Sunteți pe pagina 1din 19

A.

LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Children maltreatment atau penganiayaan anak adalah artian luas dari
kekerasan pengabaian fisik yang disengaja, kekerasan dan pengabaian secara
emosi dan kekerasan dan pengabaian secara seksual yang dilakukan oleh
orang dewasa. Hal ini merupakan suatu masalah yang sangat signifikan yang
memengaruhi anak-anak. Kekerasan orang tua kepada anak menjadi salah
satu jenis penganiayaan di keluarga. Kekerasan antara suami dan istri juga
bisa terjadi. Kekerasan dalam keluarga meningkatkan resiko dari physical
dan sexual abuse di kalangan anak muda yang meninggalkan rumah mereka
untuk menghindari penganiayaan. Ironisnya, mereka yang dalam masa
pelarian seringkali mengalami abuse saat mereka mencoba untuk bebas dari
hal itu.
Neglect biasanya lebih mengarah kepada penghilangan daripada
perusakan, yang berasal dari tindakan langsung atau kebiasaan yang
memiliki efek merusak atau mengganggu perkembangan dan psikologi anak.
Hal ini bisa dianggap sebagai kegagalan dari orang tua atau orang lain yang
bertanggung jawab secara legal atas kesejahteraan untuk menyediakan
kebutuhan dasar dan level perawatan yang adekuat. (Council On Scientific
Affair, 1985).
Tidak seperti penelitian physical abuse, menurut penelitian kecil tentang
etiologi neglect, walaupun banyak faktor resiko yang terindetifikasi dengan
physical abuse yang ada pada tindangan neglect. Contohnya, orang tua yang
melakukan pengabaian memiliki sedikit pengetahuan tentang keahlian
sebagai orang tua. Orang tua mungkin tidak sadar jika bayi harus diberi
makan setiap 3 sampai 4 jam, ibu tidak bisa memasak makanan, atau tidak
tahu tentang kandungan nutrisi sebuah makanan. Masalah serius karena
kurangnya pengetahuan adalah gagalnya menyadari pemeliharaan emosional
adalah kebutuhan dasar anak-anak.
Abuse, Abuse fisik adalah hal yang sangat diperhatikan daripada kasus
maltreatment pada anak yang lain. Child abuse adalah suatu kelalaian
tindakan atau perbuatan orangtua atau orang yang merawat anak yang
mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik, perkembangan
emosional, dan perkembangan anak secara umum.
Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare
memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental,
kekerasan seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun
yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan anak terancam.

1. Klasifikasi Child Neglect dan Abuse


Bentuk neglect bisa bermacam-macam, bisa dispesifikan menjadi
maltreatment terhadap fisik dan emosi. Physical neglect mencakup
perampasan kebutuhan, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal,
pengawasan, pengobatan, dan pendidikan.
Physical Abuse, Cedera yang dialami oleh seorang anak bukan karena
kecelakaan atau tindakan yang dapat menyebabkan cedera serius pada anak,
atau dapat juga diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pengasuh
sehingga mencederai anak. Biasanya berupa luka memar, luka bakar atau
cedera di kepala atau lengan.
Indikator fisik – luka memar, gigitan manusia, patah tulang, rambut yang
tercabut, cakaran. Indikator perilaku – waspada saat bertemu degan orang
dewasa, berperilaku ekstrem seperti agresif atau menyendiri, takut pada
orang tua, takut untuk pulang ke rumah, menipu, berbohong, mencuri.

