Sunteți pe pagina 1din 14

Asuhan Keperawatan Difteri pada Anak

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease).
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang
menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan
faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui
udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin
penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus
difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama
dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak muda.
Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh
karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan
kita.

1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui konsep difteri dan keperawatan difteri pada anak.
2. Tujuan khusus
Agar mampu memahami/ mengetahui tentang :
a. Definisi difteri
b. Etiologi
c. Tanda dan Gejala
d. Patofisiologi
e. Penatalaksanaan Medis
f. Komplikasi
g. Pencegahan
h. Asuhan Keperawatan Difteri
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik (racun)
Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008).
Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphteriae dengan bentuk basil batang gram positif (Jauhari,nurudin. 2008).
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun
Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).
Jadi kesimpulannya difteri adalah penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh
kuman Corynebacterium diphteriae.

2.2 Etiologi
Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan melalui percikan
ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah
terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri ini berkembangbiak pada atau disekitar selaput
lender mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Pewarnaan sediaan langsung
dapat dialkuakan dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan
sediaan langsung dari lesi.
Menurut Staf Ilmu Kesehatan Anak FKUI dalam buku kuliah ilmu kesehatan anak,
sifat bakteri Corynebacterium diphteriae :
1. Gram positif
2. Aerob
3. Polimorf
4. Tidak bergerak
5. Tidak berspora

Disamping itu bakeri ini dapat mati pada pemanasan 60º C selama 10 menit, tahan
beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering.Terdapat tiga jenis basil
yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar perbedaan bentuk koloni dalam biakan
agar darah yang mengandung kalium telurit. Basil Difteria mempunyai sifat:
1. Mambentuk psedomembran yang sukar dianggkat, mudah berdarah, dan berwarna putih keabu-
abuan yang meliputi daerah yang terkena.terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan
kuman.
2. Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam
diserap dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung,
ginjal dan jaringan saraf.
Menurut tingkat keparahannya, Staff Ilmu Kesehatan Anak FKUI membagi penyakit ini menjadi
3 tingkat yaitu :
a) Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya
nyeri menelan.

b) Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyaring sampai faring (dinding belakang rongga
mulut), sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.

c) Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti
miokarditis (radang otot jantung), paralysis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang
ginjal).

Menurut bagian ilmu kesehatan anak FKUI, penyakit ini juga dibedakan menurut
lokasi gejala yang dirasakan pasien :

1. Difteri hidung

Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula tampak pilek, kemudian secret
yang keluar tercampur darah sedikit yang berasal dari pseudomembran. Penyebaran
pseudomembran dapat mencapai faring dan laring.

2. Difteri faring dan tonsil ( Difteri Fausial ).

Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita
akibat gagal nafas. Paling sering dijumpai ( 75%). Gejala mungkin ringan tanpa pembentukan
pseudomembran. Dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas pada penderita.Pada kondisi
yang lebih berat diawali dengan radang tenggorokan dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak
terlalu tinggi, pseudomembran awalnya hanya berupa bercak putih keabu-abuan yang cepat
meluas ke nasofaring atau ke laring, nafas berbau, dan ada pembengkakan regional leher tampak
seperti leher sapi (bull’s neck). Dapat terjadi sakit menelan, dan suara serak serta stridor inspirasi
walaupun belum terjadi sumbatan laring.

3. Difteri laring dan trakea

Lebih sering merupakan penjalaran difteri faring dan tonsil, daripada yang primer. Gejala
gangguan nafas berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih berat timbul sesak
nafas hebat, sianosis, dan tampak retraksi suprasternal serta epigastrium. Ada bull’s neck, laring
tampak kemerahan dan sembab, banyak sekret, dan permukaan ditutupi oleh pseudomembran.
Bila anak terlihat sesak dan payah sekali perlu dilakukan trakeostomi sebagai pertolongan
pertama.

4. Difteri kutaneus dan vaginal

Dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan
membrane diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang
terjadi justru tidak terasa apa-apa. Difteri dapat pula timbul pada daerah konjungtiva dan
umbilikus.

5. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga


Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya.
Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa
kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna
dengan sekret purulen dan berbau.

2.3 Patofisiologi

 kuman berkembang biak pada saluran nafas atas, dan dapat juga pada vulva,kulit mata,walaupun
jarang terjadi.

 Kuman membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudo membran timbul lokal
dan menjalar dari faring, laring dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening akan tampak
membengkak dan mengandung toksin.
 Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan timbul
mralisis otot-otot pernafasan bila mengenai jaringan saraf.

 Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi akibat dari pseudo membran pada laring dan trakea
clan dapat menyebabkan kondisi yang fatal.

2.4 WOC

Corynebacterium diphteriae

Kontak langsung dengan orang yang

Terinfeksi atau barang –barang yang

Terkontaminasi

Masuk kedalam tubuh melalui saluran pencernaan atau pernafasan

Aliran sistemik

Masa inkubasi 2-5 hari

Mengeluarkan toksin (eksotoksin)

faring
Nasal

Tonsil / laring
Tenggorokan sakit deman, anorexia, lemah
Membran berwarna putih atau abu-abu,
Limfadenitis (bull’s neck)

Toxemia, syock septik


Peradangan mukosa Hidung
Deman, suara sesak, batuk obstruksi
Saluran napas, sesak napas, sianosis.
2.5 Manifestasi Klinis
a. Gejala umum.

Demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala dan anoreksia sehingga pasien tampak
lemah.

b. Gejala lokal

Nyeri menelan, bengkak pada leher karena pembengkakan pada area regional, sesa nafas, serak
sampai dengan stridor jika penyakit sudah stadium lanjut. Gejala akibat eksotoksin tergantung
bagian yang terkena missal mengenaiotot jantung terjadi miokarditis, dan bila mengenai syaraf
mnyebabkan kelumpuhan.

2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang
dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan
EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difteri :
1. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya harus
dilakukan uji kulit dan mata.
a. TEST ADS
ADS 0,05 CC murni dioplos dengan aquades 1 CC.
Diberikan 0,05 CC  intracutan Tunggu 15 menit  indurasi dengan garis tengah 1 cm  (+)
b. CARA PEMBERIAN
 Test Positif  BESREDKA
 Test Negatif  secara DRIP/IV
c. Drip/IV
200 CC cairan D5% 0,225 salin. Ditambah ADS sesuai kebutuhan. Diberikan selama 4 sampai 6
jam  observasi gejala cardinal.
2. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas demam. Pada
pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
3. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat membahayakan,
dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan
nafas yang berat dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi
komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg tiap
hari selama 10 hari.

2.7 Komplikasi
 Miokarditis (minggu ke 2)
 Neuritis
 Bronkopneumonia
 Nefritis
 Paralisis

2.8 Pemeriksaan penunjang


 Pemeriksaan laboratorium: Apusan tenggorok terdapat kuman Corynebakterium difteri

 Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis


polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin terdapat
albuminuria ringan

 Pemeriksaan bakteriologis mengambil bahan dari membrane atau bahnan di bawah membrane,
dibiak dalam Loffler, Tellurite dan media blood.

2.9 Pencegahan
1. Imunisasi
a. Imunisasi Primer
 Anak usia 6 minggu - 6 tahun Diberikan dosis Td secara IM/ SC dengan interval 4-6 minggu
dimulai ketika anak usia 6 minggu - 2 bulan dan dilanjutkan dengan pemberian ke-4 selama 1
tahun sesudah pemberian ke-3 preparat yang digunakan adalah Pediatric Taksoid Dipteria
 Anak usia 7 tahun / lebih Diberikan Td dengan pemberian ke-2 berselang waktu 4-8 minggu
diberikan dengan pemberian 1 dan pemberian 3 berselang 1 tahun dengan pemberian ke-2,
preparat yang digunakan adalah Adult Taksoid Dipteria
b. Imunisasi Boster
 Anak usia 6 minggu- 6 bulan apabila pemberian dosis ke-4 imunisasi primer anak belum
berumur 4 tahun maka diberikan boster ketika anak tersebut mulai masuk TK
 Anak usia 7 tahun atau lebih diberikan boster setiap 10 tahun 1.9.2 Isolasi pasien
c. Pencarian orang carier difteria dengan uji shick dan kemudian diobati.
 Dengan tujuan : Untuk mengetahui apakah tubuh mengandung anti toksin terhadap kuman
difteri.
 Cara : Dengan menyuntikan IC 1/50 Minimal Lethal Dose (MLD) sebanyak 0,02 ml, jika positif
akan terlihat merah kecoklatan selama 24 jam

