Sunteți pe pagina 1din 42

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Penyakit Epilepsi Pada System Persyarafan

OLEH :
1. Diana pusppandari (01.2.16.00533)
2. Dinda desi wijaya (01.2.16.00534)
3. DWI CRISMON PETTER (01.2.16.00535)
4. Elisabet retno (01.2.16.00536)
5. Endro Nopfantiyanto Akas (01.2.16.00537)
6. ERLYANA RAHAYU (01.2.16.00538)
7. FEBINDA DWI ARIMBI (01.2.16.00539)
8. FEBRI TRI H (01.2.16.00540)
9. INDRA IMANUEL P (01.2.16.00541)
10. INES ISTIQLAL (01.2.16.00542)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS BAPTIS KEDIRI


PRODI KEPERAWATAN SRATA 1
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ I


KATA PENGANTAR ............................................................................................ II
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................3
1.1. Latar Belakang ..........................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah .....................................................................................3
1.3. Tujuan ........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................5
2.1. Anatomi Dan Fisiologis.............................................................................5
A. Anatomi Sistem Persyarafan .....................................................................5
B. FISIOLOGI SISTEM SARAF ................................................................13
2.2. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Epilepsi ............................................14
A. Konsep Teoritis Epilepsi .........................................................................14
B. Anamnesis ...............................................................................................21
2.3. Pendidikan kesehatan terkait pencegahan ...............................................22
2.4. Pemeriksaan Fisik....................................................................................27
2.5. Konsep Prosedur Keperawatan ...............................................................30
BAB III ..................................................................................................................39
PENUTUP ..............................................................................................................39
7.1. kesimpulan...............................................................................................39
7.2. saran .........................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................40
LAMPIRAN ...........................................................................................................41

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga makalah “MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Penyakit Epilepsi Pada System Persyarafan” ini dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih atas masukan dan sumber dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan materi dengan baik.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca, karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.Kami mengucapkan terima kasih pada dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama kami
mengikuti mata kuliah tersebut.
Sekian dan terima kasih.

Kediri,04 september 2018

Penyusun

II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Epilepsi atau penyakit ayan merupakan manifestasi klinis berupa muatan
listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak berupa serangan kejang berulang.
Lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan mendadak, sehingga penerimaan
serta pengiriman impuls dalam/dari otak ke bagian-bagian lain dalam tubuh
terganggu.
Secara umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan penyakit epilepsi.
Akibatnya, penderita epilepsi sering dikucilkan. Padahal, epilepsi bukan termasuk
penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang diakibatkan “ilmu
klenik”, dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Umumnya ayan mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses
kelahiran, luka kepala, pitam otak (stroke), tumor otak, alkohol. Kadang-kadang,
ayan mungkin juga karena genetika, tapi ayan bukan penyakit keturunan. Tapi
penyebab pastinya tetap belum diketahui.
Semua orang beresiko mendapat epilepsi. Bahkan, setiap orang beresiko satu
di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol
punya resiko lebih tinggi. Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang penyakit
epilepsi atau ayan, melatarbelakangi penulis menyusun makalah ini. Makalah ini
membahas hal-hal mengenai penyakit epilepsi, penyebab, klasifikasi penyakit
epilepsi, mekanisme terjadinya epilepsi dan pengobatannya.
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Anatomi fisiologis system persyarafan dan patofisiologinya?
b. Apa saja Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
persyarafan ( epilepsi)?
c. Bagaimana Pendidikan kesehatan terkait pencegahan primer, sekunder dan
tersier.
d. Apa saja Konsep prosedur keperawatan system persyarafan epilepsi.?
1.3. Tujuan
a. Mengetahui anatomi fisiologis system persyarafan dan patofisiologinya
b. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
persyarafan ( epilepsi)

3
c. Megetahui pendidikan kesehatan terkait pencegahan primer, sekunder dan
tersier.
d. Memahami konsep prosedur keperawatan system persyarafan epilepsi.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi Dan Fisiologis
A. Anatomi Sistem Persyarafan
Otak sebagai bagian dari sistem saraf, berfungsi mengatur dan
mengoordinasi sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh. sistem saraf
terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang saling behubug dan vital untuk
perkembangan bahasa, pikiran dan ingatan. unit terkecil dalam sistem saraf
ialah neuron ang diikat oleh sel glia. fungsi sistem saraf adalah sebagai
penerima informasi dalam bentuk stimulasi, memproses informasi yang
diterima, dan memberi respons/reaksi terhadap stimulasi. rasa nikmat dan lezat
dari setiap makanan yang dirasakan dipengaruhi oleh adanya rangsangan pada
lidah. ungkapan rasa sakit. Oleh karena itu, rangsangan (stimulus) diartikan
sebagai segala sesuatu yang menyebabkan perubahan pada tubuh atau bagian
tubuh tertentu. sedangkan alat tubuh yang menerima rangsangan tersebut
dinamakan indra (reseptor). adanya reseptor, memungkinkan rangsangan
dihantarkan menuju sistem saraf pusat. di dalam saraf pusat, rangsangan akan
diolah untuk dikirm kembali menuju efektor, seperti otot dan tulang oleh suatu
sel saraf sehingga terjadi tanggapan (respons).
Sementara itu, rangsangan yang menuju tubuh dapat berasal dari bau,
rasa (seperti pahit, manis, asam, dan asin), sentuhan, cahaya, suhu, tekanan,
dan gaya berat. Rangsangan semacam ini akan diterima oleh indra penerima
yang disebut reseptor luar (eksteroseptor). Sedangkan rangsangan yang berasal
dari dalam tubuh seperti rasa lapar, kenyang, nyeri, maupun kelelahan akan
diterima oleh indra yang dinamakan reseptor dalam (interoseptor). Tentu
semua rangsangan ini dapat kami rasakan karena pada tubuh kami terdapat sel-
sel reseptor
1. Sel Saraf (Neuron)
Sistem saraf tersusun atas miliaran sel yang sangat khusus yang disebut sel
saraf (neuron). Setiap neuron tersusun atas badan sel, dendrit, dan akson
(neurit). Badan sel merupakan bagian sel saraf yang mengandung nukleus
(inti sel) dan tersusun pula sitoplasma yang bergranuler dengan warna kelabu.
Di dalamnya juga terdapat membran sel, nukleolus (anak inti sel), dan

