Sunteți pe pagina 1din 17

BAB II

Tinjauan Pustaka

Lambung

Lambung adalah segmen saluran digestive atau pencernaan yang melebar dan merupakan
organ gabungan antara eksokrin dan endokrin yang bertugas mencerna makanan dan sekresi
hormon. (Fitrie, 2004). Lambung memiliki banyak fungsi yakni menerima, menyimpan,
mencampur, dan mencerna produk makanan dan mengeluarkan berbagai enzim yang mengatur
fungsi pencernaan. Sebagian fungsi dirancang secara khusus baik mekanis maupun kimiawi untuk
mengurangi massa bahan makanan yang tertelan, atau bolus, menjadi massa setengah cair yang
disebut kimus. Pengubahan bolus secara mekanis dilakukan oleh kontraksi peristaltik dinding
lambung ketika makanan masuk kedalam lambung. Drngan pylorus tertutup kontraksi otot
menggiling dan mencampur isi lambung isi lambung dengan getah lambungyang dihasilkan oleh
kelenjar gastrika. Saraf yang teletak di pleksus saraf mukosa (plexus nervosus submucosus) dan
pleksus saraf mienterikus (plexus nervosus myentericus) dinding lambung mengatur aktifitas
peristaltik. Lambung juga melakukan sebagian fungsi penyerapan, hanya saja fungsi ini terbatas
pada penyerapan air, alcohol, garam, dan obat – obatan tertentu (Eroschenko, 2010)

