Sunteți pe pagina 1din 29

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Fibrous dysplasia merupakan salah satu kelainan tulang yang bersifat jinak yang bisa
menyerang tulang femur, tibia, humerus, kraniofasialis, vertebra dan lain lain. Namun, kelainan
ini sering ditemui pada maksila, tulang tengkorak dan mandibula. Pada umumnya, lesi ini banyak
ditemui pada masa anak-anak, remaja dan dewasa muda tetapi jarang disadari karena
pertumbuhannya yang lambat dan tanpa keluhan. Istilah fibrous dysplasia pertama kali
diperkenalkan oleh Lichenstein pada tahun 1938 dimana dapat terjadi pada satu tulang atau
beberapa tulang.1,2.

Fibrous dysplasia adalah salah satu penyakit jaringan tulang yang paling rumit, hal ini
dikarenakan etiologi, patologi yang tidak pasti dan histologi yang tidak jelas dari penyakit
ini.Fibrous dysplasia adalah suatu kelainan tulang jinak(benigna) yang bersifat kronis serta
berkembang secara lambat. Fibrous dysplasia ditandai dengan adanya jaringan fibrous dan woven
bone pada tulang yang normal yang akan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan abnormal, rasa
sakit, deformitas serta resorbsi pada tulang yang terlibat, sehingga tulang menjadi membesar dan
asimetri. Pertumbuhan yang tidak normal ini disebabkan oleh penyimpangan aktivitas tulang
dalam membentuk jaringan mesenkimal sehingga terbentuk proliferasi abnormal dari sel-sel
mesenkimal1,3.

Penyakit ini cukup sering terjadi namun diagnosis sering terlambat karena gejala-
gejalanya yang tidak spesifik dan baru tampak setelah terjadi komplikasi, dimana komplikasi yang
sering adalah terjadinya fraktur tulang.Fibrous dysplasiatampak sebagai gambaran litik pada
tulang yang mana gambaran litik pada tulang dapat terjadi pada beberapa keadaan patologi
sehingga dibutuhkan pengetahuan dan analisis yang baik untuk lebih mengarahkan pada penyebab
kelainan tersebut. Pada laporan ini akan dibahas mengenai gambaran fibrous dysplasiadan
diagnosis bandingnya sehingga diharapkan sebagai ahli radiologi mengetahui dan mampu
mengarahkan diagnosis dari lesi litik pada tulang.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi5,6
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama, yaitu
:
1. Membentuk rangka badan
2. Sebagai tempat melekat otot
3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam, seperti
otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru
4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam
5. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hematopoetik untuk memproduksi sel-sel
darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas :


 Tulang panjang, yang temasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna. Tulang panjang
disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan. Tulang panjang (os longum) terdiri
dari 3 bagian, yaitu epiphysis, diaphysis, dan metaphysis.

2
Ujung tulang panjang
dinamakan epifisis. Plat epifisis memisahkan epifisis dari metafisis dan merupakan pusat
Gambar 1 Bagian Tulang
pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada orang dewasa mengalami klasifikasi.
Ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya. Sedangkan,
daearah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut
metafisis. Daerah ini merupakan suatu daerah yang sangat sering ditemukan adanya
kelainan atau penyakit, oleh karena daerah ini merupakan daerah metabolic yang aktif dan
banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan perkembangan pada daerah
lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang. Diaphysis atau batang,
adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang
kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Seluruh tulang dilapisi oleh lapisan fibrosa
yang disebut periosteum.
 Tulang pendek, contohnya antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang carpal
 Tulang pipih, antara lain tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis

3
Tulang terdiri atas bagian kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan bagian dalam
yang bersifat spongiosa berbentuk trabekular dan di luarnya dilapisi oleh periosteum. Berdasarkan
histologisnya maka dikenal:
 Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone), tulang ini pertama-tama
terbentuk dari osifikasi endokondral pada perkembangan embrional dan kemudian secara
perlahan-lahan menjadi tulang yang matur dan pada umur 1 tahun tulang imatur tidak
terlihat lagi. Tulang imatur ini mengandung jaringan kolagen dengan substansi semen dan
mineral yang lebih sedikit dibandingkan dengan tulang matur.
 Tulang matur (mature bone, lamellar bone)
o Tulang kortikal (cortical bone, dense bone, compacta bone)
o Tulang trabekular (cansellous bone, trabecular bone, spongiosa)

Secara histolgik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel, jaringan
kolagen, dan mukopolisakarida. Tulang mature ditandai dengan sistem Harversian atau osteon
yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui korteks yang tebal. Tulang matur kurang
mengandung sel dan lebih banyak substansi semen dan mineral dibanding dengan tulang imatur.
Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga
jenis sel: osteoblas, osteosit, dan osteoklas. 5
 Osteoblast
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai
matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas dan mensekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfat alkali akan memasuki aliran darah dengan
demikian kadar fosfatase alkali didalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang
tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis
kanker ke tulang. Osteoblas merupakan salah satu jenis sel hasil diferensiasi sel mesenkim
yang sangat penting dalam proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblas dapat
memproduksi sunstansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi di
kemudian hari. Tulang baru dibentuk oleh osteoblast yang membentuk osteoid dan mineral

4
pada matriks tulang bila proses ini selesai osteoblast menjadi osteosit dan terperangkap
dalam matriks tulang yg mengandung mineral. 3
 Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat berfungsi memelihara kontent mineral dan
elemen organik tulang.
 Osteoklas
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat diabsorpsi. Osteoklas mengikis tulang, sel-sel ini menghasilkan enzim
proteolitik yang memecahkan matris dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang
sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah. Metabolisme tulang diatur oleh
beberapa hormon. Suatu peningkatan kadar hormon paratiroid (pth) mempunyai efek
langsung dan segera pada mineral tulang menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorbsi dan
bergerak memasuki serum. Peningkatan PTH secara perlahan-lahan menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas sehingga terjadi demineralisasi. Vitamin D
mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat
menyebabkan absorbsi tulang seperti dapat menyebabkan absorbsi tulang (kadar PTH).
Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membentuk kalsifikasi tulang, antara lain dengan
meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfat oleh usus halus. Sel yang bersifat multinukleus,
tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan sifat dan fungsi resorpsi serta mengeluarkan
tulang.