Gambar 1. Memar Abnormal Gambar 2. Luka Bakar


Gambar 3. Trauma Gigitan

Emotional Neglect secara umum mengarah pada kegagalan menyadari


kebutuhan kasih sayang, perhatian, dan emosional dari seorang anak.
Penjagaan yang berlebihan atau overprotection juga termasuk dalam
emotional neglect, karena ini termasuk perampasan terhadap kesempatan
anak untuk mengembangkan potensi mereka secara maksimal. (Synder,
Hampton, dan Newberger, 1983). Hal ini ditandai dengan kecaman atau
kata-kata yang merendahkan anak dan tidak mengakui sebagai anak.
Tindakan ini biasanya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain, seperti
penganiayaan seksual melalui pendekatan persuasif. Paksaan pada seorang
anak untuk mengajak berperilaku atau mengadakan kegiatan seksual yang
nyata, sehingga menggambarkan kegiatan seperti: aktivitas seksual (oral
genital, genital, anal, atau sodomi) termasuk incest.
Emotional abuse memiliki aspek yang lebih sulit untuk digambarkan
tapi, berdasarkan hal yang dilakukan orang dewasa terhadap pengembangan
diri dan kecakapan sosial anak ; hal tersebut berpola pada perilaku perusakan
secara fisik. Abuse ada beberapa macam bentuk : penolakan, mengasingkan,
meneror, mengabaikan, merusak anak anak (Garbarino, Guttman, dan
Seeley, 1968). Hal tersebut akan membuat anak merasa dirinya tidak
dicintai, atau merasa buruk atau tidak bernilai. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan mental, fisik, sosial, dan emosional anak. Indikator fisik– kelainan
bicara, gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan.
Indikator perilaku – kelainan kebiasaan (menghisap, mengigit, atau
memukul-mukul).
Sexual Abuse, termasuk menggunakan anak untuk tindakan sexual,
mengambil gambar pornografi anak-anak, atau aktifitas sexual lainnya
kepada anak. Indikator fisik , kesulitan untuk berjalan atau duduk, adanya
noda atau darah di baju dalam, nyeri atau gatal di area genital, memar atau
perdarahan di area genital / rektal, berpenyakit kelamin.

Gambar 5. Cedera Pada Genetalia Laki – laki

Gambar 6. Cedera Pada Genetalia Perempuan

Indikator kebiasaan pengetahuan tentang seksual atau sentuhan seksual


yang tidak sesuai dengan usia, perubahan pada penampilan, kurang bergaul
dengan teman sebaya, tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan fisik,
berperilaku permisif atau berperilaku yang menggairahkan, penurunan
keinginan untuk sekolah, gangguan tidur, perilaku regresif (misal: ngompol).
2. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari Child Abuse tidak diketahui, tapi ada tiga kriteria
besar yaitu, karakteristik orang tua, karakteristik anak, dan karakteristik
lingkungan. Tiga hal tersebut terlihat memengaruhi anak-anak secara fisik
yang dilakukan orang tua atau pengasuh mereka.
Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang
menyebabkan child abuse, yaitu:
1. Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Orang tua
yang memiliki kelainan mental, atau kurang kontrol diri daripada orang lain,
atau orang tua tidak memahami tumbuh kembang anak, sehingga mereka
memiliki harapan yang tidak sesuai dengan keadaan anak. Dapat juga orang
tua terisolasi dari keluarga yang lain, bisa isolasi sosial atau karena letak
rumah yang saling berjauhan dari rumah lain, sehingga tidak ada orang lain
yang dapat memberikan support kepadanya.
2. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak
lain. Hal ini dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang
tidak direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang
lain yang tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta
anak dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada anak BBLR saat bayi
dilahirkan, mereka harus berpisah untuk beberapa lama, padahal pada
beberapa hari inilah normal bonding akan terjalin.
3. Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi
tidak terlalu berpengaruh jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian
yag sering terjadi misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya
anak yang sakit, adanya tagihan, dll. Kejadian tersebut akan membawa
pengaruh yang lebih besar bila tidak ada orang lain yang menguatkan dirinya
di sekitarnya Karena stress dapat terjadi pada siapa saja, baik yang
mempunyai tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah, maka child
abuse dapat terjadi pada semua tingkatan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mendapatkan perlakuan
abuse dan neglect, yaitu :

1. Stress yang berasal dari anak.


a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi
fisik anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat
adalah anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan
berbeda dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental
sehingga anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi
dengan lingkungan di sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah
cenderung mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak
yang memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang
memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan
dengan anak bertemperamen lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak
sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan
bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar
disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati
dari hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan
emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.

2. Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor
terkuat yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua
faktor ini berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun
akan dilakukan oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya
termasuk harus mengorbankan keluarga.
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini
juga berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab
lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk
kepribadian dan tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak
akan kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan
munculnya perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan
apa yang diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah
mental, dsb.