5
retikulum endoplasma. Retikulum endoplasma tersebut memiliki struktur
berkelompok yang disebut badan Nissl.
Pada badan selnya ada bagian yang mengandung serabut dengan
penjuluran pendek. Bagian ini disebut dendrit. Dendrit memiliki struktur yang
bercabang-cabang (seperti pohon) dengan berbagai bentuk dan ukuran.
Fungsi dendrit adalah menerima impuls (rangsang) yang datang dari reseptor.
Kemudian impuls tersebut dibawa menuju ke badan sel saraf.
Selain itu, pada badan sel juga terdapat penjuluran panjang dan
kebanyakan tidak bercabang. Namanya adalah akson atau neurit. Akson
berperan dalam menghantarkan impuls dari badan sel menuju efektor, seperti
otot dan kelenjar. Walaupun diameter akson hanya beberapa mikrometer,
namun panjangnya bisa mencapai 1 hingga 2 meter.
Agar informasi atau impuls yang dibawa tidak bocor (sebagai isolator),
akson dilindungi oleh selubung lemak yang kemilau Kita bisa menyebutnya
selubung mielin. Selubung mielin dikelilingi oleh sel-sel Schwan. Selubung
mielin tersebut dihasilkan oleh sel-sel pendukung yang disebut
oligodendrosit. Sementara itu. pada akson terdapat bagian yang tidak
terlindungi oleh selubung myelin. Bagian ini disebut nodus Ranvier, yang
berfungsi memperbanyak impuls saraf atau mempercepat jalannya impuls.
Berdasarkan struktur dan fungsinya, neuron dikelompokkan dalam
beberapa bagian sebagai berikut
a Saraf sensorik, berfungsi menghantar impuls (pesan) dari reseptor ke sistem
saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medulla
spinalis). Ujung akson dari saraf sensorik berhubungan dengan saraf
asosiasi/penghubung (intermediet).
b Saraf motorik, mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar
yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel
saraf motorik berada pada sistem sarat pusat. Dendritnya sangat pendek
berhubungan dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat
sangat panjang terdapat di sistem saraf pusat dan berfungsi
menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf sensorik atau
berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf

6
pusat. Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensorik atau
sel saraf asosiasi lainnya. Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan
dendrit bergabung dalam satu selubung dan membentuk urat saraf
Sedangkan badan sel saraf, berkumpul membentuk ganglion atau simpul
saraf
c. Saraf asosiasi (penghubung), terdapat pada sistem saraf pusat yang
berfungsi menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf sensorik atau
berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf
pusat. Sel saraf asosiasi menerima impuls dari reseptor sensorik atau sel
saraf asosiasi lainnya
d Saraf adjusto, berfungsi sebagai penghubung saraf sensorik dan motorik di
sumsum tulang belakang dan otak
2. Penghantaran Impuls Saraf
Sel sel saraf bekerja secara kimiawi Sel saraf yang sedang tidak aktif
mempunyaı potensial listrik yang disebut potensial istirahat. Jika ada
rangsang, misalnya sentuhan, potensial istirahat berubah menjadi potensial
aksi. Potensial aksi merambat dalam bentuk arus listrık yang disebut impuls
yang merambat darı sel saraf ke sel saraf berikutnya sampai ke pusat saraf
atau sebaliknya. Jadi, impuls adalah arus listrik yang timbul akibat adanya
rangsang
a) Sinapsis Dalam pelaksanaannya, sel-sel saraf bekerja bersama-sama.
Pada saat datang rangsang, impuls mengalir dari satu sel sarat ke sel saraf
penghubung, sampai ke pusat saraf atau sebalıknya dari pusat saraf ke sel
saraf terus ke efektor. Hubungan antara dua sel saraf disebut sinapsis.
Ujung neurt bercabang cabang dan ujung cabang yang berhubungan
dengan sel saraf lain membesar disebut bongkol sinaps (knob). Pada
hubungan dua sel saraf yang disebut sinaps tersebut, dilaksanakan
dengan melekatnya neurit dengan dendrit atau dinding sel. Jika impuls
sampai ke bongkol sinaps pada bongkol sinaps akan disintesis zat
penghubung atau neurotransmiter misalnya zat asetilkolin. Dengan zat
transmiter inilah akan terjadi potensial aksi pada dendrit yang berubah
menjadi impuls pada sel saraf yang ihubunginya. Setelah itu, asetilkolin

7
akan segera tidak aktif karena inpuls diuraikan oleh enzim kolin esterase
menjadi asetat dan kolin.
b) Penghantaran Impuls Saraf
Seperti halnya jaringan komputer, sistem sinyal sinyal listrik yang sangat
kecil dan bolak-balik, dengan membawa informasi dari satu bagian tubuh
ke bagian tubuh yang lain Sinyal listrik tersebut dinamakan impuls
(rangsangan). Ada dua cara yang dilakukan neuron sensorik untuk
menghantarkan impuls tersebut, yakni melalui membran sel atau
membran plasma dan sinapsis. Di dalam neuron, sebenarnya terhadap
membran plasma yang sifatnya semipermeabel. Membran neuron plasma
tersebut berfungsi melindungi cairan sitoplasma yang berada di
dalamnya. Hanya ion-ion tertentu akan dapat bertranspor aktif melewati
membran plasma menuju membran plasma neuron lain.apabila tidak
terdapat rangsangan atau neuron dalam keadaan istirahat, sitoplasma di
dalam membran plasma bermuatan listrik negatif. sedangkan cairan di
luar membran bermuatan positif. Keadaan yang demikian dinamakan
polarisasi atau potensial istirahat. Perbedaan muatan ini terjadi karena
adanya meknisme transport aktif yakni pompa natrium-kalium.
Konsentrasi ion natrium (Na+) di luar membran plasma dari akson
neuron yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi di dalamnya
,sebaliknya, konsentrasi ion kalium (K+) di dalamnya lebih besar
daripada di luar. akibatnya mekanisme transport aktif terjadi pada
membran plasma. Kemudian apabila neuron dirangsang dengan kuat,
permeabilitas membran plasma terhadap ion Na + Perubahan yang
meningkat. Peningkatan membran permeablitas ini membuat ion Na+
berdifusi ke dalam membran, sehingga muatan sitoplasma berubah
menjadi positif. fase seperti ini dinamakan depolarisasi dan aksi
potensial.
Sementara itu, ion K+ akan segera berdifusi keluar melewati membran.
Fase ini dinamakan repolarisasi. Perbedaan muatan pada bagian yang
mengalami polarisasi dan depolarisasi akan menimbulkan arus listrik.
Kondisi depolarisasi ini akan berlangsung secara terus-menerus, sehingga

8
menyebabkan arus listrik. Dengan demikian, impuls saraf akan terhantar
sepanjang akson. Setelah impuls terhantar, bagian yang mengalami
depolarisasi akan mengalami fase istirahat kembali dan tidak ada impuls
yang lewat. Waktu pemulihan ini dinamakan fase refraktori atau
undershoot.
3. Sistem Saraf
1. Saraf Pusat
Seluruh aktivitas tubuh manusia dikendalikan oleh sistem saraf
pusat. Sistem ini yang menyatukan dan mengolah pesan yang masuk untuk
membuat keputusan atau perintah yang akan dihantarkan melalui saraf
motorik ke otot atau kelenjar. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan
sumsum tulang belakang. otak oleh tulang-tulang tengkorak, sedangkan
sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang beiakang. Selain
itu, organ kedua yang dilindungi oleh selaput yang terdiri dari jaringan ikat
yang disebut meninges. Meninges tersusun atas tiga lapisan yaitu:
piameter, arachnoid dan durameter. Piameter adalah lapisan yang paling
dalam menyebabkan pembuluh darah. Arachnoid, merupakan lapisan
tengah berupa selaput jaring yang lembut. Antara arachnoid dengan
piameter terdapat rongga arachnoid yang berisi cairan serebrospinal.
Durameter, merupakan lapisan paling luar, yang berupa membran fibrosa
yang melapisi dan melekat pada tulang.
Otak dibagi menjadi tiga bagian yaitu otak depan, otak tengah, dan
otak belakang. Pembagian daerah ini tampak nyata hanya selama
perkembangan otak pada fase embrio. Otak pada manusia dewasa terdiri
dari beberapa bagian (lobus).
a. Otak Besar
Otak besar mengisi penuh bagian depan dari rongga tengkorak,
dan terdiri dari dua belahan (hemifer) besar, yaitu belahan kiri dan
belahan kanan. Setiap belahan mengendalikan bagian tubuh yang
berlawanan, yaitu belahan kiri mengatur tubuh bagian kanan,
sebaliknya belahan kanan mengatur tubuh bagian kiri. Otak besar
terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan luar (korteks) yang berisi badan

