipersensitif tipe III (immune complex).

Cell-mediated immunity (CMI). Bentuk respon imun yang


dimediasi oleh limfosit T dan makrofag(berbeda dari imunitas
humoral yang dimediasi oleh antibodi. Juga disebut (referred)
sebagai hipersensitif tipe lambat (delayed-type hypersensitivity).

Chromatography, Kromatografi. Teknik untuk memisahkan


protein.

Cytokine, Sitokin. Substansi yang disekresi oleh sel-sel sistem


imun untuk mengatur sel-sel imun.

Delayed-type Hypersensitivity, Hipersensitivitas tipe lambat.


Reaksi keradangan (cell-mediated inflammatory) yang terjadi di
kulit yang berlangsung lambat dan baru mencapai intensitas
maksimum sesudah 24-48 jam. Contoh yang khas adalah reaksi
tuberkulin. Hipersensitif ini terjadi sebagai reaksi sel AT terhadap
253

antigen, dan meliputi lepasnya limfokin dan terlibatnya monosit dan


makrofag. Delayed-type hypersensitivity disebut juga cell-mediated
immunity.

Dermatitis. Dermatitis adalah proses inflamasi atau keradangan


yang terjadi pada lapisan kulit bagian atas yang menyebabkan
terjadinya ruam (rash), kulit melepuh (blisters), kerak (scabbing),
kulit kemerahan atau terjadi pembengkakan (swelling).

Desensitization, Desensitasi. Suatu prosedur yang dilakukan pada


penderita alergi yang dipapar alergen dengan dosis kecil yang yang
semakin meningkat dengan tujuan untuk menghambat reaksi alergi
yang dialaminya. Mekanisme efek ini mungkin karena terjadinya
pergantian respon dari sel CD4+TH1 dan perubahan antibodi yang
dihasilkan, dari IgE menjadi IgG.

Desensitation therapy. Suatu metoda pengobatan dengan cara


memberi rangsangan berulang-ulang pada tubuh dengan alergen
dosis rendah, dengan tujuan untuk mengurangi beratnya reaksi
alergi yang timbul. Sebagai contoh, seorang penderita diabetes
yang menunjukkan reaksi alergi berat jika diberi insulin sapi dalam
dosis penuh, pada awalnya diberi insulin dengan dosis sangat
rendah. Sesudah itu dosis ditingkatkan secara bertahap sampai
dosis penuh insulin dapat diberikan tanpa menimbulkan reaksi
alergi pada penderita.

DiGeorge syndrome, Sindrom DiGeorge. Sindrom yang terjadi


pada penyakit imunodefisiensi genetik yang resesif dimana
pembentukan epitel timus terganggu, kelenjar paratiroid tidak
terbentuk, dan terjadi anomali pembuluh darah-pembuluh darah
besar.
254

DNA (Deoxyribonucleic acid). Asam nukleat yang membawa


informasi sel genetik yang mampu memperbanyak diri sendiri dan
mengadakan sintesis RNA.

Drug allergy, alergi obat. Beberapa jenis obat dapat


menyebabkan reaksi alergi yang berat yang disebut reaksi
anafilaktik (anaphylactic reaction). Paparan pertama kali terhadap
obat tidak menyebabkan timbulnya reaksi anafilaktik, tetapi dapat
menimbulkan gejala yang disebut reaksi anafilaktoid (anaphylactoid
reaction). Sebagai contoh, suntikan pertama dengan polimiksin,
pentamidin, opioid dan media kontras pemeriksaan sinar-X dapat
menyebabkan reaksi anafilaktoid.

Dust, Debu. Debu sering merupakan alergen pemicu terjadinya


alergi. Hal ini disebabkan oleh adanya tungau (mites), partikel-
partikel halus remahan kulit hewan (animal danders), tepungsari,
jamur, serat-serat pakaian dan bahan tekstil lainnya, dan detergen.
Tungau debu rumah (house dust mites) penyebab utama alergi
debu, merupakan organisme mikroskopik yang banyak ditemukan di
dalam rumah. Manusia alergi terhadap tungau baik yang masih
hidup maupun yang sudah mati.

Electrophoresis. Alat untuk memisahkan molekul-molekul yang


terdapat di dalam suatu campuran dengan melalukannya pada
medan listrik.

Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Suatu prosedur


dimana enzim dilekatkan pada suatu antibodi dan substrat
berwarna digunakan untuk mengukur aktivitas ikatan enzim
sehingga dapat ditentukan kadar antibodi yang terikat.
255

Electroimmunodiffusion ( counterimmunolectrophoresis).
Suatu teknik imunodifusi pada gelas sediaan (slide) dimana antigen
dan antibodi dijalankan ke arah berlawanan melewati medan listrik,
sehingga menghasilkan garis-garis presipitasi.

Eosinophil, Eosinofil. Sel darah putih yang berperan pada respon


alergik sehingga berperan penting sebagai pertahanan terhadap
infeksi mikroorganisme.

Eosinophilia, Eosinofili. Jumlah eosinofil di dalam darah


meningkat.

Epstein-Barr virus (EBV), virus Epstein-Barr. Virus penyebab


limfoma Burkitt dan mononukleosis infeksiosa.

Erythema, Eritema. Kemerahan yang terjadi pada waktu


berlangsung proses inflamasi karena sel darah merah memasuki
rongga jaringan.

Erythroblastosis fetalis, Eritroblastosis fetalis. Penyakit pada


janin manusia yang dipicu oleh masuknya antibodi IgG dari ibu ke
janin melalui plasenta yang menyebabkan terjadinya kerusakan sel-
sel darah merah janin.

Estrogen, Estrogen. Hormon steroid yang terutama dihasilkan


oleh ovarium yang selain berperan pada perkembangan ciri seksual
sekunder pada wanita, juga dapat berperan pada sistem imun
penyakit.

Exogenous antigen, Antigen eksogen. Antigen asing yang berasal


dari luar tubuh, misalnya antigen bakteri.
256

F
Farmer's lung . Penyakit hipersensitif yang disebabkan oleh
interaksi antara antibodi IgG dengan sejumlah besar antigen yang
terhirup (inhaled antigen) di dalam dinding alveoli paru, sehingga
menimbulkan inflamasi dinding alveoli yang mempengaruhi
pergantian gas.

Fluorescein isothiocyanate, Isotiosianat fluoresein. Pewarna


berfluoresen yang dapat berkonjugasi dengan protein antigen atau
antibodi yang digunakan pada reaksi imunofluoresen.

Fluorescent antibody, Antibodi fluoresen. Antibodi yang


berkonjugasi dengan pewarna fluoresen, misalnya FITC, yang
dengan mikroskop fluoresen digunakan untuk mendeteksi antigen
yang terdapat di dalam sel, jaringan, atau mikroorganisme.

FK506, atau tacrolimus. Obat polipeptida imunosupresif yang


menginaktifkan sel T dengan menghambat sinyal transduksi dari
reseptor sel T. Pada transplantasi organ obat imunosupresif yang
sering digunakan adalah FK 506 dan siklosporin A.

Fluorescein isothiocyanate (FITC). Zat warna fluoresensi (suatu


fluorokrom) yang mengeluarkan warna hijau kekuningan dan dapat
dikonjugasikan pada antibodi atau protein lainnya.

Fluorescent antibody, Antibodi fluoresen. Antibodi yang dilabel


dengan zat warna fluoresen, untuk mendeteksi antigen yang
terdapat di dalam sel, jaringan, atau mikroorganisme.
257

Genetic immunization, Imunisasi genetik. Teknik canggih untuk


merangsang respon imun adaptif dimana suatu DNA plasmid
dengan petanda suatu protein tertentu yang disuntikkan ke dalam
otot, sehingga kemudian merangsang pembentukan antibodi dan
sel-T.

Genetic engineering, Rekayasa genetik. Perubahan yang terjadi


pada material genetik akibat intervensi dalam proses genetik.

