Sunteți pe pagina 1din 15

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota
masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan
hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen
dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat
menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi
15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada
tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup
penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun,
pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1985 :58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun,
dan tahun 1995 : 60,05 tahun sertatahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000)
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap sosial
ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah. Implikasi ekonomis
yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam ratio
ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency). Setiap penduduk usia produktif akan
menanggung semakin banyak penduduk usia lanjut. Wirakartakusuma dan Anwar (1994)
memperkirakan angka2 ketergantungan usia lanjut pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun
2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif
harus menyokong 7 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun
2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 9 orang usia lanjut yang berumur
65 tahun ke atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia banyak
mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami perkembangan
dalam bentuk perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang negatif.
Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia
mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan :
(1) perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit,
(2) perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf : otak, isi perut : limpa, hati,
(3) perubahan panca indra : penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan
(4) perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan dan belajar keterampilan
baru.
Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduruan
kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan
sosial mereka. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari.
Masalah umum yang dialami lanjut usia yang berhubungan dengan kesehatan fisik, yaitu
rentannya terhadap berbagai penyakit , karena berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi pengaruh dari luar. Menurut data SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga)
masih tinggi. SKRT tahun 1980 menunjukkan angka kesakitan penduduk usia 55 tahun ke
atas sebesar 25,7 persen. Berdasarkan SKRT tahun 1986 angka kesakitan usia 55 tahun
15,1%, dan menurut SKRT 1995 angka kesakitan usia 45-59 sebesar 11,6 persen
( Wirakartakusumah : 2000)
Dalam penelitian Profil Penduduk Usia Lanjut Di Kodya Ujung Pandang ditemukan
bahwa lanjut usia menderita berbagai penyakit yang berhubungan dengan ketuaan antara lain
diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, rematik dan asma sehingga menyebabkan
aktifitas bekerja terganggu (Ilyas : 1997). Demikian juga temuan studi yang dilakukan
Lembaga Demografi Universitas Indonesia di Kabupaten Bogor tahun 1998, sekitar 74 persen
lansia dinyatakan mengidap penyakit kronis. Tekanan darah tinggi adalah penyakit kronis
yang banyak diderita lanjut usia, sehingga mereka tidak dapat melakukan aktifitas kehidupan
sehari-hari (Wirakartakusumah : 2000).
Penurunan kondisi fisik lanjut usia berpengaruh pada kondisi psikis. Dengan
berubahnya penampilan, menurunnya fungsi panca indra menyebabkan lanjut usia merasa
rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Datangnya menopause bagi
perempuan akan menimbulkan perasaan tidak berguna , karena mereka tidak dapat
bereproduksi lagi. Inti dari kewanitaan adalah keberhasilan seorang wanita untuk mengisi
peranannya sebagai seorang ibu dan seorang istri (Saparinah, 1991). Dengan asumsi tersebut
menopause merupakan kejadian yang paling penting dan yang paling banyak menimbulkan
permasalahan bagi wanita.
Pada umumnya masalah kesepian adalah masalah psikologis yang paling banyak
dialami lanjut usia. Beberapa penyebab kesepian antara lain
(1) longgarnya kegiatan dalam mengasuh anak-anak karena anak-anak sudah dewasa dan
bersekolah tinggi sehingga tidak memerlukan penanganan yang terlampau rumit
(2) Berkurangnya teman/relasi akibat kurangnya aktifitas di luar rumah
(3) kurangnya aktifitas sehingga waktu luang bertambah banyak
(4) Meninggalnya pasangan hidup
(5) Anak-anak yang meninggalkan rumah karena menempuh pendidikan yang lebih tinggi, anak-
anak yang meninggalkan rumah untuk bekerja, Anak-anak telah dewasa dan membentuk
keluarga sendiri.
Beberapa masalah tersebut akan menimbulkan rasa kesepian lebih cepat bagi orang
lanjut usia. Dari segi inilah lanjut usia mengalami masalah psikologis, yang banyak
mempengaruhi kesehatan psikis, sehingga menyebabkan orang lanjut usia kurang mandiri.
Kondisi kesehatan mental lanjut usia di Kecamatan Badung Bali menunjukkan bahwa pada
umumnya lanjut usia di daerah tersebut tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari, mereka
mengeluh mengalami gangguan tidur.