1. Anatomi lambung
Secara anatomis lambung dibagi oleh ahli anatomi menjadi tiga bagian, yaitu pars
cardia sebagai jalan masuk gaster, copus gastricum sebagai yang merupakan bagian utama
dengan fundus gastricus di daerah superior, pars pylorica sebagi tempat keluar dari gaster
yang berlanjut sebagai antrum pyloricum dan canalis pyloricus. Gaster memiliki dinding
anterior dan posterior (paries anterior dan paries posterior). Curvatura minor terletak disisi
kanan, curvature major terletak disisi kiri. Lekukan pada curvatura minor (incisura
angularis) menandakan awal pars piylorica. Curvatura major juga mulai dengan lekukan
yang menandakan sudut HIS antara oesophagus dan gaster (incisura cardialis). Didalam
gaster transisi diantara kedua organ tersebut ditandai dengan lipatan mukosa yang bersama
– sama dengan katup angiomuskular gastro-oeshophagus, berperan pada penutupan gaster
(Paulsen F, Waschke J, 2012).
Lambung secara histologis terdiri atas empat lapisan yang tersusun dari lapisan terdalam
ke lapisan terluar yakni lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan muskularis, dan
lapisan serosa (Price dan Wilson, 2006).
1. Lapisan mukosa
Lapisan ini terdiri dari epitel selapis silindris di bagian permukaanya yang
meninvaginasi kedalam sampai menuju ke lamina propria. Sel-sel permukaan di
lapisan mukosa yang segaris dengan lumen dan gastric pitch mengeluarkan secret
tebal dan sangat kental yang kaya akan ion bikarbonat dan melindungi mukosa dari
efek abrasif intraluminal makanan dan efek yang korosif dari asam lambung (
Mescher L. Antony, 2013). Ada empat jenis sel utama yang sangat penting di
lapisan ini yaitu :
1.Sel leher mukosa muncul secara tunggal atau berkelompok di sel kelenjar
lambung dan termasuk progenitor dari sel lain ( Mescher L. Antony, 2013).
Sel ini terletak di bagian atas kelenjar gastrika dekat foveolar gastrica
(Eroschenko, 2010).
2. Parietal (oxyntic) sel menghasilkan asam klorida (HCl) dan muncul di antara
sel-sel leher mukosa dan seluruh bagian yang lebih dalam dari kelenjar. sel
parietal juga mengeluarkan faktor intrinsik, glikoprotein yang diperlukan
untuk penyerapan vitamin B12 di usus halus. aktivitas sekretori sel parietal
dirangsang baik oleh persarafan parasimpatis dengan keluarnya parakrin dari
histamin dan polipeptida gastrin dari enteroendokrin lain (Mescher L.
Antony, 2013).
3. Sel zimogenik atau chief cell terisi oleh granula sekretorik yang mengandung
proenzim pepsinogen, yakni suatu precursor inaktifnya pepsin. Pelepasan
pepsinogen saat lingkungan lambung asam mengubab pepsinogen inaktif
menjadi enzim proteolitik yang aktif, pepsin. Enzim ini mencerna
makromolekul protein menjadi peptide yang lebih kecil. Pepsin terutama
berperan mengubah bahan makanan padat menjadi kimus cair. Aktivitas sel
ini dikontrol oleh saraf otonom dan hormon gastrin (Eroschenko, 2010).
4. Sel enteroendokrin mengeluarkan berbagai polipeptida dan protein dengan
aktivitas hormonal yang dapat mempengaruhi fungsi saluran pencernaan yang
lain. Sel ini juga dapat menyerap precursor amin dan mendekarboksilasikanya
(Eroschenko, 2010).
2. Lapisan submucosa
Lapisan submukosa terdiri dari jaringan alveolar longgar yang
menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini
memungkinkan mukosa bergerak dengan gerakan peristaltik. Pada lapisan ini
banyak mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe (Price dan
Wilson, 2006).
3. Lapisan muskularis eksterna
Dinding lambung terdiri dari beberapa lapisan otot, yaitu lapisan terluar
dengan serat otot yang berjalan secara longitudinal, serat otot yang berjalan secara
sirkuler; dan lapisan terdalam dengan serat otot yang berjalan secara oblique
(Despopoulos dan Silbernagl, 2003). Lapisan lapisan ini menyatu pada bidang
temunya dengan batas yang tidak jelas (Fawcett, 2002).
4. Lapisan seorosa
Lapisan tipis jaringan, mesothelium, yang melapisi organ visceral. Lapisan
ini juga melapisi oesophagus abdominalis, lambung, usus halus, dan dinding
anterior kolon (Eroschenko, 2010).
2. Histo-Fisiologi Lambung
Fungsi motorik lambung ada tiga, yang pertama lambung sebagai penyimpanan
sejumlah besar makanan sampai makanan dapat diproses di dalam lambung, duodenum,
dan traktus intestinal bawah; lambung juga berfungsi untuk membentuk campuran
setengah cair yang disebut kimus dari hasil pencampuran makanan dengan sekret yang
dihasilkan lambung; kemudian kimus dengan lambat dari lambung menuju ke dalam usus
halus pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absopsi yang tepat oleh usus halus
(Guyton C. Arthur, Hall E. John., 2007)
Getah lambung yang bening tanpa warnamengandung mukus, air, HCl, dan enzim
pepsin. Sekresi asammempertahankan lingkungan intern yang optimal untuk proteolisis
oleh pepsin yang paling aktif pada pH 2 (Fawcett, 2002).
3. Rangsangan Sekresi Asam Lambung
Sel parietal dari kelenjar oksintik adalah satu-satunya jenis sel yang menyekresi
asam Hidroklorida, keasaman cairan yang disekresikan dapat sangat asam dengan ph
serendah 0.8. Kemudian sel parietal juga sangat berhubungan dengan jenis sel lain yang
disebut sel mirip-enterokromafin (sel ECL) yang fungsinya adalah menyekresikn
histamine. Kemudian ECL dirangsang untuk menyekresi histamine dengan beberapa cara:
 Hormon gastrin merupakan perangsang ECL yang paling kuat, hormone ini
akan berespon terhadap protein dalam makanan yang dicerna.
 Asetilkolin yang dilepaskan dari ujung saraf vagus lambung juga dapat
merasanag sekresi histamin dari ECL (Guyton C. Arthur, Hall E. John., 2007).
Gastrin merupakan hormone yang di sekresikan oleh sel-sel gastrin atau sel G yang
berada dikelenjar pilorik lambung. Ketika makanan mengandung protein menuju lambung,
protein tersebeut mempunyai efek khusus untuk merangsang pelepasan hormin gastrin ke
dalam getah pencernaan lambung. Akibat proses pencampuran hormone gastrin dengan
cepat terbawa ke sel ECL yang berada di korpus lambung, sehingga memnyebabkan
pelepasan histamine langsung ke kelenjar oksintik. Histamin langsung cepat bekerja untuk
merangsang sekresi asam hidroklorida (HCL) lambung (Guyton C. Arthur, Hall E. John.,
2007).