Glomerulonephritis, Glomerulonefritis. Kelompok penyakit yang


menunjukkan terjadinya kerusakan glomerulos. Mekanisme imun
umumnya merupakan respons dari glomerulonefritis primer dan
berbagai glomerulonefritis sekunder. Lebih dari 70% penderita
glomerulonefritis menunjukkan adanya endapan imunoglobulin di
dalam glomerulos.

Goodpasture's syndrome, sindrom Goodpasture. Penyakit


autoimun dimana terbentuk autoantibodi terhadap selaput dasar
atau kolagen tipe IV dan menyebabkan vaskulits yang luas yang
dapat menyebabkan terjadi kematian dengan cepat.

Granuloma, Granuloma. Struktur dalam bentuk masa sel


mononuklir pada tempat terjadinya keradangan. Sebagian besar
adalah makrofag dengan beberapa limfosit T di tepinya. Hal ini
terjadi pada reaksi hipersensitivitas lambat yang berlangsung tetap
karena adanya benda asing atau infeksi yang terus menerus terjadi.
258

Graves' disease, penyakit Grave. Penyakit autoimun dimana


terbentuk antibodi terhadap reseptor hormon perangsang tiroid
yang menyebabkan produksi hormon tiroid yang berlebihan
sehingga menyebabkan terjadinya hipertiroidisme.

Guillain-Barre syndrome, sindrom Guillain-Barre. Suatu tipe


polineuritis idiopatik dimana terjadi autoimunitas terhadap mielin
saraf perifer yang menyebabkan terjadinya suatu keadaan yang
menunjukkan keadaan khas berupa demielinisasi kronis dari saraf
perifer dan saraf spinal (spinal cord).

Gut-associated lymphoid tissue (GALT), Jaringan limfoid usus.


Jaringan limfoid yang terdapat di mukosa dan submukosa
gastrointestinal yang membentuk sistem imun gastrointestinal.
GALT terdapat di bercak Peyer, apendiks, dan tonsil.

Gamma globulins, globulin gamma. Suatu kelompok protein


serum yang terdapat pada sebagian besar imunoglobulin serum
yang mengadakan migrasi ke arah katoda pada elektroforesis.

Gel diffusion, Difusi gel. Teknik imunopresipitasi yang


mempertemukan antigen dan antibodi sehingga terjadi presipitasi
pada gel, misalnya agar yang jernih.

Haploid. Susunan kromosom dimana setiap pasang kromosom


mengandung satu anggota.
259

Hapten, Hapten. Suatu molekul dengan berat molekul rendah yang


tidak menimbulkan respon imun, kecuali jika lebih dahulu berikatan
dengan suatu molekul karier imunogenik. Antibodi yang terbentuk
dapat berikatan dengan hapten sendiri meskipun tidak terdapat
karier.

Hashimoto’s thyroiditis, Tiroiditis Hashimoto. Suatu penyakit


autoimun dengan karakter khusus yaitu mempunyai antibodi
terhadap antigen tiroid spesifik yang kadarnya selalu tinggi.
Antibodi-antibodi ini membawa sel-sel NK ke jaringan, sehingga
menyebabkan terjadinya kerusakan dan keradangan jaringan.

Heavy chain (H chain), Rantai berat. Tipe rantai yang berukuran


lebih besar yang termasuk imunoglobulin normal atau molekul
antibodi.

Hemagglutination inhibition, Inhibisi hemaglutinasi. Teknik


untuk mendeteksi sejumlah kecil antigen dimana aglutinasi sel
darah merah yang mengandung antigen dihambat oleh antigen
homolog.

Hematopoiesis, Hematopoiesis. Produksi semua jenis elemen


darah, termasuk sel darah merah, leukosit, dan sel pembeku darah
(platelets).

Hematopoietic system, Sistem hematopoietik. Semua sel dan


jaringan yang berperan dalam pembentukan sel darah.

Hemolysin, Hemolisin. Setiap bahan (biasanya antibodi) yang


dapat menyebabkan lisis sel darah merah.

Hemolytic disease, Penyakit hemolitik. Penyakit yang terjadi


akibat kerusakan sel darah merah.
260

Hereditary angioedema, Angioedema heriditer. Kelainan berupa


kekambuhan berulang berupa edema pada kulit, gastrointestinal
dan sistem pernapasan. Hal ini terjadi karena menurunnya atau
tidak adanya C1 inhibitor (C1 INH) yang dapat menyebabkan
terjadinya pembengkakan epiglotis sehingga penderita mati lemas
karena tidak dapat bernapas (suffocation).

Heterozygous, Heterosigot. Individu dengan gen tertentu yang


mempunyai dua alele yang berbeda dari gen tersebut.

Highly active antiretroviral therapy (HAART). Pengobatan


terhadap AIDS dengan menggunakan beberapa jenis obat anti
retroviral pada waktu yang bersamaan.

Histamine, Histamin. Satu amin vasoaktif yang tersimpan di granul


sel mast yang dilepaskan oleh antigen yang melekat ke molekul IgE
pada sel mast, menyebabkan dilatasi pembuluh darah setempat dan
menimbulkan kontraksi otot halus. Lepasnya histamin
menyebabkan terjadinya beberapa gejala reaksi hipersensitif segera
(immediate hypersensitivity).

Histocompatibility, Histokompatibilitas. Kemampuan untuk bisa


hidup bersama jaringan lain (kompatibel) dan tidak ditolak oleh
sistem imun. Misalnya pada transplantasi jaringan.

Hodgkin's disease, Penyakit Hodgkin. Penyakit keganasan yang


berkembang di dalam sistem limfa yang dapat menyebar ke organ
dan jaringan tubuh lain, misalnya sumsum tulang, hati dan limpa.
Limfoma Hodgkin adalah bentuk penyakit Hodgkin dimana sel
limfosit merupakan bagian terbesar yang prognosisnya lebih baik
261

dibanding bentuk sklerosis nodular penyakit ini, dimana sel non-


limfoid merupakan bagian terbesar selnya.

Human immunodeficiency virus (HIV). Retrovirus yang


menginfeksi sel CD4 manusia dan menyebabkan penyakit AIDS.

Humoral immunity, Imunitas humoral. Setiap reaksi imun yang


dapat ditransfer dengan serum imun, terutama dengan perantaraan
antibodi.

Hybridoma, Hibridoma. Hybrid cell line yang terjadi pada fusi


invitro sel B pembentuk antibodi dengan mieloma. Sekresi antibodi
terjadi tanpa rangsangan dan proliferasi berlangsung terus
menerus, baik in vivo maupun in vitro. Terminologi ini juga
digunakan pada sel T hibrid yang berasal dari fusi limfosit T dengan
timoma (sel T maligna). Hibridoma sel-T juga mengadakan
proliferasi terus menerus dan mengeluarkan sitokin selama aktivasi
oleh antigen dan APC.

Hyperacute graft rejection, Penolakan cangkok hiperakut.


Penolakan cepat (beberapa menit sampai beberapa jam) terhadap
bahan cangkokan (graft) melalui reaksi antara preformed antibodi
hospes dengan bahan cangkokan.

