Sunteți pe pagina 1din 12

Sumber Ilmu

Make it easy to get knowledge


SABTU, 06 APRIL 2013

ASKEP FRAKTUR

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Fraktur didefinisikan sebagai deformitas linear atau terjadinya diskontinuitas tulang
yang disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur dapat terjadi akibat trauma atau karena proses
patologis. Fraktur akibat trauma dapat terjadi akibat perkelahian, kecelakaan lalulintas,
kecelakaan kerja, luka tembak, jatuh ataupun trauma saat pencabutan gigi. Fraktur patologis
dapat terjadi karena kekuatan tulang berkurang akibat adanya kista, tumor jinak atau ganas
rahang, osteogenesis imperfecta, osteomyelitis, osteomalacia, atrofi tulang secara
menyeluruh atau osteoporosis nekrosis atau metabolic bone disease. Akibat adanya proses
patologis tersebut, fraktur dapat terjadi secara spontan seperti waktu bicara, makan atau
mengunyah.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner and Suddarth, 2001)
Fraktur adalah putusnya kontinuitas sebuah tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan dan krepitasi.
(Brooker, 2001)
Mandibula merupakan tulang yang kuat, tetapi pada beberapa tempat dijumpai adanya
bagian yang lemah. Daerah korpus mandibula terutama terdiri dari tulang kortikal yang padat
dengan sedikit substansi spongiosa sebagai tempat lewatnya pembuluh darah dan pembuluh
limfe. Daerah yang tipis pada mandibula adalah angulus dan sub condylus sehingga bagian
ini termasuk bagian yang lemah dari mandibula. Selain itu titik lemah juga didapatkan pada
foramen mentale, angulus mandibula tempat gigi molar III terutama yang erupsinya sedikit,
kolum kondilus mandibula terutama bila trauma dari depan langsung mengenai dagu maka
gayanya akan diteruskan kearah belakang.

B. PATOFISIOLOGI
Fraktur disebabkan oleh adanya trauma (langsung dan tidak langsung),
stress fatique (kelelahan akibat tekanan berulang) dan pathologis. Karena adanya tekanan
atau daya yang mengenai tulang maka akan mengakibatkan terjadinya fraktur dan
perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patahan dan kedalam jaringan lunak disekitar
tulang tersebut. Bila terjadi hematoma maka pembuluh darah vena akan mengalami pelebaran
sehingga terjadi penumpukan cairan dan kehilangan leukosit yang berakibat terjadinya
perpindahan, menimbulkan implamasi atau peradangan yang menyebabkan bengkak dan
akhirnya terjadi nyeri. Selain itu karena kerusakan pembuluh darah kecil atau besar pada
waktu terjadi fraktur menyebabkan tekanan darah menjadi turun, begitupula dengan suplai
darah ke otak sehingga kesadaran pun menurun yang mengakibatkan syok hipovolemi. Bila
mengenai jaringan lunak maka akan terjadi luka dan kuman akan mudah untuk masuk
sehingga mudah terinfeksi dan lama kelamaan akan berakibatdelayed union dan mal
union dan yang tidak terinfeksi mengakibatkan non union. Apabila fraktur mengenai
peristeum atau jaringan tulang dan korteks maka akan mengkibatkan deformitas, krepitasi
dan pemendekan ekstremitas. Berdasarkan proses diatas tanda dan gejalanya yaitu
nyeri/tenderness, deformitas/perubahan bentuk, bengkak, peningkatan suhu tubuh/demam,
krepitasi, kehilangan fungsi dan apabila hal ini tidak teratasi, maka akan menimbulkan
komplikasi yaitu komplikasi umum misalnya : syok, sindrom remuk dan emboli lemak.
Komplikasi dini misalnya : cedera syaraf, cedara arteri, cedera organ vital, cedera kulit dan
jaringan lunak, sedangkan komplikasi lanjut misalnya : delayed union, mal union, non union,
kontraktur sendi dan miossitis ossifycans, avaseural necrosis dan osteo arthritis.