BAB III
ASKEP TEORITIS

3.1 Pengkajian
A. Identitas klien
Biasanya menyerang pada individu yang berusia kurang dari 15 tahun (yang tidak dapat
imunisasi lengkap).
B. Keluhan utama
Pada biasanya klien akan mengeluh batuk dan demam.
C. Riwayat penyakit sekarang
Demam, Sakit Kepala, Batuk, lesu/ lemah, sianosis, sesak nafas, dan pilek.
a. Difteri nasal : Sakit jantung serosa inguinosa, epistaksis, ada membrane putih pada septum
nadi.
b. Difteri tonsil dan faring : Panas tidak tinggi, nyeri telan ringan, mual, muntah, nafas berbau,
dan Bullneck.
c. Difteri laring dan trachea : Sesak nafas hebat, stridor inspirator, terdapat retraksi otot supra
sternal dan epigastrium, laring tampak kemerahan, sembab, banyak secret, permukaan tertutup
oleh pseudomembran.

D. Riwayat kesehatan keluarga


Dimungkinkan ada keluarga/ lingkungan yang menderita penyakit Difteria.

E. Riwayat imunisasi
Imunisasi DPT 1, 2, 3 pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan yang kurang memadai.

F. ADL
a. Nutrisi: kesulitan menelan, anoreksia, sakit tenggorokan.
b. Eliminasi: terjadi konstipasi.
c. Istirahat tidur: sukar tidur.
G. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan umum
o Kesadaran : compos mentis sampai dengan coma
o TD: turun
o RR: cepat dan dangkal
o Nadi: cepat
o Suhu : peningkatan suhu tubuh
b. Pemeriksaan fisik
o Wajah: sianosis
o Hidung : terdapat secret berbau busuk sedikit bercampur darah, ada membran putih pada septum
nasi
o Mulut: bibir kering, mulut terbuka, ada membran putih pada tonsil dan faring

o Leher:pembesaran getah bening pada leher, edema pada laring dan trachea (Bullneck), permukaan
laring dan trachea tertutup oleh pseudomembran
c. Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium
a. Bakteriologi: Hapusan tenggorokan di temukan kuman corinebakterium difteria
b. Darah : Penurunan kadar HB dan leukosit polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit dan
kadar albumin.
c. Skin test : Test kulit untuk menentukan status imunitas
G. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
H. Aplikasi Nanda Nic Noc
Dx 1 : ketidakefektifan jalan nafas
Noc
- Respiratory status : ventilation, airway suction
Kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
- Menunjukkan jalan nafas yang paten
Nic
- Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
- Berikan o2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotrakeal
- Gunakan alat yang steril untuk melakukan tindakan
- Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal.
Dx 2 : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Noc
- Nutritional status : food and fluid intake
- Weight control
Nic
Nutrition management
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
- Anjuekan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik (racun)
Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008).
Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphteriae dengan bentuk basil batang gram positif (Jauhari,nurudin. 2008).
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun
Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).
Jadi kesimpulannya difteri adalah penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh
kuman Corynebacterium diphteriae.
4.2 Saran
Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka disarankan untuk anak-
anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib pada anak, tetapi
kekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun setelah imunisasi. Sehingga orang dewasa
sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali, dan harus dilakukan
pencarian dan kemudian mengobati carier difteri dan dilkaukan uji schick.
Selain itu juga kita dapat menyarankan untuk mengurangi minum es karena minum
minuman yang terlalu dingin secara berlebihan dapat mengiritasi tenggorokan dan menyebabkan
tenggorokan tersa sakit. Juga menjaga kebersihan badan, pakaian, dan lingkungan karena difteri
mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Dan makanan
yang dikonsumsi harus bersih yaitu makan makanan 4 sehat 5 sempurna.