Hypergammaglobulinemia, Hipergamaglobulinemia. Peningkatan


poliklonal kadar imunoglobulin serum karena adanya rangsangan
terus menerus terhadap sistem imun, misalnya oleh infeksi kronis,
penyakit autoimun, dan SLE (systemic lupus erythematosus).
Hipergamaglobulinemia juga bisa terjadi akibat peningkatan
monoklonal pada produks imunoglobulin, misalnya pada mieloma
multipel, makroglobulinemia Waldenstrom, atau keadaan lainnya
dimana terjadi pembentukan imunoglobulin monoklonal.
262

Hypersensitivity, Hipersensitivitas. Tingkat reaktivitas terhadap


antigen yang diatas normal sehingga menyebabkan gangguan
imunologik.
Immediate hypersensitivity, Hipersensitivitas segera. Reaksi
hipersensitivitas terjadi segera, beberapa menit sesudah terjadi
interaksi antara antigen dan antibodi IgE.
Type I Hypersensitivity, hipersensitivitas (HS) tipe I (atopik atau
anafilaktik) dirangsang oleh IgE bereaksi dengan sel mast atau
basofil.
Cytotoxic hypersensitivity, Type II Hypersensitivity. HS tipe II.
Komplek antibodi-antigen mengaktifkan bahan beracun yang
merusak sel (misalnya pada sindrom Goodpasture).
Immune complex hypersensitivity. HS tipe III: komplek antigen-
antibodi dalam jumlah besar terkumpul di jaringan, menimbulkan
keradangan luas yang menimbulkan kerusakan jaringan. Misalnya:
Systemic lupus erythematosus (SLE).
Delayed Type Hypersensitivity (DTH).
HS tipe IV. HS tipe IV: dirangsang oleh sel-T. Antigen bereaksi
dengan limfosit (antigen-specific lymphocytes) menyebabkan terjadi
keradangan dan produksi bahan toksik, yang merangsang sel darah
putih lainnya dan menimbulkan kerusakan jaringan.
Type V Hypersensitivity, HS tipe V. Reaksi Imunoglobulin G (IgG)
dengan reseptor jaringan tertentu (tissue receptor like), misalnya
pada penyakit Grave.

Hypogammaglobulinemia,Hipogamaglobulinemia.Imunodefisiensi
dimana semua kelas imunoglobulin di dalam darah rendah
kadarnya.

I
263

IgA, Immunoglobulin A . Imunoglobulin yang banyak terdapat


pada sekresi, misalnya pada air ludah.

IgD, Immunoglobulin D. Imunoglobulin yang terdapat pada


permukaan sel-B.

IgE, Immunoglobulin E. Kelas imunoglobulin yang bertindak


sebagai mediator utama dari alergi atau reaksi hipersensitif cepat
(immediate hypersensitivity reactions) yang banyak diproduksi sel
jaringan mukosa. Sel pembawa IgE (IgE-bearing cells) juga
dijumpai dalam jumlah besar pada GALT janin, yang pada proses
pematangan kembali pada sintesis IgA dan IgM. IgE melakukan
interaksi dengan sel mast dan eosinofil untuk melindungi hospes
terhadap masuknya parasit.

IgG. Kelas imunoglobuln yang paling banyak diproduksi selama


respon imun sekunder.

IgM. Kelas imunoglobulin yang paling sering diekspresikan oleh


limfosit B muda dan disekresi pada respon imun primer.

Immediate-type hypersensitivity, Hipersensitivitas tipe segera.


Hipersensitivitas tipe I ini terjadi segera, beberapa menit sesudah
terjadi interaksi antara antigen dengan IgE.

Immune complex, Antigen-Antibody Complex , Komplek imun,


Komplek antigen-antibodi. Komplek imun terbentuk oleh interaksi
suatu larutan antigen dengan molekul antibodi. Komplek imun yang
besar cepat hilang, tetapi ikatan komplek berukuran kecil yang
terbentuk karena jumlah antigen berlebihan akan mengendap di
dalam jaringan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
264

Immune deficiency diseases (IDDs), Penyakit imunodefisiensi.


Penyakit yang terjadi akibat satu bagian atau lebih bagian sistem
imun hilang atau mengalami kerusakan.

Immune System, Immune Networks (IN) , Sistem imun,


Jaringan Imunitas. Sistem imun adalah kumpulan berbagai jenis
sel (misalnya B-cells dan T-cells), messenger kimiawi (misalnya
sitokin) dan protein (misalnya imunoglobulin) yang secara
bersama-sama bekerja melindungi tubuh dari mikroorganisme,
misalnya bakteri, virus dan jamur. Sistem imun mempunyai peran
mengendalikan kanker dan penyakit lainnya namun ia bisa juga
bertanggung jawab atas terjadinya alergi, hipersensitif dan
penolakan organ transplantasi serta implant jaringan.

Immune Tolerance, Toleransi imunitas. Hilangnya kemampuan


suatu antigen untuk menimbulkan respon yang spesifik, biasanya
terjadi akibat kontak dengan antigen dalam keadaan kondisi tidak
imun.

Immunity, Imunitas. Kekebalan terhadap suatu patogen.

Immunodeficiency, Imunodefisiensi. Penurunan respon imun


akibat tidak adanya atau kerusakan yang terjadi pada beberapa
komponen system imun.

Immunoelectrophoresis, Imunoelektroforesis. Suatu teknik


menggunakan elektroforesis untuk memisahkan protein dari suatu
campuran misalnya serum, diikuti dengan imunodifusi.

Immunofluorescence, Imunofluoresensi. Uji imunologik dengan


menggunakan antibodi yang dikonjugasi pada zat warna fluoresen
( misalnya anti-imunoglobulin dikonjugasi dengan FITC)
265

Immune elimination, Penghilangan imunitas. Pemusnahan


antigen dari darah oleh antibodi yang beredar di darah dan sel
fagosit.

Immunosuppressive (immunosuppresant) Drugs, Obat


imunosupresif. Obat yang menghambat kemampuan sistem imun
untuk melawan benda asing atau infeksi yang masuk ke dalam
tubuh. Obat imunosupresif diberikan untuk mencegah penolakan
organ yang ditransplantasikan atau untuk mengobati penyakit
Crohn, kolitis ulseratif, neutropeni, artritis reumatoid dan gangguan
jaringan ikat, untuk mengurangi proses inflamasi. Berbagai efek
samping dapat ditimbulkan oleh obat imunosupresif, misalnya
penyakit hati, radang paru, kepekaan terhadap infeksi meningkat
dan menghambat produksi sel darah. Contoh obat imunosupresif
yang umum digunakan adalah siklofosfamid dan glukokortikoid.

Immunoglobulin (Ig), Imunoglobulin (Ig). Molekul antibodi yang


masing-masing unit terdiri dari dua rantai berat (heavy chain) dan
dua rantai ringan (light chain) dan mempunyai dua tempat
melekatnya antigen (antigen-binding sites). Terdapat lima jenis
antibody, yaitu IgM, IgD, IgG, IgA dan IgE.

Inactivated vaccines, Vaksin inaktif. Vaksin yang mengandung


mikroorganisme mati yang dapat merangsang sistem imun
sehingga terjadi kekebalan.

Inflammation, Inflamasi atau keradangan. Respon imun akut


atau kronis jika terjadi kerusakan jaringan atau infeksi, dengan
peningkatan sel cairan, leukosit dan protein plasma .

Interferons (IFN), Interferon. Kelompok protein yang bersifat


antiviral dan mampu meningkatkan respon imun.
266

Inactivated vaccine, Vaksin tidak aktif. Suatu vaksin yang


mengandung agen yang telah diproses sehingga tidak mampu lagi
berkembang biak di dalam tubuh hospes.

Incomplete antibody, Antibodi tidak lengkap. Antibodi yang dapat


berikatan dengan partikel antigen tetapi tidak mampu menimbulkan
aglutinasi.

Indirect Coombs test, Uji Coomb tak langsung. Lihat Coombs


test.

Infectious mononucleosis, Mononukleosus infeksiosa. Infeksi


dengan virus Epstein Barr dengan gejala klinis antara lain demam,
malaise,dan pembesaran nodus limfa (disebut glandular fever).

Inflammation, Inflamasi (keradangan). Respon akut atau kronik


terhadap kerusakan jaringan, infeksi atau trauma. Pada proses
keradangan terjadi peningkatan aliran darah dan masuknya
leukosit ke dalam jaringan yang rusak, terdapat pembengkakan,
kemerahan, peningkatan temperatur dan nyeri. Respon ini
merupakan upaya untuk meningkatkan pertahanan jaringan dan
mengawali proses perbaikan.