Mereka merasa tidak senang dan bahagia dalam masa tuanya, karena berbagai
kebutuhan hidup dasar tidak terpenuhi, dan merasa sangat sedih, sangat kawatir terhadap
keadaan lingkungannya. Dalam sosialisasi dalam urusan di masyarakat kurang aktif (Suryani,
1999). Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa beberapa kondisi kesehatan mental
lanjut usia mempengaruhi berbagai kondisi lanjut usia yang lain seperti kondisi ekonomi,
yang menyebabkan orang lanjut usia tidak dapat bekerja untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya dan kondisi sosial yang menyebabkan kurangnya hubungan sosial antara lanjut usia
dengan masyarakat.
Masalah ekonomi yang dialami orang lanjut usia adalah tentang pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kesehatan,
rekreasi dan sosial. Dengan kondisi fisik dan psikis yang menurun menyebabkan mereka
kurang mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif. Di sisi lain mereka dituntut untuk
memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat dari
sebelumnya, seperti kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan
secara rutin, perawatan bagi yang menderita penyakit ketuaan dan kebutuhan rekreasi.
Sedangkan penghasilan mereka antara lain dari pensiun, tabungan, dan bantuan
keluarga. Bagi lanjut usia yang memiliki asset dan tabungan cukup, tidak terlalu banyak
masalah. Tetapi bagi lanjut usia yang tidak memiliki jaminan hari tua dan tidak memiliki aset
dan tabungan yang cukup maka pilihan untuk memperoleh pendapatan jadi semakin terbatas.
Jika tidak bekerja berarti bantuan yang diperoleh mereka dapatkan dari bantuan keluarga,
kerabat atau orang lain.
Dengan demikian maka status ekonomi orang lanjut usia pada umumnya berada
dalam lingkungan kemiskinan. Keadaan tersebut akan mengakibatkan orang lanjut usia tidak
mandiri, secara finansial tergantung kepada keluarga atau masyarakat bahkan pemerintah
Banyak lanjut usia dengan sia-sia mencari suatu bentuk pekerjaan. Upaya untuk mencari
pekerjaan setelah pensiun mengalami kesulitan, karena berbagai lowongan pekerjaan di
berbagai media masa selalu menghendaki tenaga kerja dengan pendidikan tinggi, penampilan
menarik, energik, loyalitas tinggi, dan usia maksimal yang dikehendaki pada umumnya 25 –
30 tahun. Jika hal ini dikaitkan dengan pencari kerja yang sudah lanjut usia yang pada
umumnya berpendidikan rendah, menurut Wirakartakusumah (2000) sekitar 52,5 persen dari
13,3 juta lansia tidak pernah sekolah, tidak tamat SD sekitar 27,8 persen atau 3,7 juta orang ,
sehingga dengan demikian 80 persen lansia berpendidikan SD ke bawah dan tidak memenuhi
beberapa persyaratan yang dikehendaki perusahaan/industri maka membuat tenaga kerja
lanjut usia semakin tersingkir dari dunia kerja yang diharapkan. Kurangnya pasaran kerja,
membuat mereka tidak mampu bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dan
berpendidikan. Disamping itu menurunnya kondisi fisik yang tidak mungkin dapat
menyesuaikan dengan pekerjaan-pekerjaan yang memegang prinsip efektifitas dan kualitas
serta kuantitas yang tinggi ikut berpengaruh. Dengan demikian pengangguran lanjut usia akan
semakin banyak, dan lanjut usia semakin berada pada garis kemiskinan dan semakin
tergantung pada generasi muda Di jaman modernisasi, hubungan orang muda dan orang tua
semakin renggang. Kesibukan yang melanda kaum muda hampir menyita seluruh waktunya,
sehingga mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk memikirkan orang tua. Kondisi seperti
ini menyebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, kurangnya perhatian dan
pemberian perawatan terhadap orang tua. Kondisi perkotaan yang berpacu untuk memperoleh
kekuasaan dan kekayaan banyak menimbulkan rasa kecemasan, ketegangan, ketakutan, bagi
penduduknya yang dapat menyebabkan penyakit mental. Kondisi perkotaan yang besifat
individualisme menyebabkan kontak sosial menjadi longgar sehingga penduduk merasa tidak
aman, kesepian dan ketakutan.
Untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia lanjut usia perlu mengetahui
kondisi lanjut usia di masa lalu dan masa sekarang sehingga orang lanjut usia dapat diarahkan
menuju kondisi kemandirian. Sehubungan dengan kepentingan tersebut perlu diketahui
kondisi lanjut usia yang menyangkut kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial.