Pathway fraktur

Tahap penyembuhan tulang menurut, (Rasjad, 1998) :


Setelah tulang mengalami fraktur
1. Stadium Hematum
Pada stadium ini karena pembuluh darah pecah, maka terjadi perdarahan pada daerah fraktur.
Hematum terbentuk mengelilingi daerah tulang yang mengalami fraktur, kemudian setelah 24
jam aliran darah pada daerah fraktur berkurang sehingga terjadi penggabungan haematum
dengan fibroblast dan membentuk fibrin.
2. Stadium proliferasi
Dalam 48-72 jam setelah terjadi fraktur, sel sel jaringan baru mulai terbentuk pada daerah
fraktur.
3. Stadium Pembentukan Kallus
Dalam waktu 6-10 hari fraktur, terjadi perubahan granulasi jaringan dan pembentukan kallus,
pertumbuhan jaringan berlangsung secara terus menerus sampai fragmen menyatu kembali
memerlukan waktu 3-4 minggu.

4. Stadium Ossifikasi
Ossifikasi terjadi 3 -10 minggu, kallus yang menetap berubah menjadi tulang yang kaku,
akibat dari penumpukan garam-garam mineral menutup dan meliputi ujung-ujung fragmen
tulang yang kemudian akan menjadi tulang.
5. Stadium konsolidasi
Setelah pembentukan tulang, kallus diremodeling oleh aktivitas osteoblast dan osteoklast
Jenis-jenis fraktur antara lain :
1. Menurut garis fraktur :
a. Fraktur komplit : Apabila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
konteks tulang
b. Fraktur inkomplit : Apabila garis patah tidak melalui penampang tulang.

2. Menurut bentuk fraktur dan hubungannya dengan mekanisme trauma.


a. fraktur tranfersal : Fraktur yang garis patahannya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
Segmen patah tulang direposisi atau direduksi kembali ketempatnya semula, maka segmen
akan stabil dan biasanya akan mudah dikontrol dengan bidai gips
b. Fraktur patah oblique : Fraktur dimana garis patahannya membentuk sudut terhadap tulang.
Fraktur ini tidak stabil.
c. Fraktur serial : Fraktur ini terjadi akibat torsi pada ekstremitas. Menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
d. Fraktur kompresi : Fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumpuk tulang ketiga yang
berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan vertebra lain.
e. Fraktur anulasi : Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat insisi tendon atau
ligament. Contohnya fraktur patella

3. Menurut jumlah garis fraktur


a. Fraktur komminute : Terjadi banyak garis fraktur atau banyak fragmen kecil yang terlepas
b. Fraktur segmental : Apabila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan sehingga
satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh.
c. Fraktur multiple : Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempat.

rut hubungannya antara fragmen dengan dunia luar


a. Fraktur terbuka : Apabila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit.
Fragmen terbuka dibagi menjadi tiga tingkat yaitu :
 Pecah tulang menusuk kulit, kerusakan jaringan sedikit terkontaminasi ringan, luka kurang dari
1 cm.
 Kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar dari 1 cm
 Luka besar sampai dengan 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neuromaskular, kontaminasi
besar.
 Grade/derajat fraktur terbuka :
 Grade I : Sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit.
 Grade II : fraktur terbuka merobek kulit dan otot.
 Grade III : banyak sekali jejas kerusakan kulit otot, jaringan syaraf, pembuluh darah serta
luka sebesar 6-8cm.
b. Fraktur tertutup : Terjadi pada tulang yang abnormal atau sakit. Penyebab terbanyaknya
adalah osteoporosis dan osteomalacia.

C. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Fraktur secara umum menurut, (Rasjad, 1998), Sebelum mengambil
keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitif, prinsip penatalaksanaan fraktur ada 4R
yaitu :
1. Recognition : Diagnosa dan penilaian fraktur. Prinsip pertama adalah mengetahui dan
menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologiy. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan : lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatanm komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.