Inflammatory response, Respon radang. Suatu proses


keradangan akibat terjadinya infeksi, kerusakan jaringan, atau imun
respon lokal, berupa akumulasi cairan lokal, protein plasma dan sel
darah putih.
267

Innate immunity, Imunitas bawaan. Mekanisme nonspesifik-


antigen yang berperan pada fase awal proses resistensi terhadap
patogen, termasuk sel fagosit, sitokin, dan komplemen.
Rangsangan ulang patogen tidak meningkatkan imunitas bawaan.

Insect Sting Allergy, Insect Sting Anaphylaxis, Alergi


sengatan serangga, Anafilaksis sengatan serangga. Reaksi alergi
terhadap sengatan serangga yang dapat sangat berat dan dapat
menimbulkan kematian penderita dalam waktu beberapa menit
sesudah tersengat.

Interferons (IFN), Interferon. Suatu kelompok sitokin yang


mempunyai sifat antivirus dan mampu meningkatkan dan
melakukan modifikasi respon sistem imun. IFN alpha dihasilkan oleh
berbagai macam leukosit, , IFN beta dari fibroblas and IFN gamma
dari limfosit T dan sel NK. Ketiga tipe IFN bersifat antivirus,
sedangkan IFN gamma terutama bertindak sebagai sitokin yang
mengatur respon imun, dengan mengaktifkan makrofag.

Interleukins (IL), Interleukin. IL merupakan sitokin glikoprotein


yang dihasilkan oleh berbagai jenis leukosit dan menimbulkan
pengaruh pada leukosit lainnya. Tipe interleukin yang penting
adalah IL-1, IL-2 dan IL-4.

Intolerance, Intoleran. Tubuh tidak cocok dan menolak suatu


bahan karena adanya kelainan, misalnya intoleran laktosa, glukosa
dan fruktosa yang terjadi karena penderita mengalami defisiensi
enzim tertentu.

Intrinsic Asthma, Asma intrinsik. Asma yang tidak diketahui


penyebabnya dan kurang responsif terhadap pengobatan yang
umum, dan umumnya terjadi pada usia dewasa.
268

Irritable Bowel Syndrome (IBS), Sindrom iritasi usus. Sindrom


yang terjadi karena alat pencernaan sangat sensitif terhadap
berbagai faktor, misalnya stres, diet, obat dan hormon yang
menyebabkan alat pencernaan melakukan kontraksi yang tidak
normal

Isograft, Isograf. Jaringan yang dicangkokkan pada dan dari dua


individu yang genetiknya identik (sama dengan syngraft).

Isogeneic, Isogeneik. Identik sifat genetiknya.

Isohemagglutinins, Isohemaglutinin. Antibodi IgM terhadap


antigen sel darah merah yang normal terdapat pada grup darah
ABO yang mungkin terbentuk akibat imunisasi dengan cross-
reactive antigen bakteri usus dan saluran pernapasan, makanan,
dan lain sebagainya.

Isotypes, Isotip atau Kelas antibodi. Tipe-tipe molekul


imunoglobulin pada semua anggota suatu spesies. Pembagian kelas
antibodi berdasar perbedaan Fc portion (regio konstan pada rantai
panjang, heavy chain) menjadi IgM, IgG, IgD, IgA dan IgE sehingga
memberikan perbedaan pada aktivitas biologi pada masing-masing
antibodi.

L
Lactase, Laktase. Enzim usus yang diperlukan untuk mencerna
laktose.

Lactose, Laktose. Komplek gula yang terdapat pada susu dan


produk dari susu. Agar dapat diserap laktose harus dipecah lebih
dahulu oleh laktase menjadi galaktose dan glukose.
269

Lactose Maldigestion, Lactose Intolerance, Maldgesti laktose,


Intoleransi laktose. Intoleran terhadap susu dan produk susu.

Langerhans cells, Sel Langerhans. Sel dendrit yang ditemukan di


kulit dan mampu bertindak sebagai antigen presenting cells (APC)
yang efektif.

Latex, Lateks. Getah pohon karet, Hevea brasiliensis.


Leukemia, Leukemia. Leukosit maligna yang proliferasinya tidak
dapat dikendalikan.

Leukocytes, Leukosit. Sel darah putih, yaitu sel monosit/makrofag,


limfosit dan sel polimorfonuklir.

Leukocyte common antigen (LCA), Antigen umum leukosit.


Antigen yang umum dijumpai baik pada sel limfosit T maupun
limfosit B.

Leukotriene, Leukotrin. Mediator dari hipersensitif cepat


(Immediate hypersensitivity), berasal dari hasil kerja enzim 5-
lipoxygenase pada asam arakidonik (arachidonic acid) dan
merupakan bahan kimia yang dapat menyebabkan asma.

.
270

Light chain (L chain), Rantai ringan. Rantai terpendek diantara


dua tipe rantai yang membentuk molekul imunoglobulin atau
antibodi. Terdapat dua bentuk L-chain, yaitu bentuk kappa dan
bentuk lambda.

Lipopolysaccharide (LPS), Lipopolisakarida. Komponen


komponen dari dinding sel bakteri gram-negatif yang dikenal juga
sebagai endotoksin yang dapat menyebabkan keradangan dan
bersifat mitogenik.

Lupuslike Syndrome, Drug-induced Lupus, Sindrom mirip


lupus, Lupus akibat obat. Gejala penyakit mirip Lupus akibat
pemakaian obat jantung tertentu misalnya hidralasin, prokainamid
dan beta-blocker.

Lymph, Limfa. Cairan ekstraseluler jaringan yang mengandung


produk-produk jaringan, antigen, antibodi dan sel-sel terutama
limfosit.

Lymphadenopathy, Limfadenopati. Pembesaran nodus limfa.

Lymphatic system, Sistem limfatik. Sistem pembuluh limfa yang


berfungsi mengumpulkan antigen-antigen dari berbagai bagian
badan ke dalam organ limfoid, sehingga antigen dapat melakukan
interaksi dengan produk-produk respon imun (antibodi dan sel
efektor).

Lymph Node, Nodus limfa. Struktur kecil bulat, mirip kacang yang
terletak sepanjang pembuluh limfa, yang merupakan organ limfoid
sekunder yang mempunyai fungsi sebagai sel fagositik. Di dalam
nodus limfa ini terjadi pematangan limfosit B dan limfosit T.
271

Lymphocyte, Limfosit. Salah satu jenis sel darah putih yang


berperan dalam sistem imun pertahanan tubuh, yang sangat
spesifik terhadap antigen yang berkaitan dengan mikroba, sel
tumor, alergi, cangkok jaringan, dan jaringan terkait dengan
penyakit autoimun. Terdapat dua kelompok besar limfosit yaitu
sel T dan sel B.

Lymphoma, Limfoma. Tumor limfosit pada jaringan limfoid atau


jaringan lain, tetapi umumnya tidak dijumpai di darah.

Lymphotoxins, Limfotoksin. Sitotoksik sitokin yang disekresi oleh


limfosit.

Macrophages, Makrofag. Sel fagosit berukuran besar yang


terdapat di dalam jaringan, berperan dalam proses fagositosis
dengan membawa antigen ke sel T.

Macrophage-activating factor (MAF), Faktor pengaktif


makrofag. Beberapa limfokin termasuk interferon yang dilepaskan
oleh sel-T, yang secara bersama merangsang aktivasi makrofag
sehingga menjadi lebih efisien dalam proses fagositosis dan
sitotoksisitas.

Major histocompatibility complex (MHC). Kelompok molekul


yang membantu sistem imun membedakan benda asing yang
berbahaya dari yang tidak berbahaya bagi tubuh.

Mast cell, Sel mast. Sel leukosit berukuran besar yang terdapat di
jaringan ikat, yang menjadi perantara terjadinya reaksi alergi dan
272

berperan penting pada proses penyembuhan luka serta dalam


mempertahankan diri terhadap patogen.

Memory cells, Sel memori. Limfosit T dan B yang terbentuk akibat


terjadinya paparan antigen (primary immune response) yang
mampu meningkatkan ikatan dengan antigen pada respon imun
sekunder.

