Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
PENDAHULUAN
Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000 anak-
anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada bayi baru
lahir Asia dan Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak
diketahui, dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah alasan paling umum
untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian besar dunia Barat
(Santoso, Agus.2010. Health Academy).
1
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
B. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi definisi dari Atresia bilier
2. Mengidentifikasi klasifikasi dari Atresia bilier
3. Mengidentifikasi faktor resiko dari Atresia bilier
4. Mengidentifikasi etilogi Atresia bilier
5. Mengidentifikasi manifestasi klinis Atresia bilier
6. Mengidentifikasi penatalaksaan pada Atresia bilier
7. Mengidentifikasi komplikasi pada Atresia bilier
8. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan Atresia bilier
9. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan Atresia bilier
10. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan Atresia bilier
C. Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem
endokrin (Atresia bilier) serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien
dengan Atresia bilier.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita
Yulianni, 2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan
hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland, 2006)
Atresia Bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/ saluran-saluran
yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat kelahiran. (http://pilihsehat.tk/.2010)
Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel yang
akhirnya menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa menyeluruh atau sebagian. ( Chandrasoma &
Taylor,2005)
3
Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi (correctable) sedangkan tipe
III adalah bentuk atresia yang tidak dapat di operasi (non correctable), bila telah terjadi
sirosis maka dilakukan transpalantasi hati.
C. Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan
bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom
trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun,
sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang
merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemiBeberapa anak, terutama mereka dengan
bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau
usus.Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan.
Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang
menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa
yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat
mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:
D. Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:
1. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) dalam aliran darah.Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa
adalah umum pada bayi baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10
hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat
lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir
2. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam
urin.
4
3. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke
dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran
hati.
4. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
5. degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan hepatomegali,
Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga
menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta gagal tumbuh
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
E. Patofisiologi
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin
yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai
kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuningDegerasi secara gradual pada hati
menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
5
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal
tumbuh.Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap
oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam
tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut
dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual,
muntah, dan masalah hati dan jantung
F. Pemeriksaan Diagnostik
G. Penatalaksanaan
1. Medik
a) Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk:
6
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam
empedu dengan memberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis peroral
misal : luminal
Melindungi hati dari zat dari zat toksik dengan memberikan asam ursodeoksikolat
310 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis peroral misal : urdafalk
b) Terapi nutrisi yang bertujuan untuk memungkinkan anak untuk bertumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin yaitu:
Pemberian makanan yang mengandung middle chain triglycerides(MCT) untuk
mengatasi malabsorpsi lemak. Contoh : susu pregestinil dan pepti yunior
Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.
Dan pembedahan itu untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif
harus dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan
hati yang progresif dapat dikurangi.
c) Terapi Bedah
Setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan maka segera dilakukan intervensi
bedah Portoenterostomi terhadap atresia bilier yang Correktable yaitu tipe I dan
II. Pada atresia bilier yang Non Correktable terlebih dahulu dilakukan laparatomi
eksplorasi untuk menentukan potensi duktus bilier yang ada di daerah hilus hati
dengan bantuan Frozen section. Bila masih ada duktus bilier yang paten maka
dilakukan operasi kasai. Tetapi meskipun tidak ada duktus bilier yang paten tetap
dikerjakan operasi kasai dengan tujuan untuk menyelamatkan penderita (tujuan
jangka pendek) dan bila mungkin untuk persiapan transplantasi hati (tujuan
jangka panjang). Pembedahan itu untuk menghasilkan drainase getah empedu
yang efektif harus dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir
agar kerusakan hati yang progresif dapat dikurangi.
7
H. Komplikasi
1. Cirosis
Terjadi akibat obstuksi beliar yang kronis dan infeksi ( konlongitis ) dan berakibat
terjadinya jaringan parut disekitar hati dan empedu
2. Gagal Hati
Gangguan fungsi hati yang tampak adalah terjadinya pruritus akibat retensi garam- garam
empedu
3. Gagal tumbuh
Penurunan imunitas serta penyerapan nutrisi penting serta tingginya motebolisme pada
atresia mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak
4. Hipertensi Portal
Aliran darah yang melewati hati terganggu ( rusak ) meningkatkan tekanan darah yang
melewati vena vortal , diikuti oleh penumpukan cairan dirongga abdomen mengakibatkan
volume intravena menurun dan ginjal melepas renin yang meningkatkan skeresi hormon
aldesteron oleh kelenjar adrenal yang selanjutnya membuat ginjal menahan natriun dan
air dalam upaya unruk menggembalikan volume intravaskuler dalam keadaan normal.