4. Pertahanan Lapisan Mukosa lambung
Terdapat sistem pertahanan yang rumit pada lambung untuk melindungi lapisan
mukosa dari kerusakan dan memperbaiki kerusakan yang ada. Beberapa substansi yang
dapat merusak lapisan mukosa lambung selain HCl dan pepsin, adalah obat-obatan,
minuman alkohol, dan infeksi bakteri (Del Valle, 2005).
Mekanisme keseimbangan antara faktor agresif (perusak) dan factor defensif
(ketahanan mukosa) sangat penting untuk mempertahankan fungsi dan integritas saluran
cerna terutama lambung. Faktor agresif yang utama adalah asam lambung dan pepsin.
Faktor defensif yang berperan adalah mukus dan bikarbonat (mucus barrier) , mucosal
resistance barrier (resistensi mukosa), microcirculation (aliran darah mukosa) dan
prostaglandin (PM soemanto, 1993).
Seluruh permukaan lambung memiliki lapisan yang bersambungan yang secara
sederhana disebut sel-sel mucus permukaan. Sel-sel tersebut menyekresikan sejumlah
besar mucus kental yang melapisi mukosa lambung, sehingga menyediakan suatu
cangkang proteksi utama bagi dinding lambung yang juga memilik peran untuk
memperlancar transport makanan (Guyton C. Arthur, Hall E. John., 2007).
Bikarbonat, adalah hasil sekresi dari permukaan sel-sel epitel gastroduodenal
mukosa menuju ke dalam mucous gel, yang dapat membentuk keadaan pH 1-2 (asam)
pada permukaan lumen lambung dan pH 6-7 (basa) pada sepanjang lapisan permukaan sel-
sel epitel lambung (Silbernagl dan Lang, 2000). Sekresi bikarbonat distimulasi oleh Ca2+,
prostaglandin, persarafan kolinergik, dan keasaman lumen. Permukaan sel-sel epitelium
memberikan garis pertahanan lanjutan yang melewati faktor-faktor yang kuat, seperti
transport ionik dari sel-sel epitel yang menjaga pH dalam intracellular dan produksi
bikarbonat, dan intracellular tight junctions (Del Valle, 2005).
5. Resistensi Mukosa Lambung
Faktor yang berperan disini adalah kemampuan regenerasi sel (cell turn over),
potensial listrik membran mukosa dan kemampuan penyembuhan luka. Cairan empedu dan
salisilat dapat menurunkan potensial listrik membran mukosa. Pada mukosa lambung
normal akan terjadi pergantian sel epitel tiap 2-3 hari. Kerusakan/kehilangan sel akan
segera dikompensasi dengan mitosis sel, sehingga keutuhan permukaan mukosa
dipertahankan (Robbin, 2005; Enaganti, 2006; Mok, 2002).
Kemampuan proliferasi sel mukosa sangat enting untuk mempertahankan keutuhan
mukosa dan penyembuhan lesi mukosa. Pada penderita dengan lesi mukosa akut dalam
waktu singkat akan terjadi proliferasi sel untuk menutupi lesi (Johnson A et al, 2007).
6. Aliran darah Mukosa
Aliran darah mukosa yang menjamin suplai oksigen dan nutrisi yang adekuat adalah
penting untuk ketahanan mukosa. Setiap penurunan aliran darah baik lokal maupun
sistemik akan menyebabkan anoksia sel, penurunan ketahanan mukosa dan memudahkan
terjadinya ulserasi (Ramakrishnan k, Salnas RC, 2007).
Penurunan perfusi darah pada mukosa lambung memegang peranan penting dalam
patofisiologi ulkus akibat stress (stress ulser) pada syok, sepsis, trauma berat dan
sebagainya (Anonym, 2008)
7. Prostaglandin dan Beberapa Faktor Pertumbuhan
prostaglandin berperan penting pada proses-proses fisiologis normal dan
pemeliharaan fungsi regulasi berbagai organ. Pada selaput lendir traktus gastrointestinal,
prostaglandin berefek protektif. Prostaglandin meningkatkan resistensi selaput lendir
terhadap iritasi mekanis, osmotis, termis atau kimiawi. Prostaglandin juga meningkatkan
aliran darah ke mukosa lambung dan mengurangi sekresi asam lambung. Dalam suatu
telaah telah ditunjukkan, bahwa pengurangan prostaglandin pada selaput lendir lambung
memicu terjadinya tukak (Kartasasmita, 2002).
Banyak kelas dari obat-obatan, khususnya aspirin dan penghambat penghambat
spesifik dari cyclooxygenase-2 (COX-2), yang berdasarkan mekanisme kerjanya adalah
menghentikan/menghambat pembentukan prostaglandin. Aspirin menghambat secara
nonselektif COX-1 dan COX-2, yang mana pada COX-1 berguna untuk pembentukan
prostaglandins (Brunton et al., 2008).
Beberapa faktor pertumbuhan seperti :
Epidermal Growth Factor (EGF), Fibroblast Growth Factor (FGF), Transforming
Growth Factor α (TGF-α) memegang peranan dalam membantu proses restitusi. Kerusakan
berat yang tidak dapat diperbaiki melalui proses restitusi dilaksanakan melalui proliferasi
sel. Regenerasi sel epitel diatur oleh PG, FGF dan TGF-α. Berurutan dengan pembaruan
sel epitel, terjadi pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) dalam areal kerusakan.
FGF dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) memegang peran penting dalam
proses angiogenesis ini (Tarigan, 2006; Robbins, 2005)
8. Proses Kerusakan Mukosa Lambung
Pada keadaan normal, asam lambung dan pepsin tidak akan menyebabkan
kerusakan mukosa lambung dan duodenum. Bila oleh karena sesuatu sebab ketahanan
mukosa rusak (misalnya karena salisilat, empedu, iskemia mukosa) maka akan terjadi
difusi balik H+ dari lumen masuk kedalam mukosa. Difusi balik H+ akan menyebabkan
reaksi berantai yang akan menyebabkan kerusakan pada mukosa (Enaganti, 2006).
Difusi balik H+ akan menyebabkan pepsin dilepas dalam jumlah besar, Na+ dan
protein plasma banyak yang masuk kedalam lumen dan terjadi pelepasan histamin.
Selanjutnya terjadi peningkatan sekresi asam lambung oleh sel parietal, peningkatan
permeabilitas kapiler, oedema dan perdarahan. Di samping itu akan merangsang
parasimpatik lokal akibat sekresi asam lambung makin meningkat dan tonus muskularis
mukosa meninggi, sehingga kongesti vena makin hebat dan menyebabkan perdarahan.
Keadaan ini merupakan lingkaran setan yang menyebabkan kerusakan mukosa makin
berlanjut, dapat terjadi erosi superfisial atau ulserasi (Tarnawski AS, Caves TC, 2004).
Iritasi pada mukosa yang berlangsung lama menyebabkan kerusakan mukosa yang
berulang-ulang sehingga dapat terjadi radang lambung kronis dan tukak lambung. Hal ini
terjadi misalnya pada pecandu alkohol, perokok, pengguna analgetik non steroid jangka
panjang dan refluks empedu. Keadaan serupa terjadi juga pada fungsi pengosongan
lambung yang lambat, sehingga mukosa lambung kontak lama dengan isi lambung (Sibuea
WH, Panggabean MM, Gultom SP, 2005)

Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah suatu jenis obat golongan salisilat yang
sering digunakan sebagai analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi.
(Katzung, 2004).
1. Farmakodinamik
COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal terutama
ginjal, saluran cerna, dan trombosit. Di mukosa lambung, COX-1 menghasilkan
prostaglandin yang bersifat sitoprotektif. Aspirin menghambat COX-1 166 kali lebih kuat
daripada COX-2. Penghambatan ini mengakibatkan terganggunya konversi prostaglandin
dari asam arachidonat (Wilmana dan Gan, 2007).
2. Farmakokinetik
Aspirin diabsorbsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian di
usus halus bagian atas. Kadar tertinggi tercapai kira-kira dua jam setelah pemberian.
Kecepatan absorbsinya tergantung beberapa hal, diantaranya pH mukosa permukaan,
waktu pengosongan lambung, dan kecepatan disintegrasi obat (Ganiswara, 2003) .
3. Dosis
Dosis yang dianjurkan dalam penggunaan aspirin adalah 1200 – 1500 mg tiga kali
sehari (katzung G. Bertram, Masters B. Susan, Trevor J. Anthony, 2013)
4. Efek Samping
Pengguna aspirin yang dilakukan endoskopi memperlihatkan adanya cedera akut di
bagian mukosa lambung, jelas terlihat adanya perdarahan (ptechie) di daerah mukosa dan
submucosa. Perubahan ini terlihat setelah satu jam obat aspirin di telan. Setelah pemberian
oral aspirin tablet, cedera yang paling sering dan paling parah terlihat dalam antrum
lambung. Awalnya muncul erosi kecil di lambung dan biasanya terletak tidak jauh dengan
munculnya ptechie. Apabila proses ulseratif berlanjut ke muskularis mukosa, maka erosi
akan meluas dan akhirnya akan terbentuk ulkus peptikum. Suatu studi yang menggunakan
tikus dengan membandingkan cara memasukkan obat aspirin secara parenteral dengan
intragastrika, kedua cara tersebut 95 % menghambat pembentukan prostaglandin di
lambung. Namun hanya penggunaan secara intra gastrika saja yang menyebabkan cedera
mukosa (Schrör karsten, 2009).
Efek merusak dari OAINS, perinsipnya karena penghambatan sintesis PG. PG
merupakan mediator penting untuk mekanisme pertahanan dan proteksi mukosa
gastrointestinal dari asam dan agen lain yang merusak lumen. PG merangsang sekresi
mukus dan bikarbonat, dan meningkatkan surface hydrophobicity, membuat mukosa
resisten terhadap penetrasi asam. PG dan produk-produk siklooksigenase juga
meningkatkan aliran darah mukosa yang merupakan faktor penting pada penyembuhan,
misalnya pembentukan angiogenesis (Johnson A et al, 2007; Chey WD, Scheiman JM,
2003).
Aliran darah mukosa yang merupakan salah satu efek sitoprotektif akan menurun
dan menimbulkan adhesi netrolit pada endotel pembuluh darah mukosa, memacu lebih jauh
proses imunologik. Radikal bebas dan protease yang dilepas akibat proses imunologik
tersebut akan merusak mukosa lambung (Hirlan, 2006).
OAINS inhibitor COX-2 selektif yang lebih baru, yaitu Celecoxib, dihubungkan
dengan insidensi toksisitas gastrointestinal yang jauh lebih sedikit. Namun demikian,
inhibitor COX-2 mungkin dihubungkan dengan insidensi infark miokard dan stroke yang
lebih banyak daripada obat nonselektif, mungkin karena inhibitor COX-2 tidak
menghambat agregasi platelet (yang mengandung COX-1). Untuk alasan ini, inhibitor
COX-2 tidak boleh digunakan pada pasien yang mempunyai penyakit kardiovaskuler (Neal
MJ, 2006).
Gambar 2.1. Aspirin, Prostaglandin, dan mekanisme kerusakan mukosa di
mukosa lambung manusia (Schrör karsten, 2009).