DAFTAR PUSTAKA
 Santosa,Budi . 2005 – 2006. Diagnosa Keperawatan NANDA . Jakarta : Prima Medika.
 Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.
 Suradi, SKp. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : PT Fajar Interpratama.
 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Ifomedika. Jakarta.
 Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Vol 2. Ed. 15. EGC. Jakarta.
 Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan NANDA (North American
Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional. MediAction. Yogyakarta.
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi secara local
pada mukosa saluran pernapasan atau kulit, yang disebabkan oleh basil gram positif
Corynebacterium diphtheria, ditandai oleh terbentuknya eksudat yang berbentuk membram
pada tempat infeksi, dan diikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin
yang diproduksi oleh basil ini. (Sudoyo Aru, dkk 2009)

Orang-orang yang beresiko terkena penyakit ini :

1. Tidak mendapat imunisasi atau imunisasinya tidak lengkap


2. Immunocopromised, seperti: sosial ekonomi yang rendah, pemakai akibat imunosupresif,
penderita HIV, diabetes mellitus, pecandu alcohol dan narkotika.
3. Tinggal pada tempat-tempat padat, seperti: rumah tahanan, tempat penampungan.
4. Sedang melakukan perjalanan (travel) kedaerah-daerah yang sebelumnya merupakan daerah
edemik difteri.
Etiologi Difteri
Disebabkan oleh Corynebacterium diphtheria, bakteri gram positif yang bersifat
polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora, aerobic dan dapat memproduksi
eksotoksin (Sudoyo Aru,dkk 2009).

Klasifikasi penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya :

1. Difteri Nasal Anterior


2. Diste ri Nasal Posterior
3. Difteri Fausial (Farinks)
4. Difteri Laryngeal
5. Difteri Konjungtiva
6. Difteri Kulit
7. Difteri Vulva/Vagina
Menurut tingkat keparahannya : (Sudoyo Aru,dkk 2009)

1. Infeksi ringan, apabila pseudo membrane hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala
hanya pilek dan nyeri waktu menelan.
2. Infeksi sedang, apabila pseudo membrane telah menyerang sampai faring dan laring sehingga
keadaan pasien terlihat lesu dan agak sesak.
3. Infeksi berat, apabila terjadi sumbatan nafas yang berat dan adanya gejala-gejala yang
ditimbulkan oleh eksotoksin seperti miokarditis, paralisis dan nefritis
Manifestasi Klinis Difteri
Difteri terjadi tergantung kepada :
1. Lokasi infeksi.
2. Imunitas penderitanya.
3. Ada/tidaknya toksin difteri yang beredar dalam sirkulasi darah.
Secara hati-hati periksa hidung dan tenggorokan anak, terlihat warna keabuan pada selaputnya,
yang sulit dilepaskan. Kehati-hatian diperlukan untuk pemeriksaan tenggorokan karena dapat
mencetuskan obstuksi total saluran napas. Pada anak dengan difteri faring terlihat jelas
bengkak pada leher (bull neck). (BS pelayanan kesehatan anak di RS)

Secara klasik bermanifestasi pada anak berusia 1-9 tahun, tetapi dapat terjadi pada orang
dewasa yang tidak diimunisasi.

Terjadi tergantung pada lokasi infeksi, imunitas penderita, ada/tidaknya toksik difteri yang
beredar dalam sirkulasi darah.

Masa inkubasi umumnya 2-5 hari. (range 1-10 hari), pada difteri kutan ada 7 hari sesudah
infeksi primer pada kulit.