3. Stress berasal dari orang tua,


a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan
kekerasan, sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu
mengecewakan orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami
perlakuan salah pada masa kecil akan melakukan hal yang sama terhadap
orang lain atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang
pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis
akan membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak
mampu memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung
menjadikan anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan
tindakan kekerasan
3. PATOFISIOLOGI
Faktor sosiokultural
 Norma atau nilai yang ada di masyarakat
 Hubungan antar manusia
 Kemajuan zaman : pendidikan, hukum,
hiburan, olahraga, kesehatan

Stress berasal dari anak Stress dari keluarga stress dari orang tua

Fisik berbeda Kemiskinan Rendah diri


Mental berbeda Pengangguran Waktu kecil
mendapat perlakuan salah
Temperamen berbeda Mobilitas,
Depresi
Tingkah laku berbeda Isolasi,
Harapan pada anak yang
Anak angkat Perumahan tidak memadai
tidak realistis
Hubungan orang tua anak
Kelainan
Stres prenatal, karakter/gangguan jiwa

Anak yang tidak diharapkan


Premature
Perceraian

Situasi Pencetus:
 Disiplin
 Konflik keluarga atau
pertengkaran
 Masalah keluarga

Sikap/perbuatan yang keliru :

 Penganiayaan
 Ketidakmampuan
merawat
 Peracunan
 Terror mental
4. MANIFESTASI KLINIS
Physical neglect
a. Efek pada fisik anak
- Gagal tumbuh
- Tanda malnutrisi, seperti ekstremitas yang kurus, (distensi abdomen)
perut membesar karena adanya gas atau cairan yang menumpuk,
kekurangan lemak di daerah subkutan.
- Kurangnya kesadaran akan kebersihan, terutama kebersihan gigi
- Tidak bersihnya dan/atau tidak tepatnya pakaian yang digunakan
- Adanya fakta dari rendahnya perawatan kesehatan, seperti tidak
diberi imunisasi, infeksi yang tidak dirawat, sering demam.
- Seringnya cedera dari rendahnya pengawasan.
b. Efek pada tingkah laku
- Bodoh dan lamban ; terlalu passive atau sering mengantuk
- Tingkahlaku yang buruk, seperti menghisap jari
- Meminta minta atau mencuri makanan
- Sering membolos sekolah
- Pecandu obat-obatan atau alcohol
- Suka merusak atau mencuri dari toko.