Matriks tulang menyimpan kalsium, posfor, magnesium, dan fluor. Tulang mengandung
99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh fosfor tubuh. Unit dasar dari kortek tulang
disebut sistem haversian. Yang terdiri dari saluran haversian (yang berisi pembuluh darah, saraf
dan lymphatik), lacuna (berisi osteosit), lamella, canaliculi (saluran kecil yang menghubungakan
lacuna dan saluran haversian). 3,5

5
Gambar 2 Struktur Tulang

Bagian luar tulang diselimuti oleh membran fibrous padat yang dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi pada tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai tempat
perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung syaraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblas yang merupakan sel pembentuk
tulang. 5
Endosteum adalah membran vaskular tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang
dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas melarutkan tulang untuk memelihara rongga
sumsum terletak dekat endosteum dan dalam lakuna howship.5
Sumsum tulang merupakan jaringan vasculer dalam rongga sumsum tulang panjang dan
dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di dalam sternum vertebra dan rusuk
pada tulang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih. Pada orang
dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning. 5

6
PERTUMBUHAN TULANG
Perkembangan tulang pada embrio terjadi melalui dua cara, yaitu osteogenesis desmalis
dan osteogenesis enkondralis. Keduanya menyebabkan jaringan pendukung kolagen primitive
diganti oleh tulang, atau jaringan kartilago yang selanjutnya akan diganti pula menjadi jaringan
tulang. Hasil kedua proses osteogenesis tersebut adalah anyaman tulang yang selanjutnya akan
mengalami remodeling oleh proses resorpsi dan aposisi untuk membentuk tulang dewasa yang
tersusun dari lamella tulang. Kemudian, resorpsi dan deposisi tulang terjadi pada rasio yang jauh
lebih kecil untuk mengakomodasi perubahan yang terjadi karena fungsi dan untuk mempengaruhi
homeostasis kalsium. Perkembangan tulang ini diatur oleh hormone pertumbuhan, hormone
tyroid, dan hormone sex.1,5
 Osteogenesis Desmalis / Osteogenesis intramembranosa, karena terjadinya dalam
membran jaringan. Tulang yang terbentuk selanjutnya dinamakan tulang desmal (tulang
atap tengkorak). Tulang terbentuk melalui konversi langsung dari jaringan mesenkim
menjadi jaringan tulangatau dapat dikatakan pembentukan tulang dengan jalan
transformasi jaringan pengikat fibrosa.
 Osteogenesis Endkondralis yakni pembentukan tulang dimana sel-sel mesenkim
berdifernsiasi terlebih dahulu menjadi kartilago (jaringan rawan) kemudian berubah
menjadi tulang. Pertumbuhan tulang secara endokondral terdapat pada tulang vertebra,
costae, sternum dan ekstremitas. Proses penulang diawali dengan masuknya pembuluh
darah membawa bahan tulang (ossein dan mineral) ke jaringan tulang rawan, hadirnya
osteoblast di situ, disusul pula dengan hadirnya chondroblast yang meresap tulang rawan
yang dirombak. Chondrosit menyusun diri menjadi jajaran lurus, disusul dengan masuknya
bahan kapur dan mineral lain ke matriks. Tulang akan terdiri dari lapisan-lapisan (lamella)
yang sebagian besar tersusun menurut lingkaran membentuk sistem Harvers.

PERTUMBUHAN MEMANJANG TULANG PIPA


Setelah berlangsung penulangan pada pusat penulangan sekunder di daerah epiphysis,
maka teradapatlah sisa – sisa sel khondrosit diantara epiphysis dan diaphysis. Sel – sel tersebut
tersusun bederet –deret memanjang sejajar sumbu panjang tulang. Karena perubahan sel –sel

7
dalam setiap deret seirama, maka discus tersebut menunjukan gambaran yang dibedakan dalam
daerah – daerah perkembangan. Daerah – daerah perkembangan:
1. Zona Proliferasi : sel kartilago membelah diri menjadi deretan sel – sel gepeng.
2. Zona Maturasi : sel kartilago tidak lagi membelah diri,tapi bertambah besar.
3. Zona Hypertrophy : sel –sel membesar dan bervakuola.
4. Zona Kalsifikasi : matriks cartílago mengalami kalsifikasi.
5. Zona Degenerasi : sel – sel cartílago berdegenerasi diikuti oleh terbukanya lacuna sehingga
terbentuk trabekula.
Karena masuknya pembuluh darah, maka pada permukaan trabekula di daerah ke arah
diaphysis diletakan sel-sel yang akan berubah menjadi osteoblas yang selanjutnya akan
melanjutkan penulangan. Dalam proses pertumbuhan discus epiphysealis akan semakin menipis,
sehingga akhirnya pada orang yang telah berhenti pertumbuhan memanjangnya sudah tidak
deketemukan lagi.