Gastritis

Gastritis adalah suatu kondisi di mana terjadi pembengkakan atau peradangan mukosa
lambung. Lapisan lambung mengandung kelenjar yang memproduksi asam lambung dan enzim
yang disebut pepsin. Asam lambung berfungsi untuk memecah makanan dan pepsin befungsi untuj
mencerna protein. Sebuah lapisan mukus tebal melindungi lapisan lambung dan membantu
mencegah gastric juice melarutkan jaringan lambung. Ketika lapisan lambung meradang,
menghasilkan asam dan enzim yang lebih sedikit. Namun, lapisan lambung juga menghasilkan
lebih sedikit lendir dan zat-zat lain yang biasanya melindungi lapisan perut dari gastric juice (Jones
Lindsay, 2015)

Gastritis dibagi menjadi akut dan kronis :

A. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah istilah yang mencakup spektrum yang luas dari entitas
yang menginduksi perubahan inflamasi pada mukosa lambung. Beberapa etiologi
yang berbeda menghasilkan gambaran klinis yang sama. Namun, mereka berbeda
dalam karakteristik histologis yang unik. peradangan mungkin melibatkan seluruh
bagian lambung (misalnya, pangastritis) atau hanya di beberapa daerah saja (misalnya,
antral gastritis). gastritis akut dapat dibagi menjadi 2 kategori: erosif (misalnya, erosi
dangkal, erosi dalam, erosi hemoragik) dan nonerosive (umumnya disebabkan oleh
Helicobacter pylori) (Wehbi Mohammad, 2016).

Gastritis erosif akut diakibatkan dari paparan berbagai agen atau factor berikut
ini: obat nonsteroidal anti-inflammatory (NSAID), alkohol, kokain, stres, radiasi,
empedu refluks, dan iskemia. Mukosa lambung menunjukkan perdarahan, erosi, dan
ulkus. NSAID, seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen, adalah agen yang paling
umum yang terkait dengan gastritis erosif akut. (Wehbi Mohammad, 2016).
Mekanisme utama dari kerusakan mukosa pada gastritis erosive akut ini adalah
pengurangan sintesis prostaglandin. Prostaglandin adalah bahan kimia yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan mukosa yang melindungi dari efek merugikan
asam lambung. Efek jangka panjang dari kerusakan tersebut dapat mencakup fibrosis
dan pembentukan striktur (Wehbi Mohammad, 2016).