Emotional abuse dan neglect


a. Efek pada fisik
- Gagal tumbuh
- Gangguan makan, seperti Rumination Syndrome atau kondisi dimana
individu berulang kali meludahkan (memuntahkan) makana yang
sudah tercerna atau tercerna sebagian dari dalam perut untuk
kemudian dikunyah kembali.
- Mengalami enuresis atau mengompol pada malam hari.
- Gangguan tidur
b. Efek pada tingkah laku
- Kebiasaan buruk seperti mengigiti, memainkanm dan menghisap jari
- Pada masa bayi, tidak pernah tersenyum dan mengalami stranger
anxiety.
- Menarik diri
- Ketakutan yang tidak normal
- Perilaku antisocial, seperti perusakan, mencuri, kekejaman.
- Perilaku yang ekstrim, seperti terlalu menurut dan pasif atau agresif
dan terlalu menuntut.
- Keterlambatan emosional dan perkembangan intelektual, terutama
bahasa
- Percobaan bunuh diri
Physical abuse
a. Efek terhadap fisik
- Memar dan bilur pada wajah, bibir, mulut, punggung, pantat, paha,
atau area dada. Bekas yang ada mengacu pada penggunaan benda
seperti gesper sabuk, tangan, kawat gantungan baju rantai, sendok
kayu, dan bekas cubitan.
- Luka bakar. Di telapak kaki, telapak tangan, punggung, atau pantat.
Dari bekas lukanya diketahui bahwa benda yang digunakan adalah
puntung rokok, garis dalam bekas dicelupkan ke air panas, luka bakar
membentuk tali di pergelangan tangan atau pergelangan kaki. Luka
bakar karena setrika, radiator, atau luka bakar karena kompor
elektrik.
- Patah tulang atau dislokasi. Terdapat pada tulang tengkorak, hidung,
atau struktur wajah.
- Luka terbuka dan luka dikulit karena tergores. Terdapat pada
punggung tangan, kaki, dada, wajah, organ genital bagian luar.
Gejala yang tidak biasa seperti perut yang membengkak, rasa sakit,
dan muntah saat ditinju. Tanda yang terlihat seperti gigitan manusia
atau rambut yang rontok.
- Kimia. Meracuni secara terus menerus, terutama overdosis obat.
Penyakit yang tiba-tiba , seperti hypoglikemi dari pemberian insulin.
b. Efek pada tingkah laku.
- Waspada terhadap kontak fisik dengan orang dewasa
- Ketakutan yang jelas terhadap orang tua atau pulang kerumah
- Reaksi yang tidak tepat terhadap cidera, seperti tidak menangis saat
merasa sakit.
- Tidak adanya reaksi dari kejadian yang menakutkan.
- Diskriminasi dari pertemanan.
- Pertemanan yang sempit
- Berakting diluar tingkah laku, seperti penyerangan untuk menarik
perhatian.
- Tingkah laku menarik diri.
Sexual abuse
a. Efek secara fisik
- Memar, berdarah, luka terbuka, atau iritasi pada organ genital
eksternal, anus, mulut, atau tenggorokaan.
- Pakaian bawah yang sobek, kotor, atau berdarah
- Sakit di bagian saluran kencing atau sakit, bengkak, dan gatal pada
area genital
- Penile Discharge atau cairan yang keluar dari uretra ke penis.
- Vaginitis, kutil kelamin,
- Kesulitan saat berjalan atau duduk
- Bau yang tidak sedap dari kelamin
- Infeksi saluran kencing
- Kehamilan di bawah umur
b. Efek pada tingkah laku
- Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai
dengan umurnya.
- Perubahan yang tiba—tiba seperti anxiety, penurunan berat badan.
- Lari dari rumah
- Usaha bunuh diri
- Tanda gangguan emosi, seperti konsentrasi berkurang, enuresis,
enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
B. ASUHAN KEPERAWATAN

A. BIODATA
I. Biodata Pasien
Nama Pasien : An. P
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Siswa
Alamat : Pleburan, Semarang
Tanggal Masuk : 14 Juli 2018
Jam : 09.00 WIB
Diagnosa Medis : Child Abuse

Identitas Orang tua


Nama Ibu : Ny. B
Tempat / tgl lahir : Jombang / 8 Juni 1993
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Buruh cuci

Nama Ayah : Tn.D


Tempat / tgl lahir : Jombang / 1 Januari 1988
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Pekerja serabutan

Penanggung Jawab
Nama : Ny. J
Hubungan Dengan Pasien : Tetangga klien
Suku/Bangsa : Indonesia
Alamat : Pleburan, Semarang

II. Keluhan Utama

An. P mengeluh kesakitan di daerah perut.

III. Riwayat Keperawatan

a. Riwayat Keperawatan Sekarang


Pada tanggal 14/07/2018 pukul 09.00. WIB. An. P, (12 Th) dibawa ke rumah
sakit oleh tetangganya Tn. X (40 Th), dengan kondisi tubuh yang terluka, adanya
memar di bagian tangan, perut, dan kaki. An. P, mengeluh kesakitan dan terus
meringis sakit pada bagian tubuh yang terluka. Saat di tanya mengenai peristiwa
yang dialami, An. P mengatakan dipukuli oleh orang tua-nya, dan kejadian itu
sudah berlangsung lama. An. P, mengatakan tidak mau pulang ke rumah, karena
takut dimarahi sama orang tuanya. Anak P mengatakan orang tuanya
memukulinya karena setiap yang dia lakukan selalu salah. Tn. X mengatakan
orangtuanya sering memarahi dan memukuli An. P dengan alasan tidak jelas. Tn.
X juga mengatakan bahwa An P tidak pernah bermain dengan anak sebayanya dan
lebih sering menyendiri dan pendiam. An. P mengatakan kalau disekolah dia tidak
memiliki teman untuk bermain.
Ketika dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil TTV sebagai berikut: suhu
37C, nadi: 141 X/mnt teraba kuat, pernapasan: 30 X/ mnt. Pada saat di inspeksi
An. P tampak lemas, pucat, dan gemetar. An. P juga tampak menangis dan
meringis kesakitan. Saat dilakukan anamese klien tampak pendiam dan lebih pasif.