2. Reduction, tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang


Dapat dicapai dengan manipulasi tertutup atau reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup
terdiri dari penggunaan traksi manual untuk menarik fraktur kemudian memanipulasi untuk
mengembalikan kesegarisan normal atau dengan traksi mekanis. Reduksi terbuka
diindikasikan jika reduksi tertutup gagal atau tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan
alat fiksasi internal yang digunakan untuk mempertahankan dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Open Reduction Internal
Ficsation (ORIF)yaitu dengan pembedahan terbuka akan mengimobilisasikan fraktur dengan
melakukan pembedahan untuk memasukkan skrup atau pen ke dalam fraktur yang berfungsi
untuk memfiksasi bagian bagian tulang yang fraktur secara bersama sama.

3. Retention, Imobilisasi fraktur tujuannya untuk mencegah pergeseran fragmen dan Mencegah
pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ekstremitas yang
mengalami fraktur) adalah dengan pemasangan wire, plate, traksi.

4. Rehabilitation, mengembalikan aktifitas fungsional seoptimal mungkin

D. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien fraktur menurut Doengoes, (2000) diperoleh data sebagai
berikut :
1. Aktivitas (istirahat)
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera fraktur
itu sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan nyeri)

2. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri) atau hipotensi (
kehilangan darah), takikardia ( respon stress, hipovolemia), penurunan / tidak ada nadi pada
bagian distal yang cedera : pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena
pembengkakan jaringan atau massa hepatoma pada sisi cedera.

3. Neurosensori
Gejala : Hilang sensasi, spasme otot, kebas / kesemutan (panastesis)
Tanda : Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot,
terlihat kelemahan / hilang fungsi, agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri atau trauma)

2. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan /
kerusakan tulang : dapat berkurang pada imobilisasi ; tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf,
spasme / kram otot (setelah imobilisasi)

3. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulse jaringan, perubahan warna, pendarahan, pembengkakan local
(dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

4. Penyuluhan
Gejala : Lingkungan cedera
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan roentgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
b. Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat di gunakan
untuk mengidentifikasi jaringan lunak
c. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi). Peningkatan jumlah SOP
adalah respon stress setelah trauma.
e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kirens ginjal.
f. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple atau
cedera hati.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan menurut Doengoes, (2000) ditemukan diagnosa keperawatan
sebagai berikut :
1. Risiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot gerakan fragmen tulang, edema dan cedera
pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi, stress, ansietas
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan/interupsi aliran darah : cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan
thrombus, hipovolemia.
4. Risiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan pertukaran aliran :
darah/emboli lemak, perubahan membran alveolar/kapiler intestisial, edema paru, kongesti.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler :
nyeri/ketidaknyamanan : terapi restriktif (imobilisasi tungkai).
6. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk : fraktur
terbuka : bedah perbaikan; pemasangan traksi,pen, kawat, skrup, perubahan sensasi, sirkulasi
: akumulasi ekskresi/secret.
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer ;
kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif, traksi tulang.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interprestasi
informasi/tidak mengenal sumber informasi.

F. PERENCANAAN
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan menyusun perencanaan
untuk masing masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan
tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
(fraktur).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperaatan diharapkan trauma tidak terjadi

Kriteria evaluasi :
1) Mempertahankan stabilitas dan posisi fraktur
2) Menunjukan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur.
3) Menunjukan pembentukan kallus/mulai penyatuan fraktur yang tepat.
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring atau ekstremitas sesuai indikasi, berikan sokongan sendi di atas dan
di bawah fraktur bila bergerak.
2) Letakkan papan di bawah tempat tidur, pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit
dengan bantal pasir, gulungan trochanter, papan kaki.
3) Kaji integritas alat fiksasi eksternal.
4) Kaji tulang foto atau evaluasi.