B. Gastritis Kronik
Helicobacter pylori adalah penyebab utama dari gastritis kronis, penyakit
ulkus peptikum, adenokarsinoma lambung dan limfoma lambung utama. Pertama
dijelaskan oleh Marshall dan Warren pada tahun 1983, H pylori adalah batang gram
negatif spiral yang memiliki kemampuan untuk menjajah lambung dan menginfeksi
lambung. Bakteri dapat bertahan hidup dalam lapisan lendir yang menutupi epitel
permukaan lambung dan bagian atas dari foveolae lambung. Infeksi ini biasanya
diperoleh selama masa kanak-kanak. Selama berada di lambung, bakteri melewati
lapisan mukosa permukaan luminal perut yang menyebabkan respon inflamasi yang
intens dari jaringan di bawahnya (Marcus J Akiva, 2014).
Kehadiran H pylori dikaitkan dengan kerusakan jaringan dan temuan
histologis baik gastritis akut dan gastritis kronis. Tanggapan tubuh host sebagai respon
terhadap H pylori terdiri dari limfosit T dan B, yang menunjukkan gastritis kronis,
diikuti oleh infiltrasi polimorfonuklear (PMN) di lamina propria dan epitel lambung
yang akhirnya memfagositosis bakteri. Kehadiran PMN pada mukosa lambung
merupakan diagnostik akut gastritis (Marcus J Akiva, 2014).

Kacang Kedelai

Kedelai (Glycine max L. Merr) merupakan tanaman semusim yang diusahakan pada
musim kemarau, karena tidak memerlukan air dalam jumlah besar. Kedelai merupakan sumber
protein, dan lemak, serta sebagai sumber vitamin A, E,K, dan beberapa jenis vitamin B dan mineral
K, Fe, Zn, dan P. Kadar protein kacang-kacangan berkisar antara 20-25%, sedangkan pada kedelai
mencapai 40%. Kadar protein dalam produk kedelai bervariasi misalnya, tepung kedelai 50%,
konsentrat protein kedelai 70% dan isolat protein kedelai 90% (Winarsi, 2010) .

1. Taksonomi Kacang Kedelai


Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam
sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Polypetales
Famili : Leguminosea
Sub-famili : Papilionoideae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.) Merill

2. Morfologi Kedelai
Struktur akar tanaman kedelai terdiri dari akar lembaga, akar tunggang dan akar
cabang berupa akar rambut. Perakaran kedelai dapat menembus tanah pada kedalaman ±
150 cm, terutama pada tanah yang subur. Perakaran tanaman kedelai mempunyai
kemampuan membentuk bintil (nodula-nodula) akar yang merupakan koloni dari bakteri
Rhizobium japonicum. Bakteri Rhizobium bersimbiosis dengan akar tanaman kedelai
untuk menambat Nitrogen bebas dari udara. Unsur nitrogen tersebut dimanfaatkan untuk
pertumbuhan tanaman kedelai, sedangkan bakteri Rhizobium memerlukan makanan yang
berasal dari tanaman kedelai, sehingga proses ini merupakan hubungan hidup yang saling
menguntungkan (Rukmana, 1996).
Biji kedelai umumnya berbentuk bulat atau bulat-pipih sampai bulat-lonjong. Warna
kulit biji bervariasi antara lain kuning, hijau, coklat dan hitam. Ukuran biji berkisar antara
6 – 30 gram/100 biji. Di indonesia ukuran biji kedelai diklasifikaikan dalam 3 kelas, yaitu
biji kecil (6 – 10 gr/100 biji), sedang (11 – 12 gr/100 biji) dan besar (13 gr atau lebih/100
biji). (Cahyono, 2007).
3. Kandungan Gizi

Gambar 2.2. kandungan gizi dalam 100 g biji kedelai Aparicio et al (2008) dalam
Winarsi (2010)
aaaa

Gambar 2.3. Kandungan Asam Amino dalam 100 g kedelai kering Sumber :Liu
(1999) dalam Winarsi (2010)