b. Riwayat Keperawatan Dahulu


Pasien belum pernah masuk rumah sakit karena keluhan yang sama.

c. Riwayat Keperawatan Keluarga


Orang tua pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang menular atau penyakit
keturunan. Namun, orang tua memiliki beban stress yang berat akibat ekonomi
keluarga yang kurang.

Genogram

Keterangan:

1. :laki-laki

2. :perempuan

3. :pasien

1. Pola Kesehatan Fungsional

1. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan


Pasien merasa tidak pernah diperhatikan orang tuanya. Saat pasien sakit orang
tuanya hanya menyuruh untuk membeli obat di warung tanpa menyelidiki
lebih jauh apa penyakitnya.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Sebelum sakit : Pasien makan 3 kali sehari, tapi dengan kecukupan gizi yang
kurang. Hanya nasi dan gorengan, atau mi instan. An. P sering jajan
sembarangan
BB sebelum sakit : 25 Kg
Saat sakit/dirawat di rumah sakit : pasien hanya menghabiskan rata-rata ¼
porsi pemberian rumah sakit. Menurut pasien BB turun dari biasanya.
BB saat dirawat: 20 Kg

Intake cairan : sebelum sakit pasien meminum 6-7 +- 1600cc gelas sehari. Saat
di rumah sakit ini pasien mendapat cairan infus +-1000 ml sehari dan minum
air putih 3-4 gelas sehari +- 1000cc. (normalnya dir s, Cuma buat
maintenance)

3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : pasien BAB 1-3 kali dalam sehari, dengan konsistensi
lembek,warna kuning kecoklatan, berbau khas, saat BAB pengasuh pasien
mengatakan tidak ada darah saat bersamaan. Untuk BAK pasien BAK 5-7 kali
dalam hari, konsentrasi encer, warna kuning jernih dan berbau khas urine.
Selama sakit : pasien BAB 1-3 kali dalam sehari, lembek, warna kuning
kecoklatan, berbau khas, saat BAB pengasuh pasien mengatakan tidak ada
darah saat bersamaan dan BAK 3-5x dalam sehari, warna kuning gelap,
konsentrasi encer, serta berbau khas urine.

4. Pola Istirahat Dan Tidur


Sebelum sakit : pasien mengatakan bahwa dia tidur teratur
Selama sakit : pasien mengatakan bahwa ia sulit tidur karena tubuhnya yang
sakit.

5. Pola Aktivitas Dan Latihan


Sebelum sakit : pasien dapat beraktivitas dengan melakukan rutinitas setiap
harinya. Pasien biasa bermain dengan teman-temannya dengan aktif dan ceria.
Selama sakit : pasien hanya mampu melakukan sebagian kegiatan seperti
makan dan minum, tidak melakukan aktivitas yang berat. Mengasingkan diri
dan pasif, tidak memiliki teman bermain.

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan / minum •
Toileting •
Berpakaian •
Mobilisasi ditempat tidur •
Berpindah •
Ambulasi/ROM •
Keterangan:
0 = mandiri
1 = dibantu dengan alat
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu dengan alat dan orang lain
4 = ketergantungan total

6. Pola Peran Dan Hubungan


Sebelum sakit : hubungan pasien dengan orang tua tidak baik. Karena orang
tua sering memarahi dan menyiksa pasien.
Selama sakit : hubungan pasien dengan orang tuanya tidak baik. Karena orang
tua tidak peduli dengan kesehatan pasien dan masih sering memarahi dan
menyiksa pasien.