Keluhan-keluhan : (Sudoyo Aru, dkk 2009)

1. Demam yang tidak tinggi sekitar 38°C


2. Kerongkongan sakit dan suara paru
3. Perasaan tidak enak, mual, muntah dan lesu
4. Sakit kepala
5. Rinorea, berlendir kadang-kadang bercampur darah
Pemeriksaan Penunjang Difteri
1. Bakteriologik. Preparat apusan kuman difteri dan bahan apusan mukosa hidung dan tenggorok
(nasofaringeal swab)
2. Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin
3. Urin lengkap : aspek, protein dan sedimen
4. Enzim CPK, segera saat masuk RS
5. Ureum dan kreatinìn (bila dicurigai ada komplikasi ginjal)
6. EKG secara berkala untuk mendeteksi toksin basil menyerang sel otot jantung dilakukan sejak
hari 1 perawatan lalu minimal 1x seminggu, kecuali bila ada indikasi biasa dilakukan 2-3x
seminggu.
7. Pemeriksaan radiografi toraks untuk menyecek adanya hiperinflasi.
8. Tes schick
Penatalaksanaan Difteri
Tindakan Umum

1. Perawatan tirah baring selama 2 minggu dalam ruang isolasi


2. Memperhatikan intake cairan dan makanan. Bentuk makanan disesuaikan dengan toleransi,
untuk hal ini dapat diberikan makanan lunak, saring/cair, bila perlu sonde lambung jika ada
kesukaran menelan (terutama pada paralisis palatum molle dan otot-otot faring).
3. Pastikan kemudahan defekasi. Jika perlu berikan obat-obat pembantu defekasi (klisma, laksansia,
stool softener) untuk mencegah mengedan berlebihan.
4. Bila anak gelisah beri sedative berupa diazepam/luminal.
5. Pemberian antitusif untuk mengurangi batuk (difteri laring).
6. Aspirasi sekret secara periodik terutama untuk difteri laring.
7. Bila ada tanda-tanda obstruksi jalan nafas segera berikan Oksigen atau Trakeostomi
Tindakan spesifik
1. Serum Anti Difteri (SAD)
Dosis diberikan berdasarkan atas luasnya membran dan beratnya penyakit.

Dosis 40.000 IU untuk difteri sedang, yakni tuas membran menutupi sebagian/seluruh tonsil
secara unilateral/bilateral. Dosis 80.000 IU untuk difteri berat, yakni luas membran menutupi
hingga melewati tonsil, meluas ke uvula, palatum molle dan dinding faring. Dosis 120.000 IU
untuk difteri sangat berat, yakni ada bull neck, kombinasi difteri laring dan faring, komplikasi
berupa miokarditis, kolaps sirkulasi dan kasus lanjut. SAD diberikan dalam dosis tunggal
melalul IV dengan cara melarutkannya dalam 200 cc NaCl 0,9%. Pemberian selesai dalam
waktu 2 jam (sekitar 34 tetes/menit).

2. Antibiotik
Penicillin prokain diberikan 100.000 IU/kgBB selama 10 hari, maksimal 3 gram/han.
Eritromisin (bila alergi PP) 50 mg/kg BB secara oral 3-4 kali/hari Selama 10 hari.

3. Kortikosteroid
Diindikasikan pada difteri berat dan sangat berat (membran luas, komplikasi bull neck). Dapat
diberikan Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu atau Deksametason 0,5-1 mg/kgBB/hari
secara IV (terutama untuk toksemia).

Masalah Yang Lazim Muncul Pada Difteri


1. Ketidakefektifan pola nafas b.d edema laring.
2. Kelebihan volume cairan.
3. Penurunan curah jantung b.d Edema kongesti, perubahan volume sekuncup, perubahan
kontraktilitas jantung.
4. Resiko infeksi b.d proses penyakit.
5. Gangguan menelan.
6. Hambatan komunikasi verbal.
7. Ansietas b.d perubahan status kesehatan anaknya.
Discharge Planning Pada Difteri
1. Vaksin OPT.
2. Biasakan hidup bersih dan selalu menjaga kebersihan lingkungan.
3. Tingkatkan imunitas tubuh dengan makan makanan yang mengandung nutrisi seimbang, berolah
raga dan cukup istirahat serta mengurangi stress.
4. Mengetahui gejala dan bahaya yang dîsebabkan difteri.
DAFTAR PUSTAKA :
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : MediAction.

S-ar putea să vă placă și