Documente Academic
Documente Profesional
Documente Cultură
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
4. Patofisiologi
Gangguan artikulasi (disatria) Untuk dapat mengucapkan kata-kata
sebaiknya, sehingga bahasa yang didengar dapat ditangkap dengan jelas
dan tiap suku kata dapat mendengar secara terperinci, maka mulut, lidah,
bibir, plataum mol dan pita suaraserta otot-otot pernafasan harus
melakukan gerakan tangkas , timbulah cara berbahasa (verbal) yang
kurang jelas. Pada pidato ada kata-kata yang seolah-olah ditelan terutama
pada akhir kalimat . Gejala ini biasanya disebabkan oleh karena integrasi
gerakan otot-otot pernafasan di dalam mekanisme mengeluarkan kata-
kata dalam kalimat tidak sempurna. Ada Kalanya lidah atau mulut sakit
karena adanya stomatitis sehingga sehingga lidah dan mulut tidak dapat
ditutup sebaik-baiknya. Juga dalam hal ini kata-kata tidak dapat diucapkan
sejelas-jelasnya. Soal pengucapan kata-kata secara jelas dan tegas
dinamakan artikulasi. Gangguan artikulasi dinamakan disatria. Pada
disatria hanya cara mengucapkannya saja yang terganggu tetapi tata
bahasanya baik. Pada lesi UMN unilateral,sebagi gejala bagian dari
hemiparesis, dijumpai disatria yang ringan sekali. Dalam hal ini
terbatasnya kebebasan lidah untuk bergerak kesatu sisi merupakan sebab
dari gangguan artikulasi. Disatria UMN yang berat timbul akibat lesi UMN
bilateral. Seperti pada paralisis pseudobulbaris, disitu lidah sukar
dikeluarkan dan umumnya kaku untuk digerakan keseluruh arah. Orang
awam berpendapat lidahnya menjadi pendek . Lesi UMN lain yang bisa
menimbulkan disatria terletak dijaras-jaras yang menghantarkan impuls
koordinatif yang bersumber pada serebelum, atau yang menyalurkan
implus dari ganglia basalis, pada disatri sereberal, kerja sama gerak
antara otot lidah,bibir,pita suara dan otot-otot yang membuka dan
menutup mulut bersimpang siur, sehingga kelancaran dan kontinuitas
kalimat yang diucapkan sangat terganggu, Cara berbahasa penyakit
serebelum disebut ekplosif, karena kata-kata yang diucapkan terputus-
putus dengan nada yang berdentam. Disatria yang dijumpai pada penyakit
Parkinson, disebabkan oleh karena gerakan otot yang lamban dan kaku.
Sehingga cara berbahasanya lambat dan kaku. Sehingga cara
berbahasanya lambat ,monoton, lemah, dan menggetar. Pada disatria
LMN akan terdengar berbagai macam disatria tergantung pada kelompok
otot yang terganggu. Pada penderita dengan paralisis bulbaris terutama
lidah yang lumpuh dan cara berbicara dengan lidah yang lumpuh dikenal
sebagai “pelo”. Jika platum mole lumpuh,disatria yang timbul bersifat
sengau Hal ini sering dijumpai miestania gravis. Penyakit-penyakit yang
dapat membangkitkan disatria ialah polineuritis, difteria, siringobulbia,
distrofia muskulorum progresiva dan miatenia gravis. Kelainan bawaan
pada frenulum lingua bias menimbulkan disatria juga. Lfal S, T, L, R dan N
dapat diucapkan jika ujung lidah bebas untuk bergerak. Jika frenulum
lingua mengikat lidah sampai ujungnya juga, maka disatria timbul. Dengan
jalan operasi, pada mana ujung lidah dibebaskan dari frenulum itu, disatria
akan hilang. Nervus hipoglosus (XII), Nervus ini mempersarafi otot lidah.
Lesi LMN akan mengakibatkan atrofi unilateral atau bilateral dan
fasikulasi, yang paling baik dinilai saat lidah berada didasr mulut dalam
keadaan istirahat. Saat menjulurkan lidah, kelemahan unilateral
mengakibatkan deviasi lidah kearah lesi. Gerakan lidah ke sisi kiri-kanan
dapat terganggu dan menjadi lambat pada atrofi dan kelemahan bilateral,
tetapi hal ini lebih sering merupakan tanda kerusakan UMN bilateral
(kortikobulbar). Disartria Artikulasi atau berbicara harus dibedakan dari
fungsi berbahaya yang lebih tinggi dan gangguan-gangguannya – disfasia.