Dengan mengetahui kondisikondisi itu, maka keluarga, pemerintah, masyarakat atau lembaga
sosial lainnya dapat memberikan perlakuan sesuai dengan masalah yang menyebabkan orang
lanjut usia tergantung pada orang lain. Jika lanjut usia dapat mengatasi persoalan hidupnya
maka mereka dapat ikut serta mengisi pembangunan salah satunya yaitu tidak tergantung
pada orang lain.
Dengan demikian angka ratio ketergantungan akan menurun, sehingga beban
pemerintah akan berkurang Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan
pada bagian terdahulu, maka beberapa masalah utama yang dihadapi lanjut usia pada
Umumnya adalah :
1) Menurunnya daya tahan fisik
2) Masa pensiun bagi lanjut usia yang dahulunya bekerja sebagai pegawai negeri sipil yang
menyebabkan menurunya pendapatan dan hilangnya prestise
3) Perkawinan anak sehingga anak hidup mandiri dan terpisah dari orang tua
4) Urbanisasi penduduk usia muda yang menyebabkan lanjut usia terlantar,
5) Kurangnya dukungan dari keluarga lanjut usia
6) Pola tempat tinggal lanjut usia; lanjut usia yang hidup di rumah sendiri, tinggal bersama
dengan anak /menantu, dan tinggal di panti werdha.
Dengan permasalahan yang komplek yang dialami oleh lanjut usia maka peneliti
memilih permasalahan pengaruh faktor-faktor kondisi kesehatan, kondisi ekonomi dan
kondisi sosial terhadap kemandirian orang lanjut usia.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sikap masyrakat terhadap lansia
2. Kehilangan-kehilangan yang lazim bagi lansia dan keluarga
3. Bagaimana proses pensiun pada lansia
4. Apa tugas-tugas perkembangan pada Lansia
5. Apa maslah-masalah kesehatan pada Lansia
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini untuk menjelaskan tentang keluarga usia lanjut
D. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini sebagai penambah pengetahuan tentang keluarga
usia lanjut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan salah satu atau kedua
pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal,
dan berakhir dengan pasangan lain meninggal (Duvall dan Miller, 1985). Jumlah lansia-
berusia 65 tahun atau lebih di negara kami meningkat dengan pesat dalam dua dekade
terakhir ini, dua kali lipat dari sisa populasi. Pada tahun 1970, terdapat 19,9 juta orang
berusia 65 tahun, jumlah ini merupakan 9,8 persen dari seluruh populasi. Menjelang tahun
1990, menurut angka-angka sensus, populasi lansia berkembangan hingga angka 31,7 juta
(12,7 persen dari total populasi).
Menjelang tahun 2020, 17,2 persen penduduk negara ini berusia 65 tahun atau lebih.
Informasi tentang usia populasi menyatakan “penduduk yang lebih tua” populasi 85 tahun ke
atas secara khusus tumbuh dengan cepat.
Persepsi tahap siklus kehidupan ini sangat berbeda dikalangan keluarga lanjut usia.
Beberapa orang merasa menyedihkan, sementara yang lain merasa hal ini merupakan tahun-
tahun terbaik dalam hidup mereka. Banyak dari mereka tergantung pada sumber-sumber
finansial yang adekuat, kemampuan memelihara rumah yang memuaskan, dan status
kesehatan individu. Mereka yang tidak lagi mandiri karena sakit, umumnya memiliki moral
yang rendah dan keadaan fisik yang buruk sering merupakan anteseden penyakit mental
dikalangan lansia (Lowenthal, 1972). Sebaliknya lansia yang menjaga kesehatan mereka,
tetap aktif dan memiliki sumber-sumber ekonomi yang memadai menggambarkan proporsi
orang-orang yang lebih tua dan substansial dan senantiasa berpikir positif terhadap kehidupan
ini.
a. Sikap masyarakat terhadap lansia
Masyarakat kami menekankan prestasi-prestasi mereka di masa muda mereka, yaitu
masa jaya kaum muda. Oleh karena itu, kaum dewasa, dengan berdandan, berpakaian, dan
bergaya, mencoba mempertahankan penampilan muda mereka selama mungkin. Penuaan
sering diartikan sebagai hilangnya rambut, teman-teman, aspirasi dan kekuatan. Bagi
komunitas dengan keluarga individu dan keluarga besar, menangani lansia mempunyai
konotasi negatif, seseorang dibebani dengan perasaan yang menyusahkan dengan masalah-
masalah yang menekan. Disamping itu, masyarakat juga tidak membiarkan kebanyakan
lansia tetap produktif. Oleh karena itu, penilaian masyarakat yang negatif terhadap lansia
mempengaruhi citra diri mereka.
