Sunteți pe pagina 1din 6

ANALISIS KASUS PENDIDIKAN

KEKERASAN YANG TERJADI PADA DUNIA PENDIDIKAN


INDONESIA

Disusun oleh :

1. Zulfa Rahmawati (13110241004)


2. Ridha Gitarinada (13110244001)
3. Abiyyu Amar Siddiq Ismail (13110244005)
4. Septia Fatmawati (13110244019)

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2015
KEKERASAN YANG TERJADI PADA DUNIA PENDIDIKAN
INDONESIA

Kekerasan yang juga dinilai sebagai suatu tindakan yang melanggar HAM
(Hak Asasi Manusia) dan tindakan yang dikategorikan telah melanggar HAM
inipun sudah banyak mewarnai di hampir setiap aspek kehidupan baik sosial,
budaya bahkan pendidikan. Dunia pendidikan yang diharapkan mampu
menyelesaikan masalah apapun tanpa kekerasan pun masih jauh dari harapan. Saat
ini bahkan banyak kasus kekerasan terutam adalam pendidikan yang sering kita
jumpai diberbagai media massa baik cetak maupun elektronik. Mulai dari kasus
pengeroyokan, perkelahian, tawuran, bullying bahkan kekerasan seksual. Hal ini
sangat menampar dan mencoreng dunia pendidikan.

Banyak kasus yang menujukkan semakin meningkatnya tindakan kekerasan


yang terjadi pada pendidikan di sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
CPMH (Center for Public Mental Health) Fakultas Biologi UGM, menunjukkan
bahwa kasus kekerasan meningkat. (Martono Nanang : 2012: 2). Kekerasan di
sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja, mulai dari kepala sekolah, guru, pembina
sekolah, karyawan sampai antar siswa. Kekerasan pada siswa belakangan ini
terjadi dengan dalih mendisiplinkan siswa dan tidak jarang budaya dijadikan
alasan sebagai bentuk kekerasan terhadap siswa bersangkutan. Bentuk-bentuk
kekerasan yang dilakukan kepala sekolah, guru, pembina sekolah, karyawan
antara lain memukul dengan tangan kosong, atau benda tumpul, melempar dengan
penghapus, mencubit, menampar, mencekik, menyundut rokok, memarahai
dengan ancaman kekerasan.

Kekerasan di sekolah tidak semata-mata kekerasan fisik saja tetapi juga


kekerasan psikis, seperti diskriminasi terhadap murid yang mengakibatkan murid
mengalami kerugian, baik secara moril maupun materil. Diskriminasi yang
dimaksud dapat berupa diskriminasi terhadap suku, agama, kepercayaan,
golongan, ras ataupun status sosial murid. Kekerasan antar siswa juga kerap
terjadi yaitu berupa bullying yang merupakan perilaku agresif dan menekan dari
seseorang yang lebih dominan terhadap orang yang lebih lemah, di mana seorang
siswa atau lebih secara terus-menerus melakukan tindakan yang menyebabkan
siswa lain menderita. Kekerasan yang terjadi dapat berupa kekerasan fisik seperti
memukul, menendang, menjambak dan lain-lain. Selain bullying, kekerasan antar
siswa yang sering terjadi adalah tawuran. Tawuran mengakibatkan terjadinya
perubahan sosial yang mengakibatkan norma-norma menjadi terabaikan dan
mengakibatkan perubahan aspek hubungan sosial dalam masyarakat.

Selain kekerasan psikis juga terjadi kekerasan verbal seperti mengejek,


menghina atau mengucapkan kata-kata yang menyinggung atau membuat cerita
bohong yang menyebabkan siswa yang menjadi sasaran menjadi terkucilkan atau
menjadi bahan olok-olok sehingga siswa yang bersangkutan menjadi rendah diri,
takut dan sebagainya. Melihat dari kasus-kasus tersebut diperlukan pencegahan
dan penanganan lebih lanjut mengenai kekerasan anak di sekolah yang
dikhawatirkan keberadaannya semakin sering terjadi di lingkungan sekolah.