Artikulasi normal tergantung dari , koordinasi laring, faring, lidah, bibir, dan
respirasi oleh jaras kortikobulbar, bulbar, serebelar, dan ekstrapiramidal.
Selain menilai percakapan pasien, harus dilakukan tes mengulang frase-
frase yang agak sulit (Inggris: baby hippopotamus, West Register Street,
British Constitution). Lesi pada bagian spesifik yang mengontrol jaras
saraf dapat menyebabkan abnormalitas yang khas seperti: • Paralisis
palatum – bicara sengau (seperti bicara lewat hidung), • Lesi serebelum –
bicara tidak jelas, dengan pola stakato atau skrining ireguler, • Lesi
ekstrapiramidal – bicara dengan nada monoton dan lemah, • Kerusakan
kortikobulbar bilateral – bicara lambat, menggerutu, ‘spastik’. WOC
lingkungan,kerusakan,emosi : 1). Masalahh pendengaran :kongenital,dida
pat 2). gangguang bahasa : ekspresif,reseptik 3). perkembangan
terlambat dari poin di atas akan menyebabkan gangguan bicara,gangguan
bicara akan menyebabkan a). keluarga : cemas,kurang
pengetahuan,koping keluarga tdk efektif. B). hubungan sosial : gangguan
komunikasi verbal,gangguan bermain, isos,interaksi sosial. C).
perkembangan akan menjadi intelegensia sehingga produktifitas akam
menurun dan menyebabkan resiko ketergantungan
5. Pemeriksaaan diagnostic
a. BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) merupakan cara
pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf VIII,
pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon
terhadap stimulus auditorik.
b. Pemeriksaan audiometric
Pemeriksaan audiometri diindikasikan untuk anak-anak yang
sangat kecil dan untuk anak-anak yang ketajaman pendengarannya
tampak terganggu. Ada 4 kategori pengukuran dengan audiometri :
1). Audiometri tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang
dilakukan dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi.
Respon yang diberikan dapat berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau
mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang
atau kedap suara dan menggunakan mainan yang berfrekuensi tinggi.
Penilaian dilakukan terhadap respon yang diperlihatkan anak.
2). Audiometri bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang
dilakukan sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan
suatu objek pada tempat tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dimulai
pada usia 34 tahun bila anak cukup kooperatif. 3). Audiometri bicara.
Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus dalam
daftar yang disebut : phonetically balance word LBT (PB List). Anak
diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape
recorder. Pada tes ini dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r,
n, c, h, ch. Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak
dalam pembicaraan seharihari dan untuk menilai pemberian alat bantu
dengar (hearing aid). 4). Audiometri objektif, biasanya memerlukan
teknologi khusus.
c. CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga
didapatkan gambaran area otak yang abnormal.
d. Timpanometri digunakan untuk mengukur kelenturan membrana
timpani dan system osikular. Selain tes audiometri, bisa juga digunakan
tes intelegensi. Paling dikenal yaitu skala Wechsler, yang menyajikan 3
skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ performance, dan IQ gabungan
e.EEG
f.EMG
6. Penatalaksanaan
a. Latihan bicara dengan baik.
b. Pada anak dapat dilakukan Logopedi (terapi bicara)
7. Komplikasi
Disartria tidak memiliki komplikasi, melainkan disartria merupakan
komplikasi dari beberapa penyakit syaraf, diantaranya ; stroke,
myasthenia gravis, parkinson.