7. Pola Persepsi Sensori


Sebelum sakit : pasien tampak sadar/ composmetis, bicara dengan normal,
indra penciuman normal, dan pendengarannya berfungsi dengan baik terbukti
dari pasien dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan ketika dilakukan
pengkajian.
Selama sakit : pasien sadar penuh/ composmentis, indra peraba, penciuman,
serta pendengarannya normal.

8. Pola Konsep Diri


a. Body image :pasien mengetahui bahwa saat ini, badannya sedang tidak
sehat
b. Identitas diri :pasien adalah seorang perempuan dan siswa sekolah
dasar
c. Ideal diri :pasien memiliki keinginan untuk segera sembuh dari
kondisinya saat ini agar dapat beraktivitas kembali seperti semula.

9. Pola Mekanisme Koping


Pasien tidak pernah memberitahukan apa pun yang ia rasakan.

10. Pola Nilai Kepercayaan


Sebelum sakit : pasien selalu menjalankan ibadah rutin sebagai orang muslim.
Selama sakit : pasien tetap menjalankan ibadah.

1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 14 Juli 2018

1. Antropometri : berat badan 20 Kg, kurang dari 80% berat tubuh normal.
LLA 10cm, ukuran LLA normal 14cm

2. Kepala : bentuk kepala simetris, tidak terdapat benjolan dan lesi


rambut klien berwarrna hitam dan lembab. Rambut tidak mudah patah.
3. Otot : adanya atrofi otot, sehingga pasien tampak lemah
4. Mata : tidak adanya ikterik pada sclera, konjungtiva anemis,
tidak ada edema palpebra, pupil isokor.
5. Hidung : hidung simetris, tidak ada polip
6. Rongga mulut : mukosa bibir kering, tidak ada karies gigi
7. Telinga :simetris, terdapat serumen berwarna kuning kecoklatan.
8. Leher :tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid maupun
pelebaran, tidak terdapat lesi. Klien tidak memiliki masalah dengan
tenggorokan.
9. Pulmo : bentuk dada normal, tidak ada retraksi otot dada, klien
tidak mengalami sesak napas, dan tidak ada pernapasan cuping hidung.
Pengembangan dada simetris. Suara dada sonor. Bentuk dada normal, iktus
cordis tidak tampak, iktus cordis teraba, perkusi redup, BJ1, BJ2, tidak ada
bunyi jantung 3
10. Abdomen : inspeksi :: memar dan lebam yang meluas di daerah
abdomen
Palpasi : tidak terdapat hepatomegali dan spengomegali
Auskultasi : bising usus 60x per menit.
Perkusi : timpani.
11. Genetalia : tidak mengalami hypospadia dan epispadia
12. Rectum : tidak terdapat tanda-tanda hemoroid.
13. Ekstremitas : atas : kekuatan otot kanan / kiri : 4, ROM ka/ki : pasif,
capillary refile 2 detik.
Bawah : kekuatan otor ka/ki : 4, ROM ka/ki : pasif,
capillary refile : 2 detik.

Pemeriksaan Diagnostik

Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 14 Juli 2018

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


Albumin 3.0 3.5-5.0 g/dL
Kreatinin 0.2 0.4-1.2 mg/dL
Kalsium 6.0 6.7-10.7 mg/dL
Kalium 3.1 3.6-5.8 mEq/L
Hb 8 11.5 %
Eritrosit 3.7 3.8 – 5.2 juta
MCHC 29 32-37 g/dL
MCH 27 27-32 pq
Trombosit 155 150-400 ribu
2. Program Therapy
Tanggal 14 Juli 2018

1. Tindakan preventif untuk tindakan abuse, mengunjungi rumah ibu hamil dan
ibu yang baru melahirkan.
2. Memberitahukan bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anak normal
3. Perawatan kesehatan rutin.
4. Memberitahu keluarga klien jika memiliki gangguan kesehatan langsung
datang ke dokter.

