Sunteți pe pagina 1din 33

ABORTUS

Angka Kematian lbu (AKI) di Indonesia masih tinggi. Menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI di Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Ada 3 penyebab klasik kematian ibu yaitu perdarahan, keracunan kehamilan dan
infeksi. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 15-50% kematian ibu disebabkan oleh
abortus. Abortus berdampak perdarahan atau infeksi yang dapat menyebabkan kematian.
Oleh karena itu, kematian ibu yang disebabkan abortus sering tidak dilaporkan dalam
penyebab kematian ibu, tapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Abortus dapat terjadi
secara tidak sengaja maupun disengaja.

Pengertian Abortus

Beberapa pengertian menurut:

1. Eastman: terputusnya kehamilan, fetus belum sanggup hidup di luar uterus, berat
janin 400-1000 gram, umur kehamilan kurang dari 28 minggu;
2. Jeffcoat: pengeluaran hasil konsepsi kurang dari umur kehamilan 28 minggu, fetus
belum viable by law, dan
3. Holmer: terputusnya kehamilan kurang dari umur kehamilan 16 minggu, proses
plasentasi belum selesai.

Kesimpulannya:
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan,
berat janin kurang dari 500 gram dan umur kehamilan kurang dari 20 minggu.

Insidensi Abortus

Angka kejadian abortus yaitu 15 persen diketahui secara klinis, 30-45 persen dideteksi
dengan beta-hCG assay yang peka. Prevalensi kejadian abortus mengalami peningkatan
sesuai dengan umur ibu yaitu 12 persen wanita usia kurang dari 20 tahun dan 50 % lebih
adalah wanita usia lebih dari 45 tahun.

Etiologi Abortus

Penyebab terjadinya abortus antara lain:

1. Faktor kelainan ovum: degenerasi hidatid villi;


2. Faktor ibu: penderita anomali kongenital, kelainan letak uterus, kurangnya persiapan
uterus, distorsio uterus, peregangan uterus terlalu cepat (kehamilan mola, gemeli);
3. Gangguan sirkulasi plasenta: penderita nefritis, hipertensi, toksemia gravidarum,
anomali plasenta;
4. Penyakit ibu: penyakit infeksi, keracunan, malnutrisi, gangguan metabolisme,
penyakit kardiovaskuler;
5. Faktor embrionik;
6. Kelainan kromosom;
7. Antagonis rhesus;
8. Korpus luteum terlalu cepat atrofi atau faktor serviks;
9. Rangsangan kontraksi uterus: laparotomi, terkejut, uterotonika, dan
10. Faktor bapak: umur, penyakit kronis (TBC, anemi, jantung, keracunan, malnutrisi).
Patologi Abortus

Abortus terjadi karena adanya perdarahan desidua basalis yang berdampak terjadi nekrosis
jaringan sekitar sehingga sebagian atau seluruh hasil konsepsi keluar dan menyebabkan
uterus menjadi berkontraksi. Hasil konsepsi kurang dari umur kehamilan 8 minggu dapat
keluar seluruhnya, sedangkan hasil konsepsi dengan umur kehamilan 8–14 minggu maka
hasil konsepsi keluar sebagian atau seluruhnya. Pengeluaran hasil konsepsi umumnya
ditandai dengan perdarahan.

Klasifikasi Abortus

Abortus dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Abortus spontan;
2. Abortus provokatus;
3. Abortus kompletus (keguguran lengkap);
4. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap);
5. Abortus insipiens (keguguran berlangsung);
6. Abortus iminens (keguguran mengancam);
7. Abortus tertunda (missed abortion), dan
8. Abortus infeksius dan abortus septik.

Abortus spontan

Abortus spontan adalah abortus tidak disengaja, alami.

Abortus provokatus

Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja. Abortus provokatus dapat dibagi menjadi:

1. Abortus medisinalis (abortus therapeutica), yaitu abortus yang dilakukan karena


indikasi medis misal, penyakit jantung, hipertensi, Ca servik;
2. Abortus kriminalis, yaitu abortus yang dilakukan karena tindakan legal tanpa indikasi
medis.

Abortus kompletus (keguguran lengkap)

Abortus kompletus (keguguran lengkap) adalah abortus yang hasil konsepsi (desidua dan
fetus) keluar seluruhnya.
Tanda klinis: rasa nyeri dan perdarahan telah berhenti, ostium tertutup, uterus mengecil,
rongga rahim kosong
Terapi: pemberian uterotonika

Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap)

Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap) adalah abortus yang sebagian hasil
konsepsinya telah keluar, tetapi desidua atau plasenta masih tertinggal.
Tanda klinis: amenore, nyeri perut, perut mules, pedarahan sedikit/ banyak, keluar jaringan/
fetus, servik terbuka
Terapi: pemberian cairan, digital dan kuretase, uterotonika, antibiotik
Abortus insipiens (keguguran berlangsung)

Abortus insipiens (keguguran berlangsung) adalah abortus yang sedang berlangsung, tidak
dapat dipertahankan.
Tanda: perdarahan banyak, ostium terbuka, ketuban teraba, berlangsung beberapa jam, nyeri
perut
Komplikasi: kematian ibu, infeksi
Terapi: terminasi kehamilan, pemberian cairan, digital dan kuretase, uterotonika, antibiotik

Abortus iminens (keguguran mengancam)

Abortus iminens (keguguran mengancam) adalah keguguran yang mengancam dan dapat
dipertahankan.
Tanda: ostium tertutup, tinggi fundus uteri sesuai umur kehamilan, perdarahan bercak, nyeri
perut bagian bawah
Terapi: bed rest total, obat hormonal, antispasmodika
Apabila perdarahan berlanjut, evaluasi kondisi kehamilan dan jika reaksi kehamilan 2 kali
berturut-turut negatif maka dilakukan kuretase.

Abortus tertunda (Missed abortion)

Abortus tertunda (Missed abortion) adalah janin sudah mati, masih di dalam uterus dan tidak
keluar 2 bulan atau lebih. Pada fetus yang mati dapat keluar sendiri, atau diresorbsi,
mengering dan menipis, atau menjadi mola karnosa.
Tanda: amenore, perdarahan sedikit berulang warna cokelat gelap, fundus tidak bertambah
tinggi, reaksi kehamilan negatif, servik tertutup dan ada sedikit darah, perut terasa dingin /
kosong
Terapi: pemberian uterotonika, dilatasi dan kuretase, antibiotik
Komplikasi: hipo atau afibrinogenemia

Abortus habitualis (keguguran berulang)

Abortus habitualis (keguguran berulang) adalah keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
Etiologi: kelainan ovum/ sperma, faktor ibu (disfungsi tiroid, kelainan korpus luteum,
plasenta, malnutrisi, kelainan anatomi, penyakit penyerta kehamilan)
Pemeriksaan: histerosalfingografi, BMR dan kadar iodium darah, psiko analisis
Terapi: pengobatan kelainan endometrium, kurangi/ hentikan kebiasaan buruk. Pada servik
inkompeten dilakukan tibdakan operatif

Abortus infeksius dan abortus septik

Aborus infeksius adalah keguguran yang disertai dengan infeksi genital.


Abortus septik adalah keguguran yang disertai dengan infeksi berat, penyebaran kuman
sampai peredaran darah/ peritonium.
Tanda: amenore, perdarahan, keluar jaringan
Tanda abortus septik: sakit berat, panas tinggi, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun,
syok
Pemeriksaan: kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan, tanda infeksi genital
Terapi: pemberian cairan, antibiotik, tindakan operatif
Komplikasi Abortus

Komplikasi abortus antara lain:

1. Perdarahan (hemorrhage);
2. Perforasi;
3. Infeksi dan tetanus;
4. Ginjal akut, dan
5. Syok

Gugur kandungan

Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan
sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir
selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah
kelahiran prematur.

Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan aborsi:

 Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau
sebab-sebab alami.
 Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang disengaja.
Termasuk di dalamnya adalah:
o Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut
mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, kadang-kadang dilakukan
sesudah pemerkosaan.
o Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
o Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.

Dalam bahasa sehari-hari, istilah "keguguran" biasanya digunakan untuk spontaneous


abortion, sementara "aborsi" digunakan untuk induced abortion.

 Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan
yang lengkap tercapai (38-40 minggu).
 Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan (berat kurang dari
500 gram atau kurang dari 20 minggu).Dari segi medikolegal maka istilah abortus,
keguguran, dan kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan menunjukkan
pengeluaran janin sebelum usia kehamilan yang cukup.

Klasifikasi Abortus
Beberapa tipikal abortus dapat diklasifikasikan sebagai berikut
Abortus spontanea

Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan, dalam hal ini
dibedakan sebagai berikut:

 Abortus imminens, Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

A. Pengertian Abortus imminen adalah perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman


terhadap kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih
mungkin berlanjut atau dipertahankan. (Syaifudin. Bari Abdul, 2000) Abortus imminen
adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa tanda-tanda
dilatasi serviks yang meningkat ( Mansjoer, Arif M, 1999) Abortus imminen adalah
pengeluaran secret pervaginam yang tampak pada paruh pertama kehamilan ( William
Obstetri, 1990)

B. Etiologi Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu:

1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan


sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah:

 a. Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X


 b. Lingkungan sekitar tempat impaltasi kurang sempurna
 c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan temabakau dan alkohol

2. kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun
3. faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan, dan toksoplasmosis.

4. kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester
kedua), retroversi uteri, mioma uteri, dan kelainan bawaan uterus.

C. Gambaran Klinis

1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu


2. pada pemeriksaan fisik: keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah
normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau
meningkat
3. perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi
4. rasa mulas atau kram perut, di daerah atas simfisis, sering nyeri pinggang akibat kontraksi
uterus
5. pemeriksaan ginekologi:

 a. Inspeksi Vulva: perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium bau busuk dari vulva
 b. Inspekulo: perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau
jaringan berbau busuk dari ostium.
 c. Colok vagina: porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak
nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak
menonjol dan tidak nyeri.

D. Patofisiologi Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis
jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam
uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi
hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu,
penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu
daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau
benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup,
mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.

Komplikasi:

1. Perdarahan, perforasi syok dan infeksi


2. pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan
darah.

E. Pathway

F. Pemeriksaan penunjang

1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati
2. pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3. pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion

Data laboratorium

1. Tes urine
2. hemoglobin dan hematokrit
3. menghitung trombosit
4. kultur darah dan urine

G. Masalah keperawatan

1. Kecemasan
2. intoleransi aktivitas
3. gangguan rasa nyaman dan nyeri
4. defisit volume cairan

H. Diagnosis keperawatan

1. Cemas berhubungan dengan pengeluaran konsepsi


2. nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus
3. risiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
4. kehilangan berhubungan dengan pengeluaran hasil konsepsi
5. intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
I. Tujuan

DX I: Mengurangi atau menghilangkan kecemasan

DX II: Mengurangi atau menghilangkan rasa sakit

DX III: Mencegah terjadinya defisit cairan

DX IV: Mengurangi atau meminimalkan rasa kehilangan atau duka cita

DX V: Klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan toleransinya

J. fokus intervensi DX I: Cemas berhubungan dengan pengeluaran hasil konsepsi Intervensi:

- Siapkan klien untuk reaksi atas kehilangan

- Beri informasi yang jelas dengan cara yang tepat

DX II: nyeri berhubungan dengan kontraksi uteri Intervensi:

- Menetapkan laporan dan tanda-tanda yang lain. Panggil pasien dengan nama lengkap.
Jangan tinggalkan pasien tanpa pengawasan dalam waktu yang lama

- Rasa sakit dan karakteristik, termasuk kualitas waktu lokasi dan intensitas

- Melakukan tindakan yang membuat klien merasa nyaman seperti ganti posisi, teknik
relaksasi serta kolaburasi obat analgetik

DX III: Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan Intervensi:

- Kaji perdarahan pada pasien, setiap jam atau dalam masa pengawasan

1. Kaji perdarahan Vagina: warna, jumlah pembalut yang digunakan, derajat aliran dan
banyaknya
2. kaji adanya gumpalan
3. kaji adanya tanda-tanda gelisah, taki kardia, hipertensi, dan kepucatan

- monitor nilai HB dan Hematokrit

DX IV: Kehilangan berhubungan dengan pengeluaran hasil konsepsi Intervensi:

- Pasien menerima kenyataan kehilangan dengan tenang tidak dengan cara menghakimi

- Jika diminta bisa juga dilakukan perawatan janin

- Menganjurkan pada pasien untuk mendekatkan diri pada Tuhan YME

DX V: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri Intervensi:

- Menganjurkan pasien agar tiduran


- Tidak melakukan hubungan seksual

 Abortus insipiens, Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
 Abortus inkompletus, Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
 Abortus kompletus, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.

Abortus provokatus

Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan
cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya
bayi dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia kehamilan belum mencapai
28 minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat beberapa kasus
bayi dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus hidup. Pengelompokan Abortus provokatus
secara lebih spesifik:

 Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, abortus yang dilakukan dengan


disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi
menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:

1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan
tanggung jawab profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk
oleh pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
6. Dokumen medik harus lengkap.

 Abortus Provokatus Kriminalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik
(ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat
tertentu.

Penyebab Abortus
Karakteristik ibu hamil dengan abortus yaitu:

1. Umur

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di
bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada
usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Ibu-ibu
yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan
pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain.

Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang
tidak dikehendaki. Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga nonprofesional dapat
menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat
reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan. Abortus yang terjadi pada
remaja terjadi karena mereka belum matured dan mereka belum memiliki sistem transfer
plasenta seefisien wanita dewasa.

Abortus dapat terjadi juga pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi
kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat memengaruhi
janin intra uterine.

2. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat

Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik,
persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih
dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua
tahun) akan mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III,
termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

3. Paritas ibu

Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan perdarahan saat
persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling
aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3)
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian
maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik,
sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.
Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.

4 Riwayat Kehamilan yang lalu

Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita ialah
73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan Fraser dan Llewellyn Jones memberi prognosis
yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Wiknjosastro, 2007).

Maternal

Penyebab dari segi Maternal

Penyebab secara umum:

 Infeksi akut

1. virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.


2. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
3. Parasit, misalnya malaria.

 Infeksi kronis

1. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.


2. Tuberkulosis paru aktif.
3. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
4. Penyakit kronis, misalnya:
1. hipertensi
2. nephritis
3. diabetes
4. anemia berat
5. penyakit jantung
6. toxemia gravidarum
5. Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.
6. Trauma fisik.

 Penyebab yang bersifat lokal:

1. Fibroid, inkompetensia serviks.


2. Radang pelvis kronis, endometrtis.
3. Retroversi kronis.
4. Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan
abortus.

Penyebab dari segi Janin:

 Kematian janin akibat kelainan bawaan.


 Mola hidatidosa.
 Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi.

Alasan untuk melakukan tindakan Abortus Provokatus


Abortus Provokatus Medisinalis

 Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus
menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
 Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
 Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
 Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan
adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada
tubuh seperti kanker payudara.
 Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
 Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
 Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik
dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia
gravidarum yang berat.
 Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai
komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
 Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
 Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
 Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini,
sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.

Abortus Provokatus Kriminalis


Abortus provokatus kriminalis sering terjadi pada kehamilan yang tidak dikehendaki. Ada
beberapa alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya:

 Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.


 Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi.
 Kehamilan di luar nikah.
 Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga.
 Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
 Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga).
 Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan
kehamilan yang tidak diinginkan.

faktor: umur ketidaksiapan mempunyai momongan ketidak setujuan keluarga memiliki iman
yang minim nakal pergaulan bebas ekonomi minim lemah nya pantauan orang tua

Akibat Abortus Provokatus Kriminalis


Komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu

Perforasi

Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan
terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke
ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak uterus harus ditetapkan
lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks tidak boleh
digunakan tekanan berlebihan.

Kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat
dilakukan dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan
peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi
dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu,
turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-
tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera.

Luka pada serviks uteri

Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan pada
serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat
yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks
dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.

Pelekatan pada kavum uteri

Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi


harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat
mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya
kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa
jaringan tidak begitu lembut lagi.
Perdarahan

Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa terdapat bahaya
perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi darah dan sesudah itu,
dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.

Infeksi

Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar.
Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga
menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi
pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.

Lain-lain...

Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik adalah apabila
larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan
menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan,
atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulkan pada pemberian
prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah, dan diare.

Komplikasi yang dapat timbul pada Janin:

Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib
janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal. Kalaupun bisa
hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami
cacat fisik.

Lain-lain
Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik adalah apabila
larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan
menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan,
atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulkan pada pemberian
prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah, dan diare.

Komplikasi yang Dapat Timbul Pada Janin:

Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib
janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal. Kalaupun bisa
hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami
cacat fisik.

Secara garis besar tindakan abortus sangat berbahaya bagi ibu dan juga janin yaitu bisa
menyebabkan kematian pada keduanya.

Cara – cara Abortus Provokatus Kriminalis Kekerasan Mekanik:


1. Umum.

a. Latihan olahraga berlebihan

b. Naik kuda berlebihan

c. Mendaki gunung, berenang, naik turun tangga

d. Tekanan/trauma pada abdomen

Wanita cemas akan kehilangan kehamilannya karena olah raga yang berlebih dan mungkin
kekerasan yang berpengaruh terhadap janinnya. Aktivitas hiruk pikuk, mengendarai kuda
biasanya tidak efektif dan beberapa wanita mencari kekerasan dari suaminya. Meninju dan
menendang perut sudah umum dan kematian akibat ruptur organ dalam seperti hati, limpa
atau pencernaan, telah banyak dilaporkan. Ironisnya, uterus biasanya masih dalam kondisi
baik.

2. Lokal.

a. Memasukkan alat-alat yang dapat menusuk ke dalam vagina: pensil, paku, jeruji sepeda

b. Alat merenda, kateter atau alat penyemprot untuk menusuk atau menyemprotkan cairan
kedalam uterus untuk melepas kantung amnion

c. Alat untuk memasang IUD

d. Alat yang dapat dilalui arus listrik

e. Aspirasi jarum suntik

Metode hisapan sering digunakan pada aborsi yang merupakan cara yang ilegal secara medis
walaupun dilakukan oleh tenaga medis. Tabung suntik yang besar dilekatkan pada ujung
kateter yang dapat dilakukan penghisapan yang berakibat ruptur dari chorionic sac dan
mengakibatkan abortus. Cara ini aman asalkan metode aseptic dijalankan, jika penghisapan
tidak lengkap dan masih ada sisa dari hasil konsepsi maka dapat mengakibatkan infeksi.

Tujuan dari merobek kantong kehamilan adalah jika kantong kehamilan sudah rusak maka
secara otomatis janin akan dikeluarkan oleh kontraksi uterus. Ini juga dapat mengakibatkan
dilatasi saluran cerviks, yang dapat mengakhiri kehamilan. Semua alat dapat digunakan dari
pembuka operasi sampai jari-jari dari ban sepeda.

Paramedis yang melakukan abortus suka menggunakan kateter yang kaku. Jika digunakan
oleh dokter maupun suster, yang melakukan mempunyai pengetahuan anatomi dan
menggunakan alat yang steril maka risikonya semakin kecil. Akan tetapi orang awam tidak
mengetahui hubungan antara uterus dan vagina. Alat sering digunakan dengan cara didorong
ke belakang yang orang awam percayai bahwa keadaan cerviks di depan vagina. Permukaan
dari vagina dapat menjadi rusak dan alat mungkin masuk ke usus bahkan hepar.

Penetrasi dari bawah atau tengah vagina dapat juga terjadi perforasi. Jika cerviks dimasuki
oleh alat, maka cerviks dapat ruptur dan alat mungkin masuk lewat samping. Permukaan luar
dapat cedera dengan pengulangan, usaha yang ceroboh yang berusaha mengeluarkan benda
yang terlalu tebal ke saluran yang tidak membuka. Jika sukses melewati saluran dari uterus,
mungkin langsung didorong ke fundus, yang akan merusak peritoneal cavity. Bahaya dari
penggunaan alat adalah pendarahan dan infeksi.

Perforasi dari dinding vagina atau uterus dapat menyebabkan pendarahan, yang mungkin
diakibatkan dari luar atau dalam. Sepsis dapat terjadi akibat penggunaan alat yang tidak steril
atau kuman berasal dari vagina dan kulit. Bahaya yang lebih ringan(termasuk penggunaan
jarum suntik) adalah cervical shock. Ini dapat membuat dilatasi cerviks, dalam keadaaan
pasien yang tidak dibius, alat mungkin menyebabkan vagal refleks, yang melalui sistem saraf
parasimpatis, yang dapat mengakibatkan cardiac arrest. Ini merupakan mekanisme yang
berpotensi menimbulkan ketakutan yang dapat terjadi pada orang yang melakukan abortus
kriminalis.

Kekerasan Kimiawi / Obat-obatan atau Bahan-bahan yang Bekerja Pada Uterus

Berbagai macam zat yang digunakan baik secara lokal maupun melalui mulut telah banyak
digunakan untuk menggugurkan kandungan. Beberapa zat mempunyai efek yang baik
sedangkan beberapa lainnya berbahaya. Zat yang digunakan secara lokal contohnya fenol dan
lysol, merkuri klorida, potassium permagnat, arsenik, formaldehid, dan asam oxalat. Semua
mempunyai bahaya sendiri, baik dari korosi lokal maupun efek sistemik jika diserap.

Pseudomembran yang nekrotik mungkin berasal dari vagina dan kerusakan cerviks mungkin
terjadi. Potasium permangat adalah zat yang muncul selama perang yang terakhir dan
berlangsung beberapa tahun, 650 kasus dilaporkan hingga tahun 1959, yang parah hanya
beberapa. Ini dapat menyebabkan nekrosis pada vagina jika diserap yang dapat mempunyai
efek sistemik yang fatal termasuk kerusakan ginjal. Permanganat dapat menyebabkan
pendarahan vagina dari nekrosis, yang mana dapat membahayakan janin

Diagnosis abortus
Sekitar 20 persen kehamilan berakhir dengan keguguran, sebagian besar terjadi 5-6 minggu
pertama kehamilan. Wanita mungkin mengalami beberapa pendarahan atau kram ringan dan
USG dilakukan untuk mendeteksi apakah embrio masih hidup. Kriteria diagnosis keguguran
dengan USG bervariasi di seluruh dunia. Di Inggris, kantung kehamilan kosong dengan
diameter lebih dari 20 milimeter diklasifikasikan sebagai keguguran, sementara di Amerika
Serikat diameter 16 milimeter. Jika sebuah kantung kecil terdeteksi kosong, wanita biasanya
disarankan menjalani scan kedua 7 sampai 14 hari kemudian

Jenis obat-obatan yang dipakai untuk menginduksi abortus antara lain:

 a. Emmenagogum: obat untuk melancarkan haid

Cara kerja: Indirect Congesti + engorgement mucosa ↓ Bleeding ↓ Kontraksi Uterus ↓ Foetus
dikeluarkan

Direct: Bekerja langsung pada uterus/saraf motorik uterus.