Namun sekarang banyak asosiasi dan banyak literatur menyokong dan melukiskan
kekuatan, sumber-sumber dan aspek-aspek positif dari penuaan. Hal ini sering mengurangi
pemikiran negativisme dan stereotipe tentang lansia dan membantu kita mengenali asset
lansia dan keanekaragama gaya hidup yang menyolok dikalangan kelompok lansia ini.
Sikap kita terhadap penuaan dan lansia, meskipun masih negatif, tampaknya muluai
berubah. Studi-studi belakangan ini yang dilakukan untuk meneliti sikap masyarakat terhadap
lansia telah mengakui bahwa lansia dipandang secara positif (Austin, 1985 ; Schonfield,
1982). McCubbin dan Dahl (1985) melaporkan bahwa “banyak pengamat percaya bahwa
lansia telah memperoleh kembali kehormatan di Amerika Serikat. Generasi baru lansia
berpendidikan lebih baik, lebih makmur, lebih sehat, dan lebih aktif daripada generasi lansia
sebelumnya mendefinisikan kembali pemikiran tentang “menjadi tua” . Perubahan dalam
sikap ini sebaliknya akan memperkokoh citra kaum lansia terhadap diri mereka sendiri.
b. Kehilangan-kehilangan yang lazim bagi lansia dan keluarga
Karena proses menua berlangsung dan masa pensiun menjadi suatu kenyataan, maka
ada berbagai macam stressor atau kehilangan-kehilangan yang dialami oleh mayoritas lansia
dan pasangan-pasangan yang mengacaukan transisi peran mereka. Hal ini meliputi :
1) Ekonomi ; menyesuaikan terhadap pendapatan yang turun secara substansial, mungkin
kemudian menyesuaikan terhadap ketergantungan ekonomi (ketergantungan pada keluarga
atau subsidi pemerintah).
2) Perumahan ; sering pindah ke tempat tinggal yang lebih kecil dan kemudian dipaksa pindah
ke tatanan institusi.
3) Sosial ; kehilangan (kematian) saudara, teman-teman dan pasangan.
4) Pekerjaan ; keharusan pensiun dan hilangnya peran dalam pekerjaan dan perasaan
produktifitas.
5) Kesehatan ; menurunnya fungsi fisik, mental dan kognitif ; memberikan perawatan bagi
pasangan yang kurang sehat
c. Pensiun
Dengan hilangnya peran sebagai orangtua dan kerja, maka perlu ada suatu reorientasi
dikalangan individu dan pasangan lansia. Pensiun membutuhkan resosialisasi terhadap peran-
peran baru dan gaya hidup baru. Akan tetapi, perubahan macam apa yang dikehendaki, benar-
benar tidak jelas, karena peran dan norma-norma bagi lansia adalah ambigu. Wanita yang
benar-benar terpikat dengan peran sebagai ibu dan suami dan atau istri yang terlibat penuh
dalam pekerjaan mereka diprediksi memiliki derajat kesulitan penyesuaian yang paling
tinggi. Untuk mengisi pekerjaan yang kosong, kini semakin banyak pria yang mengambil
bagian dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, menerima peran-peran yang lebih ekspresif,
suatu perubahan yang menuntut pertukaran peranan pada sisi wanita.
Penyesuaian suami yang pensiun terhadap tugas-tugas ibu rumah tangga yang
dikerjakan sama-sama tergantung pada sistem nilai suami. Jika suami memandang jenis
pekerjaan tersebut sebagai “pekerjaan wanita” dan menganggap pekerjaan-pekerjaan tersebut
kurang memiliki arti baginya, maka ia merasa harkatnya turun dalam pekerjaan semacam itu.
Troll (1971) menemukan sikap ini benar-benar terjadi pada pria dari golongan pekerja, yang
lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah dari pada pria dari golongan
pekerja, yang lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah dari pada pria kelas
menengah. Pensiun bagi kaum wanita cenderung tidak terlalu sulit untuk beradaptasi karena
mereka masih punya peran-peran domestik. Selanjutnya, wanita kemungkinan besar pensiun
atas permintaan.