Major histokompatibility.complex (MHC). Sekumpulan gen,


yang menandai molekul sel permukaan yang polimorfik dengan
kode untuk antigen tertentu sehingga berperan pada presentasi
antigen.

Migration inhibition factor (MIF), Faktor penghambat migrasi.


Suatu limfokin yang menghambat pergerakan makrofag di dalam
biakan (kultur).

Microglia, Mikroglia. Sel imun khusus, seperti makrofag, yang


melindungi sistem saraf pusat.

Minor histocompatibility antigens, Antigen histokompatibel


minor. Antigen yang terkoding di luar MHC, yang meskipun banyak
jumlahnya tetapi tidak menimbulkan penolakan graft atau tidak
menyebabkan respon primer sel-T in vitro.

Mitogen. Mitogen. Bahan yang merangsang proliferasi berbagai


jenis klon limfosit.

Molecular mimicry, Mimikri molekuler. Keadaan yang terjadi pada


kelainan autoimun, dimana suatu mikroba membawa antigen yang
mirip dengan yang terdapat pada organ tertentu, sehingga sistem
imun menyerang organ tubuhnya sendiri.
273

Monoclonal, Monoklon. Progeni yang berasal dari satu sel atau


satu klon, misalnya populasi sel-T, sel-B, atau antibodi yang
homogen yang bereaksi dengan tingkat spesifitas yang sama
terhadap suatu epitop.

Monoclonal antibodies, Antibodi monoklon. Antibodi-antibodi


yang berasal dari suatu sel dan digunakan untuk melawan antigen
tertentu, misalnya sel kanker.

Monocyte, Monosit. Sel darah putih (leukosit) yang merupakan sel


fagosit berukuran besar yang merupakan prekursor atau pendahulu
dari makrofag jaringan.

Monokine, Monokin. Sitokin yang disekresi oleh makrofag dan


monosit yang mempunyai berbagai efek terhadap sel-sel lainnya.

Monomer, Monomer. Setiap molekul yang terdiri dari satu unit,


misalnya rantai tunggal polipeptida.

Mold Allergy, Alergi kapang. Alergi terhadap spora yang


dihasilkan oleh kapang (jamur) dan menimbulkan gangguan
pernapasan dan asma.

Multiple myeloma, Mieloma multipel. Suatu tumor sel plasma


yang membentuk suatu imunoglobulin monoklonal yang disebut
protein mieloma, yang dapat ditemukan didalam plasma penderita.

Multiple sclerosis, Sklerosis multipel. Penyakit sistem saraf pusat


yang merupakan penyakit autoimun dimana terjadi respon imun
terhadap berbagai antigen yang terdapat di pembungkus mielin.
Penyakit ini menunjukkan tanda-tanda berupa keradangan
274

(inflamasi) yang mengakibatkan terjadinya demielinisasi pada


sistem saraf pusat, infiltrasi limfositik di otak, yang berlangsung
secara kronis progresif dan hilangnya fungsi neurologik.

Mutation, Mutasi. Suatu proses dimana mikroba atau organisme


mengalami perubahan yang permanen pada material yang
diwariskan (hereditary material). Bakteri atau virus yang
mengalami mutasi tidak lagi dikenali oleh sistem imun dan menjadi
kebal terhadap pengobatan dan vaksinasi yang pernah diberikan
sebelumnya.

Myasthenia gravis, Miastenia grafis. Penyakit autoimun dimana


antibodi yang spesifik terhadap reseptor asetil kolin pada sel otot
rangka (skeletal muscle cells) sehingga menghambat fungsi
neuromuscular junction yang menyebabkan terjadinya kelemahan
progresif dan bisa menimbulkan kematian penderita.

Myeloid progenitors, Progenitor mieloid. Sel-sel di dalam


sumsum tulang (bone marrow) yang akan berkembang menjadi
granulosit dan makrofag pada sistem imun.

Myelin, Mielin. Bahan berlemak, berwana putih, yang membungkus


saraf dan berperan meningkatkan penghantaran sinyal antara otak
dan badan. Pada penyakit multiple sclerosis, sel imun merusak
mielin sehingga mengganggu penghantaran sinyal saraf.

Myeloma, Mieloma. Tumor sel plasma yang menimbulkan sekresi


imunoglobulin monoklon tunggal (single monoclonal imunoglobulin).
275

Naïve limphocytes, limfosit asal. Limfosit yang belum pernah


bertemu dengan antigen yang spesifik, sehingga belum pernah
menunjukkan respon terhadap antigen. Limfosit yang berasal dari
dari organ limfoid sentral disebut naïve limphocytes, yang berasal
dari timus disebut naïve T cells, dan yang berasal dari sumsum
tulang disebut naïve B cells.

Necrosis, Nekrosis. Kematian sel atau jaringan akibat kerusakan


oleh bahan kimia atau gangguan fisikal, dan meninggalkan sampah
seluler yang ekstensif sehingga harus dibuang oleh fagosit.

Neutralization, Netralisasi. Kemampuan suatu antibodi untuk


menghambat infeksi virus atau toksisitas dari molekul toksin dan
menetralisasinya.

Nude mice, mencit bugil. Suatu mutan galur mencit yang


digunakan dalam penelitian imunitas. tidak mempunyai timus dan
tidak berambut, yang merupakan mutasi homozigot dan tidak
mempunyai sel-T matang (mature).

Occupational allergy, Alergi pekerjaan. Alergi yang timbul pada


waktu orang bekerja.

Oncogenes, Onkogen. Setiap gen yang produk proteinnya


berperan penting dalam pembelahan sel dan pertumbuhan sel. Jika
gen ini terganggu struktur atau ekspresinya maka sel akan tumbuh
tak terkendali sehingga terjadi tumor. Onkogen dapat dijumpai
baik pada sel normal maupun pada virus penyebab kanker.
276

Opportunistic pathogen, Patogen oportunis. Organisme


bervirulensi rendah yang tidak menyebabkan penyakit pada orang
sehat, tetapi dapat menimbulkan penyakit pada orang yang sistem
pertahanan imunologiknya terganggu, misalnya pada penderita
AIDS.

Opsonin, Opsonin. Bahan-bahan yang biasanya antibodi atau


komponen komplemen yang mengubah sifat permukaan suatu
patogen atau partikel lainnya sehingga meningkatkan proses
fagositosis.

Oral tolerance, Toleransi oral. Tertelannya antigen tanpa


menimbulkan reaksi atau respon alergi.

Paracortex, parakortek. Daerah yang terletak di antara kortek dan


medula simpul limfa ( lymph nodes) yang didominasi oleh sel-T

Passive cutaneous anaphylaxis (PCA), Anafilaksis kulit pasif.


Transfer kepekaan anafilaksis secara pasif dengan suntikan
intradermal serum berasal dari donor yang sensitif.

Passive hemagglutination, Hemaglutunasi pasif. Teknik untuk


mengukur antibodi, dimana darah merah yang mengandung
antigen berlabel (coated-antigen) digumpalkan dengan cara
menambahkan antibodi yang spesifik untuk antigen tersebut.

Passive immunization, Imunisasi pasif. Imunisasi pada individu


non imun yang dilakukan dengan memasukkan antibodi atau sel
imun yang berasal dari individu lain.
277

Pathogen, Patogen. Agen penyebab penyakit, misalnya bakteri


atau virus.

Pentadecacatechol. Bahan kimia yang terdapat pada daun pohon


poison ivy yang dapat menyebabkan cell-mediated immunity terkait
dengan hipersensitif terhadap poison ivy.

Peptide, Peptida. Suatu molekul yang terbentuk dari dua atau lebih
rantai asam amino. Contoh: ECF-A

Peripheral blood mononuclear cells, Sel mononuklir darah tepi.


Sel limfosit dan monosit yang terdapat di dalam darah tepi.

Peripheral lymphoid organs, atau secondary lymphoid


organs, Organ limfoid perifer atau organ limfoid sekunder. Organ
limfoid di luar timus, antara lain limpa, simpul limfa, dan mukosa
terkait jaringan limfoid dimana respon imun dipengaruhi.

