Sunteți pe pagina 1din 10

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1.1 DEFINISI
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena
infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-
keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami
gangguan kekebalan tubuh ( seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ ). otak langsung dari
trauma intrakranial atau pembedahan.
2.1.2 ETIOLOGI
Menurut Long (1996), berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada Abses otak, yaitu :
a. Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus
alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides.
b. Jamur
Antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.
c. Parasit
Walaupun jarang, namun Amuba usus Entamuba Histolitica dapat menimbulkan abses otak secara hematogen. Kira-kira 6¬0%
abses otak disebabkan oleh flora campuran, dan kurang lebih 25% abses otak adalah kriptogenik (tidak diketahui sebabnya).
Adapun beberapa proses infeksi yang dapat menyebabkan abses menurut Muttaqin Arif (2008) :
 Invasi otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahan
 Penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media, sepsis gigi).
 Penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru, endokarditis infektif), dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan
beberapa bentuk abses otak.
2.1.3 MANIFESTASI KLINIS Abses otak dapat menyebabkan berbagai gejala, tergantung pada lokasinya. Gejalanya
dapat berupa sakit kepala, mual, muntah, rasa mengantuk, kejang, perubahan kepribadian dan gejala kelainan fungsi otak lainnya.
Lokasi Tanda dan Gejala Sumber Infeksi
Lobus frontalis 1. Kulit kepala lunak/lembut Sinus paranasal
2. Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal
3. Letargi, apatis, disorientasi
4. Hemiparesis /paralisis
5. Kontralateral
6. Demam tinggi
7. Kejang
Lobus temporal 1. Dispagia
2. Gangguan lapang pandang
3. Distonia
4. Paralisis saraf III dan IV
5. Paralisis fasial kontralateral
Cerebellum 1. Ataxia ipsilateral Infeksi pada telinga
2. Nystagmus tengah
3. Dystonia
4. Kaku kuduk positif
5. Nyeri kepala pada suboccipital
6. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.

2.1.4 PATOFISIOLOGI
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis
sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian
terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis ( long,1996;193)
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara
hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh
penyebaran hematogen terdapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea;
sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. AO bersifat soliter
atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan
menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya
trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini
menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya
dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya
terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO
terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak,
kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada
pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-
mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO
dalam 4 stadium yaitu :
1. stadium serebritis dini
2. stadium serebritis lanjut
3. stadium pembentukan kapsul dini
4. stadium pembentukan kapsul lanjut.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur,
dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal
dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama
menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.
2.1.5 KOMPLIKASI
Klien dengan Abses Otak sangat beresiko untuk mengalami komplikasi jika tidak ditangani secara efektif. Adapun
komplikasi yang mungkin muncul menurut Poerwadi (2000), yaitu : Herniasi unkal atau tonsiler karena kenaikan TIK
 Perdarahan abses
 Retardasi Mental
 Epilepsi
 Penurunan Kesadaran
 Kelumpuhan Fisik
 Sepsis
 Kejang
 Hidroshepalus
2.1.6 PENATALAKSANAAN
Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas.
Antibiotik yang dipakai ; Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen). Bila telah diketahui bakteri anaerob,
metrodiazelo (flagyl) juga dipakai. Pengobatan antibiotika diberikan untuk menghilangkan organisme sebagai penyebab atau
menurunkan perkembangan virus. Dosis besar melalui intravena biasanya ditentukan praoperatif untuk menembus jaringan otak
dan abses otak. Terapi diteruskan pasca operasi.
Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
DOSIS OBAT FERKUENSI DAN RUTE
Cefotaxime (Claforan) Hari2-3 kali per hari
50-100 mg/KgBBt/Hari
Ceftriaxone (Rocephin) 2-3 kali per hari
50-100 mg/KgBBt/Hari IV

