Sunteți pe pagina 1din 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/ bahan berbahaya. Selain narkoba,
istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.
Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa yang
umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan, narkoba
sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien
saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini persepsi itu
disalahartikan akibat pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun
1997).
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Bahan adiktif lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang
penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan. Minuman beralkohol adalah minuman
yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian ataupun secara sintetis
yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi destilasi atau fermentasi tanpa
destilasi, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau
dengan cara pengenceran minuman yang mengandung etanol. Berdasarkan efek yang
ditimbulkan terhadap pemakainya, narkoba dikelompokkan menjadi golongan halusinogen,
depresan, stimulan, dan adiktif.
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA dalam jumlah berlebihan,
secara berkala atau terus-menerus, berlangsung cukup lama sehingga dapat merugikan
kesehatan jasmani, mental dan kehidupan sosial (Joewana, 2004). Penyalahgunaan zat adalah
penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan
zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya
merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala
putus zat terjadi karena kebutuhan biologic terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan

1
jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi
merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).

B. JENIS DAN EFEK YANG DITIMBULKAN OLEH NARKOTIKA


Narkotika merupakan narkoba yang sangat cepat menimbulkan ketergantungan,
berupa serbuk putih dengan rasa pahit. Dalam pasaran warnanya bisa putih, coklat atau dadu,
cara penggunaan dapat disuntikan, dihirup dan dimakan. Menimbulkan rasa kantuk, lesu,
penampilan “dungu”, jalan mengambang, rasa senang yang berlebihan. Konsumsi dihentikan
menimbulkan rasa sakit dan kejang-kejang, kram perut, menggigil, muntah-muntah, mata
berair, hidung berlendir, hilang nafsu makan dan kehilangan cairan tubuh. Menimbulkan
kematian bila over dosis.
Ganja menimbulkan ketergantungan psikis yang diikuti oleh kecanduan fisik dalam
waktu lama, terutama bagi mereka yang telah rutin menggunakannya. Bentuk daun kering,
cairan yang lengket, minyak ‘damar ganja’. Menurunkan keterampilan motorik, peningkatan
denyut jantung, rasa cemas, banyak bicara, perubahan persepsi tentang ruang dan waktu,
halusinasi, rasa ketakutan dan agresif, rasa senang berlebihan, selera makan meningkat.
Pengaruh jangka panjang peradangan paru-paru, aliran darah ke jantung berkurang, daya
tahan tubuh terhadap infeksi menurun, mengurangi kesuburan, daya pikir berkurang,
perhatian ke sekitar berkurang.
Morfin merupakan analgesik yang kuat, tidak berbau, berupa kristal putih yang
warnanya menjadi kecoklatan. Mengurangi rasa nyeri, kantuk atau turunnya kesadaran.
Menyebabkan sembelit, gangguan menstruasi dan impotensi. Pemakaian dengan jarum suntik
menyebabkan HIV/AIDS, Hepatitis B & C. Pemakaian dikurangi atau dihentikan : hidung
berair, keluar air mata otot kejang, mual, muntah dan mencret.
Psikotropika memiliki bentuk berupa tablet dan kapsul warna warni. Cara penggunaan
ditelan secara langsung. Mendorong tubuh melakukan aktivitas melampaui batas maksimum.
Meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, rasa senang yang berlebihan, hilangnya rasa
percaya diri. Setelahnya akan terjadi perasaan lelah, cemas dan depresi yang dapat
berlangsung beberapa hari. Gerakan tak terkontrol, mual dan muntah, sakit kepala, hilang
selera makan dan rasa haus yang berlebihan. Kematian terjadi karena tidak seimbangnya
cairan tubuh, baik karena dehidrasi ataupun terlalu banyak cairan, menimbulkan kerusakan
otak yang permanen.