Misal: Aloe, Cantharides (racun irritant), Caulopylin, Borax, Apiol, Potassium permanganate,
Santonin, Senega, Mangan dioksida, dll.
 b. Purgativa/Emetica: obat-obatan yang menimbulkan kontraksi GI tract

Misal:

Colocynth: Aloe

Castor oil: Magnesim sulfate, Sodium sulfate.

 c. Ecbolica: menimbulkan kontraksi uterus secara langsung.

Misal: Apiol, Ergot, Ergometrine, Extract secale, Extract pituatary, Pituitrine, Exytocin.

Cara kerja ergot: Merangsang alpha 1 receptor pada uterus

Kontraksi uterus yang kuat dan lama

 d. Garam dari logam: biasanya sebelum mengganggu kehamilannya sudah membahayakan


keselamatan ibu. Dengan tujuan menimbulkan tonik kontraksi pada uterus.

Misal: Arsenicum, HgCl, Potassium bichromate, Ferro sulfate, ferri chlorida

Diagnosis kehamilan ditegakkan atas dasar adanya tanda kehamilan. Tanda kehamilan dibagi
menjadi 2 yakni:

1. Tanda pasti
2. Tanda tidak pasti

i. Tanda mungkin (probable signs)


ii. Tanda dugaan (presumptive signs)

Tanda Pasti

Tanda pasti kehamilan antara lain:

1. Pada inspeksi didapatkan gerakan janin pada minggu ke 16-18.


2. Pada palpasi didapatkan gerakan janin dan teraba bagian-bagian janin pada minggu ke 20.
3. Pada auskultasi didapatkan detak jantung janin pada miggu ke 18-20.
4. Pada pemeriksaan Rontgen didapatkan kerangka fetus pada minggu ke 16.
5. Pada pemeriksaan USG didapatkan gestasional sac pada minggu ke 4.

Tanda mungkin (probable signs)

Tanda mungkin kehamilan antara lain:

1. Pembesaran perut dan uterus.


2. Perlunakan serviks dan serviks-uterus (Tanda Piscaseck)
3. Kontraksi uterus (Braxton Hicks)
4. Ballotment (palpasi kepala janin)
5. Tes hormon β-HCG urine, kadar β-HCG urine maksimal pada minggu 5-18.

Tanda dugaan (Presumptive signs)

Tanda dugaan kehamilan antara lain:

1. Amenore
2. Nausea-Vomiting
3. Malaise
4. Polakisuria
5. Hiperpigmentasi kulit
6. Striae gravidarum
7. Kebiruan pada serviks dan vagina (Tanda Chadwick)
8. Payudara: hipertrofi mammae, hiperpigmentasi areola, hipertrofi kelenjar Montgomery,
kolostrum (mingggu ke 12).

Tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan

Uterus pada wanita tidak hamil kira-kira sebesar telur ayam. Pada palpasi tidak dapat diraba.
Pada kehanilan uterus tumbuh secara teratur, kecuali jika ada gangguan pada kehamilan
tersebut. Perkiraan tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan:

1. Kehamilan usia 12 minggu: tepat di atas simfisis (syarat pemeriksaan vesica urinaria
dikosongkan dahulu).
2. Kehamilan usia 16 minggu: setengah jarak simfisis ke pusat.
3. Kehamilan usia 20 minggu: tepi bawah pusat.
4. Kehamilan usia 24 minggu: tepi atas pusat.
5. Kehamilan usia 28 minggu: sepertiga jarak pusat ke processus xyphoideus atau 3 jari di atas
pusat.
6. Kehamilan usia 32 minggu: setengah jarak pusat ke processus xyphoideus.
7. Kehamilan usia 36 minggu: pada 1 jari bawah processus xyphoideus.

Tanda-tanda post Partus (Masa Puperium)

Masa puerpurium atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira
6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada
kehamilan dalam waktu 3 bulan
MOLAHIDATIDOSA

Home > Askeb IV (Patologi), Obstetri > Kehamilan Mola Hidatidosa (Mola Hydatidosa)

Kehamilan Mola Hidatidosa (Mola Hydatidosa)


May 16, 2012 1 Comment by lusa

Kehamilan mola merupakan komplikasi dan penyulit kehamilan pada trimester satu. Hasil
konsepsi pada kehamilan mola tidak berkembang menjadi embrio setelah pembuahan tetapi
terjadi villi koriales disertai dengan degenerasi hidropik. Rahim menjadi lunak dan
berkembang lebih cepat dari usia kehamilan yang normal, tidak dijumpai adanya janin, dan
rongga rahim hanya terisi oleh jaringan seperti buah anggur. Kehamilan mola hidatidosa
disebut juga dengan kehamilan anggur.

Pengertian Kehamilan Mola Hidatidosa


Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi tidak normal dari plasenta akibat kesalahan
pertemuan ovum dan sperma sewaktu fertilisasi (Sarwono Prawirohardjo, 2003).
Mola hidatidosa adalah penyakit neoplasma yang jinak berasal dari kelainan pertumbuhan
trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kristik villi dan
perubahan hidropik sehingga tampak membengkak, edomatous, dan vaksikuler (Benigna).

Kejadian Kehamilan Mola Hidatidosa


Kehamilan mola hidatidosa ditemukan pada wanita dalam masa reproduksi dan multiparitas.
Kejadian kehamilan mola hidatidosa di rumah sakit besar Indonesia berkisar 1 dari 80
kehamilan. Sedangkan di negara barat prevalensinya adalah 1 : 200 atau 2000 kehamilan.

Patofisiologi Kehamilan Mola Hidatidosa


Penyakit trofoblastik gestasional (GTD) terjadi ketika diferensiasi sel normal dalam blastokis
berhenti dan sel trofoblastik berpoliferasi. Poliferasi trofoblas mengakibatkan peningkatan
kadar hCG. Mola hidatidosa komplit terjadi ketika ovum tidak mengandung kromosom dan
sperma mereplikasi kromosomnya sendiri ke dalam zigot abnormal. Gambaran mikroskopik
kehamilan mola hidatidosa antara lain proliferasi trofoblas, degenerasi hidopik dari stroma
villi, serta terlambatnya pembuluh darah dan stroma.
Klasifikasi Kehamilan Mola Hidatidosa
Kehamilan mola hidatidosa dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Mola hidatidosa lengkap;


2. Mola hidatidosa parsial, dan
3. Mola hidatidosa invasif.

Mola hidatidosa lengkap

Mola hidatidosa lengkap apabila vili hidropik, tidak ada janin dan membran, kromosom
maternal haploid dan paternal 2 haploid.

Mola hidatidosa parsial

Mola hidatidosa parsial apabila janin tidak teridentifikasi, campuran villi hidropik dan
normal, kromosom paternal diploid.

Mola hidatidosa invasif

Mola hidatidosa invasif apabila korioadenoma destruen, menginvasi miometrium,


terdiagnosis 6 bulan pasca evakuasi mola.

Etiologi Kehamilan Mola Hidatidosa


Penyebab kehamilan mola hidatidosa antara lain faktor ovum, imunoselektif trofoblas, sosio
ekonomi rendah, paritas tinggi, umur hamil ibu di atas 45 tahun, kekurangan protein, infeksi
virus dan faktor kromosom.

Tanda dan Gejala Kehamilan Mola Hidatidosa


Kebanyakan wanita dengan kehamilan mola juga mengalami reaksi kehamilan seperti wanita
hamil normal. Wanita dengan GTD mengalami perdarahan bercak coklat gelap pada akhir
trimester pertama. Hipertensi dan hiperemesis akibat kehamilan sebelum umur kehamilan 20
minggu. Inspeksi pada muka dan badan tampak pucat kekuning-kuningan atau disebut muka
mola (mola face). Pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran uterus lebih besar dari usia
kehamilan, tidak ditemukan ballotemen dan denyut jantung janin, keluar jaringan mola.
Kadar hCG tinggi dan tiroksin plasma juga mengalami peningkatan. Pemeriksaan USG
terdapat gambaran vesikular (badai salju) dan tidak terlihat janin.