Kandungan asam lemak jenuh utama pada kedelai terdiri dari asam linoleat dan
linolenat. Kedelai mengandung karbohidrat sekitar 35% hanya 12-14% saja yang dapat
digunakan oleh tubuh secara biologis. Selain mengandung protein yang tinggi kedelai
mempunyai potensi yang baik sebagai sumber mineral. Beberapa mineral yang terdapat
pada kedelai antara lain adalah Fe, Na, K, Ca, P, Mg, S, Cu, Zn, Co, Mn dan Cl. Mineral
yang terpenting diantara mineral- mineral tersebut adalah Fe karena selain jumlahnya
cukup tinggi, yaitu sekitar 0.9 - 1.5%. Fe juga terdapat dalam bentuk yang langsung dapat
digunakan untuk pembentukan hemoglobin darah (Suliantari dan Rahayu, 1990). Kedelai
juga kaya akan kandungan vitamin B, yakni vitamin B1, B2, Niasin, dan Piridoksin.
Vitamin lain yang jumlahnya dapat diperhitungkan adalah vitamin E dan K, kemudian
vitamin A dan D terkandung dalam jumlah yang sedikit dan vitamin C hanya terdapat
pada kedelai muda dengan kadar yang sangat rendah (Koswara, 1992).
Kadar protein kedelai yang tinggi dapat menjadi buffer asam yang dapat
menetralkan HCl lambung (Alada, et al., 2005). Beberapa senyawa yang terkandung
dalam kedelai diketahui memiliki efek melindungi mukosa gaster. Asam amino glisin
dapat menurunkan sekresi HCl lambung dan melindungi mukosa gaster (Tariq, Al
Mountaery, 1997). Isoflavin genistein dapat melindungi mukosa gaster dari kerusakan
dengan menghambat proses inflamasi dan menurunkan sekresi HCl lambung (Takekawa,
et al., 2006). Asam linoleat adalah prekusor prostaglandin yang berperan dalam
pelindungan mukosa (Hoffman, et al., 1998). Kandungan lesitin dan fosfatidilkolin
kedelai dapat memperkuat sawar mukus hidrofobik sebagai salah satu pelindung mukosa.
Sedangkan vitamin E adalah antioksidan yang dapat melindungi sel dari kerusakan akibat
radikal bebas (Fesharaki, et al., 2007).

Kacang kedelai mempunyai sifat gastroprotektif, hal ini diduga karena kedelai
memiliki kandungan seperti uraian diatas yang akan di jelaskan lebih rinci berikut ini :