Dalam kasus apa saja, pensiun menuntut modifikasi peran dan merupakan saat
terjadinya penurunan harga diri, pendapatan, status dan kesehatan, paling tidak untuk
sementara. Tapi meskipun timbul tuntutan-tuntuta dan kehilangan-kehilangan yang baru ini,
kebanyakan lansia melaporkan sikap positif terhadap pensiun (Kell dan Patton, 1978).
d. Tugas-tugas perkembangan keluarga
Memelihara pengaturan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas paling penting
dari keluarga-keluarga lansia (tabel 11). Perumahan setelah pensiun seringkali menjadi
masalah. Dalam tahun-tahun segera setelah pensiun, pasangan tetap tinggal di rumah hingga
pajak harta benda, kondisi tetangga, ukuran dan kondisi rumah atau kesehatan memaksa
mereka mencari akomodasi yang lebih sederhana. Meskipun mayoritas lansia memiliki
rumah sendiri, namun sebagian besar dari rumah-rumah tersebut telah tua dan rusak dan
banyak yang terletak di daerah-daerah tingkat kejahatan yang tinggi dimana lansia
kemungkinan besar menjadi korban kejahatan. Seringkali, lansia tinggal di rumah ini karena
tidak ada pilihan yang cocok (Kalish, 1975). Namun demikian, lansia yang tinggal di rumah
mereka sendiri, umumnya menyesuaikan diri lebih baik dari pada yang tinggal di rumah
anak-anak mereka. Orangtua biasanya pindah ke salah satu anak mereka karena penurunan
kesehatan dan status ekonomi, mereka tidak punya pilihan lain, dan ini terbukti merupakan
suatu pengaturan yang tidak memuaskan bagi lansia (Lopata, 1973).
Tabel 11. Tahap VIII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan keluarga dalam masa pensiun
dan lansia, dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan

Tahap Siklus Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga


Kehidupan Keluarga
Keluarga Lansia 1. Mempertahankan pengaturan hidup yang
memuaskan.
2. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang
menurun.
3. Mempertahankan hubungan perkawinan.
4. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan
pasangan.
5. Mempertahankan ikatan keluarga antar
generasi.
6. Meneruskan untuk memahami eksistensi
mereka (penelaahan dan integrasi hidup).
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Pengaturan hidup seseorang merupakan suatu prediktor kesejahteraan yang ampuh
dikalangan lansia (Berresi et al, 1984). Relokasi merupakan pengalaman traumatik bagi
lansia, apakah itu perpindahan sukarela atau tidak. Itu berarti meninggalkan pertalian
tetangga dan persahabatan yang telah memberikan lansia rasa aman dan stabilitas. Relokasi
berarti berpisah dari warisan seseorang dan isyarat yang mendukung kenangan lama (Lawton,
1980). Relokasi tidak mempengaruhi semua lansia dengan cara yang sama. Dengan persiapan
yang memadai dan perencanaan perubahan yang hati-hati, lingkungan baru dapat
berpengaruh positif terhadap lansia. Namun demikian, sejumlah temuan menyatakan bahwa
ketika orang-orang lansia pindah, sering mengakibatkan kemerosotan kesehatan (Lawton,
1985).
Hanya sekitar 5 persen lansia yang tinggal dalam institusi. Kelemahan memaksa lansia
masuk panti perawatan dan rumah pensiun karena kurangnya bantuan di rumah. Penyediaan
bantuan secara penuh di rumah atau, yang lebih mungkin, pelayanan kesehatan paruh waktu
dan pelayanan rumah tangga lewat lembaga kesehatan rumah dan lembaga pelayanan rumah
tangga, dirasa lebih manusiawi dan bersifat protektif terhadap kebutuhan-kebutuhan lansia
untuk tetap berada di rumah sendiri dan tetap mempertahankan kemadiriannya selama
mungkin, dan juga jauh lebih murah dari pada dimasukkan ke dalam institusi. Meskipun sulit,
seringkali salah satu pasangan dan/atau anak-anak yang sudah dewasa dari pasangan tersebut
(atau orangtua yang masih hidup) harus memutuskan cara terbaik yang ditempuh – pelayanan
kesehatan di rumah, panti pensiunan, panti perawatan, atau tinggal dengan anak-anak yang
telah dewasa.
Tugas perkembangan yang kedua bagi keluarga lansia adalah penyesuaian terhadap
pendapatan yang menurun. Ketika pensiun, terjadi penurunan pendapatan secara tajam dan
seiring dengan berlalunya tahun, pendapatanpun semakin menurun dan semakin tidak
memadai karena terus naiknya biaya hidup dan terkurasnya tabungan. Pada tahun 1989,
seperlima dari populasi Amerika Serikat tergolong miskin atau hampir miskin (AARP, 1990).