9
neuron dan lapisan dalam yang berisi serabut saraf yaitu dendrit dan
neurit. Otak besar terbagi menjadi empat lobus, yaitu lobus frontalis
(bagian dahi), lobus parietalis (bagian ubun-ubun), lobus temporalis
(bagian pelipis). lobus oksipitalis (bagian belakang kepala).
Otak besar merupakan saraf pusat yang utama karena berperan
dalam pengaturan seluruh aktivitas tubuh,yaitu kecerdasan, keinginan,
ingatan, kesadaran, kepribadian, daya cipta, daya khayal,
pendengaran, pernapasan dan sebagainya. Sertlap aktivitas akan
dikendalikan oleh bagian yang berbeda, yaitu: Lobus frontalis (daerah
dahi), berhubungan dengan kemampuan berpikir. Lobus temporalis
(daerah pelipis), dan ubun-ubun pengendalian kemampuan berbicara
dan bahasa. Daerah belakang kepala adalah pusat penglihatan dan
memori tentang apa yang terlihat. Daerah ubun-ubun selain sebagai
pusat berbicara juga pusat untuk merasakan dingin, panas, dan rasa
sakit. Daerah pelipis selain sebagai pusat bicara juga sebagai pusat
pendengaran.
b. Otak Tengah
Otak tengah manusia berbentuk kecil dan tidak terlalu mencolok.
Di dalam otak tengah ada bagian yang seperti lobus optik yang
mengatur bola mata dan kolikulus inferoir yang mengatur
pendengaran. Otak tengah berfungsi menyampaikan impuls antara
otak depan dan otak, kemudian antara otak depan dan mata.
c. Otak Belakang
Otak terletak di bawah lobus oksipital serebrum, terdiri atas dua
belahan dan permukaan yang berlekuk-lekuk. Otak belakang terdiri
atas tiga bagian utama yaitu: jembatan Varol (pons Varollí), otak kecil
(serebelum), dan sumsum lanjutan (medula oblongata). Ketiga bagian
otak belakang ini membentuk batang otak. Jembatan Varol berisi
serabut yang menghubungkan lobus kiri dan lobus kanan otak kecil,
menghubungkan antara otak kecil dengan korteks otak besar. Otak
kecil, terletak di bawah bagian otak belakang, terdiri atas dua belahan
yang berliku-liku sangat dalam. Otak kecil berperan sebagai pusat

10
keseimbangan, koordinasi kegiatan otak, koordinasi kerja otot dan
rangka. Sumsum lanjutan medula oblongata membentu bagian bawah
batang otak, berfungsi sebagai pusat pengatur refleks fisiologis,
misalnya pernafasan detak jantung, tekanan, suhu tubuh, gerak alat
pencernaan, gerak refleks sepertidarah, gerak gerak, gerak refleks
seperti batuk, bersin, dan mata berkedip.
4. Sumsum tulang belakang
Sumsum tulang belakang atau tali spinal merupakan tali putih kemilau
berbentuk tabung dari dasar otak menuju ke tulang belakang. Pada irisan
melintangnya, tampak ada dua bagian, yakni bagian luar yang berpenampakan
putih dan bagian dalam yang berpenampakan abu-abu dengan berbentuk kupu-
kupu. Bagian luar sumsum tulang belakang berwarna putih, karena tersusun
oleh akson dan dendrit yang berselubung mielin. Sedangkan bagian dalamnya
berwarna abu-abu, tersusun oleh badan sel yang tak berselubung mielin dari
interneuron dan neuron motorik. Apabila sumsum tulang belakang diiris secara
vertikal, bagian dalam berwarna abu-abu terdapat saluran tengah yang disebut
ventrikel dan berisi cairan serebrospinal. Ventrikel ini berhubungan juga
dengan ventrikel di dalam otak. Bagian dalamnya mempunyai dua akar saraf
yaitu akar dorsal yang berisi saraf sensorik ke arah punggung, dan akar ventral
yang berisi saraf motorik ke arah perut.
Sumsum tulang belakang memiliki fungsi penting dalam tubuh. Fungsi
tersebut antara lain menghubungkan impuls dari saraf sensorik ke otak dan
sebaliknya, menghubungkan impuls dari otak ke saraf motorik memungkinkan
menjadi jalur terpendek pada gerak refleks. rangsangan dari reseptor dibawa
oleh neuron sensorik menuju sumsum tulang belakang melalui akar dorsal
untuk diolah dan ditanggapi. Selanjutnya, impuls dibawa neuron motorik
melalui akar fentral ke efektor untuk direspons.
1. Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi (sistem saraf perifer) merupakan bagian dari sistem
saraf tubuh yang meneruskan rangsangan (impuls) menuju dan dari system
saraf pusat. Karena itu, di dalamnya terdapat serabut saraf sensorik (saraf
aferen) dan serabut saraf motorik (saraf eferen) Serabut saraf sensorik

11
adalah sekumpulan neuron yang menghantarkan impuls dari reseptor
menuju sistem saraf pusat. Sedangkan serabut saraf motorik berperan
dalam menghantarkan impuls dari sistem saraf pusat menuju efektor (otot
dan kelenjar) untuk ditanggapi. Berdasarkan asalnya, sistem saraf tepi
terbagi atas saraf kranial dan saraf spinal yang masing-masing
berpasangan, serta ganglia (tunggal: ganglion). Saraf kranial merupakan
semua saraf yang keluar dari permukaan dorsal otak. Saraf spinal ialah
semua saraf yang keluar dari kedua sisi tulang belakang. Masing-masing
saraf ini mempunyai karakteristik fungsi dan jumlah saraf yang berbeda.
Sementara itu, ganglia merupakan kumpulan badan sel saraf yang
membentuk simpul simpul saraf dan di luar sistem saraf pusat.
Berdasarkan cara kerjanya sistem saraf tepi dibedakan menjadi dua,
yaitu:
a. Sistem saraf sadar
Yaitu sistem saraf yang mengatur segala gerakan yang dilakukan
secara sadar atau dibawah koordinasi saraf pusat atau otak.
Berdasarkan asalnya sistem saraf sadar dibedakan menjadi dua
yaitu: sistem saraf kepala (cranial) dan sistem saraf tulang belakang
(spinal)
b. Sistem saraf tak sadar
2. Sistem Saraf Tak Sadar (Saraf Otonom)
Sistem saraf tak sadar disebut juga saraf otonom adalah sistem saraf
yang bekerja tanpa diperintah oleh sistem saraf pusat dan terletak khusus
pada sumsum tulang belakang. Sistem saraf otonom terdiri dari neuron-
neuron motorik yang mengatur kegiatan organ- organ dalam, misalnya
jantung, paru-paru, ginjal, kelenjar keringat, otot polos sistem pencernaan,
otot polos pembuluh darah.
Berdasarkan sifatnya, sistem saraf otonom dibedakan menjadi dua yaitu
saraf simpatik dan saraf parasimpatik. Saraf simpatik memiliki ganglion
yang terletak di sepanjang tulang belakang yang menempel pada sumsum
tulang belakang, dan memilki serabut pra-ganglion Pendek dan serabut
post ganglion yang panjang. Serabut pra-ganglion yaitu serabut saraf yang