Kasus perilaku kekerasan dalam pendidikan juga bervariasi: pertama, kategori


ringan, langsung selesai di tempat dan tidak menimbulkan kekerasan susulan atau
aksi balas dendam oleh si korban. Untuk kekerasan dalam klasifikasi ini perlu
dilihat terlebih dahulu, apakah kasusnya selesai secara intern di sekolah dan tidak
diekspos oleh media massa ataukah tidak selesai dan diekspos oleh media massa.
Kedua, kategori sedang namun tetap diselesaikan oleh pihak sekolah dengan
bantuan aparat, dan ketiga, kategori berat yang terjadi di luar sekolah dan
mengarah pada tindak kriminal serta ditangani oleh aparat kepolisian atau
pengadilan. Umumnya kasus perilaku kekerasan kategori ringan dan sedang ini
terjadi di lingkup sekolah, masih berada dalam jam sekolah/ kuliah dan membawa
atribut sekolah.

Sumber dan Faktor Penyebab Kekerasan dalam Pendidikan

Sumber dan faktor penyebab adanya kekerasan yang terjadi pada dunia
pendidikan dimungkinkan karena adanya berbagai faktor diantaranya yaitu :
- Sebagai alasan untuk menegakkan kedisiplinan disekolah, contoh seorang
anak yang terlambat datang kesekolah hari disuruh lari keliling lapangan
sebanyak yang di inginkan oleh yang dihukum.
- Anak yang mempunyai latar belakang pendidikan keras dirumah (di didik
dengan kekerasan seperti apabila melakukan kesalahan dipukul oleh oreng
tuanya) apabila merasa tidak terima dilampiaskan kepada temannya saat di
sekolah.
- Motif menunjukkan rasa solidaritas, proses pencarian jati diri, serta
kemunginan adanya gangguan psikologis dalam diri siswa maupun guru.
Misalnya tawuran antar pelajar dapat dilatarbelakangi karena siswa merasa
menjadi satu golongan yang “membela teman” atau “membela
sekolahnya” jadi menimbulkan kekerasan antar siswa/tawuran antar siswa.
- Maraknya berbagai tayagan di media khususnya elektronik yang
memperlihatkan adegan kekerasan yang sangat mudah untuk diakses
kemudian dicontoh ataupun ditiru oleh anak sekolah.

Ditinjau dari segi Sosiologi Pendidikan, ada beberapa alternatif solusi


penyelesaian dan pencegahan terhadap permasalahan kekerasan dalam dunia
pendidikan, yaitu :

1. Peran orang tua dan guru

Kurikulum apapun yang mencoba membangun generasi yang proaktif dan optimis
tidak akan pernah efektif mencapai tujuannya apabila sistem hukuman fisik masih
diimplementasikan dalam dunia pendidikan sekolah. Untuk itu ada solusi yang
akan ditawarkan. Yakni adanya reposisi orang tua dalam mendidik anak dalam
keluarga dan guru dalam mendidik murid di sekolah. Reposisi ini berupa
perubahan signifikan pada paradigma masyarakat yang masih sering
menggunakan hukuman fisik dalam mendidik. Selain itu juga perubahan untuk
mulai menempatkan guru ataupun orang tua dalan posisi setara dengan pribadi
seorang anak. Dengan membiarkan anak melakukan ekspresi dan melakukan
keunikan-keunikannya sendiri maka akan membentuk mental yang bagus dan
tidak apatis, keunikan anak disini tidak harus dipahami sebagai suatu kesalahan,
melainkan suatu perkembangan anak itu sendiri. Kesadaran anak juga harus
dibangun dengan sering mengajak berdialog dan menciptakan komunikasi yang
hangat, dan bukan memberikan perintah-perintah dan larangan. Yang terpenting
adalah membangun kepribadian untuk sering berpendapat dan mendengarkan
pendapat-pendapat mereka. Dan sadarilah masa depan negeri ini ada ditangan
anak-anak kita dan oleh karena itu peran orang tua dan guru sangat besar dalam
menciptakan kepribadian seorang anak.