Diagnosa Banding Kehamilan Mola Hidatidosa


Diagnosa banding dari kehamilan mola hidatidosa antara lain: kehamilan ganda, hidramnion
atau abortus.

Komplikasi Kehamilan Mola Hidatidosa


Komplikasi yang dapat timbul akibat kehamilan mola hidatidosa adalah:

1. Perdarahan hebat sampai syok;


2. Perdarahan berulang;
3. Anemia;
4. Infeksi sekunder;
5. Perforasi karena tindakan dan keganasan, dan
6. Keganasan apabila terjadi mola destruens/ koriokarsinoma

Penatalaksanaan Kehamilan Mola Hidatidosa


Prinsip penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa adalah evakuasi dan evaluasi.

1. Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka atasi syok dan perbaiki keadaan
umum terlebih dahulu;
2. Kuretase dilakukansetelah diagnosis dapat ditegakkan secara pasti;
3. Pemeriksaan dan pemantauan kadar hCG pasca kuretase perlu dilakukan mengingat
kemungkinan terjadi keganasan;
4. Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar ?-hCG normal, dan
5. Pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko tinggi.

Referensi
Errol, Norwitz. 2006. At Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: erlangga. Hlm: 70-71
Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Hlm: 47.
Linda, Walsh. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. Hlm: 452-453
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm: 238-243.
Scoot, James. 2002. Danforth Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.
Hlm: 525-533.
Image, biomedicum.ut.ee.

KEHAMILAN EKTOPIK

Kehamilan ektopik adalah kehamilan abnormal yang terjadi di luar rongga rahim, janin tidak
dapat bertahan hidup dan sering tidak berkembang sama sekali. Kehamilan ektopik disebut
juga ectopic pregnancy, ectopic gestation, eccecyesis. Kehamilan ektopik merupakan
penyebab kematian ibu pada umur kehamilan trimester pertama. Frekuensi kejadian
kehamilan ektopik berkisar 1: 14,6 % dari seluruh kehamilan.

Istilah dalam Kehamilan Ektopik


Beberapa istilah yang berkaitan dengan kehamilan ektopik antara lain:

1. Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan ektopik yang membahayakan wanita.


2. Kehamilan heterotopik adalah kehamilan intrauterin yang berdekatan dengan kehamilan
ektopik.
3. Kehamilan ektopik kombinasi (combined ectopic pregnancy) adalah kehamilan intrauterin
yang bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin.
4. Kehamilan ektopik rangkap (compound ectopic pregnancy) adalah kehamilan intrauterin dan
ekstrauterin lebih dulu terjadi, tapi janin sudah mati dan menjadi litopedion (janin yang
sudah membatu).

Penyebab Kehamilan Ektopik


Penyebab kehamilan ektopik belum diketahui secara pasti. Namun demikian, penyebab
kehamilan ektopik yang paling sering adalah faktor tuba (95%). Di bawah ini merupakan
penyebab kehamilan ektopik:

1. Faktor tuba, meliputi: penyempitan lumen tuba, gangguan silia tuba, operasi dan sterilisasi
tuba yang tidak sempurna, endometriosis tuba, tumor;
2. Faktor ovum, meliputi: rapid cell devision, migrasi eksternal dan internal ovum, perlekatan
membran granulosa;
3. Penyakit radang panggul;
4. Kegagalan kontrasepsi;
5. Efek hormonal, meliputi: penggunaan kontrasepsi mini pil, dan
6. Riwayat terminasi kehamilan sebelumnya.

Klasifikasi Kehamilan Ektopik


Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba. Tempat implantasi yang paling sering
adalah ampula, kemudian isthmus, fimbriae, kornu, serta uterus intersisialis. Sedangkan
kehamilan ektopik non-tuba sangat jarang terjadi, tetapi dapat terjadi pada abdomen,
ovarium, atau servik.

Beberapa klasifikasi kehamilan ektopik adalah:

1. Kehamilan interstisial (kornual)


2. Kehamilan ovarium
3. Kehamilan servik
4. kehamilan abdominal

Kehamilan interstisial (kornual)

Kehamilan interstisial merupakan kehamilan yang implantasi embrionya di tuba falopi.


Pasien menunjukkan gejala yang cukup lama, sulit didiagnosis dan lesi menyebabkan
perdarahan masif ketika terjadi ruptur. Pada usia kehamilan 6-10 minggu akan terganggu.
Hasil konsepsi dapat mati dan diresorbsi, keguguran, ruptur tuba. Angka kematian ibu akibat
kehamilan interstisial adalah 2 %. Penanganan pada kasus ini dengan laparatomi.

Kehamilan ovarium

Kehamilan di ovarium lebih sering dikaitkan dengan perdarahan dalam jumlah banyak dan
pasien sering mengalami ruptur kista korpus luteum secara klinis, pecahnya kehamilan
ovarium, torsi, endometriosis.

Kehamilan servik

Kehamilan servik merupakan kehamilan dengan nidasi di kanalis servikalis, dinding servik
menjadi tipis dan membesar. Kehamilan di servikalis ini jarang dijumpai. Tanda dari
kehamilan ini adalah: kehamilan terganggu, perdarahan, tanpa nyeri, abortus spontan.
Terapinya adalah histerektomi.

Kehamilan abdomen

Kehamilan abdominal terbagi menjadi: primer (implantasi sesudah dibuahi, langsung pada
peritonium/ kavum abdominal) dan sekunder (embrio masih hidup dari tempat primer).
Kehamilan dapat aterm dan anak hidup, namun didapatkan cacat. Fetus mati, degenerasi dan
maserasi, infiltrasi lemak jadi lithopedion/ fetus papyraceus. Terapi kehamilan abdominal
adalah: laparotomi, plasenta dibiarkan (teresorbsi).

Faktor Resiko Kehamilan Ektopik


Kondisi yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik diantaranya adalah:
endometriosis; riwayat radang panggul; riwayat kehamilan ektopik sebelumnya; riwayat
pembedahan tuba; riwayat infertilitas; riwayat pemakaian IUD belum lama berselang; riwayat
penyakit menular seksual (PMS) seperti: gonore dan klamidia; faktor usia hamil di atas 35
tahun; riwayat kebiasaan buruk (merokok) dan pasien dalam proses fertilisasi in vitro.

Gejala dan Tanda Kehamilan Ektopik


Ibu hamil yang mengalami kehamilan ektopik akan merasakan gejala pada usia kehamilan 6-
10 minggu. Adapun gejala dan tanda yang dirasakan antara lain: amenorea/ tidak haid; Nyeri
perut bagian bawah; perdarahan per vaginam iregular (biasanya dalam bentuk bercak-bercak
darah); rasa sakit pada salah satu sisi panggul; tampak pucat; tekanan darah rendah, denyut
nadi meningkat, ibu hamil mengalami pingsan dan terkadang disertai nyeri bahu akibat iritasi
diafragma dari hemoperitoneum.

Diagnosis Banding Kehamilan Ektopik


Beberapa penyakit yang menyerupai dengan tanda dan gejala kehamilan ektopik antara lain:
abortus iminen, abortus kompletus, Korpus luteum pecah, perdarahan disfungsional,
apendisitis, penyakit radang panggul, dan fibroid.
Diagnosis Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik biasanya sulit didiagnosa dengan cepat, dikarenakan tanda dan gejala
sama dengan kehamilan normal. Untuk menegakkan diagnosa, maka dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:

1. Anamnesis, untuk mengetahui keluhan yang dirasakan ibu;


2. Pemeriksaan fisik;
3. Tes kehamilan;
4. Pengukuran kadar beta-HCG;
5. Sonografi transvaginal, untuk mendeteksi kantung kehamilan intrauterin;
6. Kuldosintesis, untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah;
7. Pemeriksaan hematokrit;
8. Dilatasi dan kuretase, dan
9. Laparoskopi, digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik,
apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lainnya meragukan.

Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik


Tujuan pengobatan akan bergeser dari mencegah kematian menjadi mengurangi kesakitan
dan mempertahankan kesuburan, apabila dilakukan diagnosis yang lebih awal

Adapun penatalaksanaan pada kasus kehamilan ektopik antara lain:

1. Terapi medikamentosa
2. Terapi pembedahan

Terapi medikamentosa

Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan pemberian Metotreksat (MTX), injeksi


intramuskular 50 mg/m2 merupakan pengobatan yang efektif untuk pasien-pasien yang
memenuhi kriteria. Dosis diberikan pada hari ke 1, tetapi kadar beta-HCG akan mengalami
peningkatan selama beberpa hari. Kriteria untuk mendapatkan metotreksat adalah: stabil
secara hemodinamik tanpa perdarahan aktif, pasien ingin mempertahankan kesuburannya,
tidak ditemukan gerakan janin dan kadar beta-HCG tidak lebih 6000 mIU/ml.

Adapun kontraindikasinya adalah: imunodefisiensi, ibu menyusui, alkoholisme, leukopenia,


penyakit paru aktif, disfungsi hati, disfungsi ginjal, gerakan jantung embrio dan kantung
kehamilan lebih dari 3,5 cm.

Terapi pembedahan

Terapi pembedahan definitif berupa salpingektomi merupakan terapi pilihan untuk wanita
yang secara hemodinamik tidak stabil. Adapun terapi pembedahan konservatif yang
sepenuhnya sesuai untuk pasien dengan hmodinamik stabil adalah:

 Salpingostomi linear laparoskopik adalah prosedur yang paling sering digunakan.


 Salpingektomi parsial meripakan pengangkatan bagian tuba falopi yang rusak dan
diindikasikan ketika terdapat kerusakan yang luas atau perdarahan lanjutan setelah
salpingostomi.

Prognosis Kehamilan Ektopik


Sepertiga dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik, untuk selanjutnya dapat
hamil lagi. Kehamilan ektopik bisa terjadi kembali pada sepertiga wanita dan beberapa
wanita tidak hamil lagi. Kemungkinan wanita dapat berhasil hamil, tergantung dari: faktor
usia, apakah sudah memiliki anak dan mengapa kehamilan ektopik pertama terjadi.
Sedangkan tingkat kematian akibat kehamilan ektopik telah terjadi penurunan dalam 30 tahun
terakhir menjadi kurang dari 0,1%.

Komplikasi Kehamilan Ektopik


Komplikasi yang dapat timbul akibat kehamilan ektopik, yaitu: ruptur tuba atau uterus,
tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif, syok, DIC,
dan kematian.

Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain: perdarahan, infeksi, kerusakan organ
sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga
komplikasi terkait tindakan anestesi.

Referensi
Errol, Norwitz. 2008. At aGlance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlanga. Hlm: 16-17
Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Hlm. 43-47.
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm. 226-237.
Scoot, James. 2002. Danforth Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.
Hlm116-123.
Linda J. Vorvick, MD. Ectopic
Pregnancy. nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000895.htm Diunduh 3 April 2012 pukul
01:40 WIB.
Josie, tenor. 2000. Ectopic Pregnancy. aafp.org/afp/2000/0215/p1080.html Diunduh 3 April
2012 pukul 02:10 WIB.
Anggasuryadi. 2010. Kehamilan
Ektopik. anggasuryadi.wordpress.com/2010/01/23/kehamilan-ektopik/ Diunduh 3 April 2012
RETENSIO PLASENTA

Pendahuluan
Implantasi plasenta normalnya terletak di bagian fundus (bagian puncak atau atas rahim).
Bisa agak ke kiri atau ke kanan sedikit, tetapi tidak sampai meluas ke bagian bawah apalagi
menutupi jalan lahir. Patahan jalan lahir ini adalah ostium uteri internum, sedangkan dari luar
dari arah vagina disebut ostium uteri eksternum.

Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan
pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut
perdarahan antepartum. Plasenta previa merupakan salah satu penyebab utama perdarahan
antepartum pada trimester ketiga.

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (Mochtar, 1998).

Menurut Browne, klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, yaitu:

1. Plasenta Previa Totalis


2. Plasenta Previa Parsialis
3. Plasenta Previa Marginalis
4. Low Lying Placenta (Plasenta Letak Rendah)

Plasenta Previa Totalis


Bila plasenta menutupi seluruh jalan lahir pada tempat implantasi, jelas tidak mungkin bayi
dilahirkan in order to vaginam (normal/spontan/biasa), karena risiko perdarahan sangat hebat.

Plasenta Previa Parsialis

Bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi jalan lahir. Pada tempat implantasi
inipun risiko perdarahan masih besar dan biasanya tetap tidak dilahirkan melalui pervaginam.

Plasenta Previa Marginalis

Bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir bisa dilahirkan pervaginam tetapi
risiko perdarahan tetap besar.

Low Lying Placenta (Plasenta Letak Rendah)

Lateralis plasenta, tempat implantasi beberapa millimeter atau cm dari tepi jalan lahir risiko
perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan pervaginam dengan
aman. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak
akan teraba pada pembukaan jalan lahir.

Etiologi
Beberapa faktor dan etiologi dari plasenta previa tidak diketahui. Tetapi diduga hal tersebut
berhubungan dengan abnormalitas dari vaskularisasi endometrium yang mungkin disebabkan
oleh timbulnya parut akibat trauma operasi/infeksi. (Mochtar, 1998). Perdarahan
berhubungan dengan adanya perkembangan segmen bawah uterus pada trimester ketiga.
Plasenta yang melekat pada area ini akan rusak akibat ketidakmampuan segmen bawah
rahim. Kemudian perdarahan akan terjadi akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim
untuk berkonstruksi secara adekuat. Faktor risiko plasenta previa termasuk:

1. Riwayat plasenta previa sebelumnya.


2. Riwayat seksio sesarea.
3. Riwayat aborsi.
4. Kehamilan ganda.
5. Umur ibu yang telah lanjut, wanita lebih dari 35 tahun.
6. Multiparitas.
7. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim, sehingga mempersempit permukaan bagi
penempatan plasenta.
8. Adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan seharusnya. Misalnya dari indung telur
setelah kehamilan sebelumnya atau endometriosis.
9. Adanya trauma selama kehamilan.
10. Sosial ekonomi rendah/gizi buruk, patofisiologi dimulai dari usia kehamilan 30 minggu
segmen bawah uterus akan terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
11. Mendapat tindakan Kuretase.

Patologi
Perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus
untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus yang
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah
letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta
previa totalis akan terjadi lebih dini daripada pada plasenta letak rendah yang mungkin baru
berdarah setelah persalinan dimulai.

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dalam hal ini adalah gejala utama dan gejala klinik.

Gejala Utama

Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang berwarna merah segar,
tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri.

Gejala Klinik

1. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi pertama kali
biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu lebih
banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi pada triwulan ketiga.
2. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh adanya rasa
sakit.
3. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang.
4. Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang terjadi
letak janin letak janin (letak lintang atau letak sungsang)
5. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan, sebagian
besar kasus, janinnya masih hidup.

Diagnosis
Untuk mendiagnosis perdarahan diakibatkan oleh plasenta previa diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan obstetrik. Dapat juga dilakukan pemeriksaaan hematokrit. Pemeriksaan bagian
luar terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Pemeriksaan inspekulo
bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari
kelainan serviks atau vagina seperti erosro porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri polipus
serviks uteri, varises vulva dan trauma.

Komplikasi Plasenta Previa


Menurut Prof.Dr.Sarwono Prawirohardjo.SpOG,1997,Jakarta.