5. Varisis Esofagus
Berkaitan dengan peningkatan vena portal darah dari taraktus intestinal dan limpa akan
mencari jalan keluar melalui sirkulasi kolateral (lintasan baru untuk kembali keatrium
kanan) akibat peningkatan tekanan khususnya dalam pembuluh darah pada lapisan sub
mukosa esophagus bagian bawah dan lambung bagian atas, pembuluh pembuluh kolateral
ini tidak begitu elastic 9 rapuh dan mudah mengalami perdarahan.
8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Biodata : Usia bayi, jenis kelamin
b. Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
c. Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti rubella
d. Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi abdomen, hepatomegali, lemah,
pruritus, bayi tidak mau minum, letargi
e. Pemeriksaan Fisik
1. BI : sesak nafas, RR meningkat
2. B2: takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K)
3. B3: gelisah atau rewel
4. B4: urine warna gelap dan pekat
5. B5: distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna pucat, anoreksia, mual,
muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun, lingkar perut 52 cm
6.B6: ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan gatal(pruritus),
oedem perifer, kerusakan kulit, otot lemah
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Bilirubin direk dalam serum meninggi
b. nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
c. Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan
empedu yang luas
d. Tidak ada urobilinogen dalam urine
e. Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20 kali
lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2. Pemeriksaan diagnostik
a. USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis ekstra hepatic (dapat
berupa dilatasi kristik saluran empedu)
9
b. Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum di aspirasi. Jika
tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu terjadi
c. Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi empedu
dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan
empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra hepatic
d. Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung
empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi (NANDA 193)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis(NANDA,177)
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan volume(NANDA 425)
4. Risiko pertumbuhan tidak proporsial(NANDA,478)
5. Risiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernfasan (NANDA 243)
10
PERENCANAAN KEPERAWATAN
NAMA PASIEN :
NO. MR :
Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi
( NOC ) ( NIC )
1 Kekurangan volume cairan Keseimbangan cairan ( noc 192 ) Manajmen cairan (
berhubungan dengan 1. Keseimbangan intake dan nic,157)
kegagalan mekanisme output dalam 24 jam 1. Timbang berat
regulsi 2. Tekanan darah tidak bdan setiap hari
(nanda 193) terganggu dan monitor status
3. Turgor kulit tidak pasien
terganggu 2. Hitung dan
4. Berat badan stabil timbang popok
5. Tidak ada asites dengan baik
6. Kehausan tidak ada 3. Jaga intake dan
asupan yang
adekuat dan catat
output pasien
4. Monitor status
hidrasi (membrane
mukosa lembab)
5. Monitor perubahan
berat badan pasien
6. Berikan cairan
yang tepat
7. Monitor status gizi
8. Distribusikan
asupan cairan
selama 24 jam
9. Dukung kelusrag
untuk memberikan
asupan makanan
yang baik
11
3. Hidrasi sebagian adekuat 2. Identifikasi
4. Pertumbuhan tidak intolernsi makanan
adekuat yang dimiliki
5. Hemoglobin cukup pasien
adekuat 3. Tentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan
4. Anjurkan pasien
dengna kebutuhan
makanan tertentu
tergantng dengan
perkembangan usia
5. Monitor kalori dan
asupan makanan
6. Monitor kenaikan
dan penurunan
berat badan
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang
membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran.
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa
faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18
dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar
penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus
bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus,
Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika
tingkat ikterus meningkat.
4.2 Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang tepat demi
tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal bagi penderita atresia
bilier.
13
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Parlin Ringoringo. 1991. Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak,FK UI, RSCM. from: url:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15AtresiaBilier086.pdf /15AtresiaBilier086.html
Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang
berkepanjangan. From : url :http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2010/02/07/atresia-bilier
waspadai-bila-kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan
Suriadi dan Yulianni Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta : Penebar
Swadaya
Sodikin. 2007. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistim Gastrointestinal Dan Hepatobilier.
Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
14