12
menuju ganglion dan serabut Saraf yang keluar dari ganglion disebut
serabut post-ganglion.
Saraf parasimpatik berupa susunan saraf yang berhubungan dengan
ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Sebelum sampai pada organ
serabut saraf akan mempunyai sinaps pada sebuah ganglion seperti pada
bagan berikut. Saraf parasimpatik memiliki serabut pra ganglion yang
panjang dan serabut post ganglion pendek. Saraf simpatik dan
parasimpatik bekerja pada efektor yang sama tetapi pengaruh kerjanya
berlawanan sehingga keduanya bersifat antagonis. Contoh fungsi saraf
simpatik dan saraf parasimpatik antara lain. Saraf simpatik mempercepat
denyut jantung, memperlambat proses pencernaan, merangsang ereksi,
memperkecil diameter pembuluh arteri, memperbesar pupil, memperkecil
bronkus dan mengembangkan kantung kemih, sedangkan saraf
parasimpatik dapat memperlambat denyut jantung. mempercepat proses
pencernaan, menghambat ereksi, memperbesar diameter pembuluh arteri,
memperkeciıl pupil, mempebesar bronkus dan mengerutkan kantung
kemih.
B. FISIOLOGI SISTEM SARAF
Menurut Syaifuddin (2006), sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang
cepat seperti kontraksi otot, peristiwa fiselar yang berubah dengan cepat
menerima ribuan informasi dari berbagai organ sensoris menginter
pretasikannnya untuk menentukan reaksi yang harus dilakukan. Membran
sel bekerja sebagai suatu sekat pemisah yang sangat efektif dan selektif
antara cairan ekstra seluler dan cairan intra seluler. Di dalam ruangan ektra
seluler, di sekitar neuron terdapat cairan intraseluler terdapat kalium.
Bagian-bagian otak secara garis besar terdiri atas cerebrum,
brainsteam,cerebellum.
Menurut Syaifuddin (2006), fungsi cerebrumyaitu:
1. Mengingat pengalaman masa lalu.
2. Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal intelegensi,
keinginan danmemori.
3. Pusat menangis, buang arir besar dan buang airkecil

13
Menurut Setiadi (2007), cerebrum pada otak besar di bagi atas 4
lobusyaitu:
1. Lobusfontalis,menstimulasi pergerakan otot, yang bertanggung
jawab untuk proses berfikir.
2. Lobus parientalis, fungsinya merupakan area sensoris dari otak yang
merupakan sensasi peraba, tekanan, dan sedikit menerima
perubahantemperatur.
3. Lobus temporalis, mengandung area auditori yang menerima
sensasi daritelinga.
4. Lobus oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari cerebrum
mengandung area visual yang menerima area sensasi darimata.
 Area khusus otak besar (cerebrum) adalah:
a) Somatic sensory area yang menerima impuls dari
reseptor sensoritubuh.
b) Primary motor area yang mengirim impuls ke
ototskeletal.
c) Broca’s area yang terlibat dalam kemampuan bicara.
2.2. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Epilepsi
A. Konsep Teoritis Epilepsi
1. Definisi
Epilepsi adalah suatu keadaan fisik yang dikarakteristikkan dengan
kejadian tiba-tiba, perubahan singkat pada kerja otak.Keadaan ini
menimbulkan gejala neurolpgis yaitu gejala yang mempengaruhi otak dalam
bentuk serangan kejang (WHO, 2003).
Epilepsy adalah gehala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak
berat yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang.Keadaan ini dapat
dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan, atau
hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan perilaku, alam perasaan,
sensasi dan persepsi.Sehingga epilepsy bukan penyakit tetapi suatu gejala
(Brunner dan Suddarth tahun 2002).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-
gejala yang datang dalam serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas

14
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversible dengan
berbagai etiologi (Arif Mansjoer, 2008).
2. Etiologi
1. Faktor Penyebab Epilepsi
a. Keturunan : untuk beberapa tipe epilepsi dapat diwariskan
namun faktor keturunan ini tidak selalu ada.
b. Cedera otak saat lahir : contohnya persalinan yang berhubungan
dengan asfiksia dan perdarahan intrakranial, kelainan plasenta
atau tali pusat yang melilit dileher.
c. Gangguan metabolic : kekurangan asupan nutrisi yang
dibutuhkan oleh otak yang dapat disebabkan oleh, hipoglikemia,
hipokalsemia, hiponatremia dan dafisiensi piridoksin.
d. Infeksi : infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis, bakteri
yang dapat menyebabkan epilepsy. Penyakit infeksi lainnya
seperti campak, penyakit gondongan yang menyebabkan demam
tinggi sehingga menimbulkan kejang.
e. Keracunan : keracunan dapat merusak susunan saraf otak,
contohnya keracunan Timbal (Pb), kamper (kapur barus,
fenotiazun, air)
f. Tumor otak : adanya pertumbuhan sel yang tidak normal pada
otak akan mengganggu struktur dan fungsi otak.
g. Cedera kepala : merupakan penyebab epilepsy tersering pada
usia muda seperti kecelakaan.
2. Faktor Pencetus Epilepsi
a. Faktor sensori : seperti cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-
bunyi yang mengejutkan, air panas.
b. Faktor sistemis : seperti demam, penyakit infeksi, obat-obat
tertentu misalnya golongan fenotiazin, khloropropamid,
hipoglikemia, kelemahan fisik.
c. Faktor mental : stress dan gangguan emosi.