Peyer's patch, Bercak Payer. Kumpulan limfosit /jaringan limfoid


sekunder yang merupakan bagian dari sistem limfatik yang
tersebar di sepanjang submukosa usus halus, terutama ileum.

Phagocytes, Fagosit. Sel, misalnya leukosit yang fungsi utamanya


adalah “menelan” sel dan bahan atau benda asing untuk di lakukan
proses fagositosis. Termasuk golongan fagosit adalah makrofag
dan sel sejenis, neutrofil, dan eosinofil.

Phagocytosis, Fagositosis. Proses penelanan partikel atau


mikroorganisme oleh leukosit misalnya oleh makrofag dan neutrofil.
278

Phenotype, Fenotip. Ekspresi atau penampilan fisik dari genotip


individu

Phosphatase, Fosfatase. Enzim yang mengeluarkan grup fosfat


dari protein.

Phospholipase, Fosfolipase. Kelas enzim yang bertindak sebagai


katalisator pada proses hidrolisis dari fosfogliserida atau
gliserofosfatida.

Phytohemagglutinin (PHA), Fitohemaglutinin. Mitogen yang


secara poliklonal mengaktifkan sel-T.

Plasma. Bagian dari darah yang tidak menggumpal berbentuk


cairan.

Plasma cell, Sel plasma. Antibodi yang terbentuk sebagai bagian


akhir diferensiasi sel-B.

Platelets, Sel pembeku darah. Sel derivat sumsum tulang yang


berperan dalam pembekuan darah.

Pluripotent Stem Cell, Sel punca pluripoten Sel-sel darah induk


atau primitif (sel punca) yang terdapat di dalam sumsum tulang,
darah yang mengalir di dalam pembuluh darah tali pusat (umbilical
cord), yang mampu memproduksi dan melakukan diferensiasi
menjadi berbagai jenis sel darah yang matang (mature), misalnya
sel darah putih, sel darah merah, dan trombosit.

Poison Ivy, Poison Oak, Poison Sumac. Tanaman beracun dari


genus Toxicodendron yang menyebabkan reaksi alergi jika terjadi
kontak dengan kulit ( allergic contact dermatitis atau toxicodendron
dermatitis).
279

Pollen, Tepungsari. Tepung berukuran mikroskopik yang dihasilkan


oleh tanaman untuk melakukan proses reproduksi.

Pollen allergy, Alergi tepungsari. Reaksi hipersensitif terhadap


tepungsari. Penyebab utamanya adalah tepungsari rumput
penyebab hay fever atau seasonal allergic rhinitis. Tepungsari juga
memicu terjadinya asma ekstrinsik, rinitis, dan bronkitis.

Polymerase chain reaction (PCR). Teknik untuk memproduksi


dalam jumlah besar DNA dari suatu sekuen dengan siklus sintesis
yang berulang-ulang.

Polymorphonuclear leukocytes (PMN), Leukosit polimorfonuklir.


Leukosit yang sitoplasmanya mengandung banyak granul dengan
inti yang banyak berlobus. Terdapat 3 tipe PMN yaitu neutrofil,
eosinofil dan basofil.

Polypeptide, Polipeptida. Gabungan dari banyak peptida. Contoh:


insulin.

PPD. Akronim dari Purified Protein Derivative, Sinonim dari


tuberkulin.

Precipitin reaction, Reaksi presipitin. Pencampuran larutan


antigen dan antibodi pada proporsi yang berbeda, sehingga
menyebabkan terjadinya pengendapan komplek antigen-antibodi
yang tak larut.

Primary immunodeficiencies, Imunodefisiensi primer. Penyakit


immunodefisiensi yang menurun .
280

Primary lymphoid organs, Organ limfoid primer. Organ limfoid


tempat stadium awal diferensiasi limfosit- B dan limfosit- T
berlangsung dan reseptor spesifik-antigen terbentuk untuk pertama
kalinya.

Primary response, Respon primer. Respon imun yang terjadi


pada waktu terjadi kontak dengan antigen untuk yang pertama
kalinya. Respon imun biasanya ringan sifatnya dengan fase induksi
atau lag period yang panjang, dan menimbulkan memori
imunologik.

Programmed cell death, Program kematian sel. Lihat apoptosis.

Prostaglandin (PG), Prostaglandin. Molekul lipid berukuran kecil


yang berperan sebagai mediator pada proses keradangan.
Prostaglandin mempunyai sifat proinflamasi, bronkospastik dan
vasodilatasi.

Protease, Protease. Enzim yang menjadi katalisator pemecahan


suatu protein menjadi molekul-molekul yang lebih kecil.

Protein. Molekul yang tersusun dari banyak asam amino dengan


struktur yang kompleks. Contoh: imunoglobulin, casein.

Protein kinase C . Enzim yang diaktifkan oleh kalsium dan


diasilgliserol selama terjadinya proses aktivasi limfosit T dan limfosit
B.

Pyogenic, Piogenik. Pembentukan nanah pada tempat reaksi


terhadap bakteri dengan kapsul besar.

Pyrogen, Pirogen. Bahan penyebab demam.


281

Radioimmunoassay (RIA). Kumpulan uji imunologi yang


menggunakan reagen yang dilabel dengan isotop. Teknik ini
digunakan untuk mengukur interaksi antigen-antibodi, dan
menetapkan kadar dan spesifisiti bahan biologis yang ada di dalam
suatu larutan.

Radioimmunodiffusion, Radioimunodifusi. Imunodifusi dimana


antibodi yang radioaktif digunakan untuk meningkatkan kepekaan
imunodifusi.

Radioimmunosorbent test (RIST). Fase Solid untuk mendeteksi


kadar yang sangat rendah dari IgE.

Rapamycin, Rapamisin. Bahan imunosupresif untuk mencegah


penolakan pencangkokan atau transplantasi dengan menghambat
produksi sitokin.

Reagin. Terminologi alergi untuk antibodi IgE .

Recombinant vaccine, Vaksin rekombinan. Suatu vaksin yang


mengandung antigen yang dibuat melalui teknik DNA rekombinan.

Rejection, Penolakan. Respon imun baik komponen seluler maupun


humoral yang menolak graft atau bahan yang dicangkokkan.

Replication, Replikasi. Proses dimana suatu organisme


menggandakan dirinya sendiri, misalnya pada reproduksi mikroba.
282

Reticuloendothelial system (RES), Sistem retikuoloendotel.


Suatu jejaring (network) dari sel-sel fagosit. Makrofag merupakan
sel yang paling penting pada sistem ini.

Reverse transcriptase. Enzim yang mengubah genom RNA


menjadi cDNA (complementary DNA), misalnya yang terjadi pada
retrovirus misalnya HIV.

Rhesus Disease, Penyakit Rhesus.

Rheumatoid arthritis. Penyakit radang autoimun pada sendi.

Rheumatoid factor (RF), Faktor reumatoid. Suatu autoantibodi


(biasanya IgM) yang bereaksi dengan imunoglobulinnya sendiri,
misalnya yang terdapat pada penderita artritis reumatoid.

Rhinitis, Rinitis. Keradangan atau inflamasi pada mukosa hidung


dan sinus akibat paparan tepungsari dan debu, atau alergen lain
yang ada di udara.

RNA (ribonucleic acid), Asam ribonukleat. Kelompok molekul


mirip struktur single strand DNA dan berfungsi untuk membawa
informasi dari DNA yang ada di dalam sel inti ke dalam badan sel
untuk mengumpulkan protein.

Seborrheic dermatitis, Dermatitis seboreik. Keradangan disertai


pembentukan sisik (scales) yang terjadi pada lapisan bagian atas
dari kulit kepala, wajah dan kadang-kadang di tempat lainnya.
Dermatitis ini lebih sering terjadi di musim dingin dan umumnya
merupakan penyakit keluarga.
283

Secondary lymphoid organs, Organ limfoid sekunder. Organ-


organ limfoid misalnya nodus limfa dan limpa, tempat
berlangsungnya pematangan limfosit matur B dan T melalui proses
proliferasi dan diferensiasi yang terjadi sesudah antigen dikenali
untuk kemudian disingkirkan.