3. Daftar masalah

No Tanggal/Jam Data fokus Diagnosa TTD


1. 14 Juli 2018 DS : Ketidakmampuan
09.00 WIB - Tetangga pasien koping keluarga :
mengatakan bahwa kompromi
pasien sering berhubungan
diabaikan dengan faktor-
- Tetangga pasien faktor yang
mengatakan bahwa menyebabkan
hubungan orang tua child abuse
dan anak tidak baik
DO :
- Pasien terlihat
depresi
2. 14 Juli 2018 DS : Perubahan
09.00 WIB - Tetangga pasien pertumbuhan dan
mengatakan bahwa perkembangan
orang tua pasien anak
tidak peduli dengan berhubungan
kesehatan keluarga dengan tidak
karena kemiskinan adekuatnya
DO : perawatan
- Keluarga pasien
adalah keluarga
yang kekurangan
3. 14 Juli 2018 DS : Resiko perilaku
09.00 WIB - Tetangga pasien kekerasan oleh
mengatakan bahwa anggota keluarga
ia pernah melihat yang lain
orang tua pasien berhubungan
mencubit pasien dengan kelakuan
dengan keras. yang maladaptive.
DO :
- Ada memar
dibagian perut.
Memar bekas
cubitan dan pukulan
4. 14 Juli 2018 DS : Ketidakmampuan
09.00 WIB - Tetangga pasien menjadi orang tua
mengatakan pernah berhubungan
mendengar orang dengan ikatan
tua pasien berbicara keluarga yang
negative tentang terganggu.
pasien
DO :
- Menghukum anak
dengan memukul

4. Intervensi
NO Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi
1. Ketidakmampuan Mekanisme koping 1. Identifikasi faktor-faktor
koping keluarga ; keluarga menjadi yang menyebabkan
kompromi berhubungan efektif rusaknya mekanisme
dengan faktor-faktor koping keluarga, usia
yang menyebabkan orang tua, anak keberapa,
child abuse status sosial ekonomi dan
lainnya.
2. Konsulkan pada pekerja
sosial dan pelayanan
kesehatan pribadi yang
tepat mengenai problem
keluarga, tawarkan terapi
untuk individu atau
keluarga
3. Dorong anak dan keluarga
untuk mengungkapakn
perasaan tentang apa saja
yang mungkin
menyebabkan perilaku
kekerasan.
4. Ajarkan orang tua tentang
perkembangan dan
pertumbuhan anak sesuai
tingkat umur, ajarkan
spesifik dan terapkan
tehnik disiplin.
2. Perubahan pertumbuhan Perkembangan 1. Diskusikan hasil test
dan perkembangan anak kognitif anak, kepada orang tua dan anak.
berhubungan dengan psikomotor dan 2. Melakukan aktifitas antara
tidak adekuatnya psikosial dapat orang tua dan anak seperti
perawatan disesuaikan dengan membaca, bermain, dll
tingkatan umurnya. untuk meningkatkan
perkembangan dari
penurunan kemampuan
kognitif psikomotor dan
psikososial.
3. Tentunkan tahap
perkembangan anak.
4. Libatkan keterlambatan
perkembangan dan
pertumbuhan yang normal.
3. Resiko perilaku Perilaku kekerasan 1. Identifikasi perilaku
kekerasan oleh anggota pada keluarga dapat kekerasan, saat
keluarga yang lain berkurang. menggunakan atau
berhubungan dengan mengkonsumsi alcohol
kelakuan yang atau obat atau saat
maladaptive. menganggur.
2. Selidiki faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku
kekerasan seperti minum
alcohol atau obat-obatan.
3. Laukakn konsuling
kerjasama multidisiplin,
termasuk organisasi
komunitas dan psikologis.
4. Menyarankan keluarga
kepada seorang terapi
keluarga yang tepat.
5. Melaporkan seluruh
kejadian yang actual yang
mungkin terjadi kepada
pejabat berwenang.
4. Ketidak mampuan Perilaku orang tua 1. Diskusikan ikatan yang
menjadi orang tua yang kasar dapat wajar dan perikatan
berhubungan dengan menjadi lebih dengan orang ta yang keras
ikatan keluarga yang efektif 2. Berikan model peranan
terganggu. untuk orang tua
3. Dukung pasien untuk
mendaftarkan dalam kelas
yang mengajarkan keahlian
orang tua tepat
4. Arahkan orang tua ke
pelayanan kesehatan yang
tepat untuk konsultasi dan
intervensi seperlunya.

S-ar putea să vă placă și