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot gerakan ragmen tulang, edema dan
cedera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi, stress, ansietas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria evaluasi :
1) Menyatakan nyeri hilang
2) Menunjukan sikap santai
3) Menunjukan keterampilan penggunaan relaksasi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi untuk
situasi individu.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi nyeri, kedalaman, karakteristik serta intensitas
2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pemberat, traksi
3) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
4) Berikan alternatif tindakan kenyamanan misalnya : pijatan dan perubahan posisi.
5) Ajarkan menggunakan teknik manajemen stress misalnya : relaksasi progresif, latihan nafas
dalam.
6) Kolaborasi, berikan analgetik sesuai program.

3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan


penurunan/interupsi aliran darah ; cedera vaskuler langsung, edema berlebihan,
pembentukan thrombus, hipovolemia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan disfungsi neurovaskuler tidak
terjadi.

Kriteria evaluasi.
1) Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit kering/hangat,sensasi
biasa, tanda vital stabil.
2) Haluaran urin adekuat untuk situasi individu.
Intervensi :
1) Evaluasi adanya atau kualitas nadi perifer distal terhadap cedera melalui palpasi, bandingkan
dengan ekstremitas yang satu.
2) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur.
3) Pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera kecuali dikontraindikasikan dengan
keyakinan danya sindrom kompartement.
4) Anjurkan klien untuk secara rutin latihan ROM
5) Beri obat sesuai indikasi.

4. Risiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


alairan darah / emboli lemak, perubahan membrane alveolar/kapiler, edema paru
kongesti.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan pertukaran gas tidak
terjadi.
Kriteria evaluasi :
Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat, dibuktikan oleh tidak adanya dispnea/sianosis,
frekuensi pernafasan dan GDA dalam batas normal.
Intervensi :
1) Observasi frekuensi pernapasan dan upayanya.
2) Instruksikan dan Bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk, reposisi dengan sering.
3) Berikan tambahan O2 bila diindikasikan.
4) Berikan obat sesuai indikasi.

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler :


nyeri / ketidaknyamanan : terapi restriktif (imobilisasi tungkai)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan mobilitas fisik
terpenuhi.
Kriteria evaluasi :
1) Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
2) Mempertahankan posisi fungsional.
3) Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
4) Menunjukan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.
Intervensi :
1) Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cidera atau pengobatan dan perhatikan persepsi
klien tehadap imobilisasi.
2) Instruksikan dan Bantu dalam gerak aktif atau pasif pada ekstremitas yang sakit dan tidak
sakit.
3) Bantu dan dorong perawatan diri dan Bantu imobilitas dengan kursi roda dan tongkat.
4) Observasi TTV.
5) Konsul dengan ahli terapi atau okupasi dan spesifikasi rehabilitasi.
6. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan cedera tusuk :
fraktur terbuka: bedah perbaikan: pemasangan traksi pen, kawat, skrup, perubahan
sensasi, akumulasi eskresi/secret.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit tidak
terjadi.
Kriteria evaluasi :
1) Menyatakan ketidaknyamanan hilang.
2) Menunjukan teknik/prilaku untuk mencegah kerusakan kulit.
3) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Intervensi :
1) kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan perubahan warna.
2) Massage kulit dan penonjolan tulang
3) Ubah posisi sesering mungkin
4) Bersihkan kelebihan plester dari kulit
5) Massage kulit disekitar balutan luka dengan alcohol
6) Letakan bantalan pelindung dibawah kaki dandi atas tonjolan tulang.

7. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan


primer ; kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif
traksi tulang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drinase purulen atau eritema dan demam.
Intervensi :
1) Inspeksi untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas
2) Observasi tanda tanda infeksi
3) Lakukan perawatan luka sesuai program
4) Observasi hasil laboratorium dan tanda tanda vital
5) Berikan obat antibiotik sesuai program.

8. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,prognosis, dan


kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mengerti tentang kondisi,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Kriteria evaluasi :
1) Menyatakan pemahaman tentang kondisi prognosis dan pengobatan
2) Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
1) Kaji ulang prognosis dan harapan yang akan datang
2) Beri penguat metode mobilotas dan ambulasi sesuai program dengan fisioterapi bila
diindikasikan
3) Anjurkan penggunaan buck spalk
4) Buat daftar perkembangan aktifitas sejauh mana klien dapat melakukan tindakan mandiri dan
yang memerlukan bantuan.

G. PELAKSANAAN
Pelaksanaan merupakan tindakan mandiri dasar berdasarkan ilmiah, masuk akal
dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang diantisipasi berhubungan dengan
duagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan (Bulechek and Mc. Closkey, 1985).
Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat
berupa tindakan mandiri maupun kolaborasi.
Dalam pelaksanaan tindakan langkah langkah yang dilakukan adalah mengkaji
kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan
yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan dilakukan. Selain itu juga dalam
pelaksanaan tindakan semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap
tindakan keperawatan didokumentasiakn dalam catatan keperawatan. Dalam
pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu
tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberikan tanda tangan sebagai aspek
legal dari dokumentasi yang dilakukan.

H. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang mengukur seberapa
jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai berdasarkan standar atau kriteria yang telah
ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan, karena
menghasilkan kesimpulan apakah perencanaan keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali
atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip objektifitas, reliabilitas dan validitas dapat
dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat.
Evaluasi proses keperawatan ada dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evalusi
proses/formatif adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dan
didokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil/sumatif adalah
evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan,
dan dilakukan pada akhir asuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth, ( 2002 ), Buku Ajar Perawatan Medikal Bedah,Volume 2, Edisi 8, Alih
Bahasa : dr. Andry Hartono, dr. H.Y.Kuncara, Elyna S. Laura Siahan, S.kp dan Agung
waluyo, S.Kp. Jakarta : EGC
Carpenito-moyet, Lynda juall, (2006), buku saku diagnosis keperawata, edisi 8, alih bahasa :
yasmin asih. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth. J, ( 2001 ), Buku Saku Patofisiologi, Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn. E. at al, ( 2000 ), Rencana Asuhan Keperawatan : PedomanPerencanaan
Pendokumentasaian Perawatan Pasien, edisi 3, Alih Bahasa : I Made Kariasa, S. Kp, Ni
Made Sumarwati,S. Kp, Monica Ester, S. Kp, Yasmin Asih, S. Kp. EGC, Jakarta
Muttaqin,Arif. (2011).Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi Pada Praktik Klinik
Keperawatan. Jakarta : EGC

Diposting oleh Bayu Darma Bestari di 22.50


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: ASKEP, KMB

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
INSERT KEYWORD

Telusuri

TRANSLATE

Powered by Translate

LIKE SUMBER ILMU

JOIN US (FREE)

CATEGORY
 ASKEP (36)
 HEALTH (16)
 JIWA (4)
 KMB (30)

ARSIP BLOG
 ► 2016 (2)
 ► 2014 (2)
 ▼ 2013 (32)
o ► Mei (18)
o ▼ April (14)
 ASKEP HALUSINASI
 ASKEP PK (Perilaku Kekerasan)
 ASKEP ISOS (Isolasi Sosial)
 ASKEP HDR (Harga Diri Rendah)
 ASKEP HIPEREMESIS GRAVIDARUM
 ASKEP HNP (Hernia Nukleolus Pulposus)
 ASKEP KAD (Ketoasidosis Diabetik)
 ASKEP EFUSI PLEURA
 INGAT INI !
 ASKEP FRAKTUR
 ASKEP SNNT (Strauma Nodosa Non Toksik)
 ASKEP ATRESIA ANI
 ASKEP LEUKEMIA
 ASKEP BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)
 ► 2012 (22)

MENGENAI SAYA

Bayu Darma Bestari


Lihat profil lengkapku

ONE FREQUENCY

Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

S-ar putea să vă placă și