Secondary immunodeficiencies, Imunodefisiensi sekunder.


Penyakit imunodefisiensi yang disebabkan oleh faktor non genetik.

Sensitization, Sensitisasi. Induksi alami atau artifisial dari respon


imun akbat paparan oleh suatu antigen. Sama dengan imunisasi.

Sepsis, Sepsis. Infeksi pada sirkulasi darah

Serology, Serologi. Ilmu yang mempelajari tentang deteksi


antibodi serum.

Serotonin, Serotonin. Suatu monoamin biogenik ( 5-hidroksi


triptamin, 5-HT) misalnya histamin, epinefrin, norepinefrin, yang
berperan sebagai transmiter saraf (neurotransmitter) dan
merupakan bahan vasoaktif yang menjadi mediator dari immediate
hypersensitivity yang dilepaskan oleh basofil darah dan sel mast
jaringan.

Serum, Serum. Larutan jernih berwarna kuning yang diperoleh jika


plasma darah dipisahkan dari fibrinogennya.

Serum sickness. Suatu tipe respon hipersensitif ( hipersensitif tipe


III) terhadap serum asing akibat terjadinya komplek imun di dalam
darah sehingga menyebabkan timbulnya reaksi keradangan
(inflamasi) dengan gejala antara lain demam, ruam kulit, nyeri
sendi dan glomerulonefritis. Sebagai contoh, serum sickness terjadi
284

pada terapi dengan sejumlah besar antibodi berasal dari bahan


asing misalnya serum kuda.

Severe combined immune deficiency (SCID), Defisiensi berat


kombinasi imun. Penyakit imun akibat hambatan dini pada alur
diferensiasi limfosit B dan T.

Sinus, Sinus. Arti sinus adalah rongga, yang dimaksud adalah sinus
paranasal.

Sinusitis. Radang sinus yang terutama terjadi pada sinus


maksilaris akibat terjadinya infeksi kronis pada sinus atau paparan
yang berulang dengan alergen dari makanan, hewan, maupun iritan
yang berada di lingkungan

Skin test, Uji kulit. Prosedur diagnostik untuk mendeteksi alergi,


yang merangsang terjadinya respon berupa radang /inflamasi lokal
sesudah dilakukan inokulasi intraderma dengan antigen atau
alergen.

Slow-reacting substance of anaphylaxis (SRS-A), Bahan


penghambat kecepatan reaksi anafilaksis. Suatu kelompok
leukotrin yang dilepaskan oleh sel mast pada waktu terjadi reaksi
anafilaksis yang mempengaruhi perpanjangan waktu konstriksi otot
halus (smooth muscle). Perpanjangan waktu konstriksi ini tidak
dapat dipengaruhi oleh pemberian antihistamin.

Somatic antigens, Antigen somatik. Antigen yang berkaitan


dengan tubuh bakteri.
285

Specificity, Spesifisitas. Sifat antibodi yang memungkinkannya


bereaksi hanya dengan antigenic determinant tertentu saja. Sifat
spesifik ini tergantung pada susunan dan komposisi kimiawi, daya
fisika, dan struktur molekuler pada titik terjadinya ikatan.

Spleen, Limpa. Organ limfoid sekunder berukuran paling besar


yang terletak di kuadran kiri atas abdomen. Limpa mempunyai dua
fungsi utama, yaitu sebagai bagian dari sistem limfatik sistem imun
dan yang kedua berfungsi sebagai penyaring yang menangkap dan
mengumpulkan bahan-bahan asing yang berada di dalam darah.

Stasis dermatitis, Dermatitis stasis. Dermatitis yang terjadi secara


kronis, berupa kemerahan, terasa panas dan pembengkakan pada
kaki bagian bawah. Terjadi penimbunan darah dan cairan di bawah
kulit yang terlihat sebagai varises vena dan edema. Kulit menjadi
berwarna coklat tua akibat adanya timbunan darah dan cairan di
bawah kulit.

Stem cell, Sel punca. Sel yang dapat menurunkan berbagai macam
cell line yang berbeda, misalnya sel punca darah.

Steroid . Hormon atau obat yang mempunyai struktur kimiawi yang


sering merupakan imunosupresif. Berbagai macam steroid
mempunyai sifat-sifat antara lain sebagai penentu sifat seksual, anti
inflamasi, atau steroid yang berperan dalam mengatur
pertumbuhan dan perkembangan. Contoh steroid misalnya adalah
kortikosteroid ( corticosteroid) dan glukokortikoid (glucocorticoid).

Stem cell transplants, Cangkok sel punca. Imunoterapi pasif


dengan mentrasfer sel dan bukan antibodi. Sel punca dapat
meningkatkan semua elemen sistem imun, antara lain berbagai
tipe limfosit dan fagosit.
286

Stevens-Johnson Syndrome, Sindrom Stevens-Johnson.


Reaksi berat alergi obat yang merupakan bentuk Erythema
multiforme yang berat, menimbulkan kerusakan di daerah kulit
yang membatasi mulut, kerongkongan, anus, genital dan mata.
Obat yang dapat menimbulkan Steven-Johnson Syndrome adalah
penisilin, sulfa, barbiturat, beberapa jenis obat anti hipertensi
dan obat anti diabetes.

Strain, Galur. Kelompok keturunan hewan (misalnya tikus dan


mencit) yang setiap hewan yang dilahirkan mempunyai sifat
genetik yang identik.

Subunit vaccines, Vaksin subunit. Vaksin yang hanya


mengandung salah satu bagian dari mikroorganisme yang menjadi
target.

Suppression, Supresi. Mekanisme untuk mendapatkan suatu


status spesifik dari sifat imunologik yang tak responsif dengan
induksi sel-T supresor. Tipe tak responsif ini ditransfer secara
pasif oleh sel-T supresor atau larutan produknya, dimana satu sel
atau produknya akan menghambat fungsi sel lainnya

Suppressor cells, Sel supresor. Limfosit T yang turut berperan


dalam mengatur proses imun dengan jalan menghambat respon sel-
sel lain terhadap antigen.

Syngeneic, Singeneik. Identik sifat genetiknya, misalnya mencit


berasal dari galur (strain) yang sama atau pada kembar monosigot.

Syngraft, Singraf. Sama dengan isograf. Antibodi yang spesifik


untuk alergen tertentu saja.
287

Systemic lupus erythematosus (SLE), Lupus eritematosus


sistemik. Suatu penyakit autoimun yang merangsang sistem imun
untuk melawan jaringan tubuhnya sendiri. Beratnya penyakit
bervariasi dari yang ringan sampai terjadinya kecacatan yang
sebagian besar diderita oleh perempuan remaja sampai berumur
sekitar 30 tahunan. Gejala klinik berupa ruam kulit dan wajah,
anemia, peka sinar matahari, artritis, disfungsi ginjal, saraf atau
otak, leukosit menurun jumlahnya, dan penimbunan cairan di
sekitar paru, jantung dan organ-organ lainnya.

Target, Sasaran. Sel yang menjadi sasaran untuk dimusnahkan


oleh salah satu sel pembunuh (killer cells) misalnya sel NK.

T-Cell atau T-Lymphocyte , Sel-T atau Limfosit-T. Limfosit atau


sel leukosit yang terbentuk di sumsum tulang, dan menjadi matang
dan mengalami diferensiasi di timus.

T-dependent antigen, Antigen dependen –T. Imunogen yang


mampu merangsang sintesis antibodi dan melakukan interaksi
dengan sel-B, hanya apabila terdapat limfokin yang dilepaskan oleh
sel-T pembantu (T helper cells).

Thymocyte, Timosit. Sel-T imatur yang mengadakan diferensiasi di


dalam timus.