15
3. Klasifikasi
Pengetahuan tentang epilepsy (Epileptologi) maju dengan pesat sekali
sehingga Klasifikasi Internasional tahun 1996 telah direvisi pada tahun
1981. Sebagai pelengkap bagi klasifikasi berdasarkan pola sawan ayan,
yang dirancang oleh International League Againt Epilepsy (ILAE) dibagi
atas : (Harsono, DSS. 2003)
1. Sawan parsian, yang berasal dari daerah tertentu di dalam otak. Sawan
ini dibagi menjadi:
a. Sawan parsial sederhana
b. Sawan parsial kompleks
c. Sawan umum sekunder
2. Sawan umum primer, yang sejak awal seluruh otak terlibat secara
bersamaan. Sawan ini dibagi menjadi:
a. Sawan tonik-klonik
b. Sawan lena
c. Sawan mioklonik
d. Sawan tonik saja
e. Sawan klonik saja
f. Sawan atonik
4. Gejala Klinis
Tanda dan Gejala Epilepsi :
1. Serangan secara tiba-tiba
2. Klien jatuh sambil berteriak
3. Pernafasan sejenak berhenti dan seluruh tubuh menjadi kaku ±1-2
menit
4. Kesadaran hilang saat klien terjatuh sampai ½ jam
5. Kencing keluar spontan
6. Air liur berbusa
7. Gerakan otomatis tanpa tujuan seperti bertepuk tangan, mengecap-
ngecap bibir dan kadang-kadang kembali mengingat masa lalunya
8. Halusinasi penglihatan dan pendengaran
9. Tidak mau bergaul

16
10. Mudah terangsang oleh music dan cahaya
Gejala klinis berdasarkan klasifikasi :
1. Sawan parsial sederhana
a. Sadar tetap baik
b. Motoric fokal yang menjalar (gerakan klonik dari jari tangan, lalu
menjalar ke lengan bawah dan atas atau menjalar ke seluruh tubuh
(epilepsy tipe Jackson).
c. Gerakan versify, dengan kepala dan leher menengok ke suatu sisi.
d. Dapat pula sebagai gejala sensorik fokal menjalar atau sensorik
khusus berupa halusinasi sederhana (visual, auditorik, gustatorik).
2. Sawan parsial komples
Pada kejang parsial kompleks individu tetap tidak bergerak secara
automatic tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami
emosi berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan, atau peka
rangsang.Apapun manivestasinya, individu tidak ingat episode tersebut
ketika telah lewat.
Atau pasien dalam keadaan:
a. Gangguan kesadaran : koma
b. Gangguan fungsi psikis : disfasia, deja-vu, jamais-vu, kesadaran
seperti mimpi (Dream state).
3. Sawan umum tonik-klonik (Grand Mal)
Kejang umum, lebih umum disebut sebagai kejang Grand Mal,
melibatkan kedua hemisfer otak, yang menyebabkan kedua sisi tubuh
bereaksi.Mungkin ada kekakuan intens pada seluruh tubuh yang diikuti
oleh kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot
(kontraksi tonik-klonik umum).Sering lidah tertekan dan pasien
mengalami inkontinensia urine dan feaces.Setelah 1 atau 2 menit,
gerakan konvulsif mulai hilang, pasien rileks dan mengalami koma
dalam, bunyi nafas bisisng.Pada keadaan postikal (setelah kejang),
pasien sering konfusi dan sulit bangun, dan tidur selama berjam-jam,
banyak pasien mengeluh sakit kepala atau sakit otot.Kadang sebelum
sawan ada gejala berupa kecemasan.

17
4. Sawan lena
a. Dintandai deangan kehilangan kesadaran yang berlangsung sangat
singkat sehingga aktivitas terhenti.
b. Disertai mata menatap kosong / dengan mioklonik dari kelompok
otot mata dan wajah.
c. Serangan dapat terjadi sampai puluhan kali dalam sehari.
5. Sawan mioklonik
a. Kontraksi otot-otot tubuh secara cepat, singkron dan bilateral.
b. Kadang hanya mengenai kelompok otot.
6. Sawan atonik
Kehilangan tonus otot secara mendadak pada kelompok otot tertentu,
contoh : pada otot leher yaitu kepala terkulai.
5. Ptofisiologi
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem listrik
dari sel-sel syaraf pusat pada satu bagian otak akan menjadi sel-sel
tersebut memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara
berulang, dan tidak terkontrol (Disritmia). Aktifitas serangan epilepsy
dapat terjadi sesudah suatu gangguan pada otak dan sebagian ditentukan
oleh derajat dan lokasi dari lesi.Lesi pada Mesensefalon, Talamus, dan
Korteks Serebri kemungkinan besar bersifat epileptogenic, sedangakan lesi
pada serebelum dan batang otak biasanya tidak menimbulkan serangan
epilepsi.
Pada tingkat membran sel, Neuroal epileptik ditandai oleh fenomena
biokimia tertentu.Beberapa diantaranya adalah ketidak stabilan membrane
sel syaraf sehingga lebih mudah diaktifkan.Neuronhipersensitif dengan
ambang yang menurun, sehingga mudah terangsang, dan terangsang secara
berlebihan. Situasi ini akan menyebabkan kondisi yang tidak terkontrol,
pelepasan abnormal terjadi dengan cepat, koma dan seseorang dikatakan
menuju epilepsy. Gerakan-gerakan fisik yang tak teratur disebut
kejang.Akibat adanya disritmia muatan listrik pada bagian otak tertentu ini
memberikan manifestasi pada serangan awal kejang sederhana sampai

18
gerakan konfulsif memanhjang dengan penurunan kesadaran (Arif
Muttaqin, 2008).
6. Patway Faktor Predisposisi

Gangguan pada sistem listrik dari sel-sel saraf pusat


pada suatu bagian otak

Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara berulang


dan tidak terkontrol.

Periode pelepasan impuls yang tidak diinginkan

Aktivitas kejang umum lama Gangguan perilaku, alam


akut tanpa perbaikan penuh di perasaan, sensasi dan
antara serangan persepsi

Status Epileptikus

Kejang persial Kejang umum

Peka rangsang Respon pasca kejang

Kejang berulang Respon fisik:

- Konfulsi dan sulit


bangun
- Keluhan sakit
kepala

19
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian diagnostic bertujuan dalam menentukan tipe kejang, frekuensi
dan beratnya, dan faktor-faktor pencetus.Riwayat perkembangan, yang
mencakup kejadiankehamilan dan kelahiran, untuk mencari kejadian cedera
sebelum kejang.Selain dilakukan pengkajian fisik dan neurologic,
hematologic, dan pemeriksaan serelogi CT-Scan digunakan untuk mendeteksi
lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovasku abnormal, dan perubahan
degenerative.
Elektroensefalogram (EEG) melengkapi bukti diagnostic dalam proporsi
substansi dari klien epilepsy dan membantu dalam mengklasifikasikan tipe
kejang.EGG adalah teknik untuk merekam aktivitas elektrik otak melalui
tengkorak yang utuh. Tindakan pemeriksaan ini aman dan sama sekali tidak
menyakiti orang yang diperiksa namun demikian kita harus
mempertimbangkan benar-benar informasi apa yang dapat diperoleh dengan
melakuan pemeriksaan tersebut.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epilepsy dilakukan secara individual untuk memenuhi
kebutuhan khusus masing-masing pasien dan tidak hanya untuk mengatasi
tetapi juga mencegah kejang. Penatalaksanaan berbeda dari satu pasien dengan
pasien lain karena beberapa bentuk epilepsy yang muncul akibat kerusakan
otak dan selain itu bergantung pada perubahan kimia otak.
Farmakoterapi, beberapa obat antikonvulsan diberikan untuk mengontrol
kejang walaupun mekanisme kerja zat kimia dari obat-obatan tersebut tetap
masih tidak diketahui.Tujuan dari pengobatan adalah untuk mencapai
pengontrolan kejang dengan efek samping minimal.Terapi medikasi lebih
untuk mengontrol daripada untuk mengobati kejang. Obat diseleksi sesuai tipe
kejang yang akan diobati dan keefektifan serta kemampuan medikasi.
Penatalaksanaan primer pada penderita epilepsy adalah terapi obat-obatan
untuk mencegah timbulnya serangan kejang atau untuk mengurangi
frekuensinya, sehingga pasien dapat menjalani kehidupan yang normal.Sekitar
70-80% penderita dapat merasakan manfaat obat-obat anti konvulsan.Obat