2
Methamphetamine dikenal shabu atau ubas. Bentuknya berupa serbuk kristal dan
cairan. Mudah larut dalam alkohol dan air. Cara penggunaannya dihisap dengan bantuan alat
(bong). Menimbulkan perasaan melayang sementara yang berangsur-angsur membangkitkan
kegelisahan luar biasa. Aktivitas tubuh dipercepat berlebihan. Penggunaan shabu yang lama
akan merusak tubuh, bahkan kematian karena over dosis. Pada mata, anda akan melihat
sesuatu yang tidak ingin anda lihat, karena sangat mengerikan. Pada otak, menyebabkan
depresi, kepanikan, kecemasan yang berlebihan dan dapat menyebabkan kerusakan otak
secara permanen. Pada kulit, pembuluh darah akan mengalami panas berlebihan dan pecah.
Pada hati, bahan-bahan kimia yang terkandung dalam shabu bisa melemahkan aktivitas sel-
sel hati yang mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi hati.
Obat penenang dikenal obat tidur, pil koplo, BK, Nipam, Valium, Lexotan, dll.
Bentuknya berupa tablet. Digunakan dengan cara ditelan secara langsung. Memiliki efek
bicara jadi pelo, jalan sempoyongan, persepsi terganggu memperlambat kerja otak,
pernapasan dan jantung. Dalam dosis tinggi akan membuat pengguna tidur. Penggunaan
campuran dengan alkohol akan menghasilkan kematian. Gejala putus zat bersifat lama dan
serius, sakit kepala, cemas, tidak bisa tidur, halusinasi, mual, muntah dan kejang.
Alkohol memiliki efek memperlambat kerja sistem syaraf pusat, memperlambat
refleks motorik, menekan pernafasan, denyut jantung dan mengganggu penalaran dan
penilaian. Menimbulkan perilaku kekerasan, meningkatkan resiko kecelakaan lalu lintas.
Gejala putus zat mulai dari hilangnya nafsu makan, sensitif, tidak dapat tidur, kejang otot,
halusinasi dan bahkan kematian.
Zat yang mudah menguap/solvent dikenal Lem Aica Aibon, Thinner, Bensin, Spiritus.
Efeknya begitu dihisap masuk ke darah dan segera ke otak. Memperlambat kerja otak dan
sistem syaraf pusat. Menimbulkan perasaan senang, pusing, penurunan kesadaran, gangguan
penglihatan dan pelo. Problem kesehatan terutama merusak otak, ginjal, paru-paru, sumsum
tulang dan jantung. Kematian timbul akibat otak kekurangan oksigen, berhentinya pernafasan
dan gangguan pada jantung.
Zat yang menimbulkan halusinasi dikenal jamur, kotoran kerbau, sapi, kecubung.
Efek yang ditimbulkan bekerja pada sistem syaraf pusat untuk mengacaukan kesadaran dan
emosi pengguna. Perubahan pada proses berfikir, hilangnya kontrol, hilang orientasi dan
depresi.

3
C. TANDA DAN GEJALA

Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala yang sering tampak pada para pengguna
NAPZA, dilihat dari :

1. Ciri-ciri Umum

a. Terjadi perubahan perilaku yang signifikan


b. Sulit diajak bicara
c. Mulai sulit untuk diajak terlibat dalam kegiatan keluarga
d. Mulai sering pulang terlambat tanpa alasan
e. Mudah tersinggung
f. Mulai berani membolos dan meninggalkan pekerjaan sehari-hari

2. Perubahan Fisik dan Lingkungan

a. Jalan sempoyongan, bicara pelo, dan tampak terkantuk-kantuk


b. Mata merah dan berair
c. Hidung berair atau seperti pilek
d. Pola tidur berubah, bangun di malam hari dan bangun di siang hari
e. Kamar tidak mau diperiksa atau selalu terkunci
f. Sering menerima telpon atau tamu yang tidak dikenal
g. Ditemukan obat-obatan, kertas timah, jarum suntik, dan korek api di kamar atau di
dalam tas
h. Terdapat tanda-tanda bekas suntikan atau sayatan di bagian tubuh
i. Sering kehilangan uang atau barang di rumah
j. Mengabaikan kebersihan diri

3. Perubahan Perilaku Sosial

a. Menghindari kontak mata langsung ketika berbicara dengan orang lain


b. Berbohong atau memanipulasi keadaan
c. Kurang disiplin
d. Bengong atau linglung
e. Suka membolos sekolah atau dari pekerjaan kantor