PEMBESARAN DIAMETER TULANG PIPA


Pertumbuhan tulang pipa selain memanjang melalui discus epiphysealis juga mengalami
pertambahan diameter dengan cara pertambahan jeringan tulang melalui penulangan oleh
periosteum lapisan dalam yang dibarengi dengan pengikisan jaringan tulang dari permukaan
dalamnya. Dengan adanya proses pengikisan jaringan tulang ini, walau pun diameter tulang
bertambah namun ketebalannya tetap dipertahankan. Hal ini penting,karena tanpa pengikisan,berat
tulang akan bertambah terus sehingga mengganggu fungsinya.5

PERBAIKAN PATAH TULANG


Jika terjadi patah tulang, maka kerusakan akan menyebabkan perdarahan yang biasanya
akan diikuti oleh pembekuan. Kerusakan juga menyebabkan kerusakan matriks dan sel-sel tulang
di dekat garis patah. Awal dari proses perbaikan tulang dimulai dengan pembersihan dari bekuan
darah, sisa – sisa sel dan matriks yang rusak. Periosteum dan endosteum disekitar tulang yang
patah menanggapi dengan meningkatnya proliferasi fibroblast sehingga terbentuklah jaringan
seluler disekitar garis patah dan di antara ujung – ujung tulang yang terpisah. Pembentukan tulang
baru berlangsung melalui penulangan enkhondral dan desmal secara simultan. Untuk penulangan

8
enkhondral didahului dengan terbentuknya kartilago hialin yang berasal dari perubahan jaringan
granulasi sebagai hasil proliferasi fibroblast. Celah fragmen tulang sekarang diisi oleh jaringan
kartilago yang merupakan kalus. Jaringan tulang baru mengisi celah diantara fragmen tulang
membentuk kalus tulang dan menggantikan kalus kartilago. Sel – sel osteoprogenitor dari
periosteum dan endosteum akan menjadi osteoblas sehingga di daerah tersebut terjadi penulangan
desmal. Penulangan enkhondral berlangsung sebagai trabekula dalam jaringan kartilago yang
merupakan jaringan penopang sementara dalam perbaikan patah tulang. Tekanan pada tulang
selama proses penyembuhan menyebabkan perbaikan bentuk tulang ke bentuk asalnya sehingga
benjolan kalus akhirnya akan lenyap melalui resorpsi.5
Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang
berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk perubahan
mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai suatu organ biokimia utama tulang.
Komposisi tulang terdiri atas: substansi organik (35%), substansi anorganik (45%), air (20%).
Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organik intraseluler atau matriks
kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%), sedangkan sisanya adalah asam
hialuronat dan kondrotin asam sulfur. Substansi anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfor
dan sisanya oleh magnesium, sodium, hidroksil, karbonat, dan fluorida. Enzim tulang adalah alkali
fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai peranan penting
dalam produksi organik matriks sebelum terjadi kalsifikasi.5

II.2. Definisi Fibrous Dysplasia


Fibrous dysplasia merupakan suatu kondisi patologis jinak pada tulang dan sering
dijumpai pada berbagai jenis tulang. Pada kebanyakan kasus, lesi ini sering dijumpai pada masa
anak-anak dan dewasa muda tetapi jarang mendapat perhatian sampai kemudian pasien
menyadarinya. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan lesi yang berjalan lambat dan tanpa
keluhan. Pada tahun 1938 Lichenstein memperkenalkan istilah fibrous dysplasia dan menemukan
bahwa fibrous dysplasia dapat terjadi pada satu atau beberapa tulang1.

Monostotik fibrous dysplasia merupakan bentuk penyakit fibrous dysplasia yang hanya
melibatkan satu bagian tunggal tulang. Kelainan ini dimulai pada masa anak-anak kemudian
mengalami pertambahan ossifikasi dan tertahan pada masa dewasa, lebih dari 80% kasus yang

9
ada merupakan kasus monostotik fibrous dysplasia. Monostotik fibrous dysplasia secara umum
menunjukkan distribusi yang sama pada kedua jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Monostotik
fibrous dysplasia meskipun tidak begitu parah dibandingkan poliostotik fibrous dysplasia namun
lebih besar mendapatkan perhatian dokter karena sering dijumpai1. Fibrous dysplasia dapat juga
merupakan komplikasi dari fraktur yang patologis dan oleh akibat suatu degenerasi
maligna(jarang).Selain itu, penyakit ini juga dapat berasosisasi dengan kista aneurysmal.

II.3. Epidemiologi

Penyakit fibrous dysplasia mewakili sekitar 5% dari lesi tulang jinak penyakit ini
tidak mempunyai predileksi ras yang spesifik, dapat mengenai semua ras manusia. Angka
kejadian pada laki-laki dan perempuan adalah sama. Manifestasi awal dari fibrous
dysplasiaseringnya ditemukan pada usia 3-15 tahun. Dua per tiga pasien dengan tipe
poliostotik tidak bergejala sebelum usia 10 tahun. Pada tipe monoostotik pada usia 20
sampai 30 tahun sering belum bergejala1,6

II.4. Etiologi

Etiologi fibrous dysplasia belumjelas diketahui, namun dari beberapa literatur


menjelaskan bahwa lesi fibrous dysplasia sebagai pertumbuhan yang abnormal dan merupakan

10
penyakit asimptomatik yang dijumpai secara tidak sengaja pada suatu pemeriksaan radiologi atau
ketika terjadi komplikasi berikutnya.