Secara substansial, lansia kurang memiliki pendapatan dalam bentuk uang kontan
dibandingkan dengan mereka yang berumur 65 tahun. Kaum lansia amat sangat tergantung
pada keuntungan dan asset pendapatan Jaminan Sosial (Social security). Lebih banyak lansia
wanita yang cenderung miskin ; hampir 71,8 persen dari seluruh populasi lansia adalah
wanita. Kaum lansia dari kalangan kulit hitam dan hispanik cenderung memiliki pendapatan
dan pendapatan rata-rata jauh lebih sedikit dari rekan mereka dari golongan kulit putih (U.S
Senate Special Committee on Aging, 1987-1988).
Karena sering munculnya masalah-masalah kesehatan jangka panjang, pengeluaran
kesehatan merupakan masalah finansial yang utama. Kaum lansia lebih banyak
menghabiskan uang untuk perawatan kesehatan – baik dalam nilai riil dollar maupun dalam
bentuk persentase total pengeluaran bila dibandingkan dengan yang bukan lansia. Medicare
tentu saja mengurangi sebagian dari masalah ini, tapi masih belum bisa diprediksi dan masih
banyak pengeluaran dengan uang sendiri yang harus dibayar. Misalnya bagian B dari
Medicare meliputi hanya 80 persen dari biaya “yang layak” untuk pelayanan medis. Karena
tipe dari sistem pembayaran biaya atas pelayanan (fee for service), banyak dokter akan
menyuruh pasiennya untuk kembali beberapa kali dari pada yang dibutuhkan untuk
memberikan perawatan medis yang efektif dan aman. Medicaid juga disediakan untuk
mereka yang tergolong fakir miskin dan memenuhi kualifikasi Supplementary Security
Income (SSI). Program asuransi kesehatan ini melengkapi cakupan Medicare.
Karena umur harapan hidup meningkat, lebih banyak lagi lansia yang hidup bertahun-
tahun dengan masalah kesehatan. Meskipun wanita hidup lebih lama dari pada pria, dan
kesenjangan umur harapan hidup antara pria dan wanita meningkat, banyak pula pasangan
menikah yang dapat bertahan hidup lebih lama. Masalah-masalah perawatan bagi pasangan
lansia lebih sulit dari pada pensiunan janda. Sedikit pertimbangan diberikan bagi unit
keluarga dalam tahap siklus kehidupan ini, selama orang tersebut memiliki kemungkinan
dalam kemiskinan sebagai akibat dari biaya kesehatan yang meninggi dan masalah-masalah
sosial.
Mempertahankan hubungan perkawinan yang merupakan tugas perkembangan yang
ketiga, menjadi penting dalam kebahagiaan keluarga. Perkawinan yang dirasakan memuaskan
dalam tahun-tahun berikutnya biasanya mempunyai sejarah positif yang panjang, dan
sebaliknya. Riset membuktikan bahwa perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi
moral dan aktifitas yang berlangsung dari kedua pasangan lansia (Lee, 1978).
Salah satu mitos tentang lansia adalah bahwa dorongan seks dan aktivitas seksual
mungkin tidak ada lagi (atau tidak boleh ada). Akan tetapi, sebuah riset memperlihatkan
kebalikannya. Studi-studi semacam ini menemukan bahwa meskipun terjadi penurunan
kapasitas seksual secara perlahan-lahan, namun keinginan dalam kegiatan seksual terus ada
bahkan meningkat (Lobsenz, 1975). Sehat sakit kadang-kadang menurunkan dorongan
seksual, tapi biasanya, menurunnya aktifitas seksual disebabkan oleh masalah-masalah sosio
emosional.
Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan, yang merupakan tugas perkembangan
yang keempat, secara umum merupakan perkembangan yang paling traumatis. Sebagaimana
ditunjukkan pada data statistik di bawah ini, wanita lansia lebih menderita karena kematian
pasangannya dari pada pria. Menurut angka statistik tahun 1986, tiga perempat dari seluruh
lansia hidup bersama pasangan mereka, sementara hanya 38 persen wanita lansia yang hidup
dengan pasangan mereka, 51 persen adalah janda (U.S Senate Special Committee on Aging,
1987-1988).