4
f. Mengabaikan kegiatan ibadah
g. Menarik diri dari aktivitas bersama keluarga
h. Sering menyendiri atau bersembunyi di kamar mandi, di gudang atau tempat-tempat
tertutup

4. Perubahan Psikologis

a. Mudah tersinggung
b. Sering terjadi perubahan mood yang mendadak
c. Malas melakukan aktivitas sehari-hari
d. Sulit berkonsentrasi
e. Tidak memiliki tanggung jawab
f. Emosi tidak terkendali
g. Tidak peduli dengan nilai dan norma yang ada
h. Merasa dikucilkan atau menarik diri dari lingkungan
i. Cenderung melakukan tindak pidana kekerasan

D. TERAPI
Upaya pemulihan yang sesungguhnya adalah dengan merubah gaya hidup dan sikap
pada seorang pecandu secara mendasar, yaitu pola pikir dan perilaku adiktif yang
menyebabkannya kecanduan narkoba (martono 2006).

1. Pengobatan
Terapi pengobatan yang dilakukan untuk pasien NAPZA misal dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat dengan dua
cara:

a. Detoksifikasi tanpa substitusi


Klien hanya dibiatkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri. Klien
yang ketergantungan tidak diberikan obat untuk menghilangkan gejala putus obat
tersebut.
b. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein,
bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol
5
dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan
cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian
substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik,
misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan
gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.

2. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui
pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita
sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin.
Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan (Depkes, 2001).

Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi


(detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program
pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat
melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).

Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu
menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka
klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit
lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter
sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun.

Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi


sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu
(craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2001).

3. Jenis program rehabilitasi:

a. Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat
(reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan

6
keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat
rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program
rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.

b. Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua
berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan
tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan
sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya.
Meskipun sudah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi
belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving masih
sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak dapat tidur
(insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan ketika melakukan konsultasi
dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat dilanjutkan,
dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat adiktif
(menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi
kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara individual maupun secara
kelompok.Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi
keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga
brokenhome. Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan jka konsultasi
keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian
anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA.

c. Rehabilitasi komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu tempat.
Dipimpin oleh seorang mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai
konselor, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga profesional hanya
sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan
perilakunya secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi
keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps.Dalam
program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas menyatakan
perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain.

7
d. Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi tidaklah
cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan
keyakinan agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan
keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada
diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali
dalam penyalahgunaan NAPZA.

8
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat.

I. IDENTITAS KLIEN
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang:
nama klien, panggilan klien, jenis kelamin (pria > wanita), usia (biasanya pada usia
produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat pendidikan beresiko menggunakan NAPZA),
pekerjaan (tingkat keseriusan/ tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah),
status (belum menikah, menikah atau bercerai), kemudian nama perawat, tujuan, waktu,
tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
II. ALASAN MASUK
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA (fsikososial) atau
mungkin klien mengatakan tidak tahu, karena yang membawanya ke RS adalah keluarganya.
Alasan masuk tanyakan kepada klien dan keluarga.
III. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi pecandu/ pengguna
NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga.
IV. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ akibat gejala yang biasa timbul
dari jenis NAPZA yang digunakan seperti tanda-tanda vital, berat badan,dll.
V. Psikososial
1. Genogram
a. Buatlah genogram minimal tiga gcncrasi yang dapat menggambarkan hubungan klien
dan keluarga.
2. Konsep diri
a Gambaran diri : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b. Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri
c. Peran : Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara
d. Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dan orang lain menghargainya
e. Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya

9
3. Hubungan sosial
Klien penyalahgunaan NAPZA biasanya menarik diri dari aktivitas keluarga maupun
masyarakat. Klien sering menyendiri, menghindari kontak mata langsung, sering
berbohong dan lain sebagainya.
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik untuk kesehatan.
b. Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama menggunakan NAPZA.
VI. Status Mental
1. Penampilan.
Penampilan tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti biasanya
dijelaskan.
2. Pembicaraan
a. Amati pembicaraan yang ditemukan pada klien, apakah cepat, keras, gagap,
membisu, apatis dan atau lambat
b.Biasanya klien menghindari kontak mata langsung, berbohog atau memanipulasi
keadaan, bengong/linglung.
3. Aktivitas motorik
Klien biasanya menunjukkan keadaan lesu, tegang, gelisah, agitasi, Tik, grimasen,
termor dan atau komfulsif akibat penggunaan atau tidak menggunakan NAPZA
4. Alam perasaan.
Klien bisa menunjukkan ekspresi gembira berlebihan pada saat mengkonsumsi jenis
psikotropika atau mungkin gelisah pada pecandu shabu.
5. Afek
Pada umumnya, afek yang muncul adalah emosi yang tidak terkendai. Afek datar
muncul pada pecandu morfin karena mengalami penurunan kesadaran.
6. lnteraksi selama wawancara
Secara umum, sering menghindari kontak mata dan mudah tersingung. Pecandu
amfetamin menunjukkan perasaan curiga.
7. Persepsi.
Pada pecandu ganja dapat mengalami halusinasi pengelihatan
8. Proses pikir
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa sehingga menunjukkan
tangensial. Beberapa NAPZA menimbulkan penurunan kesadaran, sehingga klien
mungkin kehilangan asosiasi dalam berkomunikasi dan berpikir.

10
9. lsi pikir
a. Pecandu ganja mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin menyebabkan
paranoid sehingga menunjukkan perilaku phobia.
b. Pecandu amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat paranoidnya.
10. Tingkat kesadaran
Menunjukkan perilaku bingung, disoreientasi dan sedasi akibat pengaruh NAPZA.
11. Memori.
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran mungkin akan
menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi. Pecandu ganja


mengalami penurunan berhitung.
13. Kemampuan penilaian
Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien alkoholik. Gangguan
kemampuan penilaian dapat ringan maupun bermakna.
14. Daya tilik diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-hal diluar dirinya.
VII. Kebutuhan Persiapan Pulang
Lakukan observasi tentang:
1. Makan
2. BAB/BAK,
3. Mandi
4. Berpakaian
5. lstirahat dan tidur
6. Penggunaan obat
7. Pemeliharaan kesehatan
8. Kegiatan di dalam rumah
9. Kegiatan di luar rumah
VIII. Mekanisme Koping
Maladaptif.
IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien NAPZA tentu bermasalah dengan psikososial maupun lingkungannya.

11
X. Pengetahuan Kurang
Biasanya tentang mekanisme koping dan akibat penyalahgunaan NAPZA
XI. Aspek Medik
Sesuaikan dengan terapi medik yang diberikan.

B. POHON MASALAH

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko perilaku kekerasan


2. Intoksikasi
3. Penyalahgunaan zat
4. Harga diri rendah
5. Gangguan konsep diri
6. Koping individu tidak efektif

12
D. INTERVENSI

Diagnosa: Resiko perilaku kekerasan


A. Pasien

Tujuan Intervensi
SP 1

a. Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat


perilaku kekerasan
b. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan
a. Pasien dapat mengidentifikasi
dengan cara fisik 1: tarik nafas dalam dan fisik 2: pukul
penyebab perilaku kekerasan
kasur/ bantal
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-
c. Malatih klien cara mengontrol perilaku kekerasan
tanda perilaku kekerasan
dengan cara fisik 1: tarik nafas dalam dan fisik 2: pukul
c. Pasien dapat menyebutkan jenis
kasur/bantal
perilaku kekerasan yang pernah
d. Melatih memasukkan kegiatan tarik nafas dalam dan
dilakukannya
pukul kasur/ bantal ke dalam jadwal kegiatan harian
d. Pasien dapat menyebutkan akibat
dari perilaku kekerasan yang SP 2
dilakukannya
a. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan
e. Pasien dapat menyebutkan cara
dengan cara minum obat secara teratur menggunakan
mencegah atau mengendalikan
prinsip 6 benar
perilaku kekerasannya
b. Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak
f. Pasien dapat mencegah atau
minum obat
mengendalikan perilaku
c. Melatih cara minum obat secara teratur menggunakan
kekerasannya secara fisik, spiritual,
prinsip 6 benar
dan social dengan terapi
d. Melatih memasukkan kegiatan minum obat secara
psikofarmaka
teratur ke dalam jadual kegiatan harian