Eugene Braunwald (1987) menyatakan dasar kelainan fibrous dysplasiatidak diketahui,


penyakit ini tidak tampak seperti penyakit turunan, meskipun telah dilaporkan mempengaruhi
kembar monozygot. Cardona (1998), penyakit dengan etiologi yang tidak diketahui secara umum
didiagnosis pada masa anak-anak dan atau remaja.Joseph dan James (1989) mengemukakan bahwa
fibrous dysplasiadisebabkanadanya suatu reaksi yang abnormal dari peristiwa traumatik yang
terlokalisasi.

Suatu penelitian menunjukkan bahwa penyakit ini mungkin disebabkan kelainan struktur
kimia protein tulang yang mengakibatkan pembesaran sel-sel yang menghasilkan jaringan
fibrous. Kelainan kimiawi tersebut terjadi karena mutasi struktur gen yangmemproduksi protein.
Fibrous dysplasia mungkin merupakan penyakit kongenital yang berarti individu-individu yang
menderita penyakitini mungkin mengidapnya sejak mereka lahir1,2,7.

II.5 Klasifikasi

Sejak istilah fibrous dysplasia diperkenalkan pertama kali oleh Lichtenstein tahun 1938,
banyak perkembangan klasifikasi berdasarkan kondisi dari penyakit ini, tetapi sejalan dengan
meningkatnya pengetahuan dan pengalaman, kelainan ini dapat diklasifikasikan berdasarkan
jumlah tulang yang terlibat.Fibrous dysplasia bisa muncul hanya pada satu tulang saja (monostotik
dysplasia) ataupun pada beberapa tulang (poliostotik fibrous dysplasia).

Secara umum klasifikasi dari fibrous dysplasiadipakai dengan istilah monoostik dan
poliostotik sebagai bentuk fibrous dysplasiayang berarti melibatkan satu atau lebih tulang.Ada
juga yang membagi klasifikasinya menjadi 3 kategori utama yaitu:

1. monostotik, melibatkan satu bagian tulang


2. poliostatik, mengalami lesi multipel serta melibatkan banyak tulang
3. sindrom McCune Albright, bentuk poliostatik FD yang juga melibatkan abnormalitas
endokrin

Sedangkan Shafer membagi poliostotik fibrous dysplasia atas 2 tipe yaitu:

11
1. Fibrous dysplasia yang meliputi beberapa tulang tetapi kerangka masih normal
dan disertai adalanya lesi pigmentasi pada kulit (café-au-lai-spot) yang disebut
dengan tipe Jaffe
2. Fibrous dysplasia yang meliputi seluruh bagian tulang kerangka dan disamping
adanya lesi pigmentasi pada kulit juga disetai adanya gangguan kelenjar endokrin
yang disebut sebagai sindrome McCune- Albright’s1,2,6,7.

Tipe monoostotik.

Kira-kira 70-80% fibrous dysplasiaadalah monoostotik. Tipe ini sering terjadi pada tulang
iga (28%), femur (23%), tibia atau tulang craniofacial (10-25%), selebihnya pada humerus dan
vertebra. Tipe ini dapat timbul dengan gejala nyeri atau fraktur patologis pada pasien dengan usia
10-70 tahun, tetapi tipe ini sering terjadi pada usia 20-30 tahun. Derajat deformitas tulang tipe
monoostotik lebih ringan dari pada tipe poliostotik1,7.

Tipe poliostotik

Kira-kira 20-30% dari fibrous dysplasiaadalah tipe polioostotik.Fibrous dysplasia tipe


poliostotik sering melibatkan tulang kepala dan wajah, pelvis, vertebra dan sendi bahu. Lokasi
keterlibatan pada femur (91%), tibia (81%), pelvis (78%), costa , tulang kepala dan tulang wajah
(50%), serta pada ekstremitas atas, vertebra lumbal, clavicula dan vertebra cervicaldengan
frekuensi yang rendah. Dysplasia dapat unilateral dan bilateral dan dapat mengenai beberapa
tulang pada ekstremitas tunggal atau kedua ekstremitas tanpa atau dengan keterlibatan tulang
axial. Walaupun variasi poliostotik cenderung dengan distribusi unilateral, keterlibatannya dapat
asimetris dan ke semua tulang ketika penyakit ini bilateral1,7.

II.6 HISTOLOGI

Secara mikroskopis lesi memperlihatkan penggantian tulang normal oleh jaringan


fibrous yang mengandung tulang dan trabekula yang metaplasia. Jaringan fibrous
dysplasiabanyak yang mengandung sel-sel dan memperlihatkan bentuk lingkaran yang berisi
jalinan berkas kolagen yang tebal. Secara tipikal, trabekula tulang yang baru terbentuk tidak
teratur dan berisi susunan tulang berserat kasar dan belum matang dengan jumlah osteoid yang
bermacam-macam.
12
Fibrous dysplasiaterdiri dari beberapa gambaran yaitu seluler, proliferasi fibrous
jaringan penyambung yang berbentuk foci dan ketidakaturan bentuk trabekula tulang yang tidak
matang. Serat kolagen yang lengkap tersusun dalam pola stratified (bentuk bertingkat) dari jalinan
berkas kolagen. Fibroblast memperlihatkan bentuk yang sama, nukleus berbentuk spidel sampai
stellate. Trabekulasi tulang menunjukkan kurangnya aktivitas osteoclast dan kurangnya
osteoblast disekeliling tulang trabekula7.