20
yang dipilih ditentukan oleh jenis serangan, dan dosisnya disesuaikan secara
perorangan.
Secara historic, digunakan kombinasi obat-obatan dengan tujuan
mengurangi dosis obat, sehingga dapat mengurangi efek sampingnya.Tetapi
sekarang banyak dokter yang hanya memakai satu jenis obat saja dan sedapat
mungkin mengurangi jumlah obat yang digunakan. Pemantauan kadar obat
memungkinkan individualism dosis obat yang sesuai dengan kebutuhan
penderita.
B. Anamnesis
Pengkajian Keperawatan menunjukkan masalah yang aktual dan resiko
berkaitan dengan penyakitnya yang mencakup masalah neurologis, komplikasi
sekunder, serta pengaruh penyakit terhadap klien dan keluarga.Gerakkan dan
kemampuan berjalan kllien diobservasi untuk menentukan apakah ada bahaya
jatuh.Pengkajian fungsi dilakukan baik ketika klien cukup istirahat dan ketika
mengalami keletihan.Perli dilakukan baik ketika klien cukup istirahat dan
ketka mengalami keletihan. Perlu dikaji untuk adanya kelemahan, spastistas,
kerusakan pengelihatan dan inkontinesia
Indentitas klien
Meliputi nama, umur ( lebih sering pada kelompok dewasa muda, antara
18 tahun sampai 40 tahun) jenis kelamin ( lebih sering menyerang wanita
dibandingkan dengan pria) pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registr dan diagnosis medis.
Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta bantuan medis
adalah kelemahann anggota gerak, penurunan daya ingat, gangguan sensorik,
dan pengelihatan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada anamnesis sering klien mengeluhkan parestasia (baal, perasaan geli,
perasaan mati atau tertusuk-tusuk jarum), kekaburan pengelihatan, lapang
pandang yang makin menyempit, dan klirn sering mengeluh tungkainya
seakan akan meloncat.
Pada beberapa kasus keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering
mengalami bertingkah laku euforia, suatu perasan senang yang tidak

21
realistis.Ini diduga disebabkan terserangnya substansi alba lobus frontalis.
Pada tahap lanjut dari penyakit, sering mengeluhkan retansi akut dan
inkontinesia.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat infeksi virus
pada masa kanak-kanak yang menyebabkan multipel sklerosis pada waktu
mulai menginjak masa dewasa muda.Virus campak diduga sebagai
viruspenyebab penyait in.
Riwarat Penyakit Keluarga
Penyakit Ini lebih banyak ditemukan di antara keluaraga yang pernah
menderita penyait tersebut, yaitu kira-kira 5-8 kali lebih sering pada keluarga
dekat.
Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakana klien untuk respons emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluaraga dan masyarakat serta respons atau pengaruh dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam keluaraga ataupun dalam masyarakat.Adanya
perubhan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan berbicara.perubahan yang terpenting pada
klien dengan penyakit multipel sklerosis adanya gangguan efek, berupa
eforia, selain itu dapat berakibat hilangnya daya ingat dan demensia.
2.3. Pendidikan kesehatan terkait pencegahan
Pendidikan kesehatan berupa penggunaan leaflet dalam penyampaian
pesan dan didampingi satuan acara penyuluhan dalam prosedurnya
Satuan Acara Penyuluhan
Masalah : Kurangnya pengetahuan mengenai penyakit epilepsi
Pokokbahasan : Epilepsi
Sub pokokbahasan : Penangan epilepsi
Sasaran :Pasien dan keluarga pasien
Tempat : Rumah Sakit Baptis Kediri
Hari/Tanggal : Rabu, 17 Januari 2018
Waktu : 30 menit

22
Media :Leaflet
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Pada akhir proses penyuluhan, pasien dan keluarga pasien dapat mengetahui dan
memahami tentang penyakit epilepsi
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah mengikuti penyuluhanselama15menit, maka diharapkan pasien dan
keluarga pasien:
1. Memahami pengertian epilepsi
2. Memahami penyebabepilepsi
3. Memahami gejalaepilepsi
4. Memahamiseranganepilepsi
5. Memahamipeetolonganpertama padaepilepsi
SASARAN
Pasien dan Keluarga Pasien
PEMBAHASAN MATERI
1. Pengertian epilepsi
2. Penyebabepilepsi
3. Gejalaepilepsi
4. Seranganepilepsi
5. Pertolonganpertamapadaepilepsi
METODE
1. Ceramah
2. Tanya Jawab / Diskusi
MEDIA
1. Leaflet

23
PENATALAKSANAAN
TahapKegiatan Kegiatanpenyaji Kegiatanpeserta Media
Pembukaan  Salam pembuka Memperhatikanmende Ceramah
(5 menit)  Menjelaskan maksud dan ngarkandanmenjawab dantanya
tujuan penyuluhan. pertanyaan jawab
 Memberi pertanyaan
perihal yang akan
disampaikan
Penyajian Menyampaikanmateri : Memperhatikandanme Ceramah
(10 – 15 menit )  Menjelaskan pengertian ndengarkanketerangan membagi
epilepsi kanleafle
 Menjelaskan penyebabe at
pilepsi
 Menjelaskan gejalaepil
epsi
 Menjelaskan
seranganepilepsi
 Menjelaskan pertolonga
npertamapadaepilepsi

Penutup  Memberikankesimpulan, Bertanya Tanya


( 5 – 10 menit ) bertanya pada audien Menjawabpertanyaanp jawab
 Mengevaluasi hasil enyuluhan
penyuluhan dan salam
EVALUASI
1. Apa yang dimaksuddenganepilepsi?
2. Sebutkangejala yang akantimbulpadapasiendenganepilepsi!
3. Apa saja yang harus diperhatikan pada pasien yang menderita epilepsi ?
4. Apa yang harus dilakukan untuk menangani pasien dengan penyakit
epilepsi ?

24
MATERI PENYULUHAN
1. Pengertian
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani “epi” yang berarti atas dan “lepsia”
berarti menyerang, karena dulu epilepsi dianggap sebagai
serangan dari atas atau kutukan dari surga. Epilepsi adalah kumpulan
gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang dapat ditandai dengan
terjadinya kejang berulang, epilepsi bisa terjadi karena ada nya gangguan
listrik pada sel-sel saraf pada suatu bagian otak sehingga terjadi hantaran
listrik yang tidak terkontrol, terjadi berulang, dan abnormal.

2. Penyebab
Penyebab epilepsi dapat digolong kan menjadi 2 faktor, yaitu:
1. Epilepsi Indiopatik
Penyebab tidak diketahui karena tidak dapat dibuktikan adanya
lesi pada otak
2. Epilepsi Simptomatik
Adanya serebral yang mempermudah terjadinya respon kejang.