SP 3

a. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan


dengan verbal/bicara baik-baik

13
b. Melatih cara verbal/bicara baik-baik
c. Melatih memasukkan kegiatan bicara baik-baik ke
dalam jadual kegiatan harian

SP 4

a. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan cara


spiritual
b. Melatih cara spiritual
c. Melatih klien memasukkan kegiatan spiritual ke dalam
jadual kegiatan harian

B. Keluarga

Tujuan Intervensi
SP1

a. Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat


klien resiko perilaku kekerasan
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses
terjadinya dan akibat perilaku kekerasan
c. Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin
terjadi pada klien resiko perilaku kekerasan
d. Menjelaskan cara merawat klien resiko perilaku
Keluarga dapat merawat pasien di kekerasan: latihan tarik nafas dalam dan pukul
rumah kasur/bantal
e. Latih keluarga latihan tarik nafas dalam dan pukul
kasur bantal
f. Menganjurkan keluarga memotivasi, membimbing dan
memberi pujian klien klien latihan tarik nafas dalam
dan pukul kasur/bantal

SP 2

a. Menjelaskan kepada keluarga tentang obat yang

14
diminum klien
b. Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak
minum obat
c. Melatih keluarga cara klien minum obat menggunakan
prinsip 6 benar
d. Menganjurkan keluarga memotivasi, membimbing dan
memberi pujian saat klien latihan minum obat sesuai
dengan jadwal

SP 3

a. Menjelaskan kepada keluarga cara mengontrol perilaku


kekerasan secara verbal/ bicara baik-baik
b. Melatih keluarga latihan verbal/bicara baik-baik
c. Menganjurkan keluarga memotivasi, membimbing dan
memberi pujian saat klien latihan verbal/bicara baik-
baik.

SP 4

a. Menjelaskan kepada keluarga cara mengontrol perilaku


kekerasan secara spiritual
b. Melatih keluarga cara latihan spiritual
c. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada
klien cara spiritual
d. Menjelaskan setting lingkungan rumah yang
mendukung perawatan klien
e. Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan
yang tersedia
f. Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan
relaps
g. Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan
kambuh
h. Menjelaskan dan menganjurkan follow up dan merujuk

15
klien ke pelayanan kesehatan.

E. EVALUASI

Evaluasi pada klien:


1. Evaluasi perasaan (subjektif);
2. Evaluasi kemampuan klien (objektif);
3. Rencana latihan klien;
4. Rencana tindakan keperawatan lanjutan.
Evaluasi pada keluarga:
1. Evaluasi perasaan (subjektif);
2. Evaluasi kemampuan keluarga (objektif);
3. Rencana asuhan keluarga kepada klien:
4. Menyepakati rencana pertemuan berikutnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

 Doenges, Marilynn E., et all. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri Edisi 3.
Jakarta: EGC
 Keliat, Budi A., dkk. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN (Intermediate
Course). Jakarta: EGC
 Martono lydia harlina, dkk. 2006. Pemulihan pecandu narkoba berbasis masyarakat.
Jakarta: Balai Pustaka.
 Saddock, Benjamin J. dan Virginia A. Saddock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis
Edisi 2. Jakarta: EGC.
 Tira. 2012. Indonesia Sejahtera Tanpa Nrkoba.
http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=1539 diakses
pada 20 September 2014 pukul 09.30
 www.narconon.org/drug-abuse.html diakses pada 22 September 2014 pukul 21.00
WIB
 www.metro.polri.go.id diakses pada 22 September 2014 pukul 21.00 WIB
 http://usupress.usu.ac.id/files/Asuhan%20Keperawatan%20pada%20Klien%20dengan
%20Masalah%20Psikososial%20dan%20Gangguan%20Jiwa_Normal_bab%201.pdf
(diakses pada 22 september 2014 pukul 22.11 WIB)
 journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/1243/1148

17

S-ar putea să vă placă și