Metronidazole (Flagyl) 3 kali per hari


35-50 mg/KgBB/Hari IV

Nafcillin (Unipen, Nafcil) setiap 4 jam


2 grams IV
setiap 4 jam,IVVa
Vancomycin setiap 12 jam
15 mg/KgBB/Hari IV

Kortikosteroid dapat diberikan untuk menolong menurunkan imflamasi edema serebral jika pasien menunjukkan adanya
peningkatan defisit neurologis
Obat-obatan antikonvulsan (ferotinin, fenobarbital) dapat diberikan sebagai profilaksis mencegah terjadinya kejang. Abses yang
luas dapat diobati dengan terapi antimikroba yang tepat, dengan pemantauan ketat melalui pengamatan dengan CT Scan.
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT ABSES OTAK
1. Pengkajian
Pengkajian neurologis anak-anak harus berdasarkan tingkat perkembangan anak dan berupaya untuk menentukan
apakah masalah bersifat akut atau kronis, difus atau fokal, stabil atau progresif.
A. Anamnesis
1) Identitas klien : Usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, askes dan
sebagainya.
2) Riwayat kesehatan
 Gambaran jelas mengenai gejala-gejala mencakup durasi, lokasi dan presipitasi. Gejala-gejala utama dapat mencakup sakit
kepala, pingsan dan pusing, perubahan tingkat kesadaran, cara berjalan, gerakan atau koordinasi yang abnormal, hambatan
perkembangan atau kehilangan tahapan penting perkembangan.
 Kaji riwayat prenatal, individu, keluarga untuk adanya faktor-faktor resiko gangguan neurologik.
o Faktor resiko prenatal mencakup malnutrisi maternal, pengobatan obat (dengan resep, terutama antikonvulsan, dan obat terlarang),
konsumsi alkohol, dan penyakit (campak, cacra, HIV/AIDS, toksoplasmosis, rubela, sitomegalovirus, herpes, sipilis, toksemia,
dan diabetes)
o Faktor resiko individu antara lain prematuritas, hipoksia perinatal, trauma lahir, keterlambatan tahap penting perkembangan, cedera
kepala, hampir tenggelam, keracunan, meningitis, penyakit kronis, penganiayaan anak, anomali kromosom, dan penyalahgunaan
zat.
o Faktor resiko keluarga mencakup anomali kromosom, penyakit mental, penyakit neurologik, penyakit neurokutaneus, gangguan
kejang, retardasi mental, masalah belajar dan defek tuba neural.
B. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
2) Tanda-Tanda Vital
3) Tingkat Kesadaran . Gejala : Kesadaran penuh, bingung, diorientasi, letargi, apatis, stupor, atau koma.
4) Pola Kesehatan
 Aktivitas / Istirahat. Gejala : malaise
Tanda : ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
 Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).
 Eliminasi. Tanda : adanya inkontensia atau retensi
 Nutrisi. Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )
Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.
 Higiene. Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode akut).
 Neurosensori. Gejala ; Sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatan
Tanda ; Penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil
unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.
 Nyeri /kenyamanan. Gejala ; Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan;leher/punggung kaku.
Tanda ; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
 Pernapasan. Gejala ; adanya riwayat infeksi sinus atau paru.
Tanda ; peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
 Keamanan. Gejala ; adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi, infeksi pelvis,
abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.
Tanda ; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik; paralisis atau parese.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan
kesadaran
2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak
3. Penigkatan suhu tubuh
4. Risiko tinggi cederayang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran
5. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan , keadaan hipermetabolik
6. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensorik,transmisi sensorik, dan integrasi
sensorik
7. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif,
perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan.

3. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan
tingkat kesadaran
Intervensi rasionalisasi
kaji fungsi paru, bunyi napas tambahan, perubahan irama Memantau dan mengatasi komplkasi potensial.
dan kedalaman , penggunaan otot-otot aksesori, warna dan Pengkajian fungsi pernapasan dengan interval yang
kekentalan sputum teratur adalah penting karena pernapasan yang tidak
efektif dan adanya kegagalan , akibat adanya kelemahan
atau parlisis pada otot-otot interkostal dan diafargma
berkembang dengan cepat
atur posisi fowler dan semifowler Peninggian kepala tempat tidur memudahkan pernapasan
, meningkatkan ekspansi dada, dari meningkatkan batuk
lebih efektif
ajarkan cara batuk efektif Klien berada pada risiko tinggi bila tidak dapat batuk
dengan efektf untuk membersihkan jalan napas dan
mengalami kesulitan dalam menelan, sehingga
menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal
napas akut

lakukan fisoterapi dada; vibrasi dada Terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih
efektif
penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mukus yang
pertahankan asupan cairan 2500ml/hari kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang
banyak keluar dari tubuh
lakukan penghisapan lendir dijalan napas Pengisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas menjadi bersih

2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak
Intervensi rasionalisasi
Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal Untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai
pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4-6 jam perubahan tekanan intrkranial
setelah lumbal pungsi

Monitor tanda-tanda vital dan neurologis tiap 5-30 Untuk mendeteksi tana-tanda sok, yang harus
menit. Catat dan laporkan segera perubahan-perubahan dilaporkan ke dokter untuk intervensi awal
tekanan intrakranial ke dokter

Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan Perubahan –perubahan ini menandkan ada
klien, anjurkan untuk tirah baring perubahan tekanan intrakranial dan penting untuk
intervensi awal
Tinggikan sedikit krpala pasien dengan hati-hati, cegah Untuk mengurangi tekanan intrakranial
gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan
leher, hindari fleksi leher.
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan klien. Untuk mencegah karegangan otot yang dapat
Beri petunjuk BAB (jangan enema). Anjurkan klien menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial
untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan
bergerak ti tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut

Waktu prosedur perawatan disesuaikan dan diatur tepat Untuk mencegah eksitasiyang merangsan otak
waktu dengan periode relaksasi ; hindari rangsangan yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang
lingkungan yang tidak perlu
Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada klien Untuk menurangi disorentasi dan untuk klarifikasi
persepsi sensorik yangn tergangggu
Evaluasi selama asa penyembuhan terhadap gangguan Untuk merujuk ke rehabilitasi
motorik, sensorik, dan intelektual
Kolaborasi pemberian steroid osmotik Untuk menurunkan tekanan intrakranial

3. Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak
Intervensi Rasionalisasi
Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang Menurunkan reaksi terhadap rangsanagn
eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya
dan menganjurkan klien untuk beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala Dapat menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah otak
Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan metode distraksi dan Membantu menurunkan (memutuskan)
relaksasi napas dalam stimulasi sensasi nyeri
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan Membantu menurunkan relaksasi otot-otot
lembut dan ahti-hati yang tegang dan dapat menurunkan
nyeri/rasa tidak nyaman
Kolaborasi pemberian analgesik Mungkin diperlukan untk menurunkan rasa
akit.
Catatn : narkotika merupakan kontraindikasi
kerena berdampak pasa status neuroogis
sehingga sukar untk dikaji
4. Risiko cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
Intervensi Rasionalisasi
Monitor kejang pada tangan ,kaki, mulut, dan otot-otot Gambaran iritabilitas sistem saraf pusat
muka lainnya memerlukan evaluasi sesuai dengan intervensi
yang tepat intuk mencegah terjadinya
komplikasi
Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan Melindungi klien bila kejang terjadi
ranjang, papan pengaman,dan alat suction selalu berada
dekat pasien
Pertahankan bedrest total selama fase akut Melngurangi resiko jatuh/cedera jika terjadi
vertigo dan ataksia
Kolaborasi pemberian terapi ;diazepam , fenobarbital Untuk mencegah atau mengurangi kejang
Catatan: fenobarbital dapat menyebabkan
depresi pernapasan dan sedasi

5. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
Intervensi Rasionalisasi
Observasi tekstur dan turgor kulit Mengetahui status nutrisi klien
Lakukan orak higiene Kebersihan mulut dapat merangsang nafsu makan

Observasi masukan dan keluaran Mengetahui keseimbangan nutrisi klien

Observasi posisi dan keberhasilan sonde Untuk menghindari resiko infeksi/ iritasi

Tentukan kemapuan klien dalam mengunyah, Untuk menetapkan jenis makan yang akan diberikan
menelan dan reflkes pada klien
Kaji kemampuan klien dalam menelan , batuk dan Dengan mengkaji factor-faktor tersebut dapat
adanya sekret menentukan kemampuan menelan klien dan
mencegah resiko aspirasi
Auskultasi bising usus, amati penurunan atau Fungsi gastrointestinal bergantung pada kerusakan
hiperaktivitas bisisng usus otak. Bising usus dapat menetukan respons
pemberian makan atau terjadinya komplikasi
misalnya pada ileus
Timbang badan sesuai indikasi Untuk mengevaluasi efektivitas dari asupan makanan

Berikan makanan dengan cara meninggikan kepala Menurunkan resiko regurgutasi atau aspirasi
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu , Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya
selama dan sesudah makan gravitasi

Stimulasi bibir untuk membuka dan menutup Membantu dalam melatih kembali sensorik dan
mulut secara manual dengan menekan ringan meningkatkan control muscular
diatas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan

Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak Memberikan stimulasi sensorik (termasuk rasa
terganggu kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan
dan menigkatkan masukkan
Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan
yang tenang tanpa adanya distraksi dari luar
Mulailah untuk memberikan makan per oral Makanan lunak/cair mudah untuk dikendalikan
setengah cair dan makanan lunak ketika klien didalam mulut dan menurunkan terjadinya aspirasi
dapat menelan
Anjurkan kloen menggunakan sedotan untuk Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan
minum menurunkan resiko terjadinya tersedak

Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program Dapat menigkatkan pelepasan endorphin dalam otak
latihan / kegiatan yang menigkatkan nafsu makan

Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
cairan melalui IV atau makanan melalui selang pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu
untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut

6. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif,
perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan
Intervensi Rasionalisasi
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan Menentukan bantuan untuk individu dalam
dengan derajat ketidak mampuan menyusun rencana perawtan atau pemilihan
intervensi
Identifikasi arti dan kehilangan atau disfungsi pada Beberapa klien dapat menerima dan mengatur
klien perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit
penyesuaian diri, sementara klien yang lain
mempunyai kesulitan mengenal dan mengatur
kekurangan
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan Menunjukkan penerimaan , membantu klien
termasuk permusuhan dan kemarahan untukmengenal dan mulai menyesuaikan dengan
perasaan tersebut
Catat ketika klien menyatakan pernyataan pengakuan Mendukung penolakkan terhadap bagian tubuh atau
terhadap penolakan tubuh, seperti sekarat atau perasaan negatif terhadap bagian tubuh dan
mengingkari dan menyatakan ingin mati kemampuan untuk menunjukkan kebutuhan dan
intervensi serta dukungan emosional
Ingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa Membantu klienuntuk melihat bahwa perawat
masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh
mengontrol sisi yang sehat tubuh. Membiarkan klien untuk merasakan adanya
harapan dan mulai menerima situasi baru
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan Membantu menigkatkan perasaan harga diri serta
memperbaiki kebiasaan memengaruhi proses rehablitasi
Anjurkan orang yang terdekat untuk mengijinkan klien Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan
melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya pengertian tentang peran individu masa mendatang
Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat Menigkatkan kemandirian untuk membantu
atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan
posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial

5. EVALUASI
Hasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan implementasi dari intervensi yang direncanakan, yaitu:
1) Mencapai perubahan tingkat kesadaran dan orientasi yang meningkat.
a. Menunjukkan peningkatan kesadaran
b. Pandangan bagus
c. Menurunnya kelemahan motorik
d. Tanda vital dalam batas normal
e. Menunjukkan tidak terjadinya defisit neurologi
f. Menunjukkan tidak adanya refleks patologis.
2. Tidak terjadinya resiko yang dapat menyebabkan injuri
a. Menunjukkan peningkatan kesadaran
b. Tidak terjadi kejang
c. Peningkatan satus mental
3. Klien mampu beradaptasi terhadap ganggaun mobilitas fisik yang dialami
a. Menunjukkan mobilisasi secara aktif dan optimal
b. Menunjukkan integritas kulit yang utuh
c. Tidak terjadinya atropi
d. Tidak terjadinya kontraktur.
e. Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang.
f. Menunjukkan partisipasi dalam perawatan.
g. Menetapkan maantaati jadwal medikasi yang memaksimalkan kekuatan otot.
h. Tidak adanya komplikasi berhubungan dengan immobilitas yang dialami.
4. Mencapai penurunan suhu tubuh
a. Menunjukkan tanda vital yang normal
b. Menunjukkan pengeluaran urine yang tidak pekat
c. Menunjukkan suhu tubuh normal
d. Menunjukkan turgor kulit yang baik
5. Mencapai kebutuhan nutrisi yang terpenuhi
a. Menunjukkan tanda-tanda nutrisi yang terpenuhi.
b. Mentaati program medikasi
c. Menujukkan nafsu makan yang baik
d. Menunjukkan intake makanan yang baik.
e. Menunjukkan peningkatan berat badan.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan
dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis.
Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya,
misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi. Kasus ini dapat menyebabkan
masalah keperawatan, seperti: perubahan perfusi jaringan serebral, resiko injuri, kerusakan mobilitas fisik, hipertermia,
ketidakseimbangan cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan serta nyeri.

Read more: http://www.tuliskan.com/2012/06/kumpulan-animasi-untuk-blog.html

http://edyria.blogspot.com/2011/12/asuhan-keperawatan-pada-pasien-abses.html

http://woalexcont.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-abses-otak.html

. PENATALAKSANAAN MEDIS
- Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas.
Antibiotik yang dipakai ;Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen).
Bila telah diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai.
- Surgery ; aspirasi atau eksisi lengkap untuk evaluasi abses.

6. Penatalaksanaan
Penetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu:
1. Penatalaksaan Umum
a. Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.
b. Terapi peningktan TIK
c. Support fungsi tanda vital
d. fisioterapi
2. Pembedahan
3. Pengobatan
a. Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.
b. Glococorticosteroid: Dexamethasone
c. Anticonvulsants: Oilantin.

S-ar putea să vă placă și