1. Flaonoid (Isoflavon)
Khasiat kacang kedelai berkaitan erat dengan senyawa-senyawa yang
terkandung di dalamnya. Meniran mempunyai kandungan utama senyawa
golongan flavonoid. Flavonoid merupakan antioksidan yang lebih kuat
dibandingkan dengan vitamin E sehingga mampu merangsang kekebalan
tubuh (Kardinan dan Kusuma, 2004). Flavonoid terbukti dapat melindungi
mukosa lambung dengan mekanisme antioksidan, selain itu kemungkinan
besar berguna dalam membantu terapi gastritis akut dan kronis (Zayachkivska
et al., 2005)
Flavonoid melindungi lambung dengan meningkatkan aliran darah
lambung, menstimulasi sintesis mucosubstances dari mukosa lambung dan
meningkatkan efek prostaglandin (PG) pada jaringan lambung. Salah satu jenis
flavonoid yang banyak terdapat pada pisang dan juga terdapat pada kedelai
yaitu monomeric leucocyanidin, analog sintetik hydroxyethylated
leucocyanidin dan tetrallylleucocyanidin juga terlibat dalam perlindungan
lambung dengan menunjukkan efek protektif terhadap lambung yang diinduksi
aspirin pada hewan model profilaksis (Samara at al., 2009).
Pada tanaman kedelai, kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada
bagian biji kedelai, khususnya pada bagian hipokotil (germ) yang akan tumbuh
menjadi tanaman. Sebagian lagi terdapat pada kotiledon yang akan menjadi
daun pertama dari tanaman. Senyawa isoflavon ini pada umumnya berupa
senyawa kompleks atau konjugasi dengan senyawa gula melalui ikatan
glukosida (Pradana, 2008).
Pada umumnya, senyawa isoflavon banyak ditemukan pada tanaman
kacangkacangan atau leguminosa (Zubik dan Meydani, 2003). Isoflavon pada
kedelai terdapat dalam empat bentuk, yaitu (1) bentuk aglikon (non gula) :
genistein, daidzein, dan glycitein; (2) bentuk glikosida: daidzin, genistin dan
glisitin; (3) bentuk asetilglikosida : 6”-O-asetil daidzin, 6”-Oasetil genistin,
6”-O-asetil glisitin; dan (4) bentuk malonilglikosida : 6”-O-malonil daidzin,
6”-O-malonil genistin, 6”-Omalonil glisitin. Isoflavon utama pada kedelai
terdiri dari genistein (4’,5’7-tryhydroxyisoflavone) dan daidzein (4’,7-
dihydroxyisoflavone), serta turunan β-glikosida, gensitin dan daidzin.
Ditemukan juga sejumlah kecil senyawa isoflavon lainnya seperti glycitein
(7,4’-dihydroxy-6-methoxy-isoflavone) dan glikosidanya (Wang dan Murphy,
1994). Secara alami, isoflavon pada kedelai hampir seluruhnya terdapat dalam
bentuk β-glikosida (glikon). Bentuk glikosida dipertahankan oleh tanaman
sebagai bentuk inaktif sehingga dibutuhkan sebagai antioksidan. Menurut
Naim et al. (1974), sebanyak 99 % isoflavon pada kedelai terdapat dalam
bentuk glikosida, terdiri dari 64 % genistin, 23 % daidzin dan 13 %
Glisitin (Coward et al., 1998). dietnya.
Fungsi isoflavon adalah sebagai pengaturan kadar kolesterol darah,
mencegah penggumpalan darah, anti-peradangan, dan sebagai pelindung hati.
Mekanisme kerja yang dilakukannya melalui beberapa tahapan, salah satunya
melalui aktivitasnya sebagai antioksidan (Handayani Sri, 2008).
2. Poly Unsaturated Fatty Acid / PUFA (Asam Linoleat dan Asam Linelenat)
Asam Lemak tak jenuh jamak (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA) adalah
asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap, bersifat cair pada
suhu kamar bahkan tetap cair pada suhu dingin, karena titik lelehnya lebih
rendah dibandingkan dengan MUFA atau SFA. Asam lemak ini banyak
ditemukan pada minyak ikan dan nabati seperti saflower, jagung dan biji
matahari. Sumber alami PUFA yang penting bagi kesehatan adalah dari
kacang-kacangan dan biji-bijian (Almatsier, 2001). Contoh PUFA adalah
asam linoleat (omega-6), dan omega-3, tergolong dalam asam lemak rantai
panjang (LCFA) yang banyak ditemukan pada minyak nabati/sayur dan
minyak ikan.
PUFA (asam lemak arakhidonat, linoleat dan linolenat) antara lain berperan
penting dalam transpor dan metabolisme lemak, fungsi imun,
mempertahankan fungsi dan integritas membran sel. Asam lemak omega- 3
dapat membersihkan plasma dari lipoprotein kilomikron dan kemungkinan
juga dari VLDL (Very Low Density Lipoprotein), serta menurunkan produksi
trigliserida dan apolipoprotein b (beta) di dalam hati. Selain berperanan dalam
pencegahan penyakit jantung coroner dan artritis, asam lemak omega-3
dianggap penting untuk memfungsikan otak dan retina secara baik (Mayes,
2003; Almatsier, 2001).
Asam lemak esensial adalah asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
pertumbuhan dan fungsi normal semua jaringan yang tidak dapat disintesis
oleh tubuh. Termasuk dalam jenis ini adalah asam alfa linoleate (omega 6) dan
asam alfa linolenat (omega 3). Turunan asam lemak yang berasal dari asam
lemak esensial adalah asam arakidonat dari asam linoleat, EPA
(eikosapentaenoat), dan DHA (dokosaheksaenoat) dari asam linolenat. Asam
lemak esensial merupakan prekursor sekelompok senyawa eikosanoid yang
mirip hormon, yaitu prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan leukotrien.
Senyawa-senyawa ini mengatur tekanan darah, denyut jantung, fungsi
kekebalan, rangsangan sistem saraf, kontraksi otot serta penyembuhan luka
(Mayes, 2003).
3. Mangan (Mn) dan Zat Besi (Fe)
Mangan (Mn) berperan dalam aktivasi enzim Super Oxide Dismutase
(SOD). Peran enzim ini menyebabkan sel mukosa lambung tidak mudah rusak.
Ferum berfungsi dalam transportasi oksigen. Transportasi oksigen yang baik
dari paru menuju jaringan-jaringan lambung akan menghambat kerusakan
mukosa lambung (Kaneda et al., 2006; Nursalim dan Zalni, 2007).

S-ar putea să vă placă și