Dibandingkan dengan kelompok muda, lansia menyadari kematian sebagai bagian dari
proses kehidupan yang normal. Sebuah studi menyatakan bahwa hanya 3 dari 80 persen
lansia yang merasa sulit untuk membicarakan kematian (Duval, 1977). Akan tetapi,
kesadaran akan kematian tersebut tidak berarti bahwa pasangan yang ditinggalkan akan
menemukan penyesuaian terhadap kematian dengan mudah. Kehilangan pasangan pasti
membawa pengaruh, janda-janda yang ditinggal mati suami lebih awal, dan yang masih hidup
kemungkinan besar akan mengalami masalah kesehatan yang serius (isolasi sosial, mau
bunuh diri atau sakit jiwa). Selain itu, hilangnya seorang pasangan menuntut reorganiasi
fungsi keluarga secara total.
Ini khususnya sulit dicapai secara memuaskan, karena kehilangan mengurangi sumber-
sumber emosional dan ekonomi yang diperlukan untuk menghadapi perubahan tersebut. Bagi
wanita, ini berarti perubahan dari saing ketergantungan dan membagi kegiatan-kegiatan
kehidupan bersama-sama menjadi sendiri atau bergabung dengan kelompok wanita lansia
yang tidak punya ikatan. Bagi pria, kehilangan pasangan hidup berarti kehilangan teman-
teman serta hubungan sanak famili, keluarga, dan dunia sosial secara umum. Duda lansia
tidak punya minat yang sama atau tidak punya kemampuan melaksanakan peran-peran ibu
rumah tangga, dan seringkali membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan,
menjalankan tugas rumah tangga dan perawatan umum.
Besarnya penyesuaian diri yang sulit dapat dilihat dari meningkatnya kasus bunuh diri
dalam kelompok individu diatas 65 tahun. Meskipun terjadi peningkatan kasus bunuh diri
dikalangan wanita diatas 65 tahun, namun jumlah terbesar kasus bunuh diri ditemukan
dikalangan populasi pria lansia. Sebuah tinjauan beberapa studi kasus tentang bunuh diri
dikalangan kelompok ini menunjukkan bahwa usaha untuk bunuh diri dan bunuh diri yang
telah terjadi sering terjadi setelah kematian pasangan hidup (Rushing, 1968).
Tugas perkembangan yang kelima menyangkut pemeliharaan ikatan keluarga
antargenerasi. Meskipun ada suatu kecenderungan bagi lansia untuk menjauhkan diri dari
hubungan sosial, keluarga tetap menjadi fokus interaksi-interaksi sosial lansia dan sumber
utama dukungan sosial. Karena lansia menarik diri dari aktifitas-aktifitas dunia sekitarnya,
hubungan-hubungan dengan pasangan, anak-anak dan cucu-cucu dan saudara-saudaranya
menjadi lebih penting. Mayoritas lansia di Amerika hidup dekat dengan anggota keluarga
besar dan sering melakukan kontak dengan mereka (Harris et al, 1975 ; Shanas, 1968, 1980).
Oleh karena itu, anggota keluarga merupakan sumber utama bantuan dan interaksi sosial.
Keluarga lansia biasanya saling memberikan bantuan satu sama lain sejauh mereka mampu.
Karena menjadi orangtua, mereka harus memahami keberadaan mereka. Berbicara
tentang kehidupan masa lalu seseorang yang disebut penelaahan hidup (life review)
merupakan aktifitas yang vital dan umum, karena aktifitas ini menggambarkan suatu
penelaahan terhadap arti sentral dari kehidupan. Aktivitas ini dipandang sebagai tugas
perkembangan “tipe kognitif” yang keenam. Hal penting dari aktifitas ini terletak pada fakta
bahwa penelaahan kehidupan memudahkan penyesuaian terhadap situasi-situasi yang sulit
dan memberikan pandangan terhadap kejadian-kejadian masa lalu. Lansia sangat peduli
dengan kualitas hidup mereka dan berharap agar dapat hidup terhormat dengan kemegahan
dan penuh arti (Duvall, 1977).

e. Masalah-masalah kesehatan
Berdasarkan laporan tahun 1987-1988 yang dikeluarkan oleh US. Senate Special
Committee on Aging, lansia merupakan pemakai pelayanan kesehatan paling menonjol. Lebih
dari 4 dari 5 lansia memiliki minimal satu kondisi kronis dan kondisi multipel yang lazim
diderita oleh lansia. Lansia merupakan 12 persen dari total populasi, tapi mereka
menggunakan 33 persen dari pembelajaan perawatan kesehatan di Amerika Serikat.