1. Prolaps tali pusat.


2. Prolaps plasenta.
3. Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan
kerokan.
4. Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan.
5. Perdarahan post portum.
6. Infeksi karena perdarahan yang banyak.
7. Bayi premature atau lahir mati.
Penanganan
Menurut Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo.SpOG. 1997. Jakarta.

Penanganan Pasif

1. Perhatian – Tiap-tiap perdarahan triwulan ketiga yang lebih dari show (perdarahan inisial),
harus dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan manipulasi apapun. Baik rektal apalagi vaginal
(Eastmon).
2. Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup belum inpartu, kehamilan
belum cukup 37 minggu atau berat badan janin dibawah 2500 gr, maka kehamilan dapat
dipertahankan, istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika, progestin atau
progesterone, observasi dengan teliti.
3. Sambil mengawasi periksa golongan darah dan menyiapkan donor transfusi darah, bila
memungkinkan kehamilan dipertahakan setua mungkin supaya janin terhindar dari
prematuritas.
4. Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil tersangka plasenta previa rujuk segera ke
rumah sakit dimana tedapat fasilitas operasi dan transfusi darah.
5. Bila kekurangan darah, berikanlah transfusi darah dan obat-obatan penambah darah.

Cara Persalinan

1. Persalinan Pervaginam
2. Persalinan perabdominan, dengan seksio sesarea.

Referensi
Kedaruratan Kebidanan. 1996. Buku Ajar Untuk Program Pendidikan Bidan “Perdarahan
Antepartum Buku II”. Jakarta.
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Sarwono, P. 1997. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
stasiunbidan.blogspot.com
Winda, 2007. Asuhan Kebidanan Kepada Ibu Hamil Dengan Plasenta Letak Rendah.
Politeknik Departemen Kesehatan Tanjung Karang Prodi Kebidanan Metro.
Image, chop.edu, nursingcrib.com
SOLUTIO PLASENTA

SOLUSIO PLASENTA

01:29 Diposkan oleh Febri

Solutio placenta di sebut juga: abrutio placenta, ablatio placenta, accidental haemorrhage dan
premature separatio of the normally implated placenta. Angka kejadian 1 : 80 persalinan ;
Solusio plasenta berat angka kejadian = 1 : 500 – 750 persalinan

DEFINISI
ialah pelepasan plasenta sebelum waktunya dari tempat implantasinya yang normal pada
uterus, sebelum janin dilahirkan.

Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin di
atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua
basalis yang menyebabkan hematoma retroplsenter. Hematoma dapat semakin membesar ke
arah pinggir plasenta sehingga jika amnio khorion sampai terlepas, perdarahan akan keluar
melalui ostium uteri (perdarahan keluar), sebaliknya apabila amniokhorion tidak terlepas.
Perdarahan tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi).

Terdapat 2 jenis perdarahan yang terjadi :


1. Jenis perdarahan tersembunyi (concealed) : 20%
2. Jenis perdarahan keluar (revealed) : 80%
Pada jenis tersembunyi, perdarahan terperangkap dalam cavum uteri [hematoma
retroplasenta] dan seluruh bagian plasenta dapat terlepas, komplikasi yang diakibatkan
biasanya sangat berat dan 10% disertai dengan Disseminated Intravascular Coagulation.
Pada jenis terbuka, darah keluar dari ostium uteri, umumnya hanya sebagian dari plasenta
yang terlepas dan komplikasi yang diakibatkan umumnya tidak berat. Kadang-kadang,
plasenta tidak lepas semua namun darah yang keluar terperangkap dibalik selaput ketuban
(relativelly concealed). 30% perdarahan antepartum disebabkan oleh solusio plasenta.

KLASIFIKASI SOLUSIO PLASENTA


1.Solutio placenta ringan
a. Bila plasenta lepas kurang ¼ bagian luasnya
b. Ibu dan janin keadaan masih baik
c. Perdarahan pervaginam, warna kehitaman
d. Perut sakit dan agak tegang
2.Solutio placenta sedang
a. Plasenta terlepas lebih ½, belum mencapai 2/3 bagian
b. Perdarahan dengan rasa sakit
c. Perut terasa tegang
d. Gerak janin berkurang
e. Palpasi janin sulit diraba
f. Auskultasi jantung janin (asfiksia ringan dan sedang)
g. Dapat terjadi gangguan pembekuan darah

3. Solutio placenta berat


a. Plasenta lepas > 2/3 bagian
b. Terjadi sangat tiba-tiba
c. Ibu syock
d. Janin mati (uterus sangat tegang dan nyeri)

ETIOLOGI
Penyebab utama tidak jelas.

Terdapat beberapa faktor risiko antara lain


a. Peningkatan usia dan paritas
b. Preeklampsia
c. Hipertensi kronis
d. KPD preterm
e. Kehamilan kembar
f. Hidramnion
g. Merokok
h. Pencandu alkohol
i. Trombofilia
j. Pengguna Kocain
k. Riwayat solusio plasenta
l. Mioma uteri

Faktor pencetus :
1. Versi luar atau versi dalam
2. Kecelakaan
3. Trauma abdomen
4. Amniotomi ( dekompresi mendadak )
5. Lilitan talipusat - Tali pusat pendek

PATOFISIOLOGI
a. Solusio plasenta diawali dengan terjadinya perdarahan kedalam desidua basalis. Desidua
terkelupas dan tersisa sebuah lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Hematoma pada
desidua akan menyebabkan separasi dan plasenta tertekan oleh hematoma desidua yang
terjadi.
b. Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun beberapa saat kemudian,
arteri spiralis desidua pecah sehingga menyebabkan terjadinya hematoma retroplasenta yang
menjadi semakin bertambah luas. Daerah plasenta yang terkelupas menjadi semakin luas
sampai mendekati tepi plasenta. Oleh karena didalam uterus masih terdapat produk konsepsi
maka uterus tak mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah tersebut. Darah
dapat merembes ke pinggiran membran dan keluar dari uterus maka terjadilah perdarahan
yang keluar ( revealed hemorrhage)

Perdarahan tersembunyi ( concealed hemorrhage)


1. Terjadi efusi darah dibelakang plasenta dengan tepi yang masih utuh
2. Plasenta dapat terlepas secara keseluruhan sementara selaput ketuban masih menempel
dengan baik pada dinding uterus
3. Darah dapat mencapai cavum uteri bila terdapat robekan selaput ketuban
4. Kepala janin umumnya sangat menekan SBR sehingga darah sulit keluar
5. Bekuan darah dapat masuk kedalam miometrium sehingga menyebabkan uterus couvellair

GAMBARAN KLINIK
a. GEJALA dan TANDA
Gejala-gejala
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his
2. Anemia dan shock : beratnya anemia dan shock sering tidak sesuai dengan banyaknya
darah yang keluar
3. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah
yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois)
4. Palpasi sukar karena rahim keras
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah)
8. Sering ada proteinuria karena disertai toxemia

Diagnosis
didasarkan atas adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan
nyeri setelah plasenta lahir atas adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal
placenta akibat tekanan haematoma retroplacentair Perdarahan dan shock diobati dengan
pengosongan rahim segera mungkin hingga dengan kontraksi dan retraksi rahim. Perdarahan
dapat terhenti. Persalinan dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus
dengan oxytocin. Jadi pada solusio plasenta pemecahan ketuban tidak dimaksudkan untuk
hentikan perdarahan dengan segera seperti pada placenta previa tapi untuk mempercepat
persalinan dengan pemecahan ketuban regangan dinding rahim berkurang dan kontraksi
rahim menjadi lebih baik, disamping tindakan tersebut transfusi sangat penting
(Winkjosastro, 2005).