3. Gejala
GejalaEpilespis, gejala epilepsi tergantung dari jenis epilepsi yang
diderita, gejala epilepsi pada umumnya adalah :
 Kehilangan kesadaran
 Kejang
 Produksi liur bertambah
 Tertidur setelah serangan
 Terjadi pengingkatan tanda-tanda vital
 Sebelum serangan bisa mengalami aura takut/ mual/ encium/
membau atau mengecap sesuatu
 Mudah marah

4. Jenis Serangan
1. Serangan parsial

25
a. Parisal sederhana / Jackson
Kesadaran tidak terganggu, awitan fokal. Diikuti dengan
kejang padajari / wajah lalu menyebar keseluruh sisi tubuh..
2. SeranganUmum
a. Absence / Petit Mal
Kesadaran hilang selama beberapa detik ditandai dengan
berhenti bicara sejenak, pandangan kosong dan mata berkedip
dengan cepat
b. Tonik Klonik / Grand Mal
Biasanya diawali dengan suatu aura. Kesadaran hilang. Kejang
ini biasanya terjadi terus menerus dan tidak dapat menahan
kencing atau pun berak juga amnesia terhadap sesuatu yang terjadi
selama serangan.

5. Pertolongan pertama pada epilepsi


Pertolongan pertama yang harus dilakukan bila seseorang di dekat
Anda mengalami kejang.
1. Jangan takut, jangan panik, utamakan keselamatan dan bertindak
tenang. Pindahkan barang-barang berbahaya yang ada di dekat pasien.
Jangan pindah kan pasien kecuali berada dalam bahaya. Longgarkan
kerah kemeja atau ikat pinggang agar memudahkan pernafasan.
2. Jangan masukkan apapun kemulut pasien, atau benda keras di antara
gigi karena benda tersebut dapat melukai pasien.
3. Bila pasien muntah atau mengeluarkan banyak liur, miringkan kepala
pasien kesalah satu sisi.
4. Observasi kondisi kejang. Perhatikan keadaan kesadaran, warna wajah,
posisi mata, pergerakan keempat anggota gerak, dan suhu tubuh,
waktus aat kejang mulai dan berakhir, serta lamanya kejang.
5. Tetap di samping pasien sampai keadaan pasien pulih sepenuhnya.
Bila setelah kejang berakhir tidak ada keluhan atau kelemahan, maka
pasien dapat dikatakan telah pulih. Namun bila pasien mengalami sakit
kepala, terlihat kosong atau mengantuk, biarkan pasien melanjutkan

26
istirahatnya. Jangan mencoba memberi stimulasi pada pasien jika
keadaan pasien belum sepenuhnya sadar. Biarkan pasien kembali pulih
dengan tenang.
Segera cari pertolongan medis atau rumah sakit bila :
 Kejang berlangsung selama 2-3 menit
 Kejang yang diikuti kejang berikutnya tanpa ada fase sadar diantaranya
 Pasien terluka saat kejang
2.4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Klien dengan multipel sklerosis umumnya tidak mengalami
kesadaran.Adanya perubahan pada tanda-tanda vita, meliputi bradikardi,
hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan berhubungan dengan
bercak lesi di medua spinalis.
B1 ( Breathing)
Pada umumnya, klien dengan multipel sklerosis tidak mengalami
gangguan pada sistem pernafasan.Pada beberapa klien yang telah lama
menderita multipel sklerosis dengan dampak dari tirah baring lama,
mengalami gangguan fungsi pernafasan. Pemeriksaan fisik meliputi
 Inspeksi Umum. Didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan
batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesal nafas.
 Palpasi. Taktil premitus seimbang kanan kiri
 Perkusi. Adanya suara respons padda seluruh lapangan paru
 Auskultasi. Bunyi naps tambahan seperti nafasberbunyi, ronkhi pada
klien.
B2 ( Blood )
Pada umumnya klien dengan multipel sklerois mengalami gangguan pada
sistem kardiovakuler.Akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya
klin mengalami hipotensi postural.
B3 ( Brain )
Pengkajian ini merupaan pemeriksaan fokus dan lebh lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.Inspeksi umum didapatkan
berbagai manifestasi akibat berubahan tingkah laku.

27
Pengkajian tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran komposmetis .
Pengkajian fungsi serebal. Status mental: biasanya status mental klien
mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status
kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.
Pengkajian saraf kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf
kranial I-XII
 Saraf I. Biasanaya pada klien multipel sklerosis tidak memiliki
kalianan fungsip penciuman.
 Daraf II. Tes ketajaman pengelihatan mengalami perubhan penurunan
ketajaman pengelihatan.
 Saraf III, IV, dan VI. Pada beberapa kasus penyakit multipel sklerosis
biasnya tidak ditemukakn adanya arah horisontal atau vertikal.
 Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
 Saraf VII. Persepsi pengecapan dalm batas normal.
 Saraf VIII. Tidak ditemukanadanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
 Sarah IX dan X. Didapatkan kesullitan dalam menelan.
 Saraf XI. Tiak ada atrofi otot sternokledomastoideus dan trapeazius.
 Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada fasikulasi. Indra pengecap normal,
Pengkajian sistem motorik.Berikut ini dijelaskan beberapa pengkajian
sistem motorik.
 Kelemahan spastik anggota gerak, dengan menifestasi berbagai gejala,
asimetris pada keempat anggota gerak.
 Merasa lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan
terlihat jelas kaki yang sebelah terserert maju, serta pengontrolan yang
buruk.
 Klien dapat mengeluh tungainya sekan-akan meloncat secara spontan.
 Keadan spastis yang lebih berat disertai spasme otot yang nyeri.
Pengkajian reflek.
 Refleks tendon hiperaktif dan refleks abdominal tidak ada.
 Respons plantar beruppa ekstensor. Tanda ini merupakan indikasi
terserangnya lintasan kortikospinal.

28
Pengkajian sistem sensorik.Gangguan sensorik. Parestesia ( ball,
perassaan geli, perasaan mati rasa atau tertusuk-tusuk jarum). Jika lesi
terdapat pada kolumna posterior medula spinalis servikalis, fleksi leher
menyebabkan sensasi seperti syok, sensasi getar seseklai menghilang.
B4 ( Bladeer )
Disfungsi kandung kemih.Lesi pada traktus kortikospinalis menimbulkan
gangguan pengaturan sfingter sehingga timbul keraguan, frekuensi dan
urgensi yang menunjukkan berkurarngnya kapasitas kemih yang
spastis.Selian itu juga timbul retensi akut dan inkontinensia.
B5 ( Bowel )
Pemenuhan nutrisi berkurag berhubungan dengan asupan nutrisi yang
berkurang karena kelemahan fisik umum perubahan status
kognitif.Penurunan aktivtas umum klien sering mengalami konstipsi.
B6 ( Bone )
pada beberapa keadaan klien multipel sklerosis biasanya didapatkan
adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan spastik anggota
gerak. Kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau berbagi secara
asimetris pada keempat anggota gerak. Adanya gangguan keseimbangan
dan koordinasi dalm melakukan pergerakan karena perubaha pada gaya
berjalan dan kaku pada seluruh gerakan memberikan resiko pada trauma
fisik bila melakukan aktivitas.
A. Diagnosis Keperawatan.
1. Hambatan mobiitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan, paresis,
dan spastisitas.
2. Risiko tinggi kontraktur sendi yang berhubungan dengan penurunan
aktivitas sekunder hambatan mobilitas fisik.
3. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan
pengelihatan.
4. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan asupan nutrisi tisak adekuat.
5. Risiko tinggi kerusakan integritas jaringan yang berhubungan tirah
baring lama.