1. Pengkajian
Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengungkapkan penyebab
lain dari gangguan bahasa dan bicara.Perlu diperhatikan ada tidaknya
mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom
William (fasies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung, langkah
yang tidak mantap), celah palatum, dan lain-lain. Gangguan oromotor
dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan gerakan
mengunyah, menjulurkan lidah, dan mengulang suku kata. pa, ta,
pa¬ta, pa¬ta¬ka. Pemeriksaan klinis fungsi bahasa meliputi:
a. Kelancaran berbicara – apakah pasien dapat mengeluarkan frase atau kalimat
dengan panjang dan normal secara spontan? Jika bicaranya tidak lancar, maka tata
bahasa (sintaks) umumnya juga abnormal. 2. Pengertian/komprehensif – sejumlah
benda dijajarkan didepan pasien, dan pasien diperintah menunjuk benda yang
disebutkan oleh pemeriksa, misalnya pulpen, jam tangan, kunci, apakah pasien
mampu melakukannya? Apakah pasien dapat mengerjakan perintah yang lebih
kompleks? 3. Repetisi – apakah pasien dapat mengulangi kata-kata tunggal atau
seluruh kalimat seperti ‘jika tidak, dan, atau tetapi’? 4. Menyebutkan nama –
misalnya nama benda sehari-hari, seperti jam tangan, pulpen, dan benda-benda
yang kurang familiar – pena, gesper, kumparan (kegagalan dalam menyebutkan
nama suatu benda/anomia terjadi pada pasien-pasien disfasia pada tingkat
keparahan yang berbeda). 5. Apakah klien sering menghilangkan bunyi dari suatu
kata 6. Perhatikan riwayat penyakit yang berhubungan dengan gangguan fungsi
SSP seperti infeksi antenatal ( Rubella Syndrome ), perinatal ( Trauma persalinan ),
post natal (infeksi otak, trauma kepala, tumor intra cranial, konduksi elektrik otak).
3. Rencana Keperawatan
1. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kerusakan fungsi alat-alat
artikulasi. a) Intervensi : – Stimulasi bahasa dan latihan bicara tetap dilakukan
sesuai dengan perkembangan mentak anak. Rasional : – Untuk menghindari
keterlambatan perkembangan mental, bahasa maupun bicara ketika alat artikulasi
sudah bisa diperbaiki. b) Intervensi : – Kolaborasi dengan ahli bedah untuk
perbaikan alat-alatartikulasi. Rasional : – Perbaiki alat-alat artikulasi hanya bisa
dilakukan secara optimal dengan pembedahan.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
pendengaran. a) Intervensi : – Lakukan latihan komunikasi, dan stimulasi dini
dengan benda- benda atau dengan menggunakan bahasa isyarat serta biasakan
anak melihat artukulasi orang tua dalam berbicara. Rasional : – Agar stimulasi tetap
diterima anak sesuai dengan perkembangan mental anak yang didasarkan atas
kemampuan penerimaan anak terhadap informasi yang diberikan. b) Intervensi : –
Perhatikan kebersihan telinga anak Rasional : – Gangguan pendengaran sering
disebabkan oleh adanya hambatan pendengaran akibat adanya kotoran telinga. c)
Intervensi : – Kolaborasi dengan rehabilitasi untuk penggunaan alat bantu dengar.
Rasional : – Alat bantu dengar diharapkan mampu mengatasi hambatan
pendengaran pada telinga anak.
3. Kecemasan orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak
berkomunikasi a) Intervensi : – Gali Kebiasaan komunikasi dan stimulasi orang tua
terhadap anak. Rasional : – Menggali efektifitas dan kemampuan serta usaha yang
telah dilakukan oleh orang tua. Menghindari overlapping tindakan yang berakibat
orang tua menjadi bosan. b) Intervensi : – Berikan penjelasan tentang kondisi
anaknya secara jelas, serta kemungkinan penanganan lanjutan, prognosa serta
lamanya tindakan. Rasional : – Pengikutsertaan keluarga dalam perawatan anak
secara langsung akan mampu mengurangi tingkat kecemasan orang tua terhadap
anaknya
. 4. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kecemasan a) Intervensi : –
Hindari bicara pada saat kondisi bising Rasional : – Komunikasi tidak efektif
sehingga anak menjadi irritable b) Intervensi : – Lakukan komunikasi dengan posisi
lawan bicara setinggi badan anak Rasional : – Meningkatkan pandangan mata dan
efektifitas komunikasi sehingga anak merasa lebih nyaman c) Intervensi : – Lakukan
latihan bicara sambil bermain dengan mainan kesukaan anak Rasional : – Anak
lebih tertarik dan tidak lekas bosan