Sunteți pe pagina 1din 4

2.5.

1 Patogenesis

EM terjadi karena adanya peningkatan kadar kompleks antigen-antibodi (imun) yang

menyebabkan vaskulitis. Faktor-faktor spesifik penyebab vaskulitis kompleks imun adalah

alergi makanan, reaksi terhadap mikroorganisme, radioterapi, penyakit sistemik, dan

keganasan (Greenberg, 2003).

Beberapa penelitian melaporkan keterlibatan beberapa mikroorganisme sebagai pencetus

EM termasuk virus dan terutama herpes simplex virus (HSV) yang persentasenya mencapai

70% pada kasus-kasus yang rekuren. Beberapa pasien melaporkan adanya riwayat infeksi HSV

dua minggu sebelum EM muncul dan terapi anti viral acyclovir berhasil menanggulangi

kejadian EM berulang pada sebagian besar pasien. Terapi anti viral acyclovir ini juga berhasil

menanggulangi kejadian EM yang kurang menunjukkan hubungan klinis dengan HSV, hal ini

menunjukkan beberapa kasus EM yang idiopatik kemungkinan berhubungan dengan infeksi

HSV subklinis atau reaktivitas infeksi HSV sehingga kemudian dikenal istilah Herpes

Associated Erythema Multiforme (HAEM) (Farthing, Bagan and Scully, 2005)

Pemeriksaan menggunakan PCR menemukan bahwa di dalam lesi oral EM terdapat DNA

HSV (36-81%) dimana HSV-1 66%, HSV-2 28% dan keduanya 6%. Patogenesis HSV dimulai

ketika keratinosit mengekspresikan DNA HSV yang kemudian menstimulasi CD4 pada sel-T

helper 1 sehingga melepaskan interferon gamma, sitokin dan mediator inflamasi lainnya. Sel

T kemudian menjadi autoreaktif dan bersama-sama dengan sel T sitotoksik, sel NK dan

mediator inflamasi lainnya menyebabkan keratinosit mengalami kerusakan (Farthing, 2005).


Gambar 1 Patogenesis EM oleh HSV (HAEM)

(Farthing, Bagan and Scully, 2005)

Pemakaian obat-obatan juga dapat memicu terjadinya EM, penelitian melaporkan 59%

terjadinya EM oleh karena hal ini. Peningkatan yang tajam terjadi karena penggunaan

cephalosporin. Hal ini dipicu oleh metabolit obat-obatan reaktif dan adanya peningkatan

apoptosis keratinosit oleh karena peningkatan TNF-α yang dirilis oleh keratinosit, makrofag

dan monosit menyebabkan kerusakan jaringan. Penyebab EM lainnya adalah penggunaan

phenytoin dan pemberian terapi radiasi kranial (Scully, 2007).

Selain itu pada erythema multifore tipe mayor terjadi adanya reaksi hipersensitivitas tipe

III yang diperantarai oleh pengendapan kompleks antigen-antibodi (imun). Diikuti dengan

aktivasi komplemen, dan akumulasi limfosit polimorfonuklear. Dimanapun kompleks imun

mengendap akan timbul kerusakan jaringan yang membentuk lesi patologis (Kumar, 2008).

EM merupakan hasil dari T-cell mediated immune reactions sebagai agen pencetus terjadinya

cytotoxic immunological attack pada keratinosit yang mengekpresikan non-self antigen yang

kemudian akan terjadi vesikulasi subepitelial dan intraepitelial dan akhirnya terjadilah blister

dan erosi yang meluas (Scully,2007).


Pemahaman terbaru mengusulkan bahwa kebanyakan EM, pada kebanyakan pasien,

timbul sebagai manifestasi mukokutaneus dari reaksi imun langsung yang nyata terhadap kulit

yang terjadi akibat adanya satu infeksi pada individu yang memiliki faktor presipitasi.

Penelitian menunjukkan bahwa pembentukan kompleks imun dan deposisinya pada

mikrovaskulatur kutaneus memiliki peran dalam patogenesis EM. Kompleks imun yang

bersirkulasi dan deposisi dari C3, IgM, dan fibrin di sekitar bagian atas pembuluh darah dermal

telah ditemukan pada kebanyakan pasien EM (Prins, 2008)

Secara histologis, infiltrat sel mononuklear ditemukan di sekitar bagian atas

pembuluhdarah dermal; dimana halnya pada vaskulitis kutaneus yang dimediasi oleh kompleks

imun juga ditemukan leukosit polimorfonuklear. EM menunjukkan infiltrat inflamasi yang

lichenoid dan nekrosis epidermal yang kebanyakan mempengaruhi lapisan basalis. Keratinosit

yang mengalami nekrosis bervariasi mulai dari individu sel sampai nekrosisepidermal yang

konfluen. Epidermo-dermal junction menunjukkan perubahan strukturbervariasi mulai dari

perubahan vaskuler sampai subepidermal yang melepuh. Infiltrat didermal kebanyakan berada

perivaskuler (Habif, 2004).

Bila dibandingkan dengan SSJ, SSJ menunjukkan lebih banyak jaringan yang nekrotik

dan infiltrat inflamasi yang minimal. Konsentrasi acrosyringeal pada keratinosityang

mengalami inflamasi pada EM terjadi pada kasus-kasus yang behubungan dengan obat-obatan

dan kebanyakan dihubungkan dengan infiltrat inflamasi pada dermis yangmengandung

eosinofil. EM memiliki infiltrat dengan densitas yang kaya akan limfosit T.Sebaliknya,

nekrosis epidermal toksik dicirikan dengan infiltrat yang miskin sel dan mengandung

kebanyakan makrofag dan dendrosit. Perbedaan ini menunjukkan patogenesisyang jelas untuk

penyakit-penyakit tersebut (Habif, 2004).


Ref:

Farthing, P., Bagan, J. V. and Scully, C. (2005) ‘Number IV: Erythema multiforme’, Oral

Diseases, 11(5), pp. 261–267. doi: 10.1111/j.1601-0825.2005.01141.x.

S-ar putea să vă placă și