29
2.5. Konsep Prosedur Keperawatan
Pemeriksan fisik sehubungan dengan sistem persarafan untuk mendeteksi
gangguan fungsi persarafan. Dengan cara inspeksi, palpasi dan perkusi
menggunakan refleks hammer.
Pemeriksaan pada sistem persarafan secara menyeluruh meliputi : status
mental, komunikasi dan bahasa, pengkajian saraf kranial, respon motorik,
respon sensorik dan tanda-tanda vital.
Secara umum dalam pemeriksaan fisik klien gangguan sistem persarafan,
dilakukan pemeriksaan :
1. Status mental :
Masalah persarafan sering berpengaruh pada status mental, kadang-kadang
perawat mengalami kesulitan memperoleh riwayat kesehatan yang akurat
langsung dari klien. Status mental, termasuk kemampuan berkomunikasi dan
berbahasa serta tingkat kesadaran dilakukan dengan pemeriksaan Glasgow
Coma Scale (GCS).
1. Orientasi
Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal, hari dan bulan.
Tanyakan “kita ada dimana” seperti : nama rumah sakit yang ia tempati,
negara, kota, asal daerah, dan alamat rumah. Berikan point 1 untuk
masing-masing jawaban yang benar
2. Registration (memori)
Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan sebutkan nama benda-benda
tersebut masing-masing dalam waktu 1 detik. Kemudian suruh orang coba
untuk mengulang nama-nama benda yang sudah diperlihatkan. Berikan
point 1 untuk masing-masing jawaban benar
3. Perhatian dan perhitungan
Tanyakan angka mulai angka 100 dengan menghitung mundur. Contoh
angka 100 selalu dikurangi 7. berhenti setelah langkah ke 5.
Untuk orang coba yang tidak bisa menghitung dapat menggunakan kata
yang dieja. Contoh kata JANDA, huruf ke 5, ke 4, ke 3 dst. berikan skor 1
unuk masing-masing jawaban benar
4. Daya ingat (recall)

30
Sebutkan tiga benda kemudian suruh Orang coba mengulangi nama benda
tersebut. Nilai 1 untuk masing-masing jawaban benar
5. Bahasa :
Memberikan nama
Tunjukkan benda (pensil dan jam tangan) pada Orang coba, dan tanyakan
nama benda tersebut (2 point)
Pengulangan kata
Ucapkan sebuah kalimat kemudian Suruh Orang coba mengulang kalimat
tersebut. Contoh ‘saya akan pergi nonton di bioskop’ (skor 1)
Tiga perintah berurutan
Berikan Orang coba selembar kertas yang berisi 3 perintah yang berurutan
dan ikuti perintah tersebut seperti contoh. Ambil pensil itu dengan tangan
kananmu, lalu pindahkan ke tangan kirimu kemudian letakkan kembali
dimeja. (skor tiga)
Membaca
Sediakan kertas yang berisi kalimat perintah contoh. (tutup matamu).
Suruh Orang coba membaca dan melakukan perintah tersebut (skor 1)
Menulis
Suruh Orang coba menulis sebuah kalimat pada kertas kosong (skor 1)
Mengkopi(menyalin)
Gambarlah suatu objek kemudian suruh orang coba meniru gambar
tersebut (nilai 1)
Skor maksimun pada test ini adalah 30, sedangkan rata-rata normal dengan
nilai 27.
2. Tingkat kesadaran :
1. Alert : Composmentis / kesadaran penuh
 Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli
individu terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.
2. Lethargic : Kesadaran
 Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan
bicara.

31
 Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin klien
dapat berespon dengan cepat.
 Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
3. Obtuned
 Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat
memberikan respon misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan
kalimat membingungkan.
4. Stuporus
 Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
 Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
5. Koma
 Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal,
tanda vital mungkin tidak stabil.
3. Glasgow Coma Scale (GCS) :
Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye open = E), respon motorik
(motorik response = M), dan respon verbal (verbal response = V). Dimana
masing-masing mempunyai “scoring” tertentu mulai dari yang paling baik
(normal) sampai yang paling jelek. Jumlah “total scoring” paling jelek adalah
3 (tiga) sedangkan paling baik (normal) adalah 15.
Score : 3 – 4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja
<7 : koma
> 11 : moderate disability
15 : composmentis
Adapun scoring tersebut adalah :
RESPON SCORING
1. Membuka Mata = Eye open (E)
 Spontan membuka mata 4
 Terhadap suara membuka mata 3
 Terhadap nyeri membuka mata 2
 Tidak ada respon 1
2. Motorik = Motoric response (M)
 Menurut perintah 6

32
 Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba) 5
 Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4
 Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur 3
dekortikasi 2
 Ekstensi abnormal/postur deserebrasi 1
 Tidak ada respon
3. Verbal = Verbal response (V)
 Berorientasi baik 5
 Bingung 4
 Kata-kata respon tidak tepat 3
 Respon suara tidak bermakna 2
 Tidak ada respon 1
Saraf kranial :
1. Test nervus I (Olfactory)
 Fungsi penciuman
 Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda
yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan
sebagainya.
 Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
 Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
 Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua
baris di koran, ulangi untuk satunya.
 Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
 Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
 Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter
kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien

33
dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil
kena sinar.
 Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm
sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya
deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
 Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa
menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
 Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak
mata atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan
mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya
sentuhan.
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
5. Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam,
manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan
kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan
merangsang pula sisi yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salivasi
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien
untuk : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara
pemeriksa berusaha membukanya
6. Test nervus VIII (Acustikus)
 Fungsi sensoris :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.

34
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
 N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi
bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus.
Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
 N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula,
palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
 Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah
simetris dan tertarik keatas.
 Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx
dengan tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.
8. Test nervus XI (Accessorius)
 Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya.
 Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan ----
test otot trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
 Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat
dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
Sistem Motorik :
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks
cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus
pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada
berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara

35
berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang
agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut
kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama.
Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana
kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan
ekstensi extremitas klien.
Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji
tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan
tangan.
Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya
dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan
skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)

0 = tidak ada kontraksi sama sekali.


1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau
melawan tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
Aktifitas refleks :
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks
hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap
abnormal ( +++ )

36
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih
300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul
dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris
yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan
pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks
hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas
sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini
kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang
digores.

37
6. Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian
lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi
bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi
plantar semua jari kaki.

38
BAB III
PENUTUP
7.1. kesimpulan
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)
dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang
bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak,
bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi
didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi.
Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna
narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi
selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari
narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam
process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi
mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi
penyebab pastinya tetap belum diketahui.
7.2. saran
Disarankan kepada pembaca agar menghindari faktor resiko penyebab epilepsi
karena epilepsi dapat ditimbulkan karena kebiasaan yang salah.

39
DAFTAR PUSTAKA

40
LAMPIRAN

41

S-ar putea să vă placă și