Photomicrograph dari displasia fibrosa menunjukkan pulau berbentuk tulang yang tidak
teratur dengan stroma latar mononuklear yang hambar.

Fotomikrograf daya menengah Segmen tulang menunjukkan matriks osseous sangat


merah muda yang merupakan bagian dari proses pembentukan tulang.

13
Fotomikrograf daya rendah dari lesi yang lebih matang dari pada pada gambar
sebelumnya menunjukkan pematangan dan penyatuan tulang. Ada higalinisasi lebih jelas dari
stroma yang dapat dilihat pada lesi yang lebih tua. Peradangan juga bisa dicatat.

II.7 Patogenesis

Fibrous dysplasiamerupakan abnormalitas tulang yang biasa timbul pada usia


pertumbuhan dan perkembangan. Dysplasia berarti perkembangan yang abnormal. Kelainan ini
merupakan penyakit tulang dimana lapisan terluar dari tulang menjadi tipis dan bagian dalam
sumsum tulang digantikan jaringan fibrous yang berpasir yang terdiri atas fragmen-fragmen tulang
yang tajam seperti jarum .

Pada fibrous dysplasiaterjadi dysplasia jaringan akut fibrosa yang mengandung trabekula
tulang dengan karakteristik seperti pusaran dari sel spindel, fokal kalsifikasi dari woven
bone.Gambaran ini disebut Chinese Character.Pada tulang yang telah matang terlihat serat
kolagen yang terangkai seperti selendang yang disebut lamellae.

Pada fibrous dysplasia, tulang bagian medulla digantikan oleh jaringan fibrosa, dimana
akan tampak radiolusen pada pemeriksaan rontgen. Trabekula dari woven bone mengandung kista
terisi cairan yang ditempeli matriks jaringan ikat kolagen , yang akan menampakkan gambaran
pengabutan dari tulang1,7.

14
Penyakit ini umumnya jelas kelihatan pada masa kanak-kanak , bisa muncul hanya pada
satu tulang saja (monostotik dysplasia) ataupun pada beberapa tulang (poliostotik fibrous
dysplasia). Selanjutnya sering ditemukan saat terjadinya fraktur tulang akibat trauma minor.
Sayangnya , fraktur yangdiakibatkan oleh tulang yang dysplasia tidak dapat sembuh secara
sempurna jika jaringan fibrous ini tidak diatasi secara operasional. Kelainan yang terjadi
merupakan tumor tulang benigna yang akan terus tumbuh sampai masa remaja sempurna. Setelah
terjadi pertumbuhan sempurna, perkembangan abnormalitas ini akan terhenti, tetapi penderita
akan memiliki satu atau lebih tulang yang tidak kuat atau lemah1,2.

II.8 Gambaran Klinik4,5,6


Meskipun pasien dengan fibrous dysplasiadapat terjadi pada semua usia, tetapi secara
khusus adalah pada usia muda dekade 1 dan 2. 75% dari pasien muncul sebelum usia 30 tahun.
Pasien-pasien dengan Fibrous dysplasia yang kecil dan monostotik dapat asimptomatik, dengan
abnormalitas tulang teridentifikasi indental saat pemeriksaan radiologis untuk indikasi yang tak
berhubungan. Ketika gejala-gejala tampak maka akan tidak spesifik antara lain nyeri, bengkak
yang dapat juga muncul pada beberapa penyakit tulang yang lainnya1,2,6,7

II. 9 GAMBARAN RADIOLOGIS

Secara umum pemeriksaan foto polos fibrous dysplasiapada tulang memberikan


gambaran yang bervariasi, tergantung pada tahap dari penyakit serta mempunyai gambaran yang
radiolusen sampai massa radiopaque yang padat.Secara klasiknya lesi fibrous dysplasiaadalah
intramedulla, ekspansil dan berbatas tegas, walaupun kadang-kadang ada “endosteal scalloping”,
kontur kortex halus tetap ada. Lesi memperlihatkan derajat densitas pengkabutan (hazy) dengan
gambaran ground glass, meskipun beberapa tampak sebagai lusensi komplit atau sklerotik8.

15
Gambar. Fibrous dysplasia pada diaphysis distal radius. Pada foto didapat gambaran les
medulla, dengan tepi sklerotik tipis.peningkatan densitas radiografi pada bagian proximal
menggambarkan peningkatan jumlah mineralisasi woven bone (ground glass appearance).

Pada fibrous dysplasiaterdapat tiga tahap gambaran radiografi yang bisa dilihat.
Gambaran yang pertama yaitu lesi biasanya berupa gambaran radiolusen kecil yang unilokular
ataupun radiolusen yang multilokular. Kedua bentuk ini masih mempunyai batas yang jelas dan
masih terdiri atas jaringan tulang trabekular yang baik. Gambaran klinis pada tahap ini jarang
sekali terlihat karena masih berupa tahap permulaan terjadinya penyakit.

Gambaran kedua yaitu berupa gambaran yang secara berangsur-angsur menjadi opaque.
Gambaran ini disebut dengan gambaran “ground glass”, “orange peel” atau “finger print” dengan
batas yang tidak begitu jelas. Gambaran ini terjadi karena terbentuknya spikula tulang yang baru
secara tidak teratur, tampak scalloping endosteal.Pada gambaran ketiga lesi ini semakin menjadi
opaque seiring dengan bertambahnya umur dan matangnya lesi (terdapat matriks kalsifikasi).