Thymus gland, Kelenjar timus. Organ limfoid primer tempat


terjadinya perkembangan dan pematangan sel-sel limfoid ( sel-T)
sebelum dilepaskan ke dalam sirkulasi darah.
288

T-independent antigen, Antigen independen-T. Imunogen yang


mampu merangsang sintesis antibodi meskipun tidak terdapat
limfokin yang dilepaskan oleh sel-T. Antibodi yang disintesis
umumnya hanyalah isotipe IgM, dan tidak terjadi respon memori.

Titer, Titer. Ukuran empirik keberadaan suatu antibodi, yang


merupakan angka kebalikan (resiprok) dari pengenceran akhir
suatu titrasi yang masih menunjukkan efek yang terukur. Misalnya
jika pengenceran terakhir larutan yang masih menunjukkan
aglutinasi adalah 1:128, maka titernya adalah 128.

Titration, Titrasi. Pengukuran kadar antibodi spesifik yang ada di


dalam serum dengan melakukan pengenceran serum yang semakin
meningkat untuk menetapkan aktivitas antibodi.

T Killer Cell, Cytotoxic T-Cell, Sel T Pembunuh. Suatu limfosit


efektor dengan reseptor Fc yang memungkinkannya untuk mengikat
dan membunuh sel target.

Tolerance, Toleransi. Sel-B atau sel-T tidak merespon antigen


yang spesifik. Pada toleransi imun ( immune tolerance) sistem imun
tidak mengadakan respon terhadap antigen yang mengadakan
kontak dengan tubuh.

Tonsils, Tonsil. Jaringan limfoid yang terdapat di bagian belakang


rongga mulut yang berfungsi untuk melawan infeksi.

Toxic shock syndrome, Sindrom syok toksik. Reaksi sistemik


yang disebabkan oleh racun (toksin) Staphyllococcus aureus.
Toksin bertindak sebagai superantigen yang mengaktifkan sejumlah
besar sel-T CD4+ untuk membentuk sitokin.
289

Toxoid, Toksoid. Derivat tidak toksik dari suatu toksin yang


digunakan sebagai imunogen untuk menginduksi antibodi-antibodi
yang mampu mengadakan reaksi silang dengan toksin.

Toxoid vaccine, Vaksin toksoid. Toksin yang diproduksi mikroba


yang sudah dilemahkan sehingga tidak aktif lagi, tetapi jika
disuntikkan tetap masih dapat merangsang pembentuk antibodi.

Transplantation, Transplantasi. Pencangkokan jaringan organ


misalnya ginjal dan jantung atau sel, misalnya sumsum tulang
belakang, dari satu individu ke individu lainnya.

T-suppressor cell ( T8 cell, CD8 cell), Sel T-supresor. Suatu tipe


sel yang bersifat spesifik menghambat sel-sel lain pada sistem imun
(sel-B dan selT), sehingga mencegah terjadinya respon imun.

Tuberculin, Tuberkulin. Fraksi protein dari Mycobacterium


tuberculosis yang digunakan untuk uji kulit tuberkulosis.

Tuberculin Hypersensitivity, Hipersensitivity tuberkulin. Reaksi


alergi terjadi jika larutan antigen dari Mycobactrium disuntikkan
subkutan. Reaksi yang terjadi adalah terjadinya migrasi seluler dan
aktivasi sel-T dari kapiler, infiltrasi makrofag, pembentukan
granuloma, dan kerusakan jaringan kolagen kulit. Individu akan
mengalami demam, kondisi umum terasa tidak sehat, disertai
terjadinya benjolan kulit yang keras dan berwarna merah.

Tuberculin test, Uji tuberkulin. Antigen derivat dari kuman


penyebab tuberkulosis yang disuntikkan subkutan: individu yang
pernah terpapar kuman TBC atau yang sudah pernah mendapatkan
vaksinasi BCG akan menunjukkan reaksi hipersensitif lambat
290

(delayed hypersensitivity) pada tempat suntikan 24-48 jam


kemudian.

Tumor Necrosis Factor (TNF), Faktor nekrosis tumor. Suatu


sitokin derivat makrofag dan limfosit yang mempunyai berbagai
kemampuan antara lain membunuh sel neoplasma secara langsung
dan selektif.

Unresponsiveness, Tidak memberi respon. Ketidakmampuan


memberi respon secara spesifik atas rangsangan antigen tertentu,
atau secara tidak spesifik karena adanya kerusakan pada sistem
imun, misalnya akibat iradiasi pada seluruh badan penderita.

Vaccine, Vaksin. Suatu suspensi dari organisme hidup, mati, atau


dilemahkan yang digunakan sebagai antigen untuk menimbulkan
kekebalan.

Vaccination, Vaksinasi. Penggunaan antigen (vaksin) untuk


merangsang timbulnya respon imun yang protektif terhadap agen
penyebab infeksi. Pada awalnya istilah ini dipakai pada imunisasi
untuk mencegah penyakit cacar (smallpox) dengan mengggunakan
antigen berupa virus vaccinia dari sapi (cowpox) yang kurang
patogen terhadap manusia.

Vector vaccines, Vaksin vektor. Vaksin yang dibuat dengan


memasukkan gen antigen yang protektif ke dalam badan vektor
(bakteria atau virus yang tidak berbahaya). Vektor yang
291

berkembang biak di dalam jaringan akan merangsang sistem imun


tubuh menjadi aktif untuk melawan organisme patogen.

Virus, Virus. Suatu mikroorganisme patogen yang membutuhkan


sel hidup hospes untuk berkembang biak, yang tersusun dari asam
nukleat tunggal (genom RNA atau DNA) dan dibungkus oleh kulit
dari protein.

W
Western blotting. Teknik untuk menentukan identitas suatu
protein tertentu yang terdapat di dalam suatu campuran
menggunakan antibodi yang spesifik. Protein-protein yang
dipisahkan dengan menggunakan elektroforesis gel dilewatkan pada
suatu membran nitroselulose, dan identifikasi protein dilakukan
dengan menambahkan antibodi spesifik yang dilabel dengan bahan
radioaktif.

Wheal and flare. Reaksi gatal pada kulit di tempat dimana antigen
disuntikkan pada individu yang alergik, yang ditandai oleh eritema
yang khas bentuknya berupa warna kemerahan kulit akibat
terjadinya dilatasi pembuluh darah dan edema, yaitu terjadinya
pembengkakan akibat masuknya serum ke dalam jaringan.

White blood cells, Sel darah putih. Komponen utama dari sistem
imun yang berperan dalam menghancurkan benda asing misalnya
bakteri dan virus. Jika terjadi infeksi, jumlah sel darah putih akan
meningkat. Pada penderita leukopenia yang jumlah sel darah
putihnya rendah, infeksi lebih mudah terjadi.

White Blood Cell Count , Hitung Sel darah putih. Jumlah sel darah
putih yang terdapat pada satu mikroliter darah. Nilai normal sel
darah putih berkisar antara 4100/ml sampai 10900/ml, yang
292

jumlahnya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain aktivitas


fisik, stres, dan adanya penyakit. Angka sel darah putih yang
rendah dapat disebabkan antara lain oleh adanya infeksi virus atau
terjadinya reaksi toksik, sedangkan angka sel darah putih yang
tinggi menunjukkan adanya infeksi bakteria, leukemia, atau adanya
kerusakan jaringan.

X
Xenogeneic, Xenogeneik. Berasal dari spesies asing.

Xenograft, Xenograf. Bahan jaringan transplantasi yang berasal


dari spesies yang berbeda.

X-linked agammaglobulinemia, Agamaglobulinemia rantai-X.


Penyakit pada anak laki-laki akibat tidak adanya sel-B yang matang
yang disebabkan oleh tidak berfungsinya tirosin kinase btk,
sehingga diferensiasi sel-B tidak terjadi.

ZAP-70. Tirosin kinase spesifik dari sel-T yang berperan pada


aktivasi sel-T.

S-ar putea să vă placă și