2. Humanisasi Pendidikan

Mengingat bahwa pendidikan adalah ilmu normatif, maka fungsi institusi


pendidikan adalah menumbuhkan etika dan moral subjek didik ke tingkat yang
lebih baik dengan cara atau proses yang baik pula serta dalam konteks positif.
Adanya beberapa bentuk kekerasan dalam pendidikan yang masih merajalela
merupakan indikator bahwa kegiatan pendidikan kita masih jauh dari nilai-nilai
kemanusiaan. Disinilah urgensi humanisasi pendidikan. Humanisasi pendidikan
merupakan upaya untuk menyiapkan generasi bangsa yang cerdas nalar, cerdas
emosional, dan cerdas spiritual, bukan malah menciptakan individu-individu yang
berwawasan sempit, tradisional, pasif, dan tidak mampu menyelesaikan
persoalan-persoalan yang dihadapi.

3. Guru, Sebagai Ujung Tombak

Selain menjadi seorang pengajar, seorang guru juga berperan sebagai pendidik
dan motivator bagi siswa-siswinya. Sebagai seorang pengajar, guru dituntut
berkerja cerdas dan kreatif dalam mentranformasikan ilmu atau materi kepada
siswa. Dan berupaya sebaik mungkin dalam menjelaskan suatu materi sehingga
materi tersebut bisa diaplikasikan dalam keseharian siswa itu sendiri.
Tugas sebagai pendidik adalah tugas yang sangat berat bagi seorang guru. Guru
dituntut mampu menanamkan nilai-nilai moral, kedisiplinan, sopan santun, dan
ketertiban sesuai dengan peraturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah masing-
masing. Dengan demikian, diharapkan siswa tumbuh menjadi peribadi yang sigap,
mandiri, dan disiplin. Dan sebagai motivator, guru harus mampu menjadi pemicu
semangat siswanya dalam belajar dan meraih prestasi. Dari penjelasan di atas,
yang terpenting untuk menanggulangi munculnya praktik bullying di sekolah
adalah ketegasan sekolah dalam menerapkan peraturan dan sanksi kepada segenap
warga sekolah, termasuk di dalamnya guru, karyawan, dan siswa itu sendiri.

Rekomendasi

Untuk menumbuhkan minat, perhatian dan empati seluruh masyarakat


terhadap adanya kasus child abuse (kekerasan pada anak/peserta didik) langkah
awal yang perlu dilakukan adalah bagaimana menyadarkan masyarakat bahwa
masalah ini tidak cukup hanya disikapi dengan sekedar belas kasihan kepada anak
yang menjadi korban atau mengutuk keras pelakunya. Yang benar-benar
dbutuhkan saat ini adalah kesediaan kita semua untuk mengambil langkah konkret
mencegah anak-anak yang menjadi korban tidak semakin bertambah atau paling
tidak bersedia melaoporkan kasus child abuse pada lembaga kepolisian ataupun
lembaga sosial di masyarakat yang memiliki komitmen untuk memberikan
perlindungan sosial kepada anak-anak khususnya korban child abuse (kekerasan
pada anak/peserta didik).

Referensi :

Achmad. (2011). Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan. Diakses dari


https://achmadirfansetiawan.wordpress.com/2011/01/20/kekerasan-dalam-dunia-
pendidikan/ pada Kamis, 19 Februari 2015 pukul 13.30 WIB.

Arofah. (2013). Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan. Diakses dari


https://arofaheducation.wordpress.com/2013/07/03/kekerasan-dalam-dunia-
pendidikan/ pada Kamis, 19 Februari 2015 pukul 14:00WIB.

Martono Nanang. (2012). Kekerasan Simbolik di Sekolah: Sebuah Ide Sosiologi


Pendidikan Pierre Bourdieu. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Suyanto Bagong. (2010). Masalah Sosial Anak. Jakarta : Kencana Media Group.

S-ar putea să vă placă și