16
Gambar .Radiografi periapikal menunjukkan gambaran orange peel pada maksila.

Gambar . Radiografi periapikal menunjukkan gambaran finger print pada mandibula.

Ada empat lesiyang tampak dengan tampilan bervariasi sehingga lesi-lesi tersebut dapat
tampak sebagai “look like anything”yaitu fibrous dysplasia, metastase kanker, infeksi dan tumor
chondroids,. Pada beberapa tahun belakangan lesi ke 5 yakni eosinohilic granuloma ditambahkan.
Sehingga lesi-lesi tersebut dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa bandingnya8,9.

17
CT dan MRI berguna untuk mengevaluasi komponen soft tissue dan perluasan suatu
lesi. Gambaran karakteristik MRI fibrous dysplasiaadalah bervariasi, secara tipikal
memperlihatkan intensitas signal rendah sampai intermediat pada T-1 weighted, intermediate
sampai tinggi pada T-2 weighted dan tampak penyangatan heterogen setelah pemberian kontras
gadolinium. Sedang pada gambaran CT dapat ditemui gambaran opasitas “ground glass”, dengan
batas yang tegas, ditemui gambaran ekspansi tulang dengan tulang yang masih intak, dapat ditemui
gambaran sklerotik yang homogen dan lesi kistik serta “endosteal scalloping” (jarang)6,8,10.

Gambar. CT scan aksial pada anak berusia 11 tahun.dengan gambaran “Ground glass” yang
khas

18
Gambar. Citra CT scan menunjukkan anterior poros femoral dan lesi radiolusen lesi diaphyseal
panjang dengan remodeling dan endosteal scalloping dengan penampilan " Ground glass " yang
kabur dan beberapa matriks pengapuran secara fokal.

Gambar. CT Scan tomografi aksial menunjukkan kista tulang aneurisma tulang temporal
(panah).
19
Pada tulang panjang dan tubuler

Gambaran fibrous dysplasiatermasuk lesi lusen di diaphysis atau metafisis, dengan


endosteal scalloping dan dengan atau tanpa ekspansi tulang dan tidak adanya periosteal reaction.
Sering matriks lusensi relatif homogen dan halus, secara klasik, temuan ini digambarkan sebagai
ground glass appearance. Area sklerosis yang irreguler dapat muncul dengan atau tanpa
kalsifikasi. Lesi lusen mempunyai batas sklerotik tebal dan disebut dengan “rind sign”. Lesi dapat
meluas ke ephyphisis hanya setelah fusi.Fusi yang prematur dari pusat ossifikasi dapat terjadi,
menimbulkan dwarfism dewasa. Tulang displatik dapat mengalami kalsifikasi dan pembentukan
tulang endochondral1,8,11.

Pada tulang kepala dan wajah

Tulang frontal lebih sering terkena dari pada tulang sphenoid, dengan hilangnya sinus
sphenoidalis dan frontal.Basis tulang kepala dapat sklerotik.Lesi radiolusen atau lesi sklerotik pada
tulang kepala dan wajah, dapat soliter atau multipel, simetris atau tidak simetris dapat muncul.
Protuberansia occipitalis eksterna dapat prominen, tetapi gambaran ini dapat pula terjadi pada
paget disease, neurofibromatosis dan meningioma. Keterlibatan maxilla dan mandibula
mempunyai pola campuran radiolusen dan radioopak, dengan pergeseran gigi dan distorsi cavum
nasal. Ruang diploe melebar dengan pergeseran tabula eksterna. Tabula interna dari tulang kepala
tetap bertahan pada fibrous dysplasia, tidak seperti pada paget disease. Lusensi calvaria kistik,
sering melewati sutura dengan batas sklerotik dapat menyerupai gambaran donut1,12,13.

Pelvis dan costa

Pada tulang-tulang ini terdapat gambaran lusensi, dengan suatu gambaran ground glass
difus dan rind lesi, lesi kistik juga sering tampak.Protusio acetabulum tampak pada radiografi
pelvis

Tulang belakang

Keterlibatan tulang sering terjadi pada poliostotik dan jarang pada monoostotik. Lesi
radiolusen , ekspansil, berbatas tegas, dengan septa internal multipel atau gambaran striae terlihat
pada corpus vertebra dan kadang pada arcus dan pedikel. Deformitas kyphosis dan kompresi

20
medulla spinalis dapat terjadi. Pembengkakan jaringan lunak paraspinal dan kolaps vertebral
adalah jarang1.

II.10 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik diagnostik, dan
pemeriksaan penunjang radiologis.Pemeriksaan radiologi polos merupakan pemeriksaan pertama
yang sering dilakukan.Pemeriksaan histopatologi akan memastikan diagnosis fibrous
dysplasia.Penegakan diagnosis yang benar merupakan tanggung jawab bersama antara klinik dan
spesialis radiologi yang menemukan lesi di dalam tulang dan antara spesialis bedah orthopedi
yang harus mendapatkan jaringan biopsi dengan spesialis patologi yang menafsirkannya14.

II.11 Diagnosa Banding Klinis


Diagnosis banding pada masa akut adalah demam reumatik dan selulitis. Pada demam
reumatik, nyeri cenderung berpindah dari satu sendi ke sendi lainnya. Bisa terdapat carditis, nodul-
nodul rematik, atau erythema marginatum. Pada selulitis, terdapat kemerahan superfisial yang
melebar, terjadi limfangitis. Arthritis supuratif akut dibedakan dari osteomielitis hematogen akut
berdasarkan adanya nyeri yang difus , dan semua pergerakan sendi terbatas karena adanya spasme
otot. Pada Gaucher’s Disease. Pseudo-osteitis dapat timbul dengan manifestasi klinis yang sangat
mirip dengan osteomielitis. Diagnosis ditegakkan terutama dengan adanya pambesaran hati dan
lien.