Faktor-faktor seperti menurunnya fungsi dan kekuatan fisik, sumber-sumber finansial
yang tidak memadai, isolasi sosial, kesepian dan banyak kehilangan lainnya yang dialami
oleh lansia menunjukkan adanya kerentanan psikofisiologi dari lansia (Kelley et al, 1977).
Oleh karena itu, terdapat masalah-masalah kesehatan yang multipel. Pasangan atau individu
lansia dalam semua fase sakit kronis mulai dari fase akut hingga fase rehabilitasi sangat
membutuhkan bantuan. Baik fungsi-fungsi yang terkait secara medis (pengkajian fisik,
reaksi-reaksi yang buruk) dan fungsi-fungsi keperawatan (mengkaji respons klien terhadap
sakit dan pengobatan serta kemampuan koping) adalah relevan disini. Promosi kesehatan
tetap menjadi hal yang sangat penting, khususnya dalam bidang nutrisi, latihan, pecegahan
cidera, penggunaan obat yang aman, pemakaian pelayanan preventif dan berhenti merokok.
Isolasi sosial, depresi, gangguan kognitif (yang mungkin berkaitan dengan sejumlah
masalah termasuk penyakit (Alzheimer), dan masalah-masalah psikologis adalah masalah
kesehatan yang serius, khususnya bila bersama-sama dengan sakit fisik. Pengkajian dan
penggunaan sistem dukungan sosial keluarga atau individu harus menjadi bagian integral dari
perawatan kesehatan keluarga.
Proses menua dan menurunnya kesehatan menyebabkan betapa pentingnya pasangan
menikah saling menolong satu sama lain. Karena wanita hidup lebih lama dari pada pria, dan
biasanya mereka orang yang membantu suami yang sakit atau yang tidak berdaya. Dalam
kebanyakan kasus, penyakit bersifat kronis dan berkembang menjadi tak berdaya, sehingga
perlu waktu untuk menyesuaikan terhadap situasi terakhir. Suami menemukan tugas merawat
istri sebagai suatu tugas yang lebih sulit, karena peran merawat, memelihara dan menjadi ibu
rumah tangga semata-mata masih sebagai peran wanita.
Definisi nutrisi dikalangan lansia terjadi secara luas dan menimbulkan banyak masalah
yang berkaitan dengan penuaan (lemah, bingung, depresi, konstipasi, dan ada beberapa lagi).
Masalah yang berkaitan dengan perumahan, penghasilan yang cocok, rekreasi dan fasilitas
perawatan kesehatan yang adekuat secara merugikan mempengaruhi status kesehatan lansia.
Kejadian seperti jatuh dan kecelakaan lain di rumah sangat banyak, sehingga alat-alat dalam
lingkungan yang aman merupakan kebutuhan yang penting. Program-program pemerintah
tidak secara adekuat menyediakan pensiun yang aman, seperti terlihat pada masalah-masalah
yang menyangkut penggunaan panti perawatan, fasilitas-fasilitas board-on-care jangka
panjang dan rumah sakit jiwa laksana gudang di bawah tanah.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota
masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan
hidup. Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Secara biologis
penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus,
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap
serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada
sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa
tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat Dari
aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri.
B. SARAN
Sebagai orang yang beriman dan taat beragama kita sebagai generasi muda harus
menyantuni orang tua yang sudah tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Nilai ini harus
dipertahankan, memang kewajiban seorang anak memberikan kasih sayangnya kepada orang
tua sebagaimana mereka dapatkan ketika mereka masih kecil. Dan peranan orang lanjut usia
yang menonjol sebagai seorang yang “dituakan”, bijak dan berpengalaman, pembuat
keputusan , dan kaya pengetahuan harus dihormati.
DAFTAR PUSTAKA

Friedman. M, Bowden. V, Jones. E (2003). Family Nursing: Research, Theory, And Practice. New
Jersey: Pearson Education.

Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek.(Family nursing teori and
practice). Edisi 3. Alih bahasa Ina debora R. L. Jakarta: EGC

Ali, H. Zaidin (2010). Pengantar keperawatan keluarga. Jakarta : EGC

Murwani, Arita. 2008. Asuhan Keperawatan Keluarga : Konsep dan Aplikasi Kasus. Jogjakarta :
Mitra Cendikia

Allender, JA & Spradley, B. W. 2001. Community as Partner, Theory and Practice Nursing.
Philadelpia : Lippincott

S-ar putea să vă placă și