Gejala klinik tergantung pada luas plasenta yang terlepas dan jenis pelepasan plasenta
(concealed atau revealed) 30% kasus, daerah yang terlepas tidak terlalu besar dan tidak
memberikan gejala dan diagnosa ditegakkan secara retrospektif setelah anak lahir dengan
terlihatnya hematoma retroplasenta

Bila lepasnya plasenta mengenai daerah luas, terjadi nyeri abdomen dan uterus yang
tegang disertai dengan :
a. Gawat janin (50% penderita)
b. Janin mati ( 15%)
c. Tetania uteri
d. DIC- Disseminated Intravascular Coagulation
e. Renjatan hipovolemik
f. Perdarahan pervaginam ( 80% penderita)
g. Uterus yang tegang (2/3 penderita)
h. Kontraksi uterus abnormal (1/3 penderita
Bila separasi plasenta terjadi dibagian tepi, iritabilitas uterus minimal, dan tidak terdapat
tanda-tanda uterus tegang atau gawat janin. Perdarahan yang terjadi biasanya tidak terlampau
banyak ( 50 – 150 cc) dan berwarna kehitaman.

b. LABORATORIUM
Kadar haemoglobin [Hb] atau hematokrit [Ht] sangat bervariasi. Penurunan Hb dan Ht
umumnya terjadi setelah terjadi hemodilusi. Hapusan darah tepi menunjukkan penurunan
trombosit, adanya schistosit menunjukkan sudah terjadinya proses koagulasi intravaskular.
Penurunan kadar fibrinogen dan pelepasan hasil degradasi fibrinogen.

Bila pengukuran fibrinogen tak dapat segera dilakukan, lakukan pemeriksaan “clott
observation test”. Sample darah vena ditempatkan dalam tabung dan dilihat proses
pembentukan bekuan (clot) dan lisis bekuan yang terjadi. Bila pembentukan clot berlangsung
> 5 – 10 menit atau bekuan darah segera mencair saat tabung dikocok maka hal tersebut
menunjukkan adanya penurunan kadar fibrinogen dan trombosit.

Pemeriksaan laboratorium khusus :


a. Prothrombine time
b. Partial thromboplastine time
c. Jumlah trombosit
d. Kadar fibrinogen
e. Kadar fibrinogen degradation product
Pemeriksaan ultrasonografi tak memberikan banyak manfaat oleh karena pada sebagian besar
kasus tak mampu memperlihatkan adanya hematoma retroplasenta.

PENATALAKSANAAN
A. TINDAKAN GAWAT DARURAT
Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi plasenta bertambah luas
yang manifestasinya adalah :
a. Perdarahan bertambah banyak
b. Uterus tegang dan atau fundus uteri semakin meninggi
c. Gawat janin
maka hal tersebut menunjukkan keadaan gawat-darurat dan tindakan yang harus segera
diambil adalah memasang infus dan mempersiapkan tranfusi.

B. TERAPI EKSPEKTATIF
Pada umumnya bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya solusio plasenta maka
tidak pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan ekspektatif.

C. PERSALINAN PERVAGINAM
Indikasi persalinan pervaginam adalah bila derajat separasi tidak terlampau luas dan atau
kondisi ibu dan atau anak baik dan atau persalinan akan segera berakhir.
Setelah diagnosa solusio plasenta ditegakkan maka segera lakukan amniotomi dengan
tujuan untuk :
1. Segera menurunkan tekanan intrauterin untuk menghentikan perdarahan dan mencegah
komplikasi lebih lanjut (masuknya thromboplastin kedalam sirkukasi ibu yang menyebabkan
DIC)
2. Merangsang persalinan ( pada janin imature, tindakan ini tak terbukti dapat merangsang
persalinan oleh karena amnion yang utuh lebih efektif dalam membuka servik)
Induksi persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila amniotomi tidak segera diikuti
dengan tanda-tanda persalinan.

D. SEKSIO SESARIA
a. Indikasi seksio sesar dapat dilihat dari sisi ibu dan atau anak
b. Tindakan seksio sesar dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir dalam waktu
singkat, misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada nulipara dengan dilatasi 3 – 4
cm.
c. Atas indikasi ibu maka janin mati bukan kontra indikasi untuk melakukan tindakan seksio
sesaria pada kasus solusio plasenta.

KOMPLIKASI
1. Koagulopati konsumtif
Koagulopati konsumtif dalam bidang obstetri terutama disebabkan oleh solusio plasenta.
Hipofibrinogenemia (< style="font-weight: bold; font-style: italic;">2. Gagal ginjal
Gagal ginjal akut sering terlihat pada solusio plasenta berat dan sering disebabkan oleh
penanganan renjatan hipovolemia yang terlambat atau kurang memadai. Drakeley dkk (2002)
menunjukkan bahwa penelitian terhadap 72 orang wanita dengan gagal ginjal akut, 32 kasus
disebabkan oleh solusio plasenta Gangguan perfusi renal yang berat disebabkan oleh
perdarahan masif. 75% kasus gagal ginjal akut akibat nekrosis tubuler akut bersifat tidak
permanen Lindheimer dkk (2000) nekrosis kortikal akut dalam kehamilan selalu disebabkan
oleh solsuio plasenta

3. Uterus couvelaire
Ekstravasasi darah kedalam miometrium menyebabkan apopleksia uterus yang disebut
sebagai uterus couvelair. Ekstravasasi dapat terlihat pada pangkal tuba, ligamentum latum
atau ovarium. Jarang menyebabkan gangguan kontraksi uterus, jadi bukan merupakan
indikasi untuk melakukan histerektomi

PROGNOSIS
Mortalitas maternal 0.5 – 5% dan sebagian besar disebabkan gagal ginjal atau gagal
kardiovaskular. Pada solusio plasenta berat, mortalitas janin mencapai 50 – 80% Janin yang
dilahirkan memiliki morbiditas tinggi yang disebabkan oleh hipoksia intra uterin, trauma
persalinan dan akibat prematuritas.
Rujukan :
a. Obstetric patologi. bagian obstetric dan ginekologi fakultas kedokteran universitas padjdjaran bandung edisi 1984
b. Buku saku manajemen komplikasi kehamilan dan persalinan cetakan 1 2006 EGC
c. Prawirohardjo. Ilmu kebidanan. Yayasan bumi pustaka sarwono prawirohardjo Jakarta 2007 d. kapita selekta kedokteran edisi tiga jilid 1 media
Aesculapius UI cetakan 2005
e. Dasar-dasar keperawatan Maternitas “persis mary hamilton terbitan EGC tahun1995 f. Bobak. Buku ajar keperawatan maternitas edisi 4 EGC
2005
g. Chang YL, Chang SD, Cheng PJ: Perinatal outcome in patiets with abruption plcenta with and without antepartum hemorrhage. Int J Gynaecol
Obstet75;193,2001
h. Clark SL. Placentae previa and abruptio placentae. In: Creasy RK, Resnik R, eds. Maternal Fetal Medicine. 5th ed. Philadelphia, Pa: WB
Saunders; 2004:715.
i. Cunningham FG et al : Obstetrical Hemorrhage in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005
j. DeCherney AH. Nathan L : Third Trimester Bleeding in Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies,
2003
k. Furushashi M, Kuraochi O, Suganuma N: Pregnancy following placental abruption. Arch Gynecol Obstet 267:11, 2002
l. Oyelese Y, Ananth CV. Placental abruption. Obstet Gynecol. Oct 2006;108(4):1005-16
m. Shad H Deering, MD, Abruptio Placentae . http://emedicine.medscape.com/article/252810-overview Dec 22, 2008, retrieved September 24, 2009
n. Usui R, Matsubara S, Ohkuchi A, et al. (2007). "Fetal heart rate pattern reflecting the severity of placental abruption". Archives of Gynecology
and Obstetrics 277: 249. doi:10.1007/s00404-007-0471-9. PMID 17896112
o.http://reproduksiumj.blogspot.com/
bidanshop.blogspot.com
RUPTUR UTERI

S-ar putea să vă placă și