II.12 Diagnosa Banding Radiologi9,10


Lesi yang serupa dengan fibrous dysplasia adalah ossfying fibroma dan non ossfying
fibroma. Selain itu, secara klinis dan radiografi fibrousdysplasiajuga dapat menyerupai paget’s
disease ataupun brown tumor of hiperparatiroidism. Perbedaannya dapat diketahui berdasarkan
kombinasi dari gambaran klinis, gambaran radiografi dan gambaran histologis.Simple bone cyst
pun kadang dapat menyerupai fibrous dysplasia.

21
Gambar .X-ray of nonossifying fibroma distal tibia.

Gambar. Tampilan orthopantomograph menunjukkan lesi radiopakradiolusen pada ossifying


fibroma

22
Gambar. Radiografi anteroposterior pinggul pada pasien dengan penyakit Paget
menunjukkan sklerosis padat yang melibatkan kepala dan leher femoral (panah). Ini adalah area
berisiko tinggi untuk fraktur insufisiensi.

Gambar. radiografi femur kiri menunjukkan lesi litik kepala femoralis dan daerah
leher yang merupakan brown tumor (panah).
23
Secara histologis, ossifying fibroma dapat dikarakteristikkan dengan adanya
penggabungan tulang lamellar yangmatang dan fibrous stroma, sedangkan pada fibrous
dysplasiaterdapat woven bone yang tidak matang. Pada ossifying fibroma, komponen tulang
dikelilingi oleh osteoblast sedangkan pada fibrous dysplasiakomponen tulang dikelilingi oleh
osteoblast yang tidak normal secara radiografi ossifying fibroma akan tampak lebih radiolusen dan
memiliki batas yang lebih jelas.Fibrous dysplasiadan dapat menyebabkan ekspansi tulang.
Ternyata yang membedakannya adalah paget’s disease menyerang pada kelompok umur yang
lebih tua2,6,8,15.

II. 13 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada osteomyelitis adalah: 5,6
- Septikemia
- Dengan makin tersedianya obat-obatan antibiotik yang memadai, kematian akibat septikemia
pada saat ini jarang ditemukan.
- Kematian tulang (osteonekrosis)
Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang, menyebabkan kematian
tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas, kemungkinan harus diamputasi untuk
mencegah terjadinya penyebaran infeksi.
- Arthritis septic
Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias menyebar ke dalam sendi di dekatnya.
- Artritis Supuratif
Artritis Supuratif dapat terjadai pada bayi muda karena lempeng epifisis bayi yang bertindak
sebagai barier belum berfungsi dengan baik. Komplikasi terutama terjadi pada osteomielitis
hematogen akut di daerah metafisis yang bersifat intra-kapsuler misalnya pada sendi panggul
atau melalui infeksi metastatik.
- Gangguan Pertumbuhan
Osteomielitis hematogen akut pada bayi dapat menyebabkan kerusakan lempeng epifsisis yang
menyebabkan gangguan pertumbuhan, sehingga tulang yang terkena akan menjadi lebih
pendek. Pada anak yang lebih besar akan terjadi hiperemi pada daerah metafisis yang
merupakan stimulasi bagi tulang untuk bertumbuh. Pada keadaan ini tulang bertumbuh lebih

24
cepat dan menyebabkan terjadinya pemanjangan tulang
- Osteomielitis Kronik
Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak dilakukan, maka osteomielitis akut akan berlanjut
menjadi osteomielitis kronik
- Fraktur Patologis
- Ankilosis
- Abses Tulang
- Kanker kulit
- Selulitis

II. 14 Tata Laksana


Fibrous dysplasia adalah kelainan kronik yang sering berkembang progresif. Walaupun lesi
tersebut dapat stabil dan berhenti berkembang, lesi tersebut tidak dapat menghilang sempurna.
Lesi pada tipe poliostotik dan pada anak yang sedang tumbuh-kembang dapat berkembang dengan
cepat.

Penanganan fibrous dysplasia pada tulang dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi non bedah
dan terapi bedah.Pada terapi non bedah dapat diobservasi dan dengan pemberian obat. Pada
observasi daerah yang terkena fibrous displasia yang tidak bergejala diobservasi dalam periode
tertentu dengan foto rontgen dan tidak diterapi jika lesi tersebut tidak berkembang progresif. Brace
dapat digunakan untuk mencegah fraktur, tetapi tidak efektif untuk mencegah deformitas.
Pemberian obat seperti bisphospnate diberikan untuk mengurangi aktivitas sel-sel yang merusak
tulang. Pemberian analgetik dapat mengurangi sakit pada tulang.

Penanganan bedah cukup sering dilakukan pada pengananan fibrous dysplasia. Temuan
berikut dapat merupakan indikasi penanganan bedah yakni ; lesi bergejala yang tidak responsif
pada penanganan non bedah, fraktur kominutif, fissura pada tulang yang tidak membaik dengan
pemasangan cast atau brace, deformitas yang progresif, timbulnya lesi maligna, dan tujuan untuk
mencegah lesi lebih besar yang dapat menyebabkan fraktur1,2 .

25
II.15 Prognosis
Prognosis penyakit fibrous dysplasia adalah baik, umumnya tidak menimbulkan
kematian.Lesi fibrous dysplasia tidak berkembang bila terjadi pada sebelum pubertas.Disebutkan
ada kemungkinan berdegenerasi maligna pada kurang lebih 1% kasus.Pada kasus yang ringan
jarang membutuhkan terapi bedah. Pada kasus poliostotik dan yang mengenai tulang maxilla facial
akan membutuhkan penanganan yang lebih khusus1.

26
BAB III
KESIMPULAN

Fibrous Dysplasia adalah suatu kelainan tulang yang bersifat jinak, bukan merupakan suatu
keganasan. Lesi yang muncul dapat berupa monoostotik (menyerang satu tulang) maupun
poliostotik (beberapa tulang) dan menyerang anak anak dan remaja. Dari segi progresifitas
biasanya berkembang lambat.
Secara klinis Fibrous Dysplasia dapat menimbulkan gejala berupa nyeri hingga fraktur
patologis akibat kerapuhan struktur tulang. Sedangkan pada kasus lainnya, gejala yang muncul
minimal bahkan bisa ditemui hanya deformitas minimal tanpa ada keluhan lain.
Fibrous dysplasia dapat didiagnosa melalui pemeriksaan radiologis walaupun tampilannya
dapat berfariasi dan mirip dengan beberapa kalainan lain. Namun diagnosis dapat ditegakkan
dengan melihan lokasi, usia pasien serta bantuan pemeriksaan diagnostik lain seperti Bone
Skintigrafi.
Tatalaksana sendiri dapat dilakukan tindakan non bedah dengan melakukan observasi
berkala dan pemberian obat obatan untuk menekan pertumbuhan lesi dan pemberian analgetik jika
ditemui nyeri. Sedangkan tindakan bedah dilakukan untuk penanganan lesi yang progresif,
menimbulkan deformitas yang jelas, fraktur patologis maupun gejala klinis yang sangat
mengganggu.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Anand, M K N. Fibrous Dysplasia. http://emedicine.medscape.com.Update : 29 Juli 2017.

2. Anonymous. Fibrous Dysplasia dalamhttp://AAOS.com.Accesson : 29-05-2018.

3. Fizpatrick, K A. Taljanic , M S. Speer, D P. Imaging Findings of Fibrous Dysplasia


withHistopathologic and Intraoperative Correlation. AJR 2014;182:1389-1398.
4. Ganong, W F. Kontrol Hormonal Metabolisme Kalsium dan Fisiologi Tulang dalam Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. Penerbit EGC.2015 halaman 398-410.

5. Guyton, A C. Hormon Paratiroid, Kalsitonin, Metabolisme Kalsium dan Fosfat, Vitamin


D, tulang dan Gigi dalam Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi III. Penerbit
EGC.2012 halaman 711-727.

6. Anonymous. Fibrous Dysplasia .http://radiopaedia.org. access on : 29-05-2018

7. Kransdorf, M J. Moser, R P. Gilkey, F W. Fibrous Dysplasia. Radiographics 2016;10:519-


537.

8. Fitzpatrick, K A. Taljanovic, M S. Speer, D P. et al. Imaging Findings of Fibrous Dysplasia


with Histopathologic and Intraoperative Correlation. AJR 2014;182:1389-1398.

9. Sanders, T G. Parsons, T W. Radiographics Imaging of Musculoskeletal Neoplasia. Cancer


Control. May/June 2015, vol.8.No3.

10. Won, H J. Kyu, H C. Bo, Y C. Jeong, M P. Kyung , S S. Fibrous Dysplasia : MR imaging


Characteristic with radiopathologic Correlation. AJR 2016;167:1523-1527.

11. Harris, W H. Dudley, H R. Barry, R J. The Natural of Fibrous Dysplasia: An Orthopaedic,


Pathological, and Roentgenography Study.J Bone Joint Surg Am.2012:207-233.

12. Lustig, L R. Holliday, M J. McCarthy, E F. Nager, G T. Fibrous Dysplasia Involving the


Skull Base and Temporal Bone. Arc Otolaryngol Head Neck Surg 2016;127:1239-1247.

28
13. Macdonald , D. Jankowski. Fibrous Dysplasia : a Systemic Review. Dentomaxillofacial
Radiology 2016:38:196-215.

14. Budyatmoko, B. Pencitraan pada Tumor Muskuloskeletal dalam NeoplasmaTulang:


Diagnosis dan Terapi. PT Galaxy Puspa Mega. 2015. Hal 5-15.

15. Levine, S M. Lambiase, R E. Petchprapa, C N. Cortical lesions of the Tibia: Characteristic


Appearance at Conventional Radiography.Radiographics 2015;23:157-177.

16. Bloem , J L. Van der Heul, R O. Schuttevaer, H M. Kuipers , D. Fibrous Dysplasia VS


Adamantinoma of the Tibia:Differentiation Based on Analysis of Clinical and Plain
Findings. AJR 2011:156;1017-1023.

17. Van der Woude, H J. Smithuis, R. Bone Tumor-Differential Diagnosis.


http://www.radiologyassistant.nl. Accesson : 29-05-2018.

18. Kmliau. Lytic Bone Lesion .http://www.squidoo.com/lyticbone. Accesson : 29-05-2018.

19. Anonymous. Non-ossifying Fibroma dalam http://radiopaedia.org. Accesson : 29-05-2018.

20. Anonymous. Ossfying Fibroma dalam http://radiopaedia.org. Accesson : 29-05-2018.

29

S-ar putea să vă placă și